Jajanan Aman Oleh T. Reza Ferasyi BEBERAPA hari terakhir, Aceh - TopicsExpress



          

Jajanan Aman Oleh T. Reza Ferasyi BEBERAPA hari terakhir, Aceh diramaikan dengan pembicaraan tentang adanya jajanan yang mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan konsumen. Ini diketahui setelah Tim Investigasi Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM) Aceh menemukan beberapa produk jajanan di pinggir kawasan Blangpadang, Banda Aceh, yang mengandung bahan berbahaya (Serambi, 2/6/2013). Temuan ini juga mendapat perhatian dari Gubernur Zaini Abdullah, yang kemudian menekankan tentang pentingnya pengawasan penggunaan bahan berbahaya dalam semua produk makanan yang beredar di Aceh (Serambi, 7/6/2013). Temuan tersebut tentu saja mengejutkan berbagai kalangan masyarakat, khususnya mereka yang sering menikmati jajanan di tempat-tempat umum. Padahal konsumen jajanan tersebut bukan saja dari kalangan masyarakat bawah, tetapi juga ada kalangan pejabat daerah yang kediaman resminya berdekatan dengan kawasan Blangpadang. Sehingga menimbulkan pertanyaan, jika di pusat ibu kota provinsi saja makanan yang dijual ada yang tidak aman, bagaimana dengan di kawasan lainnya di Aceh? Sejauh mana perlindungan bagi konsumen di daerah ini? Oleh karena itu, sangat diperlukan pengawasan yang ketat terhadap peredaran jajanan berbahaya tersebut di wilayah Kota Banda Aceh, bahkan hingga ke seluruh Aceh untuk menjamin keamanan makanan yang dikonsumsi masyarakat. Mengingat pedagang sejenis mereka yang ada di Blangpadang, seperti penjual bakso, lontong, dan beragam jenis jajanan lainnya saat ini juga bisa ditemukan di berbagai wilayah, bahkan hingga ke pelosok permukiman. Namun demikian, tentu saja kita tidak boleh mengeneralisir dan memvonis bahwa semuanya membubuhi bahan-bahan berbahaya. Kita patut mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh sejumlah penjual makanan di kawasan Blangpadang untuk meminta transparansi dari pihak BBPOM agar mengumumkan siapa saja pedagang yang nakal di sana. Karena mereka tidak mau disebabkan ulah dari segelintir orang, nama baik pedagang lain yang menjual makanan yang aman menjadi ikut tercemar dan kehilangan pelanggan. Tentu saja mereka khawatir hal ini dapat menyebabkan berkurangnya omzet penjualan atau bahkan tidak laku sama sekali. Dilema tersebut di atas bisa saja muncul ketika petugas harus menegakkan aturan perlindungan konsumen. Di satu sisi, hak-hak konsumen harus dipenuhi, terutama terkait dengan jaminan keamanan pangan yang dibeli. Di sisi lain, petugas juga tak bisa lepas dari pertimbangan kemanusiaan jika harus menindak pedagang/produsen makanan yang melanggar. Apalagi jika usaha yang mereka jalankan tergolong usaha kecil. Oleh karena itu diperlukan strategi yang tepat dan bijak untuk menegakkan peraturan perlindungan konsumen dan menjamin keamanan makanan yang diperdagangkan di Aceh. Strategi ini mencakup aspek edukasi bagi konsumen, dan pengawasan serta pembinaan khusus bagi para produsen serta pedagang produk pangan, baik yang ada di tempat terbuka maupun mereka yang memiliki tempat penjualan khusus, agar bisa mengikuti aturan yang ada. Keamanan pangan Dalam pasal 1 ayat 5 dari UU No.18/2012 tentang Pangan dikatakan bahwa “Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.” Ini berarti keamanan pangan tidak hanya dilihat dari kontaminasi oleh bahan-bahan berbahaya semata, tetapi juga terkait dengan sisi lain yang spesifik dalam kehidupan suatu masyarakat yang menjadi konsumennya, seperti terpenuhinya aspek halal dalam sebuah produk makanan. Selain itu termasuk juga di dalamnya jaminan kebersihan dari tempat penjualan dan produksi. Selama ini bahan-bahan berbahaya yang banyak ditemukan pada produk jajanan biasanya digunakan dengan tujuan sebagai pengawet, pemanis dan pewarna. Pengawet yang jamak digunakan oleh para produsen atau pedagang makanan nakal adalah formalin dan boraks. Sadar atau tidak, penggunaan bahan-bahan ini dapat menyebabkan berbagai gangguan pada tubuh konsumen, seperti gangguan pencernaan berupa nyeri perut, muntah-muntah, gangguan sistem syaraf dan gangguan sirkulasi darah hingga mengganggu sistem pada jantung. Formalin sendiri bila masuk ke dalam tubuh dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal hingga kematian. Kedua bahan tersebut sebenarnya lebih banyak digunakan sebagai pengawet mayat, pembasmi hama atau penghilang bau. Selanjutnya, untuk pemanis buatan, sebagian besar yang digunakan adalah pemanis buatan jenis aspartame, sakarin dan siklamat. Menurut beberapa penelitian penggunaan kedua jenis pemanis ini dalam bahan makanan ternyata dapat memberikan efek karsinogen. Di kawasan Eropa dan Amerika penggunaan bahan-bahan ini sudah lama dilarang. Sementara itu, ada juga penjual atau produsen yang membubuhi pewarna buatan untuk menarik minat anak-anak membeli jajanannya. Dalam hal penggunaan pewarna makanan ini yang perlu diwaspadai adalah penggunaan zat pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow yang biasa digunakan untuk pewarna tekstil, cat dan kertas, sehingga tentu saja membahayakan kesehatan. Oleh karena alasan berbagai dampak negatif di atas, maka penggunaan bahan-bahan tersebut sangat dilarang dan perlu diawasi serta dilaporkan oleh segenap lapisan masyarakat untuk kemudian dilakukan penindakan bagi pelanggarnya. Edukasi Untuk memberikan gambaran bahaya tersebut di atas kepada produsen/penjual makanan dan konsumen dari penggunaan bahan-bahan berbahaya, maka perlu terlebih dulu diberikan edukasi kepada mereka. Langkah ini dilakukan sebelum pelaksanaan pengawasan, pembinaan dan penegakan peraturan atau tindakan oleh pihak berwenang. Dengan edukasi diharapkan konsumen dapat mewaspadai kemungkinan adanya pelanggaran keamanan pangan oleh produsen atau penjual. Di sisi lain, produsen atau penjual akan mengacu kepada peraturan yang ada dan akan sangat berhati-hati dalam menghasilkan atau memperdagangkan makanan yang mereka olah. Kemudian, pemerintah daerah perlu memberikan informasi kepada konsumen kemana mereka harus melapor jika ada kecurigaan terhadap keamanan bahan pangan yang diproduksi atau dijual oleh pihak tertentu di wilayah Aceh. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 butir a UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa “Hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.” Oleh karena itu, instansi terkait perlu pro-aktif mensosialisasikan kepada konsumen tentang cara mewaspadai jajanan atau makanan yang tidak memenuhi aspek keamanan pangan. Langkah ini bisa dilakukan dengan menyampaikannya melalui baliho-baliho yang bisa dipasang di berbagai sudut kota. Sehingga baliho-baliho di tengah kota tidak hanya dipenuhi oleh wajah keren pengurus parpol atau iklan untuk mengejar PAD saja, tetapi juga berisi informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada anak-anak sekolah, mulai dari tingkat paling rendah hingga ke tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan laporan terakhir diketahui bahwa lebih dari 60% jajanan yang dijual di sekitar sekolah di Indonesia mengandung bahan berbahaya. Sehingga bukan tidak mungkin jika salah satu penyebab rendahnya kemampuan siswa/siswi sekolah di Aceh dalam menjawab soal-soal ujian dikarenakan lemot (lemah otak) oleh pengaruh jajanan yang mereka makan telah tercemar bahan-bahan berbahaya. Oleh karenanya pada wilayah pendidikan ini sangat perlu segera dipilih dan ditunjuk sejumlah guru sebagai duta atau kader pengawas keamanan pangan jajanan para siswa di sekolah mereka masing-masing. Nantinya diharapkan melalui kampanye secara massif seperti ini, edukasi keamanan pangan bukan hanya mencapai konsumen saja, tetapi juga para produsen sendiri akan ikut memperhatikannya. Kepada para produsen atau penjual makanan perlu diatur agar mereka selalu memberikan informasi yang jelas tentang kandungan yang ada dalam produk yang mereka perdagangkan. Hal ini dengan merujuk pada PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan, yang menyatakan bahwa setiap produk yang diperdagangkan harus mencantumkan komposisi bahannya. Tentu saja para produsen dan pedagang tersebut harus memiliki izin dan terdaftar secara jelas pada instansi terkait. Hal ini untuk memudahkan pembinaan dan pengawasan agar makanan atau jajanan yang mereka jual tetap aman dikonsumsi. * drh. Teuku Reza Ferasyi, M.Sc, Ph.D, Pengurus Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YAPKA). Email: teuku.rezaferasyi@gmail
Posted on: Tue, 11 Jun 2013 05:12:36 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015