Love isnt Like a Joke By hanaruppi - TopicsExpress



          

Love isnt Like a Joke By hanaruppi -------------------------------------------------------------------------------- Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto Warning: OOC mungkin, rumit, gaje Happy reading! -------------------------------------------------------------------------------- Chapter 7 Kerja Sama Dimulai -------------------------------------------------------------------------------- Halo, Haruno Sakura! Selamat atas penghargaan untuk film pendekmu, ucap Sasuke. Lelaki itu melangkah menghampiri Sakura dan Itachi yang masih berdiri di ambang pintu yang memisahkan ruang utama dengan koridor di Ruangan Eksekutif. Sakura tak bergeming. Dia enggan membalas uluran tangan Sasuke. Oleh karenanya, lelaki itu kembali memasukkan tangannya ke dalam saku celana dan bersikap cuek saja, berusaha melupakan jabatan tangan yang barusan ditolak oleh seorang gadis—yang selama ini belum pernah dialaminya. Jadi, Nona ini yang menjadi pilihanmu? tanyanya pada Itachi, lalu meneguk habis sherry dalam gelas ramping di tangannya. Kupikir kau sudah tahu. Sasuke kembali pada sofa yang sebelum ini didudukinya. Ya, aku mendengar tentangnya sedikit dari orang-orang di studio. Pilihan yang cukup bagus, katanya setelah mengisi kembali gelasnya. Dia merebahkan punggung pada sandaran empuk sofa, dan memangku kaki. Tatapannya lurus pada wajah Sakura, menunggu komentarnya. Namun, Sakura tidak juga bicara sepatah kata pun. Rahangnya terkatup rapat. Untuk balas menatap Sasuke saja bahkan tidak mau. Dia lebih suka melihat kelap-kelip lampu yang dipasang di gedung-gedung lain yang dapat dilihatnya dari dinding jendela kaca. Sakura, kau sudah dengar tentang Sasuke sebelumnya? tanya Itachi. Gadis itu mengalihkan pandangannya pada Itachi. Hm… dia melirik sebentar sosok Sasuke yang nampak bosan di sofanya, sedikit—sedikit hal yang berkesan besar. Tuan Sasuke bulan lalu memenangkan festival film indie di Inggris; meraih gelar film dan sutradara terbaik sekaligus. Hebat, Sakura bertepuk tangan dengan senyuman datar, sementara Sasuke memutar bola matanya. Kau sudah dengar tentang itu? Itachi nampak terkejut. Dari seorang kenalan. Lagi pula, berita seheboh itu tidak bisa disimpan lama-lama. Semua orang sebentar lagi pasti akan mengelu-elukan nama Tuan Sasuke kita yang hebat ini. Cih! Kali ini giliran Sasuke yang membuang mata pada pemandangan lampu di luar gedung. Itachi tersenyum. Kau juga hebat, Sakura! Karena itu aku memilihmu. Dan aku percaya kolaborasi kalian pasti bisa menghasilkan sebuah karya yang luar biasa. Semoga saja, gumam Sakura. Sampai detik ini, dia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya bisa bekerja sama dengan orang yang paling ingin dikalahkannya. Tapi, menolak pun bukan jalan yang tepat. Keputusan sudah ditetapkan sejak sebelum dia tahu keadaan akan jadi begini. Karena kakinya sudah melangkah, maka tidak ada alasan untuk menariknya kembali. Itulah prinsip hidupnya. Kalian adik-kakak? tanya Sakura tiba-tiba. Ingin sekali dia menanyakan itu, setelah sekian lama dibuat gelisah dengan dugaan-dugaan akan hubungan nama keluarga serta rupa mereka yang sama. Ya, jawab Itachi langsung saja, seolah pertanyaan itu sudah sering dilontarkan padanya. Kau berpikir begitu pasti karena rupa kami mirip. Memang banyak yang bilang begitu. Tapi sebenarnya aku dan Sasuke sama sekali berbeda. Itachi tidak perlu mengatakan itu pun Sakura sudah tahu. Mereka memang sama sekali tidak sama. Bila Itachi bisa sehangat pasir di Gurun Sahara, Sasuke bahkan bisa lebih dingin dari gunung es di Antartika. Dering ponsel Itachi lagi-lagi terdengar. Kelihatannya dia memang orang yang super sibuk. Sementara lelaki itu menjawab panggilan telepon, Sakura dan Sasuke tetap tidak bicara satu sama lain. Seolah ada tembok besar yang menghalangi keduanya. Maaf, aku harus kembali ke studio, kata Itachi setelah mengantungi ponselnya ke balik blazer hitamnya. Perhatiannya kemudian tertuju pada Sakura saja. Datanglah ke studio jam delapan besok pagi, untuk urusan penandatangan kontrak kerja. Sakura mengangguk. Itachi bergegas menyusuri lorong, meninggalkan ruangan itu. Kau juga, Sasuke, terdengar dia berteriak di depan pintu, ada meeting jam sepuluh. Datang atau angkat kaki saja dari Uchiha Pictures! Ucapannya sama sekali tidak direspon oleh yang bersangkutan. Kini hanya ada Sasuke dan Sakura yang tertinggal. Keduanya sedang saling menatap—akhirnya. Namun, tatapan keduanya dipenuhi atmosfer yang dingin. Entah aku dikutuk apa sampai-sampai harus berhadapan denganmu lagi, ucap Sakura lebih dulu. Amarah di masa lalu terpancar jelas dari sorot mata emerald-nya. Sasuke tersenyum simpul. Kau tidak senang bertemu denganku? Ini sudah yang ke tiga kalinya kita bertemu secara kebetulan setelah kelulusan SMA. Apa kau tidak berpikir ini sebuah takdir? Sakura tertawa menyindir. Ini tidak lebih dari sebuah lelucon. Kalaupun ini memang takdir, maka inilah takdir untukku mengalahkanmu, Kepala Ayam! Kau belum melupakan panggilan itu ya? Manis sekali. Sakura hanya membalas dengan respon memutar bola mata. Berdiri terus di sana apa tidak membuat kakimu pegal? Duduklah di sini, kita rayakan sedikit pertemuan kita, Sasuke melanjutkan. Dia mengangkat gelas sherry di tangannya, menawarkan pada Sakura. Tidak perlu pura-pura berbaik hati padaku. Sandiwaramu sudah terlalu cukup, jawab Sakura dengan nada sarkastik. Aku bukan lagi gadis bodoh yang dulu. Kali ini, aku tidak akan kalah darimu. Tanpa ingin tahu bagaimana tanggapan lelaki itu, Sakura segera memutar tubuhnya dan meninggalkan ruangan. Ada sedikit perasaan lega dalam hatinya setelah mengucapkan kalimat itu pada Sasuke. Sudah lama dia ingin melakukannya, dan kali ini dia punya kesempatan. Jika lelaki itu peka, maka sudah seharusnya dia waspada. Kalimat itu juga berarti sebagai suatu peringatan, bahwa Sakura bukan lagi gadis yang akan mudah terperdaya oleh sandiwara Sasuke seperti saat dulu. Karena tidak ada lagi cinta untuknya. Baru saja Sakura membuka daun pintu, seorang pemuda berambut pirang berdiri di hadapannya, Naruto. Sakura sama sekali tidak menyangka mengapa lelaki itu bisa berada di sana, entah untuk apa. Dan Naruto pun kelihatan sama terkejutnya seperti halnya Sakura. Sakura omedetou! seru Naruto. Dia lebih cepat mengabaikan rasa keterkejutan itu dibanding Sakura. Sejak awal aku yakin kau yang akan menang. Terima kasih, ucap Sakura ramah. Seperti janjiku sebelumnya, ayo bikin pesta besar untuk merayakan ini! Tidak, tidak usah— Ayolah… jangan menolak. Meskipun kau tidak begitu peduli, ini adalah kemenangan besar. Pantas kok untuk dirayakan. Tempatnya biar kau saja yang memilih. Sakura menggaruk belakang kepalanya. Sulit juga menolak keinginan cowok satu itu. Jadi, apa boleh buat. Baiklah, gumam Sakura akhirnya. Begitu dong! Naruto menyeringai lebar. Karena kau sudah di sini, akan kuperkenalkan pada seseorang. Tanpa aba-aba dia menarik tangan Sakura, membawanya kembali ke dalam Ruangan Eksekutif yang baru saja akan ditinggalkannya. Sakura tidak bisa menahan tubuhnya. Ano, Naruto, tunggu dulu— Oi, Teme! Aku membawa seorang teman, Haruno Sakura, kata Naruto begitu lebih dulu sampai di ruang utama. Sasuke yang masih menikmati sherry-nya di sofa menatap malas ke arahnya. Perhatiannya beralih saat Sakura menyusul dari balik punggung Naruto. Sakura, itu Uchiha Sasuke… Naruto memperhatikan sikap keduanya. Sasuke ataupun Sakura masing-masing tidak mau saling pandang. Sebentar saja, Naruto langsung berpikir mungkin ini bukan pertemuan pertama mereka. Kalian sudah saling kenal? matanya bergantian menatap Sakura dan Sasuke. Aku tidak kenal orang itu, kata Sakura. Sementara Sasuke tidak berkomentar apa-apa. Naruto yang semakin bingung dengan situasi itu, hanya menganggaruk belakang kepalanya dengan kedua alis bertaut. ~LilJo~ Teman satu kampus? Ino, Tenten, dan Hidan berseru dengan kompaknya saat mereka telah duduk di satu meja besar di sebuah kedai sushi pilihan Sakura. Setelah selesai dengan urusan di Konobuki Theater, Sakura bersama teman-temannya pergi untuk merayakan kemenangannya—berhubung dia tidak mampu menolak ajakan Naruto. Sakura sengaja memilih kedai shushi yang memang merupakan tempat makan favoritnya. Tempatnya cukup sederhana dengan pelayanan tradisional khas Jepang. Ruangan yang disediakan berdinding kertas yang dilukis dengan gambar bangau putih yang bersembunyi di balik alang-alang di rawa berkabut, lantainya dialasi dengan tatami, dan di tengah ruangan tersedia meja berkaki rendah yang ukurannya cukup besar—itu karena mereka memesan ruangan ekstra, mengingat jumlah orang yang datang cukup banyak. Jika membuka pintu geser di sisi beranda, terlihat pemandangan taman yang indah; kolam yang membias warna merah–putih–kuning-keemasan dari sejumlah koi besar-besar, melengkung sebuah jembatan mungil di atasnya, di sisi lain halaman tumbuh pohon sakura putih yang dikerdilkan, dan tanaman perdu tumbuh mengelilingi pagar tembok yang dibangun rendah. Keindahan taman semakin terpancar dengan sentuhan lembut sinar bulan malam itu. Suara musik enka mengalun merdu, terdengar dari ruang tengah kedai yang terlihat dari sisi lain ruangan yang terbuka, tempat di mana para pemusik enka mempertunjukkan kemampuannya. Kemudian pesanan sushi diantarkan oleh para pelayan ber-kimono, menambah kental nuansa tradisional yang jarang dirasakan di kota modern seperti Konoha. Meskipun terlihat begitu sempurna, tiap menu yang disajikan di sana tidaklah cukup terbilang mahal. Dengan harga yang terjangkau, pelanggan sudah bisa menikmati kelezatan sushi dan beragam jenis masakan tradisonal lainnya. Oleh karena hal itulah Sakura memilih kedai itu. Meski Naruto mengatakan dia yang akan menanggung semua biayanya, Sakura tidak serta-merta berniat menguras dompetnya. Ya, kami kenal sejak di London, Naruto mengangguk. Tangannya meraih sepiring sushi dengan sashimi ikan salmon dari tengah meja. Berhubung di sana sedikit sekali pelajar dari Jepang, makanya kami cepat akrab waktu pertama ketemu. Tatapannya beralih pada Sasuke yang duduk di sebelahnya. Ya kan, Sasuke? Tidak juga, gumam lelaki itu sebelum melahap sashimi dari sumpitnya. Lebih tepatnya kau yang sok kenal denganku. Naruto menggembungkan pipi. Sementara wajah-wajah lain yang mengelilingi meja itu tertawa. Menarik sekali. Ini seperti sebuah rantai, Neji berkomentar. Gaara adalah teman satu SMP Naruto. Sementara Naruto ternyata satu kampus dan berteman baik dengan Sasuke. Dan kita semua dipertemukan di Konoha. Dunia memang sempit. Ya, memang sempit. Bahkan terlalu sempit bagi Sakura. Satu lagi yang tidak diketahui siapapun di sana kecuali yang bersangkutan; Sakura dan Sasuke juga merupakan teman lama. Nampaknya tidak satupun dari keduanya menginginkan siapapun tahu soal itu. Terlebih Sakura, dia jelas-jelas ingin melupakan masa lalunya. Jadi anggap saja dia dan Sasuke tidak pernah bertemu sebelumnya. Jadi, Sakura akan menyutradarai film bersama Sasuke-kun? Ino mengalihkan perhatian teman-temannya kembali pada Sasuke. Sugoi! Kau benar-benar beruntung, Sakura! Yeah, sangat beruntung, ucap Sakura datar. Sebuah ucapan ironis dari perasaan yang sebenarnya. Sejak dikhianati, Sakura akan selalu menganggap bahwa Sasuke hanyalah kesialan bagi dirinya. Dan pertemuan kembali ini memang seperti kutukan untuknya. Di lain pihak, Sasuke bersikap biasa saja saat menanggapi kalimat Ino. Dia sungguh-sungguh memainkan perannya dengan baik. Dengan sikapnya yang demikian, tak satu pun orang akan menyangka bahwa beberapa tahun lalu dirinya pernah memutuskan harapan dan impian seorang gadis. Mari bersulang untuk kesuksesan Sakura dan Sasuke! Naruto mengangkat cawan sake-nya ke udara. Disusul dengan cawan-cawan dari yang lain—kecuali Gaara dan Hinata yang mengangkat secangkir teh hijau. Kanpaii! Naruto berseru lagi. Sakura akhirnya mengikut-sertakan gelas jus jeruknya untuk diadu bersama cawan-cawan lain. Setelah acara makan malam yang ramai itu usai, mereka melanjutkan keceriaan di sebuah tempat karaoke—Kali ini Ino dan Tenten yang memaksa. Kebetulan di dekat kedai ada tempat karaoke, sehingga mereka tidak perlu repot-repot mencari tempat. Sakura memutuskan untuk keluar sejenak. Dia tidak tahan dengan nyanyian Hidan yang begitu sumbang. Lagi pula di dalam sana panas sekali. Sekedar mencari udara segar di luar rasanya tidak apa-apa. Tepat di saat Tenten dan Ino berebut mikrofon dengan Hidan, sementara yang lain menyoraki lelucon dari Naruto yang sama sekali tidak lucu, Sakura keluar ruangan diam-diam. Dia lebih suka menikmati udara sendirian, dan satu-satunya cara untuk meloloskan diri adalah dengan mengendap-endap. Di dekat tempat karaoke itu ada sebuah taman bermain. Sakura mendudukkan diri di sebuah ayunan, dan mulai berayun pelan di atasnya. Angin malam di musim panas yang bertiup semilir menyibakkan rambut panjangnya yang terurai, membuat pikirannya mengawang. Terlalu banyak yang terjadi malam ini. Dan semua hal itu terasa bertumpuk di dalam kepalanya. Keberhasilannya meraih gelar film pendek terbaik setidaknya membuatnya sedikit bernapas lega. Paling tidak, dukungan dari para dosen dan teman-temannya tidak sia-sia. Selain itu, penghargaan tersebut telah membuat dirinya punya modal untuk menapak maju meraih apa yang sejak kecil menjadi mimpinya. Dan yang paling baik, karirnya akan terbuka lewat Uchiha Pictures Production. Masalahnya hanya Sasuke. Ya, selalu Sasuke. Siapa yang menyangka Sakura akan berkolaborasi dalam satu film bersama lelaki itu? Namun, Sakura sendiri tidak yakin apakah dia akan menolak tawaran Itachi jika saja sejak awal dia sudah tahu akan dipasangkan dengan Sasuke. Apapun alasannya, menolak berarti mundur. Dan Sakura bukan tipe orang yang akan menyerah sebelum berperang. Mengendap-endap keluar seperti itu tidak sopan kan? Sakura terkejut dengan suara barusan. Dia segera menoleh dan mendapati Gaara tengah melangkah menghampirinya. Kau juga apa bukan mengendap-endap? Sakura mencibir. Gaara tertawa kecil. Setidaknya aku mengatakan akan ke toilet, katanya yang kemudian mendapat juluran lidah dari Sakura. Merindukan masa kecil? tanya Gaara setelah duduk di bangku ayunan di sebelah Sakura. Tidak juga. Tapi kalau seperti ini jadi teringat masa kecil. Dia berayun pelan lagi. Rasanya aku ingin jadi anak kecil terus. Tidak perlu memikirkan macam-macam yang membuat pusing kepala. Tentang Sasuke? Kaki Sakura tiba-tiba menapak di tanah, ayunannya terhenti. Gaara jadi bersikap canggung. Maaf. Aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu, Sakura. Aku mendengarmu meneriakkan namanya waktu di pantai. Dan jika melihat kau dan Sasuke, sepertinya pernah terjadi sesuatu di antara kalian di masa lalu. Sakura memalingkan wajahnya pada Gaara. Dia cuma seseorang di masa lalu yang ingin kulupakan, gumamnya. Sakura mulai kembali berayun di atas tempat duduknya. Tak ada lagi yang dikatakannya, semua terkunci dalam rahangnya yang terkatup rapat. Gaara mengerti. Dia memang tidak pernah ingin memaksa Sakura untuk bercerita apapun padanya. Hingga akhirnya keheningan menyelimuti mereka. Hanya suara derit engsel-engsel rantai penyambung ayunan dengan tiang penopangnya yang mengisi kesunyian itu. Di sini rupanya. Suara yang tidak asing itu membuat wajah Sakura berubah masam. Tanpa menoleh pun, dia tahu orang yang kini berdiri di sisi jalan itu adalah Sasuke. Alih-alih menanggapi ucapannya atau sekedar menengok, Sakura kembali berayun tanpa memedulikan lelaki itu. Maaf kami keluar diam-diam, ucap Gaara. Dia telah bangkit dari ayunannya. Katakan saja itu pada teman-temanmu, Sasuke menjawab datar. Dasar. Mau bermesraan saja sampai mengendap-endap begitu. Ano, kami tidak— Sakura tiba-tiba saja turun dari ayunan. Matanya menatap tajam pada Sasuke. Kenapa? Apakah untuk berduaan saja kami harus dapat izin darimu dulu, eh? Sasuke membalasnya dengan tatapan yang lebih dingin. Tidak. Sebaiknya cepat kembali. Teman-temanmu menunggu dengan cemas. Sasuke langsung memutar tubuhnya dan meninggalkan Sakura yang masih menatapnya jengkel. Sasuke benar. Yang lainnya pasti cemas mencarimu—dan terlalu lama bagi mereka untuk alasanku pergi ke toilet, kata Gaara. Ayo kembali ke tempat karaoke. Sakura tidak langsung beranjak dari tempatnya berdiri, sementara Gaara sudah meninggalkannya beberapa langkah di depan. Gaara, panggilnya. Si pemilik nama menghentikan langkah. Lelaki itu menoleh Sakura dengan tatapan sedikit bingung. Ada apa? Setelah menahan kata-katanya selama beberapa saat, Sakura akhirnya mengucapkan, Maafkan aku soal yang tadi. Sakura kini tidak lagi menatap wajah Gaara. Aku tidak bermaksud bicara begitu pada Sasuke. Mendengarnya, Gaara tak bisa menahan senyuman di bibirnya. Hal begitu saja kau pikirkan? dia menepuk pelan puncak kepala Sakura setelah melangkah kembali mendekatinya. Aku jadi tidak enak padamu, Sakura semakin menundukkan kepalanya. Kau mungkin menganggapku tidak sopan, seenaknya mengaku-aku berpacaran denganmu. Aku sungguh minta maaf. Kini dia malah membungkukkan badannya secara resmi. Senyuman di wajah Gaara terhapus. Dia hanya berdiri diam di atas kakinya. Hingga saat Sakura menegakkan kembali badannya, lelaki itu menatapnya tanpa kata. Sakura semakin merasa serba salah. Sebenarnya tidak ada yang perlu kau mintai maaf, Sakura, kata Gaara akhirnya. Bagaimana kalau tadi itu bukan pura-pura? Sakura tertegun. Matanya beralih menatap pemuda di hadapannya. Sudah lama aku ingin mengatakan ini. Hanya saja, aku selalu merasa saatnya belum tepat—Yah, mungkin saat ini juga tidak tepat. Tapi aku benar-benar ingin mengatakannya padamu saat ini juga. Gaara menatap langsung kedua bola mata emerald Sakura yang mengilap indah membias cahaya lampu taman. Sakura no koto ga daisuki*, Gaara menyelesaikan kalimatnya. Tanpa kehilangan cahayanya, mata emerald Sakura menatap mata Gaara dalam-dalam, seolah berusaha untuk tidak menemukan kebohongan dari matanya. Sebetulnya dia tidak perlu melakukan itu, dia tahu benar Gaara tidak mungkin berdusta. Sakura kini tahu kenapa pemuda itu begitu baik padanya, tentu saja karena perasaannya yang baru saja diungkapkannya. Hanya saja, saat ini yang paling ingin dilakukan Sakura adalah menatap matanya yang selalu membuat hatinya tenang. Aku tidak menuntut balasanmu, Gaara melanjutkan. Karena aku mengerti bagaimana perasaanmu selama ini setelah disakiti sekian kali. Aku tidak ingin lagi melihatmu menangis, Sakura. Aku ingin bersamamu, untuk menghapus air matamu. Tentu saja jika kau mau menerimaku. Sakura menundukkan kepalanya lagi. Perlahan-lahan dia menggeleng. Kau sangat baik. Banyak saat dimana aku membutuhkan sandaran, kau hadir memberikan bahumu untuk tempatku menangis. Dan aku… selalu merasa nyaman berada di sisimu. Sakura mengangkat wajahnya, menatap kembali mata Gaara. Ayo kita jalan bersama, ucapnya. Gaara menyunggingkan senyum. Beban berat yang selama ini bertumpu di kedua pundaknya kini terangkat. Perasaannya yang terpendam akhirnya mampu diungkapkannya langsung pada Sakura. Tidak hanya itu, Sakura bahkan menerimanya. Tangannya menjulur, disambut lembut tangan Sakura. Bergandengan tangan, Gaara dan Sakura menyusuri jalan kecil di pinggir taman di bawah temaram sinar bulan dan pendaran lampu di tepi jalan sepi, kembali pada teman-temannya sebelum mereka benar-benar dibuat cemas. Tanpa disadari keduanya, sepasang mata mengawasi mereka dari seberang jalan. Meski wajahnya tidak menunjukkan perasaan apapun yang saat ini dirasakannya, terlihat sedikit kilat kemarahan dari mata onyx-nya. Dicampakkannya sebatang rokok yang belum habis dihisapnya ke tanah, diinjak tanpa perasaan. Mengepulkan asap rokok yang masih tersisa dari dalam mulutnya ke udara, Sasuke beranjak pergi, mencari jalan memutar untuk kembali ke tempat karaoke. ~LilJo~ Sinar matahari menerobos masuk lewat jendela kamar yang telah dibuka lebar-lebar oleh Sakura pagi itu. Kicauan burung-burung kecil yang bertengger di sepanjang kabel listrik di seberang jalan depan rumah kost terdengar ramai menyambut datangnya hari baru. Di depan cermin besar di atas meja rias, Sakura sibuk menyisir rambut merah mudanya yang panjang, mengikatnya model ekor kuda seperti biasa. Kakinya menghentak-hentak pelan mengikuti irama musik dari CD player, terkadang dia ikut bersenandung melantunkan bait-bait lirik favoritnya dari lagu yang dinyanyikan oleh duo rapper kesayangannya, Sounds Effect. There is a high wall in front of me prevent me from my way I will not just stand, I will not cry anymore With my brittle hands I will try to climb up though I must fall and fall again erase my tears, ignore the pain I still moving foward because I know I can. Seperti makna dalam lirik lagu yang disenandungkannya, Sakura ingin menghapus semua keragu-raguan dan ketakutannya akan kegagalan. Semanis apapun mimpi yang dibangun, pada kenyataannya bukan tidak mungkin seseorang akan mengalami kegagalan, terjatuh, dan berurai air mata. Karenanya, kegagalan adalah hal yang membuat manusia menjadi dewasa. Dengan kegagalan, seseorang dapat memahami apa itu air mata dan rasa sakit. Air mata dan rasa sakit itulah yang menjadi kekuatan bagi seseorang untuk terus melangkah. Sakura tahu jika ingin berhasil, dia tidak bisa terus saja berpangku tangan dan meratapi nasib, apalagi membiarkan air matanya tak berhenti mengalir. Tuhan telah memberinya kesempatan, dia tidak akan menyia-nyiakannya. Meski dengan segala kekurangan yang ada pada dirinya, Sakura akan buktikan bahwa dia bisa, karena dia belum kalah. Dia siap menghadapi semua tantangan yang akan menghalanginya. Sasuke sekalipun! ucapnya mantap. Ditatapnya bola mata emerald yang terpantul di cermin, yang tengah menatap balik padanya. Ganbarimasu! Sakura mematikan CD player setelah mengeluarkan kepingan CD kesayangannya dan memasukkannya kembali ke dalam cover-nya, kemudian menyelipkannya ke dalam tas selempang di bahunya. Setelah memastikan sekali lagi kerapihan pakaiannya, dia mengambil topi sport di atas lemari dan beranjak turun ke ruang bawah. Di ujung tangga, Sakura berpapasan dengan Ino yang kelihatannya baru bangun dari tidur lelapnya. Rambut pirangnya diikat asal saja, matanya masih setengah terpejam, sementara tangannya menutup mulut yang menguap lebar saat Sakura menyapanya. Ohayo! ucap Sakura sambil lalu. Dia menghilang di tikungan lorong sebelum Ino sempat membalasnya. Tak sampai satu menit Sakura memakai sepatu ketsnya. Bukan karena dikejar waktu, dia hanya sedang terlalu bersemangat untuk cepat-cepat sampai di studio besar milik Uchiha. Sakura belum pernah ke sana sebelumnya. Menurut kabar yang didengarnya dari para senior, dosen, maupun kenalannya, Uchiha Pictures Production adalah production house paling lengkap di Konoha, bahkan mungkin se-Jepang. Memang tidak diragukan lagi, program siaran produksi mereka banyak dibeli stasiun TV swasta nasional, film-film mereka masuk berbagai festival film ataupun masuk box office nasional karena laris di pasaran. Jelas sekali Sakura merasa amat beruntung bisa bergabung dengan mereka—tentu saja terlepas dari kolaborasinya dengan Sasuke. Sakura tetap memilih menempuh perjalanan ke studio Uchiha Pictures dengan sepedanya, meski perjalanan itu terbilang cukup panjang. Udara pagi yang masih sangat sejuk serta suasana sepanjang rute menuju perbatasan Oto sangat menggodanya untuk menghabiskan perjalanan dengan sepeda. Studio Uchiha Pictures terletak di kaki perbukitan, perbatasan kota Konoha dengan Oto. Tempatnya luas sekali, bahkan melebihi besarnya stasiun TV nasional. Terdapat jalan satu arah panjang menuju ke gerbang utama. Dibangun sebuah monumen setinggi kurang lebih sepuluh meter di muka jalan—membatasi jalan satu arah itu dengan jalanan umum. Monumen berbentuk kipas raksasa dwi warna—merah di bagian atas dan putih di bawahnya, beserta titel perusahaan: Uchiha Pictures Production. Tidak banyak kendaraan yang melintas di sana saat itu, hanya satu-dua van besar berlogo UPP dan beberapa mobil pribadi. Maka Sakura sengaja memperlambat laju sepedanya agar dapat menikmati semerbak bunga sakura yang ditanam di sepanjang sisi kiri jalan. Sementara di arah yang berlawanan dipasang billboard-billboard yang memamerkan program televisi dan film produksi Uchiha Pictures, serta beberapa reklame sponsor utama. Sakura yakin perjalanannya hampir berakhir saat dia melihat gerbang besar dengan pagar besi tinggi di ujung jalan. Satu pemandangan yang tidak seharusnya dilihatnya kali itu membuat alisnya terangkat. Sekian orang berkerumun di depan pagar. Banyak yang berteriak-teriak, sampai-sampai Sakura tidak bisa menangkap jelas apa yang mereka ucapkan. Setelah berada pada jarak yang cukup dekat, dia tahu siapa orang-orang itu; para wartawan. Beberapa dari mereka masih berteriak-teriak minta diijinkan masuk pada tiga orang penjaga berbadan besar-besar, dan bertemu dengan entah siapa yang mereka sebut dengan Dia. Tidak banyak juga yang berusaha keras mengangkat kamera untuk mencoba mendapatkan gambar dari balik pagar (padahal tidak terjadi apa-apa di dalam). Dan beberapa yang lelah berdiri dan berteriak mulai menepi, duduk di tepi trotoar dan membetulkan kameranya, ada juga yang menulis sesuatu di buku catatannya. Sakura menduga mereka adalah wartawan infotainment. Karena tidak akan ada berita politik yang dicari para jurnalis di sini. Kelihatannya production house adalah salah satu sumber yang paling dicari oleh orang-orang itu. Apalagi ini adalah Uchiha Pictures Production, banyak hal—gosip lebih tepatnya—yang bisa digali dari sini. Sakura jadi penasaran siapa yang menjadi target pemberitaan kali ini. Tapi sebelum dia mencari tahu, sebuah sedan berwarna biru metalik mengilap datang. Para wartawan itu langsung saja mencegat; mengerumuninya sebelum sampai ke muka gerbang. Kesal mungkin, si pengendara mobil membunyikan klakson tanpa henti sampai kerumunan wartawan itu membukakan jalan untuknya. Sedan itu langsung saja melesat ke dalam setelah pagar besi tinggi di depannya dibukakan oleh penjaga, meninggalkan para wartawan yang mengumpat kesal. Alis Sakura terangkat. Dia sempat melihat sosok si pengendara sedan sebelum mobilnya dikerumuni para wartawan yang haus akan berita itu. Jadi, kini Tuan Sasuke sudah jadi selebriti? Sakura menggumam. Tanpa minat mencari tahu lebih banyak lagi—karena dia juga tidak peduli—Sakura menuntun sepedanya ke muka gerbang yang kini telah sepi setelah para wartawan membubarkan diri. Kepada seorang penjaga berbadan besar, dia memperlihatkan kartu identitas, kemudian dipersilakan masuk dengan ramah. Nyatanya studio Uchiha Pictures memang benar-benar luas. Jalan lurus dari gerbang itu mengantarkannya kepada gedung utama yang bentuknya seperti gedung perkantoran pada umumnya; desainnya minimalis, dinding luarnya memakai kaca tembus pandang sehingga sejumlah tangga yang dibuat landai bercat merah dapat terlihat dari luar bangunan, sementara dinding-dinding beton pemisah ruangan di dalamnya dicat putih. Sehingga jika dilihat dari kejauhan—dari gerbang misalnya, gedung utama itu nampak seperti balok vertikal putih dengan aksen garis-garis diagonal merah yang saling-silang. Unik. Tidak lupa di sudut kanan atas gedung dipasang lambang kipas berukuran besar, yang menjadi identitas production house ini. Sementara itu, di sisi kiri dan kanan serta belakang gedung utama menghampar sejumlah bangunan yang bentuknya mirip gudang peluru atau markas penyimpanan pesawat terbang; masih dengan nuansa warna merah-putih khas Uchiha. Daun pintunya tinggi lebar dan terbuat dari besi yang dicat abu-abu gelap. Di sudut atas di samping daun pintu dituliskan studio dengan nomor yang berbeda di tiap bangunannya. Bangunan yang letaknya paling kanan gedung utama bernomor kecil, 1. Hingga bangunan di sisi sebaliknya adalah yang bernomor paling besar, 9. Masing-masing bangunan itu berjarak sekitar 20 meter. Dengan area luas yang masih banyak terbuka dimanfaatkan sebagai lapangan parkir. Ditanami pohon-pohon rindang maupun tanaman bunga. Sayang saja musim semi sudah lewat, bunga-bunga itu pasti bermekaran indah sekali saat itu. Sakura tidak bisa berlama-lama melihat-lihat seisi studio. Itachi mungkin sudah menunggunya. Segera saja dia memarkirkan sepedanya di tempat khusus parkir sepeda di sisi kanan gedung utama. Dengan langkah terburu-buru dia memasuki bangunan unik itu dan menemui resepsionis untuk menanyakan tempat yang ditunjukkan Itachi padanya kemarin malam. Lantai delapan, di depan pintu kayu berpelitur hitam mengilap Sakura berdiri sambil mengatur napasnya. Perlahan dia mengetuk pintu, lalu menunggu jawaban. Setelah suara Itachi yang mulai akrab ditelinganya mempersilakannya masuk, Sakura membawa dirinya ke dalam ruangan. Wajah Itachi muncul dari balik kertas yang dipegangnya, tersenyum dan menyapa, Ohayo, Sakura! Dia tengah duduk di kursi berpunggung tinggi dengan sandaran empuk di balik meja kerjanya yang besar, dengan dua tangan yang sibuk; kanan meletakkan secangkir kopi ke atas meja, kiri memegang beberapa lembar kertas yang sedang diamat-amatinya. Ohayo gozaimasu. Apa aku terlambat? tanya Sakura ragu-ragu. Itachi menaikkan alisnya. Diintipnya jam berwarna silver berkilau yang melingkar di tangan kirinya. Lalu melemparkan senyum pada Sakura. Kau bahkan lima menit lebih cepat, katanya melegakan. Dia langsung mempersilakan Sakura duduk, kemudian bermaksud memanggil petugas pantry untuk membuatkan gadis itu secangkir kopi hangat ataupun teh, namun langsung mendapat penolakan halus dari Sakura. Tanpa berbasa-basi, Itachi menyodorkan sebuah map berisi beberapa lembar kertas yang dipadati tulisan tercetak di atasnya. Tidak perlu dijelaskan lagi, Sakura tahu itu surat kontrak kerja. Lebih dulu dia menyuruh Sakura membaca dan mempelajari isinya. Dia juga menjelaskan secara garis besar hal-hal yang terpenting di dalamnya. Saat kau sudah benar-benar yakin, silakan tanda tangan di sini, Itachi menunjukkan tempat yang dimaksudnya pada kertas itu, di atas sebuah materai yang tertempel. Di bawahnya sudah tertera nama lengkap Sakura. Gadis itu sebetulnya tidak butuh waktu banyak untuk berpikir, semua tentang kontrak kerja itu telah diputuskannya dengan matang jauh-jauh hari yang lalu. Maka tanpa berlama-lama, Sakura mengukir tanda tangannya ditempat yang dimaksud. Dengan begitu, dia telah resmi menjadi bagian dari Uchiha Pictures Production—meski perjanjian dalam kontraknya hanya sampai pada pembuatan film musim panas tahun ini. Itachi menjabat tangannya sebagai tanda formalitas dalam pertemuan itu. Kalau film ini sukses, aku akan menawarkan kontrak jangka panjang padamu—Aku tahu film ini akan sukses. Maka bersiap-siaplah, Sakura, kata Itachi. Sakura tersenyum menanggapinya. Aku akan berusaha, jawabnya. Itachi mengintip jamnya lagi. Masih ada 30 menit sebelum preproduction meeting. Bagaimana kalau aku mengantarmu melihat-lihat studio? Tentu saja Sakura tidak ingin menolak tawaran langka itu. Tapi dia bukan gadis yang tidak tahu diri. Dengan Itachi-san? Apa tidak apa-apa? Bagaimana dengan pekerjaanmu? Semua persiapan untuk meeting sudah beres. Lagi pula, hitung-hitung refreshing sebelum isi kepalaku mendidih dengan hal-hal merepotkan selama meeting nanti. Untuk pertama kalinya Sakura melihat Itachi nyengir. Gadis itu menahan tawa. Tak disangka seseorang seperti Itachi yang lebih banyak terlihat kaku ternyata punya selera humor yang lumayan. Ya, setidaknya dia sedikit lebih lucu dari pada adiknya yang seperti manusia salju. Baru saja keduanya beranjak menuju pintu, ketukan dari luar menghentikan langkah mereka. Itachi membuka pintu dan sedikit berseru kaget melihat lelaki yang berdiri di ambang pintu. Ayah? Itachi menyingkirkan diri untuk memberi jalan pada lelaki paruh baya itu. Tubuhnya memang tidak setinggi Itachi, namun sama tegapnya. Garis wajah yang tegas juga rambut raven yang membingkai wajah aristokrat itu serupa dengan milik kedua putranya. Sakura yakin sekali mata onyx Itachi dan Sasuke diwariskan dari ayah mereka, beserta sorotnya yang tajam dan punya kekuatan untuk mengintimidasi. Hal itu jelas terbukti saat dia menatap Sakura tanpa berkedip. Kemudian tatapannya beralih pada Itachi. Ah! Tanpa ditanya, Itachi paham apa yang sedang dipikirkan ayahnya. Haruno Sakura, katanya. Salah satu nama sutradara yang kuajukan pada Ayah sebagai kandidat sutradara untuk film musim panas kita, dan Ayah menyetujuinya. Mata onyx tua itu sedikit melebar. Kau Haruno Sakura? tanyanya pada gadis yang sedang bertampang bingung yang berdiri di depannya. Sakura mengagguk kaku. Sakura, ini Uchiha Fugaku-san, Presiden Direktur Uchiha Pictures Production, Itachi memperkenalkan lelaki paruh baya itu. Dan dia ayahku, bisiknya. Tatapan kebingungan Sakura berubah menjadi keterkejutan. Segera saja dia ber-ojigi. Yoroshiku onegaishimasu. Yoroshiku na, jawabnya dengan suara berat namun terdengar ramah. Dia juga menyunggingkan senyum tipis, nampak garis-garis halus membentuk di tiap ekor matanya. Meski sikapnya yang semula sedingin Sasuke dan terkesan menakutkan, ternyata lelaki paruh baya itu bisa bersikap sehangat putra sulungnya. Aku sudah menonton Oshiro dan langsung menyukainya di tiga menit pertama, katanya kemudian. Kau memang berbakat. Tidak salah jika Itachi memilihmu. Terima kasih. Aku masih perlu banyak belajar, ucap Sakura merendah. Perhatian Fugaku beralih pada Itachi. Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Penting, katanya. Itachi melirik Sakura, kemudian menghela napas dan melempar tatapan menyesal pada gadis itu. Maaf ya, Sakura, aku tidak bisa menemanimu berkeliling saat ini. Kalau begitu biar kusuruh seseorang menemanimu. Obito sedang nganggur, Fugaku menawarkan. Kelihatannya dia merasa bersalah atas keinginannya untuk menyita waktu Itachi. Tidak usah, kata Sakura cepat-cepat. Terima kasih. Aku bisa melihat-lihat sendiri. Shitsureishimasu. Baiklah, kata Itachi, mengantarkan Sakura ke ambang pintu. Aku ingin kau ikut juga dalam meeting nanti. Sudah saatnya kau kuperkenalkan pada seluruh crew. Sakura mengangguk, sebelum pergi meninggalkan ruangan itu. ~LilJo~ Ini bukan pertama kalinya Sakura datang ke production house—tentu saja, karena sebelumnya dia bahkan pernah bekerja di Abura Films. Namun, dia tidak bisa berhenti terkagum-kagum karena suasana di studio Uchiha Pictures begitu berbeda. Selain karena penataan tempatnya sangat teratur, orang-orang di sana pun sungguh disiplin dan profesional. Seperti yang dilihatnya di salah satu studio yang dipakai untuk produksi drama TV, Studio 6. Semua crew paham posisi masing-masing dan bekerja sesuai tanggung jawabnya. Mereka pun menyelesaikan masalah secara profesional. Seperti pada saat salah satu aktris berkali-kali melakukan kesalahan dialog yang membuat sutradara habis kesabaran, editornya memberikan solusi pada sang sutradara; menawarkan trik editing yang bisa digunakan untuk situasi demikian, dimana scene dengan banyak kesalahan dialog tersebut bisa tetap dipakai sehingga produksi tidak banyak makan waktu untuk take berulang-ulang. Script writer pun turun tangan untuk memberi solusi pada sutradara agar memberikan kelonggaran pada aktor maupun aktris untuk berimprovisasi selama dialog mereka tidak keluar konteks cerita. Akhirnya situasi panas tadi bisa dikendalikan secara cepat sehingga tidak menghabiskan waktu sia-sia. Sakura masih ingin berlama-lama di sana, namun waktu membatasinya. Sepuluh menit lagi preproduction meeting dimulai. Tidak ada alasan baginya untuk terlambat. Terlebih, ini adalah meeting pertamanya dengan para crew Uchiha Pictures. Dengan sedikit mempercepat langkahnya, Sakura melintasi jalan setapak menuju gedung utama. Namun, langkahnya harus terhenti oleh situasi di depan sana. Di ujung tangga merah, Sasuke dan Karin sedang berbicara—Tidak. Mereka lebih terlihat sedang bertengkar. Tiba-tiba saja Sakura merasa harus bersembunyi. Maka dia menyisih ke balik pohon terdekat—dia mengintip. Pembicaraan Sasuke dan Karin sedang seru. Entah apa yang dikatakan Karin, jaraknya terlalu jauh untuk dapat menangkap suara mereka. Namun terlihat jelas wajahnya memerah. Ditarik-tariknya lengan kaus Sasuke yang sejak tadi diam saja bersandar di pegangan tangga sambil melipat tangan di dada. Mungkin merasa kesal, Sasuke menepisnya, dan menggumam sesuatu yang membuat Karin berdiri kaku menatapnya. Sasuke mengucapkan sesuatu lagi, kemudian pergi begitu saja. Karin tidak mengejarnya—sungguh ajaib memang. Namun gadis itu jatuh bersandar ke pegangan tangga tempat Sasuke sebelumnya, dia menutup wajahnya, terisak. Menangis? Memangnya apa yang dikatakan Si Kepala Ayam? Sakura bertanya-tanya sendiri dari balik persembunyiannya. Seolah kepalanya baru dihantam sesuatu yang keras, Sakura membelalakkan mata, lalu mendengus. Dia baru sadar sedang mengintip. Sungguh pekerjaan yang belum pernah dilakukannya selama ini sebelumnya (jika pekerjaan paparazzi-nya waktu itu tidak dihitung). Sakura merutuki dirinya sendiri, yang tanpa sadar menjadi seorang gadis yang ingin tahu sekali urusan orang lain. Dia bahkan baru sadar waktunya menuju ruang rapat semakin sempit. Peduli amat dengan Karin dan Sasuke. Sakura bergegas keluar dari persembunyiannya. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti. Dia ingat ada Karin di ujung tangga itu, dan gadis itu masih di sana. Jika harus memutar, Sakura akan semakin banyak kehilangan waktu. Menghela napas, Sakura melanjutkan langkahnya. Dia tidak punya pilihan. Pura-pura saja tidak melihat gadis itu. Akhirnya dia benar-benar mengabaikan Karin saat melewati tangga merah. Sepintas diliriknya gadis itu lewat ekor matanya, dia benar-benar sedang terisak. Tapi tidak ada yang Sakura lakukan selain berjalan terus tanpa memedulikannya. Tapi tanpa diduga, Karin yang justru tidak mengabaikannya. Tunggu, Merah Muda, panggilnya dengan suara bergetar. Sakura tidak bisa pura-pura tidak mendengar. Suaranya terlalu keras sementara di tempat itu cukup sepi; tidak ada orang selain mereka berdua. Selain itu, panggilan yang ditujukan Karin secara jelas mengarah pada dirinya. Sakura menoleh enggan. Aku punya nama, ketusnya. Dan namaku Haruno Sakura. Ya. Haruno, kata Karin sambil menghapus jejak air matanya. Maafkan aku karena tidak tahu namamu. Kita kan belum berkenalan. Gadis itu kemudian menatap Sakura dengan matanya yang masih sembab. Ada yang ingin kubicarakan denganmu, katanya lagi. Mendengarnya, Sakura jadi sama sekali tidak punya minat bicara panjang lebar. Setelah melirik jam tangannya yang menunjukkan waktunya semakin sempit, Sakura bergumam, Maaf aku tidak punya waktu untuk membicarakan soal beredarnya foto mesramu dengan Sasuke. Tidak, Karin menahan lengan Sakura sebelum dia beranjak. Bukan soal itu, katanya lagi setelah melepaskan Sakura. Dia menatap gadis merah muda itu dengan pandangan yang semakin lama semakin kabur, hingga akhirnya genangan air yang memenuhi pelupuk matanya itu tak dapat lagi dibendung dan meluncur di pipinya. Aku dicampakkan, Karin mengisak, ditutup lagi wajahnya. Sasuke memutuskanku. Dia tidak lagi memedulikanku, katanya dengan suara parau di tengah isakan. Sakura hanya berdiri diam. Dia sama sekali tidak mengerti situasinya. Tapi dengan itu, dia jadi paham alasan para wartawan tadi pagi mengerumuni Sasuke. Meskipun tidak terlalu suka dengan Karin, ada sedikit rasa iba dalam hatinya melihat gadis itu berurai air mata dan melolong-lolong seperti seekor serigala terluka. Maka dia tak sampai hati meninggalkan Karin sendirian saat ini. Bukannya kau tidak serius dengannya? tanya Sakura kemudian, teringat pada perlakuan Karin akan kencan palsu yang berujung pada beredarnya foto mesranya bersama Sasuke di majalah dan acara-acara infotainment. Tangisan Karin mereda. Dia mengalihkan mata sembab pada Sakura, kemudian menundukkan kepala. Dulu memang, jawabnya masih dengan suara parau. Tapi sekarang aku benar-benar menyayanginya. Kenapa justru dia malah meninggalkanku? Tangisnya pecah lagi. Menghela napas, Sakura menyodorkan selembar kertas tisu padanya. Karin sempat tertegun dengan perlakuan itu. Tidak perlu menangis, kata Sakura. Kau memulainya dengan cara yang salah. Jadi jangan salahkan siapapun jika berakhir dengan cara yang menyakitkan seperti ini. Ditatapnya Karin yang masih terisak dengan wajah terbenam kertas tisu. Sakura memutar bola matanya. Sudahlah, hentikan tangisanmu. Seperti tidak ada laki-laki lain saja di dunia ini! ucapnya kesal. Karin mengangguk. Perlahan-lahan tangisnya reda. Kau benar. Aku hanya terlalu syok untuk menerima ini, gumamnya setelah helaan napas panjang. Tatapannya beralih pada Sakura. Kau baik sekali, Sakura. Padahal aku pernah bersikap tidak baik padamu. Bukan sesuatu yang perlu diingat, Sakura menanggapi. Orang tuaku tidak pernah mengajariku untuk balas meludahimu setelah kau meludahiku. Karin tersenyum. Tapi, kenapa kau menceritakan ini padaku? tanya Sakura tanpa diduganya. Kita tidak pernah ngobrol sebelumnya. Bahkan kita tidak saling peduli. Sebenarnya aku peduli padamu, malahan kau sangat menyita perhatianku, jawab Karin. Saat melihat kau dan Sasuke di tebing waktu itu, entah kenapa aku merasa kalian saling kenal. Makanya kupikir jika bercerita padamu tentang aku yang dicampakkan Sasuke, kau akan mengerti perasaanku karena kau paham Sasuke seperti apa. Sakura cepat-cepat menggeleng. Dugaanmu salah. Aku sama sekali tidak paham dengan orang itu. Tapi— Maaf ya, aku sedang buru-buru. Sakura bergegas menaiki anak-anak tangga merah itu. Bukan bermaksud tidak sopan meninggalkan Karin begitu saja, tapi dia benar-benar tidak tertarik untuk bicara lebih panjang tentang hubungannya dengan Sasuke di masa lalu. Itu adalah hal yang sudah lama sekali dan sedang berusaha dilupakannya. Lagi pula, dia sudah benar-benar terlambat datang ke preproduction meeting. To be continued… -------------------------------------------------------------------------------- sugoi: hebat shitsureishimasu: permisi *Aku menyukai Sakura
Posted on: Mon, 02 Dec 2013 12:49:38 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015