KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA: DARI PANTAI DREAMLAND SAMPAI BADAI DI - TopicsExpress



          

KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA: DARI PANTAI DREAMLAND SAMPAI BADAI DI SAMUDERA HINDIA. Bagi pasangan yang merencanakan untuk menikah, pernikahan itu bagai lautan biru yang airnya tenang sehingga sedap dipandang. Bagaikan memandang lautan luas yang menawan dari pantai Dreamland di Bali. Namun jika sudah memasuki pernikahan lautan yang indah itu bisa berubah menjadi lautan yang penuh dengan ombak yang tinggi, angin kencang, dan badai, seperti di Samudera Hindia, yang jika tidak disikapi dengan baik akan menenggelamkan bahtera rumah tangga. Bertengkar adalah fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga, kalau ada seseorang berkata: “Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya !” Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristeri, atau ia tengah berdusta. Yang jelas kita perlu menikmati saat-saat bertengkar itu, sebagaimana lebih menikmati lagi saat saat tidak bertengkar. Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja dihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi. Kalau tahu etikanya, dalam bertengkarpun kita bias mereguk hikmah, betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi. Suatu ketika seseorang berbincang dengan orang yang akan menjadi teman hidupnya, dan salah satunya bertanya; apakah ia bersedia berbagi masa depan dengannya, dan jawabannya tepat seperti yang diharap. Mereka mulai membicarakan : seperti apa suasana rumah tangga ke depan. Salah satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala mereka bertengkar. Dari beberapa perbincangan hingga waktu yang mematangkannya, tibalah mereka pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalaupun harus bertengkar, maka : 1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama’ah Cukup seorang saja yang marah-marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. 2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat masa (maksudnya masa lalu kita) Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah. Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya. 3. Kalau marah jangan bawa-bawa keluarga. Terutama Orang Tua dan Mertua. Karena mereka pasti akan membela anak masing-masing. 4. Kalau marah jangan di depan anak-anak, Anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tua nya bertengkar, bingung harus memihak siapa. 5. Kalau marah jangan berlama-lama. Satu Jam Sajah. 6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema’afkan, Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah “proses belajar untuk mencintai lebih intens” . 7. Untuk para suami, jangan pernah mengumbar kata "cerai" karena satu ucapan "cerai" saja sudah merupakan talak.
Posted on: Thu, 20 Jun 2013 23:03:59 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015