KATA PENGANTAR Kebahagiaan seorang pengarang itu mirip ibu hamil - TopicsExpress



          

KATA PENGANTAR Kebahagiaan seorang pengarang itu mirip ibu hamil yang berharap-harap cemas menunggu kelahiran anaknya. Meskipun sudah lebih dari 25 judul saya melahirkan karya, namun tetap saja jantung saya terpacu ketika buku yang saya tulis sudah jadi, sudah berbentuk buku. Ritual yang saya lakukan ketika memegangnya adalah dengan lembut menelusuri permukaannya, baik itu dengan mata terpejam atau terbuka. Memegang buku yang sudah jadi macam itu, selalu dengan degup jantung yang sama, jiwa bagai bergetar. Senggama bertemunya karsa dan mimpi itu boleh disebut telah menjelma menjadi kidung, serat, ada yang menyebutnya kitab. Boleh digambarkan dengan lebay, proses kelahirannya seperti berdarah-darah. Saya sepenuhnya membayangkan, apabila saya hidup di tahun 1000, maka seribu tahun setelahnya – sekarang – bisa jadi karya itu akan disebut mahakarya. Itulah yang terjadi di zaman purba, ketika menulis adalah kemampuan langka, maka sekian ribu tahun kemudian, karyanya akan dibaca, diteliti dan dikaji oleh banyak orang. Tengok saja Dang Acarya Nadendra, hasil liputannya berjudul Desa Wernana sekian ratus tahun kemudian diurai huruf demi huruf oleh para Professor, bahkan berasal dari benua berbeda. Walmiki yang menulis Ramayana dan Viyasa yang menulis Mahabarata, siapa yang menyangka karya mereka kemudian menjadi pernik-pernik sebuah agama. Apa pun karya itu, siapa pun pelakunya, pasti melintasi proses kreatif yang rumit dan kendala yang harus diatasi. Proses kreatif pengarang itu membutuhkan totalitas, dimulai dari ide, dilanjut dengan niat memindahkan ke dalam bentuk tulisan, niat ingsun hamiwiti nyerat pustaka aji, bila pelakunya seorang empu, maka akan dilengkapilah dengan berpuasa. Konon Empu Gandring ketika akan meraut keris sakti yang nantinya akan menjadi pembunuhnya sendiri, merasa perlu melengkapi dengan berpuasa. Pun demikian juga – saya membayangkan – Empu Prapanca ketika menulis karyanya harus melalui proses kreatif, yang siapa tahu, berpuasa pati geni termasuk di dalamnya. Pembuatan keris oleh Empu Gandring dari Lulumbang, pembuatan naskah Desa Wernana oleh Dang Acarya Nadendra (ia juga disebut Pancaksara, Prapanca) atau karya apa pun, selalu memiliki dan melalui proses kreatif yang seiring zaman dan atau kebutuhannya. Empu Gandring dalam meraut kerisnya, pasti terganggu oleh kehadiran-kehadiran Ken Arok yang tidak sabar ingin segera melihat keris itu jadi. Pun demikian dengan Prapanca pasti gundah dan jauh dari semangat karena ketika ia menuliskan hasil liputannya ia tidak lagi berada di istana karena telah dicopot dari jabatannya. Juga Jayakatwang ketika menulis Kidung Wukir Polaman tidaklah dengan sepenuh hati dan mungkin gelisah, karena keadaan berbalik, ia menjadi bebandan setelah Raden Wijaya balas menggempurnya memanfaatkan serangan Kubhilai Khan dari utara. Untuk mengatasi terjal gangguan dan hambatan itu membutuhkan perjuangan sendiri, bahkan menjadi proses kreatif tersendiri. MIGRAIN DAN MINUMAN ITU Kali ini saya sangat berhasrat menceritakan bagaimana saya menemukan hal-hal yang tidak terduga di sepanjang jalur hambatan yang saya hadapi, sungguh benar pendapat yang menyebut, sakit macam apa pun Allah SWT pasti menyediakan obatnya. Dulu, saya sudah putus asa ketika menghadapi masalah saraf yang terjepit di lumbar sacral L4 dan L5. Bagaimana mungkin saya bisa menulis dengan punggung terasa nyeri dan untuk duduk di kursi sulitnya luar biasa. Putus asa saya mengingat opsi yang diberikan Dokter Tulang adalah tindakan operasi. Sangat sulit saya membayangkan, di kemudian hari saya harus menggunakan kursi roda, namun itulah yang saya alami ketika berada di Bandara Cengkareng, jarak antara tempat check in, boarding dan pesawat yang begitu jauh menyebabkan saya pilih berkursi roda. Perjalanan demikian jauh untuk menemukan penyelesaiannya, ditolong Dokter Ferdilla yang Ahli Saraf, saya MRI di rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, saya masih ingat ekspresi prihatin dokter cantik melihat penderitaan yang saya alami. Dari hasil rontgen diketahuilah ada alur saraf yang terjepit itu, dan bercak aneh di tulang yang diduga kanker, namun setelah melalui test di Solo, Alhamdulillah bukan. Setidaknya, pada dokter bernama lengkap Ferdilla Amouzegar yang membantu menemukan akar masalah yang saya hadapi, saya mengucapkan terimakasih. Perkenalan saya dengan istri produser saya (saat itu saya terlibat pembuatan film The Java Mantra bersama Slamet Rahardjo Djarot) di luar dugaan menjadi pembuka pintu yang sangat penting menuju ke kesembuhan saya. Beliau merasa heran melihat saya melangkah tertatih-tatih dan sangat tersiksa. “Saya dulu juga terkena masalah di posisi L4 dan L5, saya sekarang sudah sembuh, obatnya senam, bukan obat-obatan yang symptomatic itu.” Antusias sekali saya berangkat berobat menemui Dokter Michael Triangto di Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta Pusat. Dokter yang amat ramah ini menyimak dengan penuh perhatian ketika saya mengutarakan keluhan saya. Sebelumnya saya membayangkan, untuk sembuh harus dilakukan tindakan operasi yang bila gagal akan menjadikan saya mirip paraplegia, selanjutnya saya harus menikah lagi dengan kursi roda, bukan main, ternyata obatnya saya disuruh telentang di lantai, kaki digerakkan ke arah sana ke arah sini,……sembuh dalam 2 minggu, sembuh total dalam sebulan. Orang-orang dengan kasus mirip saya ajari gerakan senamnya, ternyata salah. “Setiap kasus beda penanganannya, Pak Langit,” kata Dokter Michael Triangto. Maka saya sarankan kepada mereka yang mengalami masalah itu untuk menemui dokter olah raga itu langsung ke Jakarta. Kepada Dokter Michael Triangto yang saya berharap membaca kata pengantar ini, saya ingin menyampaikan betapa berhutang budinya saya pada Anda. Hambatan berikutnya yang menjadi pengganggu adalah migrain. Kondisi yang saya maksud dalam migrain ini adalah, sakit kepala sebelah yang luar biasa. Saya ingin memastikan kepada anda, yang saya maksud adalah ketika rambut di bagian sebelah kepala terkena sisir sakitnya luar biasa. Saya tegaskan ini karena saya tidak tahu apakah ada migrain jenis yang lain. Sebulan lebih saya digoda kondisi ini menyebabkan saya lumpuh total, tidak bisa berbuat apa-apa. Sampai kemudian terjadilah sore yang penuh keajaiban itu. Saya terkejut saat saya terlambat menyadari migrain saya telah hilang entah ke mana. Saya gerayangi kepala saya, migrain itu benar-benar telah hilang tidak ada jejaknya. Saya berpikir keras, saya tadi makan apa, atau saya minum apa? Coca cola pembaca, minuman berkarbonasi itu yang saya curigai. Saya berharap migrain itu akan dating lagi, saya ingin membuktikan dugaan saya benar. Ketika bukti itu berhasil saya pastikan, saya bingung karena yang saya hadapi adalah Coca Cola, produk minuman yang sangat terkenal. Amat penting saya mengabarkan pada khalayak, betapa migrain bisa dilumpuhkan oleh Coca Cola, yang kesembuhannya bersifat seketika, (bandingkan dengan obat yang harus melalui diminum, masuk pencernaan, masuk aliran darah menuju ke kepala). Apabila penemuan ini suya publikasikan, pasti akan menguntungkan Coca Cola sementara saya tidak memperoleh imbalan apa-apa (hayyyah!). Namun setidaknya saya berharap, Coca Cola harus mencatat nama Langit Kresna Hariadi Adalah penemu efek samping Coca Cola atas migrain. Adalah teman saya bernama Wiryanto, karyawan Unit Transfusi Darah Karanganyar, suatu hari ia bergegas meninggalkan saya yang menemuinya karena akan periksa mata. Saya merasa aneh kenapa yang diperiksa harus mata sementara keluhannya migrain. Rupanya, dokter yang memeriksanya meminta dilakukan pemeriksaan mata untuk menemukan akar masalah, jangan-jangan sumber migraine itu ada di sana. “Minum saja Coca Cola, lakukan sampai glegeken, mengko rak waras,” saya memberi saran sambil lalu. Barulah saya memberikan perhatian serius dan bahkan saya terkejut, ketika betapa hebohnya sahabat saya Wiryanto itu yang mengabarkan migrainnya hilang. Saya geleng-geleng melihat apa yang memenuhi bagasi mobilnya. Saya sangat tertekan ketika akhirnya menemukan bukti awal, minuman itu benar-benar obat mujarab bagi mereka yang sedang menderita migrain, sekali lagi, yang saya hadapi adalah produk minuman terkenal. Saya sangat terganggu oleh pertanyaan, saya akan memperoleh apabila temuan ini saya publikasikan. Saya kemudian mencari bukti lebih jauh untuk mendapatkan kebenarannya, setidaknya ada beberapa jenis minuman berkarbonasi di pasar yang ternyata tak memberikan pengaruh pada penyandang migrain. Hanya Coca Cola yang bisa menyembuhkan, yang itupun ternyata tidak menyembuhkan apabila gas sodanya dikocok lalu dibuang. Apabila anda disambangi migrain sebagaimana dengan ciri-ciri yang saya sebutkan, belilah Coca Cola yang kaleng, lalu minumlah tanpa henti sekuatnya sampai kemudian terjadi sendawa, atau glegeken, di kepala terasa mak cleng. Seperti sebuah aliran yang diputus, migrain itu murca seketika, benar-benar seketika. Semakin kuat glegeken yang terjadi semakin bagus, hanya saja, bila anda memiliki masalah nyeri lambung, sebaiknya Anda menimbang. Saya semakin yakin pada dugaan saya ketika migrain itu menyambangi istri, menyambangi tetangga dan bahkan anak saya. Celakanya, ketika saya ceritakan temuan luar biasa ini (menurut saya luar biasa) pada almarhum Prof., Dr., Satoto, saya ditertawakan. Saya mencoba memuatnya dalam surat pembaca di Koran Suara Merdeka, nggak dimuat, barangkali dikiranya iklan yang disamarkan atau iklan terselubung. KENALKAN SAYA GASTROPARESIS Bahkan makan nasipun kalau kebanyakan jadi masalah. Apa yang kini menimpa saya, adalah sebuah kondisi yang sangat fatal, menyebabkan saya harus berakrab-akrab pada situasi yang dari dulu tidak kebayang bakal dihampiri. Kondisi yang saya hadapi ini, pemicunya diabetes mellitus, yang imbasnya ke mana-mana gara-gara jenis minuman pula. Namun karena dampak yang saya hadapi negative, maka maafkan saya, saya tak perlu menyebut merk minuman itu, lagi pula yang salah saya sendiri. Saya masih mencatat rapi di ingatan, 3 Desember 2011 saya sedang menempuh perjalanan ke Surabaya menggunakan kendaraan umum. Malapetaka itu saya rasakan ketika sejak Sragen saya diserang sesak napas yang sangat hebat, di mana saya merasa tarikan napas tidak tuntas, perut terasa mbesesek dan penuh. Oleh seorang sahabat di FB Bang Ted Permana, (panitia sebuah acara yang harus saya hadiri sekaligus saya sebagai pembicaranya di Mojokerto esok harinya) saya diinapkan di sebuah hotel yang kebetulan sangat dekat dengan rumah sakit. Saran untuk opname saya tolak karena tak mungkin saya membatalkan acara yang saya sendiri amat berminat menghadirinya. Logika saya sederhana, saya merasa sesak napas yang hebat, pasti paru-parulah yang menjadi masalah. Saya kemudian memilih opname di rumah sakit paru dan dirawat hanya 3 hari. Saya merasa rasa sakit itu masih ada, akan tetapi dokternya menyatakan, sumber sakit saya bukan dari paru-paru. Saya dirujuk untuk periksa nasal, dengan penuh kesadaran saya ingin diperiksa oleh dokter yang sudah berderajad professor. Melalui rontgent, ketahuanlah septum nasi saya deviasi ke kanan dan concha bengkak. Keadaan concha yang demikian karena saya memiliki sinusitis maxillaris dextra. Namun demikian, keadaan yang demikian, oleh dokter yang prof itu dianggap tidak berhubungan langsung dengan sesak napas hebat yang saya alami. Maka kemudian terjadilah pencarian yang lama dan melelahkan itu, sekaligus kesadaran yang muncul agak terlambat, saya ternyata mengalami konstipasi. Itulah kondisi yang dengan telak melumpuhkan kemampuan berpikir saya. Saya melakukan konsul ke dokter internis, tidak sembuh, rasa kenyang menjadi-jadi, konstipasi melumpuhkan perut saya, belakangan bukan saja sesak napas itu yang menjadi masalah saya, namun juga keinginan BAB yang amat mendesak. Makan sedikit saja, dua sendok sudah terasa kenyang, saya hanya bisa menitikkan air mata saat melihat orang lain makan begitu banyak, “Dulu saya juga makan segitu,” pikir saya. Untuk bias BAB, 8 bulan nonstop saya menjadi pelanggan dulkolak, lactulac. Ngeri saya membayangkan, akan seperti apa ginjal saya nanti. Hari demi hari, bulan demi bulan, berat badan saya turun drastis tetapi malah disebut ideal. Dulu saya 90 kg, sempat melorot ke angka 70 an. Saya sempat merasa nyaman ketika gerakan saya lebih gesit, manuver shalat tidak lagi terbebani berat badan. Hingga sejauh itu, saya masih belum menemukan jawaban pasti, sakit apa sesungguhnya yang saya derita. Saya jengkel karena dokter yang saya pilih professor semua, namun terbukti mereka tidak mampu menyembuhkan keluhan saya. Sesak napas itu masih mengeram, posisi tidur yang paling enak adalah tengkurap, konstipasi yang saya alami kian menjadi. “Kita cari dokter yang goblok saja, tidak usah cerita macam-macam, katakana saja, keluhan yang saya hadapi konstipasi,” kata saya pada istri yang saya minta menemani ke sebuah rumah sakit di Solo. Akan tetapi dokter yang paling bodoh pun ternyata pintar, dokter umum yang tugas jaga di rumah sakit itu justru menyarankan agar saya berobat ke ahli bedah disgetik. Saya terkejut sebab baru saat itulah saya mendengar ada spesialisasi kedokteran bernama disgetik, Mantab perasaan saya dan merasa telah menemukan arah yang benar, karena yang saya keluhkan adalah saluran pencernaan. Bedah Disgetik itu kata lainnya adalah spesialis saluran pencernaan. Obat yang saya terima sungguh cess pleng untuk sesak napas saya, tetapi tidak untuk BAB saya, konstipasi itu tetap bertengger jadi masalah utama. Bayangkan, apa yang bias anda lakukan ketika 24 jam sehari Anda merasa perut anda sebah, ingin BAB tetapi tidak bisa. Saya bertambah panic ketika ahli bedah disgetik itu angkat tangan, tak mampu menyembuhkan, dokter itu hanya memberi kata kunci, “Kondisi anda karena anda menderita diabet, bukan tingginya yang menjadi masalah, tetapi lamanya yang menjadi masalah.” Padahal saya sudah merasakan seperti apa malu dan rasanya ketika dilakukan rontgent atas isi usus, di mana saya diberi obat urus-urus Fleet Phuspo Soda yang menyebabkan saya mangsur sepanjang malam. Dengan tubuh ditelanjangi dibungkus baju, dari dubur saya dimasuki cairan setara seliter berwarna putih sebagai kontras ketika difoto, diperoleh gambaran yang mestinya menenteramkan hati, antara lain, tak ada gambaran massa, caliber colon normal, tidak ada defeet, tidak ada bendungan, incissura dan haustra baik. Dokter Ahli Bedah Digestik kedua di mana saya berobat juga angkat tangan, akan tetapi setidaknya saya berterimakasih dibimbing menuju ke arah yang benar. Saya disarankan menemui Dokter Gastro Enterologi, Dokter Yuli Pramana, yang telah memberikan jawaban sangat pasti dan tidak terbantah, saya menderita gastroparesis. Saya mempunyai kebiasaan mengumpulkan data kesehatan saya, resep saya copi saya jilid, demikian juga dengan hasil laboratorium juga saya jilid. Itu sebabnya Dokter Yuli Pramana tidak bisa mencegah tawanya melihat setumpuk data yang saya serahkan, termasuk lembar rontgent dan bahkan catatan denyut jantung. Setelah wawancara, setelah pemeriksaan yang teliti, setelah membaca catatan kesehatan saya, Dokter Yuli Pramana menatap mata saya tajam. “Sakit Anda belum ditemukan obatnya.” RATU LANGSING DAN RESOLOR Pemicunya adalah gula darah tentunya, namun ada pemicu spesifik yang oleh Dokter Yuli Pramana ditempatkan sebagai tertuduh utama. Ia bertanya, apakah saya mengkonsumsi minuman suplemen tertentu? Saya jawab tidak. Namun pertanyaan dokter itu menyebabkan saya terbelalak dan gelisah. Bagaimana tidak, selama indekos tidak jauh dari kantor penerbit Bentang di Yogya, saya mengkonsumsi jenis minuman secara berkesinambungan, terus menerus. Minuman yang tak usah saya sebut nama merknya itu memang sangat segar, apalagi bila diencerkan dengan air. Tak tanggung-tanggung saya mengkonsumsi jenis minuman itu, setiap minggu saya menghabiskan 1 krat, selama berminggu-minggu berbulan-bulan. Diabetus mellitus dan rasa manis berlebihan dari jenis minuman itu menyebabkan terjadinya kerusakan saraf tepi, atau saraf vagus. Bayangkan, apa yang terjadi ketika saraf vagus di usus dan lambung tidak mau bekerja. Makanan akan mengeram berjam-jam lebih lama, bergerak amat amat amat lambat di usus, akibatnya mengerikan sekali, Rasa ingin BAB itu muncul berjam-jam, menyita konsentrasi. Saya amat berterimakasih pada Dokter Yuli Pramana, dua jenis obat yang diberikannya, amat telak mengusir rasa nyeri di lambung saya. Rasa perih itu rupanya berasal dari munculnya asam lambung yang berlebihan. Asam lambung itulah rupanya yang menyebabkan sesak napas yang saya alami selama ini. Saya mencatat telah lebih dari 25 jenis obat lambung dijejalkan ke perut saya, akan tetapi obat bernama esomeprazole dan domperidon itu saya simpan rapi secara khusus dalam benak saya. Saya hapalkan nama itu jangan sampai pernah lupa, karena kedua obat itu sesak napas saya yang mengerikan, sejak sebulan yang lalu, hahaha, hilang. Bagaimana dengan konstipasinya? Dokter Yuli Pramana mengatakan, ada obat baru bernama Resolor yang masih belum masuk ke Indonesia. Melalui bantuan para relasi, saya memperoleh kiriman dari anak seorang teman di Singapura, dari Irlandia, menantu saya juga ikut mengirim. Namun saya tidak merasakan adanya perubahan. Ingin bisa kembali BAB, ketika masih usia belasan tahun saya tertawa dan merasa heran oleh tetangga yang tidak bisa BAB berhari sampai-sampai perutnya membesar, apa susahnya BAB? Kini ternyata saya kuwalat. Usus lumpuh, lambung tidak mampu bergerak menjadi siksaan yang mengerikan, terbayang dan terhantui benak saya, apakah yang akan saya alami apabila usus dan lambung lumpuh total, sementara perut harus terus diisi. Saya amat tersiksa ketika harus minum dulkolak dan lactulac, terbayang bagaimana masa depan ginjal saya, apalagi ketika harus minum Fleet Phuspo Soda yang rasanya mencekik leher. Dalam keadaan yang demikian itu saya mendengar seseorang bercerita, “Gara-gara minum jamu pelangsing, saya diare semalaman.” Deg! Saya segera mencari tahu, jamu apakah itu. Saya tak peduli apakah saya tergolong langsing atau obesitas, saya membutuhkan jamu itu bukanlah karena ingin langsing, saya hanya butuh BAB. Ketika orang lain pada rebut ingin sembuh dari diare, saya justru menginginkan diare. Jamu itu bernama Ratu Langsing, kandungan isinya hanya herbal, antara lain Murraya Pani-culata, Zingiber Purpureum Roxb, Aloivera L dan Cassia Angustifolia Vahl. Alhamdulillah, cara pandang sederhana itu ternyata benar. Tidak saja harganya jauh lebih murah, jamu yang dikapsul itu juga bekerja lebih sopan, tidak berubah menjadi diare kebablasan. Siang malam saya berdoa, semoga tidak terjadi perubahan, cemas saya membayangkan tubuh saya bereaksi kebal terhadap jamu itu. Jawaban atas sakit apa yang saya derita sudah peroleh, obat sesak napas yang saya butuhkan juga telah saya peroleh, mengembalikan kemampuan konstipasi juga sudah bisa saya atasi, berikutnya apa lagi? Pembaca! Saat saya berbagi pengalaman ini dengan Anda, sesungguhnya saya membutuhkan masukan balik. Terutama seperti penemuan saya mengenai migrain, untuk memastikan dugaan itu benar, saya menunggu anda berkabar yang saya tunggu di email saya. Hanya saya yang sadar, bahwa relasi antara Coca Cola dan migrain itu sungguh terobosan baru di bidang ilmu kedokteran yang celakanya para dokter justru menertawakannya. Sebaliknya, meski tertatih, saya akan menjawab kerinduan saya pada Anda dan sebaliknya, dengan tetap berkarya, setelah novel Majapahit seri Bala Sanggrama ini, saya akan mengunjungi Anda melalui judul berikutnya, Banjir Bandang dari Utara. Langitkresnahariadi@gmail juga untuk facebook Langit_kresna_hariadi@yahoo juga untuk facebook @langitkh, twitter
Posted on: Fri, 13 Sep 2013 05:22:23 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015