Judul : Code Game ‘L D’ Kategori : Serial Fiksi - TopicsExpress



          

Judul : Code Game ‘L D’ Kategori : Serial Fiksi Misteri Episode : #7 Pesaing Penulis : Ersa Anindra Siang itu Fallen secara iseng mengembara dialam mimpi, ia terkejut saat berpapasan dengan Rad. “Kau seorang Oneironaut?”tanya Fallen. Rad hanya nyengir tak bisa menjelaskan apa-apa. “Aku cuma pemula tanpa kemampuan apa-apa...”sahut Rad merendah. “Oh.. seorang Oneironaut natural, ya?”senyum Fallen. Sambil berjalan-jalan melewati beberapa barrier mimpi, “Dunia yang unik tanpa partisi, tinggal set frekuensi mimpi tekuat kita akan masuk kesana, virtual mimpi yang menakjubkan”decak Rad kagum. “Aku melatih beberapa orang timku..sebab mereka tak punya kemampuan awal. Dengan cara yang disebut Wake initiation of lucid dream (WIoLD). Teknik Step Penulis stepnya, tentunya”jelas Fallen. “Aku meminta mereka pada fase pertama sebagai kunci utama masuk ke virtual mimpi yang paling penting adalah konsentrasi dan relaks. Tutup mata dan konsentrasikan pikiran ke relaksasi sekujur tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kontrol pernafasan dan lambatkan” “Kedua membuka mata pikiran. Maksudnya begini, kuminta mereka mencoba buat bayangan visual sementara mata kita tertutup.” Ketiga, menjaga pikiran agar tetap sadar. Inti dari WIoLD adalah membuat tubuh relaks tetapi pikiran terjaga dalam keadaan santai. Kalau pikiran tegang, tubuh tidak akan mau tidur.”lanjut Fallen memegang pelipis kirinya agar konsentrasi seolah sedang mencari mimpi seseorang. “Cara ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya berhitung, membayangkan diri sedang naik turun tangga, dan lain sebagainya. Fase 2 dan 3 dapat dilakukan sendiri sendiri atau bersamaan.”jelas Fallen. “Cuma itu saja, koq lebih gampang ya...”potong Rad. Fallen menggeleng, ia ingat betapa ia susah payah bongkar pasang timnya saat itu. “Fase paling utamanya, perhatikan baik-baik. Kebanyakan orang termasuk tim gua tentunya, sering berhasil tiba di fase ini tapi gagal masuk ke fase selanjutnya.”dengus Fallen “Padahal barrier antara dunia nyata dan dunia mimpi sudah setipis kertas.”keluh Fallen sambil memasukan kedua tangannya kesaku belakang celana Jeansnya berjalan terus sambil menunduk. Rad hanya diam mengikuti dan mendengarkan. “Saat kita tiba di hypnagogic state dalam keadaan sadar, kita biasanya akan mengalami sleep paralysis (yang biasa dikenal dengan diduduki jin saat tidur), mendengar suara-suara keras, sulit bernafas, sensasi jatuh atau berputar-putar, dan perasaan melayang ke dimensi lain.”Fallen melanjutkan. “Setuju kalau yang ini” timpal Rad “Kebanyakan anggota tim yang kulatih akan panik dan terbangun. Percuma berkata JANGAN! Tenangkan diri. Tenang saja, belum ada orang mati karena masuk ke alam mimpi. Tapi tetap aja buyar, Hah!!”sinisnya menggeleng kepala. “Padahal lu kan tau itu cuma awalnya doang, mungkin akan panik dan terbangun, tapi kalau cukup sering tiba di fase 4 ini, rasa panik itu akan hilang.”seolah Fallen sedang mengeluhkan anggota timnya. “Ini adalah fase setelah kita berhasil tiba di alam mimpi. Kita akan mengalami sensasi seperti berada di ruangan atau terowongan yang gelap gulita. Kadang orang sudah sampai sini, panik, dan terbangun. SAYANG SEKALI!!!”tandasnya. “Dan kita sudah disini kan, Fallen.”kata Rad tertawa renyah. “Ya. Saat kita tiba di sini, dengan berkonsenterasi cukup keras, kita dapat memilih dan menjelajahi mimpi kita sendiri. Dan kita secara resmi berhasil menjadi seorang Oneironaut”sahut Fallen. “Ayo kejar aku sekarang! Kita main petak umpet!” kata Fallen menghilang dibalik kabut asap. **** ”Asap ini...”gumam Rad teringat sesuatu. Adel, jadi ada kemungkinan yang mencelakai Adel adalah tim Fallen. Ia mengejar dan mencari Fallen dengan melewati beberapa barrier mimpi yang berupa tirai aurora dengan berbagai warna tipis berlapis-lapis. Tiba-tiba matanya menangkap seorang gadis memakai skirt merah lincah berlari diantara barrier dan bersenjata samurai, ia melihat rambut yang dicat warna warni milik Adel. Rad segera menyusulnya, ternyata Adel sedang mengincar Fallen. Fallen sendiri sudah menunggu di virtual mimpi ciptaannya berupa tangga-tangga labirin yang meliuk dan berliku secara acak tapi Rad yakin itu menjadi satu kesatuan. “Hahahaha... kau masih berani datang rupanya..”tawa menggema seseorang dibalik kabut tipis. Tiga orang tim Fallen muncul! “Falcon, biar kami yang hadapi. CIH!!! Rupanya cewek ini masih punya nyali!!!!”Arga yang berambut merah, model rambut emo yang serupa dengan Fallen. Memakai cincin dan gelang penuh tato dan berbaju hitam, yang membedakan hanya warna rambut dan jenis tato. Fallen yang dipanggil Falcon mundur kebelakang dengan wajah benar-benar jengkel melihat kehadiran Adel. Ia menapaki tangga labirin, yang membuat Rad tercengang adalah posisi nya tegak berdiri seratus enam puluh derajat tanpa jatuh seolah ia tengah berdiri di dimensi lain, posisinya mirip paku yang menempel didinding. Zata dan Oki juga punya posisi tindikan sama persis, dengan kedua temannya, bertato dan berbaju hitam. Mereka menyeringai keji kearah Adel. Tapi gadis itu tak sedikitpun menunjukkan rasa takut, ia bersiap memasang kuda-kuda menghunus samurainya. Ketikanya menyebar menaiki tangga labirin, menunggu Adel menyerang. Benar-benar seorang kreator, menciptakan labirin yangmembuat posisi tubuh orang seperti berada diatas rollcoaster, posisi Arga seolah kelelawar yang menggantung dipohon tapi rambut dan bajunya tetap rapi meski keadaan dalam sungsang, ia berjalan hilir mudik memancing emosi Adel agar mendekat. Rupanya Fallen telah menyiapkan dimensi sendiri-sendiri pada tiap tangga labirin. Lalu secara serempak mereka menjentik tangannya dan muncullah api diujung telunjuk mereka, kemudian mereka menggosoknya sedalam telapak tangan hingga yang tersisa hanya asap di keduabelah tangan mereka. “CUKUP!!! Hentikan!! Apa kalian tak punya rasa malu menyerang perempuan?”tegur Rad. Rupanya Oki menjadi gusar dan menyerang Rad dengan menjetik jari kirinya mengirim gulungan asap, begitu sampai berubah menjadi kobaran api yang menyambar. Rad bergulingan menghindar. Oki terkekeh sinis. Tangan kanan Oki berubah semerah saga, ia membentuk pedang virtual dari bara api. Ini dunia mimpi, apapun bisa terjadi. Api lawannya air, asap pasti lenyap ditiup angin, gumam Rad berkonsentrasi menciptakan senjata virtual mimpi berupa sebuah cambuk berupa gulungan air ditangan kanannya dan pusaran angin dari telapak tangan kiri sebagai tameng. Arga dan Oki menyerang Adel berbarengan, rupanya pedang virtual milik adel adalah pedang empat dimensi yang setiap kelebat liukannya menciptakan ratusan bayang samurai yang menyerang gencar dengan kekuatan tusukan serupa samurai aslinya. “HENTIKAN!!! Kita lanjutkan lain waktu!”bentak Fallen. Ketiga timnya merandek menghentikan serangan, “Falcon...!”protes mereka kurang puas. Tapi Fallen lenyap seketika, disusul ketiga temannya. Tangga labirin itu tiba-tiba terbakar hangus tanpa sisa. “Benar-benar permainan yang membutuhkan logika dan imajinasi tinggi...”desis Rad. “Woy! Kenapa masih bandel juga, harusnya kau ada dirumah sakit sekarang", liriknya tajam kearah Adel. Wajah Adel bersemu merah, kemudian gadis itu meninggalkannya sendirian tanpa suara. **** Saat itu Rad bangun, ia keluar kamar dan pergi menghampiri saat melihat Abdul diruang tamu, rupanya dia sedang berbincang-bincang dengan seorang pria tua gemuk yang wajahnya kemerah-merahan dan rambutnya juga berwarna kelabu. Rad langsung minta maaf atas kehadirannya yang telah memutuskan percakapan mereka dan hendak beranjak pergi. Tapi Abdul menariknya masuk ke dalam ruangan itu dan menutup pintu di belakangku. “Kau justru datang tepat pada waktunya, sobatku Rad,” katanya dengan ramah. “Kukira kau sedang ada urusan.” “Memang demikian.” “Itulah, biarlah aku menunggu dulu di ruang sebelah.” “Tak perlu. Teman saya ini, M Pierce, adalah pemasok bahan makanan di dapur, untuk pengurus rumah ini, Nyonya Annabell dan Nona Clara.”terang Abdul kepadaku. Tamu yang gemuk itu menggembungkan dadanya karena bangga, sambil menarik sebuah surat kabar yang kotor dan lecek dari saku dalam jasnya. “Ini Raditya, panggil saja dia Rad. Keponakan pewaris rumah ini, M Pierce.”kata Abdul. Pria gemuk itu agak berdiri dari kursinya dan mengangguk kepada Rad sambil matanya yang sipit karena dipenuhi lemak di sekitarnya, sekilas mencuri pandang kepadaku dengan penuh tanda tanya. “Silakan duduk,” kata Abdul sambil menjatuhkan dirinya di kursi berlengan. Dikatupkannya ujung-ujung jari kedua tangannya sebagaimana selalu dilakukannya kalau sedang serius. Rad duduk sambil bertelekan pada kedua lengan kursi. Bukan main besarnya ukuran kursi ini, badanku nyaris tenggelam, pikir Rad. Ketika dia sedang mencari-cari di bagian iklan, dengan kepala tertunduk dan surat kabar diluruskan di atas lututnya, Rad memperhatikan dengan saksama dan berusaha menyimpulkan suatu petunjuk dari cara berpakaian dan penampilannya. Tamu mereka ini tak banyak berbeda dari kebanyakan pedagang Eropa. Celananya agak longgar berwarna hitam kusam. Jas panjangnya yang berwarna hitam tak terlalu bersih dan bagian depannya tak dikancingkannya. Penutup pinggangnya dilengkapi sabuk hitam dengan gasper logam berbentuk persegi. Badannya tambun, agak angkuh, dan lamban, seolah badannya itu dibebani dengan ribuan batu. Setelah Nyonya Annabell datang, baru pria itu berseri-seri dengan lancar berbicara dan menurunkan semua bahan makanan dari mobilnya kedapur. Terlalu rasialis, kukira, cibir Rad sedikit tersinggung. **** Sore itu Abdul mengajak Rad jalan-jalan, dan benar-benar jalan kaki. Abdul mengajakku ke pusat perbelanjaan modern naik metro. Begitupun di 4 temps, sebuah mall yang kabarnya terbesar di Eropa itu pusat perbelanjaan modern di ujung Paris. Begitu keluar dari mall mereka disambut sebuah tugu raksasa Grand Arch setinggi 110 meter duplikat dari Arch de Triophe yang dibangun secara modern pada tahun 1985 yang terletak di La Defense, disana ada sebuah cafe halal siap saji ala Mc Donald bernama Lal’s cafe, siap melayani kaum Muslimin yang peduli akan kehalalan makanan yang masuk ke perut mereka. Rad melihat ada seorang muslimah yang tengah kebingungan menghampirinya. Dari kejauhan ada beberapa teman-temannya menunggu, mereka sudah melihat ke arah Rad. Awalnya Rad ragu, berpikir keras apakah dia mengenal rombongan cewek cantik berjilbab berwajah arab tersebut. Pertanyaan Rad tak lama segera terjawab. Ternyata mereka hanya ingin menanyakan letak café halal tersebut. Tadinya Rad hanya memberi ‘ancer-ancer’nya saja. Tapi kemudian Rad berubah pikiran, setelah teringat pengalaman tak terlupakan diantar saudara muslim sebaik Abdul ketika berada di negara orang. “Carilah pahala, selagi masih ada kesempatan.”kata Abdul menepuk punggungnya. Maka jadilah Rad berbalik arah, mengejar dan mengantar rombongan itu hingga terlihat papan arah penunjuk jalan “Lal’s café”. Indahnya sebuah persaudaraan. Selanjutnya, ketika Rad menanyakan kepada Abdul, mengapa tidak diberi tanda halal. Ia menjawab bahwa resikonya terlalu berat, pelanggan bule bisa menjauh dan mencibir. Apa boleh buat... **** Kemudian Abdul mengajaknya kesebuah tempat, dimana berdiri patung baru yang cukup menarik perhatian. Patung tembaga tersebut adalah patung raksasa Zinedine Zidane, sedang menyeruduk lawannya. Kejadian menghebohkan ini terjadi pada tahun 2006 di pesta kejuaraan sepak bola di Berlin. Meski keberadaan patung raksasa setinggi 5 meter ini berhasil menarik pengunjung, saya yakin, pasti sang pahlawan persepak-bolaan Perancis kelahiran Aljazair ini tidak senang dirinya diabadikan dalam posisi seperti itu. Pasti ia sakit hati, sama seperti sakitnya hati ini, dan juga mungkin kawan-kawan lainnya. Karena kabarnya, Zidane terprovokasi melakukan tindakan kasar tersebut karena lawannya yang asal Itali itu selama pertandingan berlangsung terus membuntutinya sambil membisikan kata-kata ejekan terhadap saudara perempuannya yang berjilbab. Zidane memang berasal dari keluarga Muslim. Betul-betul taktik busuk yang berhasil. Lepas dari Centre Pompidou, mereka segera menuju stasiun metro. Sebentar lagi masuk waktu sholat Asar. Tujuan mereka adalah Mosquee de Paris, masjid terbesar yang ada di kota ini. Masjid ini terletak di, 39 rue Geoffrey Saint-Hilaire, Paris 5. Bila naik metro, kita harus menumpang metro no 7 dan berhenti di stasiun Place Monge. Masjid ini dibangun pada tahun 1926 untuk menghormati 70.000 pahlawan Muslim Perancis yang gugur dalam perang melawan Jerman pasca perang Dunia I. Arsitektur masjid ini mirip dengan arsitektur istana Alhambra di Spanyol, lengkap dengan Patio de Leons yang terkenal itu. Tapi ini tanpa Leons atau singanya. Begitu mereka keluar masjid, Rad melihat Fallen sedang berjalan sendirian. “Fallen...! Hoiii Fallen...!” lambainya. Fallen menoleh dan melambai kearah mereka. Sepanjang perjalanan mereka bertiga bercanda. Kemudian Rad dan Abdul mengundangnya mampir ke rumah. Fallen tak menolak. Abdul pamit untuk pulang sebentar karena ada keperluan keluarga. “Gua pengen kebelakang”ijin Fallen yang ingin ke toilet. “Yuk! Dikamar gua aja...”ajak Rad. Tak lama ponsel Rad berdering, begitu melihat yang menelponnya adalah Damar, ia bergegas keluar ruangan. Selagi ia menelpon, Fallen sengaja membuka laptopnya. Kemudian Fallen manggut-manggut menyeringai, buru-buru ia menutup laptop itu kembali mendengar suara langkah kaki Rad mendekat. (bersambung)
Posted on: Mon, 05 Aug 2013 01:03:59 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015