LEBARAN DI BELINYU SEPENGGAL NOSTALGIA MASA - TopicsExpress



          

LEBARAN DI BELINYU SEPENGGAL NOSTALGIA MASA KECIL k@mel “Setelah satu bulan lamanya berpuasa, berzakat fitrah menurut perintah agama…”.itulah sepenggal bait lagu yang sering kita dengar beberapa hari terakhir di bulan ramadhan atau menjelang hari raya idul fitri, di radio, televisi atau bahkan di pengeras suara(loud speaker) para penjual cakram digital bajakan di pasar-pasar atau kaki lima. Ya sebuah kegembiraan atau mungkin euforia yang membangkitkan rasa suka cita kita semua, terlebih lagi anak-anak. Pemandangan ini seperti sebuah film yang membangkitkan nostalgia masa lalu tentang ari rayo di Belinyu, hanya settingnya yang berbeda, waktu memang telah mengubah segalanya. Kegembiraan yang sama dengan latar yang berbeda, senyuman yang sama dengan wajah yang berbeda. Masing masing generasi tentu punya kenangan tersendiri tentang lebaran yang indah di Belinyu. Ketika mengamati kesibukan di pasar belinyu yang baru ( di jalan kpt. Tendean lapangan hijau, lokasi itu dulu di namakan aek TTB. Bekas rumah dan tanah bapak Panjaitan almarhum)penulis merasa terkesima karena lalulalang manusia yang berjubel, tiba-tiba gerakan dan aktifitas di pasar baru yang sempat jadi kontroversi itu seperti melambat ( slow motion) di mata penulis dan membawa penulis ke masa lalu. Inilah kisahnya:…. BELINYU AKHIR 70-AN AWAL 80-AN: “Dek, la disusun lum kue sempret e dalem gelek?”1. Suara kakak perempuanku terasa sangat menggangu, bagaimana tidak di hari merebus ketupat ini ( sehari menjelang lebaran) kawan-kawan seusiaku biasanya bermain terompet yang terbuat dari daun ketupat ( janur) yang dililit membentuk seperti tanduk kerbau. “peeet,prepeeetpet…”, begitulah kurang lebih bunyi terompet daun ketupat yang mereka buat, senang sekali mereka, sementara aku harus membersihkan gelek ( toples ) dengan saring (serbet) dan menyusun kue-kue kedalamnya. Kue rentak sagu, kemplang, keripik bombay, kacang goreng, emping kek gulo-gulo pago-pago sudah berada dalam gelek, tinggal ini kue sempret.“Mese ge ayuk ni repes igek muat kue sempret ni, payah nyusun e !”2 jawabku dengan nada kesal. Huh! Siang yang membosankan di hari merebus ketupat. Toples kaca berwarna biru yang bertekstur segi kecil-kecil di sekelilingnya telah terisi penuh, ada tujuh toples termasuk kue sempret tadi, toplesnya seragam berwarna biru semua, berbaris di atas meja seperti barisan tentara kujang yang pernah latihan perang di kampungku beberapa waktu yang lalu, “ Ikak tau dak, kato bak kamek tentara tu nek ngincer semokel “3 gumam ari temanku suatu hari ketika kami sedang bermain gong(dolanan anak sejenis petak umpet dengan menggunakan bola ), kami semua terkesima dengan cerita ari dan membayangkan kejadian itu seperti adegan dalam film combat yang di bintangi Vic moro (anak mudo e.. ) yang tak pernah lupa kami tonton pada setiap hari minggu di televisi umum di halaman rumah wak Rosid Tetanggaku, mulai saat itu kami semua yang terdiri dari lima orang, aku, Ari, Wawan, Kede dan yudi langsung berikrar kalau sudah besar nanti akan jadi tentara. sebuah cita-cita yang terobsesi dari film combat dan figur prajurit kujang waktu itu, walau tak satupun dari kami berlima yang nanti jadi tentara, hahaha… Beduk subuh baru saja bertalu, aku sudah bangun, aroma semur dan sambel asem terasa menusuk perutku yang memang sudah terasa lapar, sebelum beranjak dari tempat tidur aku mengamati baju baruku yang semalaman selalu kuamati karena sudah tidak tahan untuk mengenakannya di hari yang fitri ini , lumayan dua stelan baju yang salah satu nya adalah favoritku, celana kargo merk win-win, belum lagi sepatu kasut ( sepatu sandal) berwarna coklat yang sudah disol ako Akhian waktu di beli bapakku di tokonya dekat terminal Belinyu. Tadinya aku sempat nangis minta dibelikan sepatu jenggel ( junggle ), sepatu kulit tinggi mirip yang dipakai anak-anak punk sekarang, tapi menurut bapakku sepatu itu bisa membuat kaki kita lecet karena kulitnya keras padahal itu hanya bujukan agar aku berhenti menangis, ssst ternyata harganya yang mahal adalah sebab utama sepatu itu tak jadi dibelikan. Pukul setengah enam pagi aku sudah mandi tapi sebelumnya ada sebuah kebiasaan dalam keluargaku, kami anak-anak sebelum mandi pagi menjelang sholat Ied di surau pasti melewati ritual ini, sangat menyebalkan “ membersihkan daki atau kotoran di tubuh dengan minyak tanah!. Dengan sepotong kain perca yang telah dicelupkan ke dalam minyak tanah seluruh tubuh hingga belakang telingaku akan digosok dengan suuangat kuat oleh emakku, tujuannya untuk tampil bersih dan kinclong tanpa daki di hari lebaran ini. ( sekarang jangan coba-coba dilakukan,minyak tanah sudah langka,hahaha). Setelah melewati “ritual” itu dan mandi tubuhku sudah terbungkus baju baru yang masih “berbau toko” . Jam tangan casio dipergelangan tangan ari temanku hadiah lebaran dari pamannya di Jakarta baru menunjukkan angka tujuh tapi kami sudah berkumpul di halaman surau kampung kami, derai tawa kami seperti hilang tertelan suara Takbir yang keluar dari TOA berwarna biru seperti warna vespa super tahun 73 milik ako Akhian yang kulihat di tokonya sewaktu membeli sepatu kasut tempo hari. Ya, TOA yang sama yang di gunakan kak Lul untuk mengarak kecaw film( poster film yang diarak dengan sepeda keliling Belinyu sebagai pengumuman film yang diputar hari itu ) di bioskop Belia. Tapi hal itu tak menganggu canda tawa kami. Sehabis shalat Ied dan makan ketupat bersama di teras surau ( sedekah atau nganggung) kami mulai mengatur strategi dan memetakan wilayah kunjungan kami di hari lebaran pertama ini dalam rangka berburu salam tempel, rumah camat dan KAWILASI (pejabat PT. TIMAH atau TTB tertiggi di wilayah operasi penambangan Timah di Belinyu) adalah sasaran utama kami, karena disana biasanya kami akan mendapatkan koin tebal seratus rupiah bergambar rumah minang atau rumah gadang yang masih mengkilap atau duit seratus rupiah kertas berwarna merah dan bergambar badak yang masih baru . Seharian berkeliling Belinyu bersilaturrahmi dengan saudara, teman dan guru SD kami dan kantong telah penuh dengan pecahan 25 ( selawe), 50 dan 100 Rupiah perjalanan di ke pasar untuk membeli mainan di toko Ahab ( toko menara sekarang ) atau di gerobak ako Abat disamping terminal Belinyu Yang menjual aneka mainan anak-anak, pistol air dan pistol yang bisa meledak berpeluru belerang gulungan berwarna merah adalah favorit kami ( kami kan ingin jadi tentara!). Hari yang Panjang, hari yang menyenangkan, hari yang penuh kebahagiaan….hari lebaran di Belinyu!. “Jok wong rumah manggil”, satpam pasar menepuk pundakku membuyaran lamunanku, istri dan anakku tersenyum melihatku. Hhm anakku akankah lebaranmu seperti lebaran bapakmu dulu?. Catatan kaki: 1”.Dik,sudah disusun belum kuenya ke dalam toples?’ 2.”mbak sih, bikin kuenya terlalu rapuh jadi mudah pecah dan susah disusunnya” 3.”kata bapakku para tentara itu mau menangkap para penyeludup timah.”
Posted on: Thu, 08 Aug 2013 02:18:51 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015