MENEMBUS BATAS CARSTENSZ PYRAMID Edy Pras “ Alam Indonesia - TopicsExpress



          

MENEMBUS BATAS CARSTENSZ PYRAMID Edy Pras “ Alam Indonesia adalah surga tropis yang masih tersisa…., keindahan dan kekayaan alamnya begitu beragam. Negeri tropis yang berada di garis Khatulistiwa memiliki pesona dan karateristik yang khas. Keragaman terumbu karang, belantara nan hijau, sampai puncak gunung bersalju merupakan harta karun yang tak ternilai…. Sebuah karunia ilahi yang harus kita syukuri…..” Pertengahan hingga akhir Agustus 2007 adalah penugasan saya yang ke 3 dalam liputan di pegunungan Jayawijaya Papua. Kali ini saya berangkat bersama Team Archipelago dengan komposisi : Vidi Balatauw( Cameraman ), Bambang ( Audioman ), Ferissa Djohan ( Host ) dan saya sendiri sebagai director sekaligus team leader. Misi peliputan ini adalah memberikan gambaran tentang potensi pariwisata minat khusus di pegunungan Jayawijaya dan mengibarkan panji METRO TV di salah satu punjak salju tropis dunia. Tugas yang berat sekaligus menantang, karena kami akan memberikan persepsi baru tentang konsep pariwisata yang bisa dijadikan unggulan masyarakat Papua. Dalam pelipuatan ini kami didampingi oleh Frangky Kowaas seorang pemandu kawakan yang telah mengantungi 29 kali mendaki puncak teringgi di Asia Tenggara dan Pasifik….Dan turut serta 7 wisatawan pendaki dari berbagai Negara ( Amerika, Afrika Selatan, Taiwan, Malaysia dan Jepang ). Total jumlah pendaki berjumlah 17 orang. Sebuah rombongan yang cukup besar…… Dari kesemua pendaki hanya 15 orang yang mencapai puncak. Meskipun harus dilalui dengan susah payah akhirnya Team Archipelago berhasil mengibarkan panji METRO TV di salah satu puncak Dunia………Dengan semangat tinggi, dedikasi, dan usaha pantang menyerah mereka bisa menembus batas kemampuan untuk membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi sebuah kenyataan. 20 Agustus 2007 ( Zebra Wall 3900 mdpl – Base Camp Lembah Danau 4250 mdpl) Pagi begitu berkabut…. salah satu Icon Pegunungan Jayawijaya – Zebra Wall samar-samar mulai terlihat. Dinding batu terjal yang memiliki warna layaknya kuda Zebra ini kini mudah sekali dijangkau. Kita hanya perlu berjalan kaki beberapa menit menuruni bukit Bali Dump. Ya.. banyak perubahan telah terjadi disini.Saat liputan tahun 2005 aku harus melewati rintangan yang cukup sulit untuk mencapai Zebra Wall. Perlahan-lahan tapi pasti saya dan rombongan mulai berjalan menuju Base Camp Lembah Danau2. Waktu tempuh normal 2-3 jam perjalanan, saya yakin kami membutuhkan waktu lebih dari itu karena harus melakukan peliputan. Perjalanan awalnya terlihat mudah, tak lama setelah berjalan , nafas mulai tersegal2 karena udara yang tipis. Beban Ransel serasa makin berat dan kaki pun seolah sulit untuk melangkah. Meskipun demikian Vidi,Ferissa,Bambang terlihat sangat bersemangat. Sedangkan 7 wisatawan pendaki bergerak sangat cepat. Mereka adalah : 1. Tod Rutledge( Pemilik Mountain Trip dari US yang sangat berpengalaman mendaki puncak2 dunia dan International Mountain Rescuer). 2. Michael Nixon( Senior Guide dari Afsel yang telah berpengalaman mendaki puncak2 dunia ia adalah 7 Summiter dan International Mountain Rescuer) 3. Andrew Bredenkamp ( Senior Guide dari Afsel yang telah berpengalaman mendaki puncak2 dunia ia adalah 7 Summiter dan International Mountain Rescuer) 4. Mr.Vincent ( Pendaki dan pengusaha asal Malaysia yang telah berpengalaman mendaki puncak2 dunia ia adalah 7 Summiter ) 5. Mrs.Vincent ( Pendaki asal Malaysia yang telah berpengalaman mendaki puncak2 dunia ia adalah 7 Summiter ) 6. Mr.Tatsuo Matsumoto ( Pendaki tertua asal Jepang berusia 65 tahun dan telah berpengalaman mendaki puncak2 dunia ,ia adalah 7 Summiter ) 7. Mr. Kuo Yu Cheng( Taiwan – Seven Sumiter yang sudah mendaki Everest dan Gunung2 7 Summit ) Kami juga didampingi oleh : 1. Frangky Kowaas ( Senior Guide Carstenz Pyramid yang telah mencapai puncak sebannyak 29 kali. 2. Steven Kummen ( Guide Carstensz yang telah belasan kali mencapai puncak ). 3. Rommy ( Guide Carstensz yang telah beberapa kali mencapai puncak ). 4. Sterri ( Juru Masak merangkap asisten Guide ) 5. Amalia Yunita / Yuni ( Petualang wanita senior yang telah mendaki gunug2 Eropa dan Himalaya ) 6. Glen ( Orang Jakarta yang telah 1 tahun tinggal di Timika untuk menunggu kesempatan mendaki Carstenz Pyramid ) Menelusuri jalan setapak menuju Lembah danau2 adalah suatu sensasi tersendiri. Wilayah pegunungan yang memiliki puncak2 bersalju ini merupakan wilayah yang terbilang elit bagi para pendaki gunung lokal maupun dunia. Hanya sedikit pendaki yang bisa mencicipi salju di wilayah tropis ini. Biaya yang besar dan birokrasi yang rumit merupakan kendala dalam setiap usaha menjelajahi pegunungan Jayawijaya. Saat pertama kali dilihat oleh Jan Carstensz pada 16 February 1623 dan dilanjutkan oleh eksplorasi H.A. Lorentz pada tahun 1907 dan 1909. Saat itu untuk mencapai puncak bersalju, dibutuhkan waktu pencapaian berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ganasnya alam membuat wilayah ini sangat sulit untuk dijangkau dan memakan banyak korban . Karena usaha yang gigih, nama2 mereka akhirnya diabadikan dalam penamaan tempat di pegunungan Jayawijaya. Jean Carstensz diabadikan sebagai nama puncak tertinggi dan H.A Lorentz diabadikan sebagai nama Taman Nasional di Papua. Seiring dengan berjalannya waktu, pegunungan Jayawija menjadi magnet bagi banyak orang. Sampai akhirnya beberapa team pendaki Indonesia maupun dunia mulai merambah puncak2 Jayawijaya yang ditutupi oleh salju. Pada tahun 1964 orang Indonesia untuk pertama kalinya berhasil mencapai puncak pegunungan Jayawijaya. Pencapaian ini atas kerjasama antara Peneliti Jepang dan pendaki militer Indonesia yang pada saat itu masih tergabung dalam RPKAD. Lettu Sugirin dan Lettu Sudarto berhasil mencapai puncak Carstensz pada tanggal 1 Maret 1964. Dilanjutkan dengan ekspedisi oleh kalangan sipil yang dilakukan oleh organisasi pecinta alam Mapala UI dan Wanadri. Mereka melanjutkan usaha2 pencapaian puncak dengan membuat rute-rute baru. Sampai pada akhirnya salah satu puncaknya yang bernama Carstensz Pyramid ditetapkan sebagai salah satu dari komponen tujuh puncak dunia dan pada tahun 1999 pegunungan Jayawijaya ditetapkan oleh UNESCO - PBB sebagai World Heritage. Mulai saat itulah kegiatan ekplorasi dan ekspedisi telah bergeser menjadi kegiatan pariwisata komersil. Berbagai situs2 di internet milik operator wisata petualang dunia mencantumkan Carstensz Pyramid sebagai salah satu puncak yang dituju oleh para pendaki dunia. Ribuan Pendaki dunia menjadwalkan Carstensz Pyramid sebagai salah satu destinasi wisata petualangannya. Tapi sayang, antusiasme pelancong terhambat oleh birokrasi yang berbelit dan biaya yang sangat mahal. Biaya mendaki Carstensz Pyramid termasuk termahal ke 3 dari 7 puncak – puncak dunia. Biaya termahal adalah mendaki Puncak Everest, kemudian Vinson Massif di Antartika dan Carstensz Pyramid di Indonesia diikuti Denali di Alasca, Aconcagua di Argentina, Elbrus di Rusia dan Kilimanjaro di Afrika. Kini mendaki ke puncak Carstensz Pyramid bisa dilakukan kurang lebih seminggu dan summit attack bisa dilakukan dengan 1 hari dari Base Camp Lembah Danau2. Akses yang semakin mudah dan jalur tali yang telah tersedia, membuat Carstensz Pyramid tumbuh menjadi sosok yang lebih bersahabat. Tidak tertutup kemungkinan, potensi salju abadi di bumi khatulistiwa ini bisa menjadi andalan pendapatan masyarakat Papua seperti layaknya pegunungan himalaya di Nepal dan Pegunungan Alpen di Swiss, dimana pariwisata gunung dan petualangannya sudah sangat maju dan berkembang dengan pesat. Kabut sedikit menghilang digantikan oleh hujan yang cukup lebat.Termometer menunjukan suhu 3 derajat Celcius . Untungnya kami menggunakan perlengkapan pendakian yang baik sehingga tubuh mampu bertahan terhadap cuaca yang kurang bersahabat. Saya bergerak cukup lambat karena membawa beban yang cukup banyak. Meskipun demikian saya masih bisa memantau pergerakan teman2 dengan radio HT. Vidi,Ferissa, Bambang berjalan lebih cepat , didampingi Mbak Yuni dan Glen. Meskipun membawa beban lebih berat dari pendaki lainnya, Vidi masih dapat melakukan tugas peliputan dengan baik. Terkadang ia berjalan menyusul rombongan untuk menempatkan posisi kamera, tak berapa lama iapun tertinggal dan kemudian kembali menyusul rombongan. Pekerjaan sebagai kameraman petualangan memang berat. Ia harus bangun lebih pagi untuk mengambil gambar dan tidur lebih malam karena harus mempersiapkan peralatan untuk dipakai keesokan harinya. Saat tubuhnya letih ia pun harus tetap memikirkan alur cerita dan kesinambungan gambar. Selain itu seorang kameraman/tim peliput harus lah menguasai teknik2 pendakian dengan benar. Resiko kerap menghadang dalam menjalankan tugas, sampai satu saat nanti menjelang puncak, Vidi,Ferissa,Bambang mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan bahan liputan yang baik. Sayapun kagum dengan Bambang (Audioman). Awalnya saya sempat kehilangan Bambang , ia berjalan terlebih dahulu menyusul Tod dkk, hanya suara HT yang terdengar : “ Aku jalan dulu biar nggak kedinginan….” Saya sempat kesal karenanya. Sampai akhirnya Bambang tiba di Base camp dan kembali turun menuju pintu angin.. Saya sempat terkesima ketika Bambang menawarkan bantuan untuk membawakan ransel yang saya bawa. “ Bang apa nggak Capek??? ransel gue berat lho…” …”Nggak apa2 yang penting team bisa cepat sampai atas…” Sebuah tanggung jawab yang melebihi kewajibannya. Ferissa Djohan walaupun terkesan lemah, ia mampu menunjukan ketabahan yang luar biasa. Hanya karena pekerjaan ia berada disini, berbeda dengan kami yang memang menyukai petualangan. Petualangan telah menjadi bagian dalam hidup kami. Ferissa boleh dikata pendatang baru di kegiatan petualangan, tapi ia telah memiliki pengalaman lumayan dalam mendaki gunung-gunung di atas 3500 meter dpl. Gunung Semeru, Gunung Agung, Gunung Tambora dan Gunung Rinjadi telah ia daki. Kemampuannya dalam menguasai teknik-teknik pemanjatan tebing dikuasainya dalam waktu relatif singkat. Amalia Yunita biasa saya panggil Tante Yuni, meskipun sudah mendekati usia 40 tahun beliau masih terlihat awet muda dan selalu bersemangat. Berbagai pengalaman petualangan di berbagai pelosok nusantara dan dunia tidak membuatnya besar kepala, justru membuatnya lebih berhati-hati dalam setiap langkahnya. Saat bersama-sama menuju Base Camp Lembah Danau, Tante Yuni tak segan-segan menyemangati dan membantu kami. Tante Yuni yang bersuamikan Lodi Korua dan telah memiliki 3 momongan ini merupakan wanita super aktif..Dipundaknya ia mengemban tanggung jawab atas kelangsungan hidup sebuah perusahaan wisata petualangan ternama di Indonesia. Glen Salmon, seorang warga Jakarta yang telah bermukim 1 tahun di Timika.Ia hanya untuk menunggu kesempatan untuk mendaki Carstensz Pyramid. Cita-citanya kini hampir mendekati kenyataan. Ia sempat berjanji tidak akan menikah sebelum menjejakkan kaki di puncak tertinggi di Asia Pasifik ini. Sebenarnya tanjakan di Pintu angin tidak seterjal tanjakan di Gunung Gede Pangrango, jaraknya pun sangat pendek sekitar 300 meter an. Tetapi karena berada di ketinggian lebih dari 4000 meter dpl yang miskin oksigen, membuat tanjakan ini terasa begitu berat. Pintu angin merupakan jalan setapak yang diapit oleh tebing2 terjal. Jika kondisi cuaca tidak bersahabat, tanjakan ini bagaikan lorong angin yang bisa membuat suhu menjadi anjlok hingga dibawa nol. Untungnya saat kami melewatinya, angin berhembus dengan lembutnya. Kabut dan hujan masih saja mengurung kami. Jarak menuju base Camp sudah tidak terlalu jauh, kami harus melewati beberapa danau kecil. Tak berapa lama tenda-tenda sudah mulai terlihat. Asap mengepul dari tenda masak, terbayang minuman dan makanan hangat akan menyambut kedatangan kami……. 21 Agustus 2007 Semalaman kami diguyur hujan, untungnya perlengkapan kami bekerja dengan maksimal. Tenda, Sleeping Bag dan jaket bulu angsa mampu menahan dinginnya malam yang begitu membekukan. Malam berlalu dengan cepat, Lembah Danau yang memiliki ketinggian 4250 meter dpl ini merupakan tempat ideal untuk dijadikan Base Camp. Beberapa Danau Gletser menampung persediaan air bersih yang cukup banyak. Dari sini Puncak Salju Jayawijaya, Puncak Carstensz Timur dan Puncak Carstensz Pyramid terlihat sangat jelas dan jaraknya relatif dekat. Biasanya para pendaki memulai pendakian menuju puncak dari base camp ini. Hari ini hanya diisi dengan istirahat dan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh terhadap ketinggian yang berudara tipis. Gejala yang paling umum adalah kepala pusing, mual, sesak nafas, sulit tidur dan timbul perasaan cemas. Gejala ini dinamakan AMS atau Acute Mountain Sickness. Penyebabnya adalah berkurangnya oksigen di dalam darah akibat ketinggian. Pada kasus berat biasanya seseorang akan mengalami hilangnya ingatan secara tajam ( hypoksia ), kelumpuhan saraf, halusinasi sampai koma. Kondisi ini biasanya ditemui jika seseorang berada di ketinggian lebih dari 4000 meter dpl. Untuk mengatasinya, si pendaki harus diturunkan secepatnya ke ketinggian yang lebih rendah . Saya dan beberapa teman2 mengalami gejala tersebut, tetapi tidak terlalu parah hanya pusing sedikit dan lekas lelah. Pak Franky menyarankan untuk melawan gejala tersebut dengan melakukan aktifitas ringan, seperti berjalan atau mempersiapkan peralatan. Awalnya cukup berat juga, jangankan berjalan, memakai sepatu saja rasanya sulit. Namun akhirnya kami semua bisa mengatasi gejala AMS tersebut. 22 Agustus 2007 Hujan terus mengguyur Pegunungan Jayawijaya, saat hujan mulai reda kami menyempatkan diri untuk melakukan pengambilan gambar ekaligus aklimatisasi di ketinggian yang lebih tinggi. Kami berbagi tugas : Saya menyiapkan peralatan dan membangun sarana komunikasi sementara Vidi ,Bambang, Ferissa dibantu Mbak Yuni melakukan shooting dan aklimatisasi di ketinggian 4500 meter dpl. Dengan demikian pembagian tugas sudah jelas. Aku bertugas di Base Camp untuk mengatur jalannya pendakian, sementara teman-teman lainnya akan melakukan summit attack. Sampai saat itu rencana kami belum berubah, yaitu pendakian pertama akan menuju Puncak Jaya ( 4.862 meter dpl ). Puncak ini dipilih karena tidak terlalu membutuhkan kemampuan mendaki tebing, hanya kemampuan berjalan kaki dan teknik berjalan di salju. Puncak Jaya merupakan puncak yang paling banyak diselimuti oleh salju karena memiliki pelataran yang relatif datar. Berbeda dengan Puncak Carstensz Pyramid ( 4884 meter dpl ) yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Disini pendaki membutuhkan ketrampilan meniti tali panjat dengan teknik jumaring. Pada rute normal telah disediakan tali-tali di setiap dindingnya, ini memudahkan para pendaki untuk memanjat sampai ke puncaknya. Keadaan ini tentunya sangat berbeda ketika para pionir mencoba menggapai puncak Carstensz. Dibutuhkan waktu berhari-hari untuk mencapai puncak. Kini dengan adanya tali panjat yang dipasang oleh para operator wisata petualangan, waktu memanjat menjadi lebih singkat, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 18 jam bolak-balik dari base Camp Lembah Danau. Adanya tali panjat di sepanjang rute normal menimbulkan pro dan kontra. Bagi para petualang yang menginginkan tantangan, umumnya mereka tidak begitu menyukainya. Mereka menganggap tali panjat tersebut membuat pendakian menjadi lebih mudah. Tapi bagi para operator wisata petualangan, adanya tali panjat memudahkan pendakian dan memberikan rasa aman bagi para wisatawan yang ingin mendaki. Menurut mereka bukan mudah atau tidaknya sampai ke puncak, hanya bagaimana mereka bisa memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk bisa menuju puncak dengan aman dan nyaman….Tentunya dengan prosedur keselamatan yang ketat. Kemudahan2 semacam ini telah diterapkan pada gunug-gunung bertaraf dunia. Gunung Everest contohnya, setiap jalur yang sulit sudah disediakan tali pengaman bahkan tangga aluminium. Di pegunungan Alpen Swiss disediakan sling baja pada jalur-jalur yang membahayakan. Perkembangan pariwisata di Himalaya dan Alpen sudah sangat maju, banyak orang diuntungkan dan hidup dari pariwisata petualangan dan pendakian. Saat saya berdiskusil dengan Pak Frangky, beliau menyarankan mendaki lebih dulu ke Carstensz Pyramid. Beliau sangat antusias menjelaskan secara rinci rencana membawa team Metro TV menuju puncak Carstensz. Beliau berujar bahwa kemampuan teknis dan mental kami memenuhi syarat untuk mendaki puncak Carstensz Pyramid. Bahkan beliauberujar , jika Ferissa Djohan, Vidi dan Bambang sampai ke puncak, maka Metro TV akan tercatat sebagai TV yang pertama kali di dunia yang melakukan peliputan secara lengkap yang terdiri dari : Host, Cameraman, dan Audioman. Bahkan boleh dikatakan Ferissa Djohan adalah Host wanita pertama di dunia yang akan mencapai puncak Carstensz Pyramid. Seluruh pendaki asing akan mendaki besok dini hari. Dan memang tujuan mereka hanya satu puncak , yaitu Carstensz Pyramid….. Terbersit perasaan ngeri ketika membayangkan team Metro TV akan mendaki Carstensz Pyramid. Terus terang saya belum begitu yakin dengan kemampuan teman – teman, tetapi dengan paparan Pak Franky saya mulai melunak dengan memberikan persyaratan : 1. Pak Franky dan para Guide akan mengamankan Team Metro TV 2. Tamu asing ( TOD,MIKE,ANDRE dan lainnya) bersedia membantu dalam usaha pencapaian puncak dan saat turun. 3. Tidak memaksakan terus mendaki jika terjadi hal2 yang membahayakan meskipun baru mendaki di tali pertama. 4. Saya akan diskusikan dahulu bersama team Metro TV lainnya. Saat berdiskusi dengan Team Metro, dicapai kesepakatan : 1. Vidi harus memantau Ferissa dan Bambang, jika terlihat membahayakan pendakian harus segera dihentikan walaupun masih berada di bawah Carztens Pyramid. ( Vidi selain sebagai Cameraman, ia memiliki kemampuan teknik memanjat dan rescue yang baik. 2. Ferrisa harus bisa jujur pada diri sendiri akan kemampuan dan daya tahan selama Pendakian ( Saat itu Ferissa sangat antusias dan ingin segera mendaki ). 3. Saya berhak membatakan pendakian jika parameter2 keselamatan tidak terpenuhi. 4. Saya bertugas di Base Camp untuk memantau jalannya pendakian Saya melihat Vidi,Bambang, Ferissa memiliki motivasi yang sangat kuat untuk mencapai puncak. Akhirnya dicapai kesepakatan , esok dini hari team Metro TV akan berangkat terlebih dahulu didampingi oleh : Pak Franky, Romy, Tante Yuni, Glen, dan Mr. Kuo Yu Cheng dari Taiwan. Merayapi dinding Carstensz Pyramid ( 23 – 24 Agustus 2007 ) Tepat jam 02.00 team pertama yang terdiri dari : Pak Frangky, Vidi, Bambang, Ferissa, Romy, Tante Yuni, Glen, dan Mr. Kuo Yu Cheng dari Taiwan bergerak perlahan menuju Lembah Kuning dilanjutkan menuju dinding pertama Carstenz Pyramid. Rute yang akan ditempuh adalah rute normal yang akan menempuh waktu 18 jam pulang pergi. Dilanjutkan dengan rombongan Steven yang akan memimpin rombongan Tod,Mike,Andre, Mr/s.Vincent dan Mr. Matsumoto. saya melepas kepergian teman2 dengan perasaan was-was.. Misi ini adalah membawa teman2 untuk peliputan dan membawa mereka kembali dengan selamat. Bisa dibilang sayalah orang yang bertanggung jawab di lapangan selama proses peliputan berlangsung. Radio HT berfungsi dengan baik. Modulasi frekwensi masih dapat diterima walaupun mereka berada di balik lembah. Dalam system komunikasi ini kami menggunakan system berlapis. Selain membawa HT dg frekwensi VHF, kami juga menggunakan telepon satelit byru dan Iridium inmarsat. Dengan alat ini diharapkan komunikasi tidak akan terputus selama proses pencapaian puncak dan aku masih dapat berhubungan dengan dunia luar. Tak terasa matahari sudah mulai merambat naik. Cuaca hari ini sangat cerah. Langit biru begitu kontras dengan hamparan salju di puncak Jaya dan Carstnesz Timur. Hari ini suhu lebih hangat, padahal kemarin selalu diguyur hujan. Beberapa hari lalu kami sempat kawatir karena ada informasi bahwa Papua akan dilewati sebuah badai besar. Tapi kekawatiran pupus ketika BMG melaporkan bahwa kemarin badai telah melewati kepala burung Papua. Puncak Carstensz terlihat dengan jelas. Dindingnya yang berwarna abu-abu keperakan menjulang begitu megah. Tak pernah saya bayangkan sebelumnya, bahwa dinding terjal menyerupai bentuk Pyramid ini ternyata menyimpan daya tarik tersendiri. Ya…. Salah satu gunung paling diminati para mendaki dunia ini adalah salah satu dari The SEVEN SUMMITS !!! Tak sembarang pendaki bisa menjejakkan kakinya disana, faktor keberuntungan dan uang menjadi penentu setiap keberhasilan pencapaian puncak. Jika kita mau belajar dari Nepal dan Swiss yang telah sukses mengelola industri pariwisata gunungnya, sebenarnya kita bisa melebihi mereka. Indonesia bisa dikatakan memiliki kekayaan alam yang beragam. Tidak hanya budayanya, kita memiliki vegetasi dan flora fauna sangat lengkap. Dari bawah air, daratan,hutan, sampai puncak2 gunung bersalju. Trend pariwisata dunia saat ini adalah Back to Nature, sehingga pariiwisata petualangan menjadi semakin popular. Kondisi ini menyebabkan bergesernya minat wisatawan pada wisata yang lebih khusus, yang menawarkan sesuatu yang lebih personal, menantang dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan budaya. Jika kita melihat kondisi perkembangan pariwisata di Indonesia, sungguh sangat ironis. Tertinggal jauh dari Negara-negara tetangga. Malaysia, Thailand, Singapore, Australia yang mampu mengembangkan pariwisatanya dengan baik. Kekayaan alam yang kita miliki justru dikelola secara membabi buta untuk kepentingan jangka pendek. Merusak!! Jika saja pariwisata Indonesia digarap lebih serius, tentunya akan berdampak positiv bagi masyarakat dan lingkungan. Pariwisata sangat tergantung akan alam, budaya, dan masyarakatnya. Jika salah satu dari komponen itu bermasalah, tentunya pariwisata tidak akan bisa berkembang dengan baik. Waktu terus berjalan, saat ini jam menunjukan puku 09.35. Saat kontak radio dgn Vidi, aku menanyakan kondisi dan keselamatan selama pendakian. Mereka menginformasikan keadaan sangat baik dan tak perlu kawatir karena didampingi oleh orang2 yang berpengalaman. Mereka mendaki bersama2 dengan Mbak Yuni, Glen, dan Pak Franky. Dua jam kemudian Team Metro tiba di Terolyan ( 4700 mdpl, pendaki akan menyeberang dari celah 1 ke celah II dengan menggunakan tali ) Team menunggu giliran menyebrang. Camera 1 baterenya sudah mulai drop dan Camera 2 bermasalah di Head. Vidi masih optimis dapat mengerjakan tugasnya dengan baik ). Disini sudah mulai hujan Salju. Selama di Base Cam saya terhanyut dalam sebuah lamunan….. betapa beruntungnya saya bisa merasakan dan melihat langsung monumen alam yang megah ini. Bertahun-tahun aku menginginkan menjejakkan kaki di puncak bersalju ini… kini kesempatan sudah berada di depan mata… Ah kenapa saya berada di sini..??tak ikut saja dengan mereka ??…. Keputusan yang sulit. Saya lebih baik berada di Base Camp memantau jalannya pendakian. Saya hanya berharap mereka secepatnya menyelesaikan peliputan dan kembali dengan selamat. Sebenarnya saya tidak berharap mereka harus mencapai puncak. Jika keadaan tidak memungkinkan harus segera turun. Tidak usah mengikuti doktrin “ Pantang kembali sebelum mencapai puncak idaman….” Bagiku kegiatan alam bebas adalah melatih kepekaan akan kepedulian kita terhadap lingkungan dan mengalahkan ego diri sendiri. Tidak harus sampai ke puncak. Memang sulit mengalahkan ego. Dalam keadaan tertentu biasanya pendaki akan ngotot sampai ke puncak walaupun kondisinya tidak memungkinkan. Ada pendapat bahwa mental yang baik akan mengalahgkan fisik yang lemah…anggapan ini terkadang ada benarnya, tapi menurut saya pendaki harus tetap berdasarkan logika dan perhitungan akan keselamatan. Saya lebih setuju pada pendapat “ketakutan itu perlu untuk mengukur kemampuan, kita harus mengendalikan rasa takut sebelum rasa takut menguasai kita. Rasa takut yang berlebihan akan menimbulkan kecemasan, kecemasan akan menurunkan kewaspadaan. Jika kondisi ini terjadi maka pendaki akan berpotensi mendapatkan kecelakaan…………. Waktu sudah mendekati pukul 14.00, komunikasi radio terganggu karena hujan salju yang lebat. Aku kesulitan menghubungi Vidi. Saat berusaha mengontak Vidi, tiba-tiba Steven berhasil mengontak saya : “ Saya bersiap2 turun bersama Tod,Mike,Andre,Mrs/s Vincent,Mr.Matsumoto. saya tadi bertemu team Metro TV keadaan mereka baik-baik saja dan bersemangat untuk mencapai puncak. Diperkirakan 2 jam lagi sampai puncak. Hujan Salju semakin lebat….” Akhirnya saya berhasil kontak dengan Vidi dan saya langsung menanyakan kondisi keselamatan teman-teman. Saat itu Vidi mengatakan bahwa mereka didampingi oleh orang yang berpengalaman jadi tidak perlu kawatir. Setelah itu komunikasi kembali terputus . Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 15.00, kemudian Steven melaporkan : ” Saya ,Todd dan kawan2 bertemu rombongan Metro dan menyarankan agar turun. karena sudah mulai sore…” Mulai saat itu saya berusaha memanggil teman-teman dan memintanya untuk turun, tapi jalur komunikasi terganggu karena kabut tebal dan hujan salju. Kira-kira jam 16.00 – 16.20 saya berhasil mengontak mereka dan langsung memerintahkan untuk turun. Mereka meminta waktu untuk berdiskusi sejenak. Jam 16.10 Vidi,Bambang,Ferissa,Pak Franky memutuskan untuk terus naik dan mereka meminta agar saya percaya bahwa team dalam keadaan baik dan bisa mencapai puncak dengan selamat. Saya tetap meminta mereka untuk turun bahkan saya sempat berkata : “ WALAUPUN TINGGAL 5/10 METER SEBELUM PUNCAK TEAM HARUS TETAP TURUN !” Keinginan teman2 begitu kuat untuk sampai ke puncak. Tanggung Jawab mereka begitu besar untuk membuat liputan terbaik dan mengibarkan bendera METRO TV di Puncak tertinggi di Indonesia. Posisi team saat itu tinggal 250 meter lagi dari puncak. Setelah itu komunikasi kembali terputus…. Jam 17.50 Sayup-sayup dan terbata-bata terdengar suara lirih Vidi : “ Mas…… akhirnya METRO TV berhasil sampai puncak juga…..” Untuk pertama kalinya bendera METRO TV dikibarkan sendiri oleh team Metro TV di puncak tertinggi di Indonesia, tertinggi di Asia Tenggara, dan tertinggi di Asia Pasifik. Melalui mereka ( Vidi, Ferissa Djohan, Bambang ) Metro TV menancapkan Panji kebanggaan di salah satu komponen THE SEVEN SUMMITS !!!! Perjalanan Menembus Batas kemampuan telah mereka lakukan. Membuat sesuatu yang awalnya tidak mungkin menjadi mungkin…….. Allahu Akbar… Allahu Akbar….Allahu Akbar….. Hanya itu yang aku ucapkan sambil bersujud haru………………………… BERSAMBUNG KE BAG II ( MISI PENYELAMATAN DI CARSTENSZ ) Moohon maaf jika tulisan ini jauh dari sempurna……mohon dikoreksi.. Tx.edy prasetyo MISI PENYELAMATAN DI CARSTENSZ PYRAMID Edypras “ Because it’s there….” Itulah alasan Goerge Malory seorang pendaki gunung kawakan Inggris ketika akan mendaki gunung. Gunung dengan berbagai pesonanya telah menarik orang untuk datang mengunjunginya. Berbagai rintangan tidak menjadikan halangan para pendaki untuk terus menuju puncak. Pendakian gunung memerlukan kesiapan fisik dan kewaspadaan tinggi, tidak terkecuali bagi gunung-gunung yang relativ lebih mudah untuk didaki. Perencanaan dan penguasaan teknik hanyalah upaya untuk mengurangi dan mengantisipasi hal-hal yang tak terduga.. Ketika kami merencanakan mendaki di pegunungan Jayawijaya banyak pihak yang menyangsikan niat kami. Aku menganggap itu adalah salah satu bentuk perhatian dari pihak-pihak yang peduli terhadap kami. Persiapan dan strategi pendakian telah dirancang sedemikian rupa agar terhindar dari malapetaka. Mulai dari peralatan yang digunakan, kami memilih yang terbaik meskipun sebagian harus kami sewa, meminjam bahkan membelinya . Selain itu kami ikut dalam rombongan pendaki International yang telah memiliki jam terbang tinggi dalam mendaki puncak-puncak dunia, beberapa dari mereka adalah pendaki-pendaki yang telah memiliki keahlian Mountain Rescuer. Ditambah dengan Guide kami ‘Frangky Kowaas dan teamnya yang telah berpengalaman dalam mendaki Carstensz sebanyak puluhan kali. Beliau adalah pemilik salah satu operator wisata petualangan ternama di Indonesia. Berbekal itulah, tanpa keraguan kamipun berangkat ke Jayawijaya untuk meliput potensi pariwisata petualangan di pegunungan Jayawijaya sekaligus mengibarkan panji Metro TV di salah satu puncaknya. Kebanyakan orang menganngap kegiatan mendaki gunung adalah perbuatan nekat. Pendapat tersebut bisa benar bisa juga tidak. Jika kita melakukannya dengan persiapan yang matang, mendaki gunung adalah kegiatan yang menyenangkan, tetapi bila dilakukan dengan sembrono bencanalah yang akan kita dapatkan. Kenikmatan mendaki gunung sesungguhnya tidak ditemui di puncak gunung, melainkan dalam kesulitan-kesulitan yang menghadang selama dalam perjalanan. Saat sang pendaki merasa tak mampu lagi melanjutkan pendakiannya, ia bangkit dan kembali berjuang menghadapi kesulitan demi kesulitan. Sampai pada akhirnya ia dapat menoleh kebelakang dan melihat bahwa berbagai rintangan telah berhasil dilewatinya. Ia pun lalu menyadari bahwa ia telah merasakan kenikmatan hidup yang sesungguhnya…. Alam adalah tempat manusia belajar menghayati makna hidup sebenarnya.. Awalnya semua berjalan dengan lancar….. Team Metro TV telah berhasil mencapai puncak Carstensz Pyramid. Kini tinggal bagaimana mereka bisa pulang dengan selamat Saya yakin, teman-teman yang masih berada di atas sana mampu untuk mengatasi berbagai kesulitan. Vidi selain menjadi Cameraman, ia bukanlah pendaki kemarin sore….. segudang pengalaman dan teknik pendakian telah ia kuasai dan ia pun memiliki ketrampilan dalam mountain rescue. Bambang adalah orang yang sangat bertanggung jawab, tanggap, dan suka menolong. Pengalamannya dalam mendaki gunung-gunung tinggi membuat ia memiliki rasa percaya diri yang kuat. Ferrisa Djohan meskipun ia termasuk orang baru dalam kegiatan pendakian, tapi ia telah mengantungi pengalaman mendaki di beberapa gunung yang memiliki ketinggian lebih dari 3000 meter dpl : Gunung Semeru, Gunung Agung, Gunung Tambora, dan baru beberapa minggu kemarin ia telah mendaki Gunung Rinjani. Keyakinanku bertambah karena mereka didampingi secara langsung oleh Pak Frangky, Tante Yuni, Glen, dan beberapa Guide. Selain itu Steve,Romi, Todd, Mike dkk siap membantu jika diperlukan. Jam telah menunjukan angka 18.30. Saya tetap melakukan kontak radio dengan mereka. Saat itu Vidi dkk sedang berusaha turun dari ketinggian 4884 meter. Dari nada bicaranya mereka mulai disergap kepanikan. Saya yakin, meskipun panik, Vidi dkk mampu mengatasinya. Jam 19.00 Vidi meminta pertolongan !!! “ Frosbite !!!! Frosbite !!! kita kena Frosbite !!!! Emergency ! Emergency ! kita butuh Helicopter segera !!! Saya serasa disambar petir ! Ya Tuhan…..Teman-teman mengalami kendala di atas sana, saat hari mulai gelap mereka berusaha mempertahankan hidup… Saat itu cuaca berkabut dan hujan salju terus turun dengan lebatnya . Saat itu adalah saat yang paling kritis bagi mereka. Kecelakaan pendakian gunung lebih sering terjadi pada saat turun. Ketika tubuh dipaksakan secara maksimal untuk mencapai puncak , biasanya pendaki sudah kehabisan tenaga dan semangat ketika turun. Kondisi fisik yang terus menurun bisa menyebabkan kehilangan konsentrasi, disorientasi, dan berujung pada kepanikan. Saya hanya sendirian di Tenda Komunikasi, salah seorang Koki ( Steri ) sedang sibuk memasak di tenda dapur. Untuk usaha pertolongan terus terang saya tidak bisa berharap banyak darinya. Saat saya amati puncak Carstensz Pyramid diselimuti kabut, saya merasa berada di atas sana bersama mereka. Saya bisa merasakan kepanikan, dan menurunnya semangat hidup….. Tubuhku terasa dingin dan lemas….!!! Saat itulah saya tersadar, bahwa saya tidak boleh terlarut dalam kepanikan !! Perlahan - lahan saya instruksikan untuk segera mengurangi ketinggian… Tapi Vidi berkata lain…..: “ Mas…kita nggak bisa bergerak…Ferissa nggak mau jalan….. dia minta dijemput Helikopter…” Ferissa : “Pak Edy…tolong gue…. Gue nggak sanggup jalan…..tolong Helikopternya…kita masih berada tak jauh dari puncak….” Saya hanya bisa berucap : “ Tolong jangan panik !! Usahakan turun serendah mungkin dan terus bergerak agar tak kedinginan….” Kami akan kirimkan bantuan secepatnya….” Saat itu saya baru sadar bahwa tidak mungkin bantuan akan datang malam itu juga apalagi Helikopter. Dengan kondisi malam dan cuaca berkabut Helikopter tidak bisa diterbangkan. Mengenai Frosbite, rasanya tidak mungkin ,karena mereka berada di ketinggian dibawah 5000 meter dpl. Todd pernah menerangkan bahwa untuk pendakian gunung di bawah 6000 meter, kecil kemungkinannya untuk terkena Frosbite. Frosebite adalah kerusakan pada otot-otat dan syaraf akibat udara yang sangat ektrim dan menyerang pada bagian-bagian tubuh yang sering terbuka, seperti jari tangan, jari kaki dan hidung.Jika terkena serangan frosebite parah, amputasilah jalan keluarnya. Kekawatiran saya mulai berkurang karena mereka telah dibekali masing-masing 5 bungkus “HAND WARMER” yang dapat menghangatkan tangan selama 6 jam untuk satu bungkus. Saat memikirkan langkah apa yang akan diambil, jam 19.00 – 20.00 Steven, Todd,Mike,Andrew,Mr/s.Vincent, dan Mr. Matsumoto tiba di base camp. Kabar akan kondisi teman-teman langsung saya ceritakan kepada mereka. Todd, dkk sadar bahwa kondisi teman-teman dalam keadaan bahaya tapi ia yakin mereka akan mampu bertahan sampai besok. Secara terus terang Todd menyatakan tidak bisa banyak membantu malam ini karena kondisinya yang letih. Pertolongan akan segera dilakukan keesokan harinnya. Jam 20.15, setelah mengetahui kondisi mereka saya melakukan panggilan Emergency kepada ERG atau Emergency Respons Group milik PT Freeport. Lokasi tambang PT Freeport memang tidak terlalu jauh dari Base Camp. Saat sebelum berangkat kami mendapatkan briefing keselamatan di Tembagapura oleh team ERG dan kami disarankan untuk meminta bantuan kepada ERG jika mengalami kesulitan selama pendakian . Saat saya beritahukan keadaan emergency, ERG merespon cukup baik. Mereka berjanji akan melakukan pertolongan keesokan harinya. Baru beberapa saat setelah mengirimkan berita Emergency, berita langsung menyebar dengan cepat. Telfon satelit tak henti-hentinya berdering menanyakan keadaan yang sebenarnya. Om Erwin sebagai atasanku langsung meminta informasi secara detail. Ia berjanji akan membantu menghubungi PT Freeport dan terus berusaha menenanganku. Om Lodi dan Om Fredy Sutrisno ( Global Rescue Network ) selalu memberikan masukan-masukan yang positif. Om Lodi tidak terlihat panik, walaupun istrinya masih terjebak di antara dinding-dinding Carstensz Pyramid. Om Riki Dajoh dan Om Abeng dari Metro Papua juga terus menyemangati kami. Om Abeng yang punya pangalaman mendaki gunung-gunung bersalju selalu memberikan masukan yang berharga. Berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan, saya kemudian menghubungi Vidi untuk terus bertahan dan bergerak semampunya menuju tempat yang lebih rendah. Meskipun dengan susah payah mereka berusaha terus menuruni tebing-tebing curam. Kondisi terakhir mereka adalah : Di atas sana terdapat 2 rombongan, masing-masing rombongan terpisah oleh jarak yang tak terlalu jauh. Saya masih bisa terus kontak radio dengan rombongan I yang terdiri dari Vidi, Bambang, Ferissa, dan Pak Franky. Rombongan ke II : Tante Yuni, Romi, Glen dan Mr. Kuo berada beberapa ratus meter di bawah rombongan I. Total pendaki yang kemalaman adalah 8 orang. Sayangnya saya tidak bisa menghubungi Rombongan ke II. Melihat kondisi tersebut, Steven menawarkan bantuan untuk mengirimkan air hangat, logistic, dan sarung tangan kering ke posisi terdekat. Jam 22.00 Steven didampingi Steri ( Koki ) bergerak melakukan usaha pertolongan. Dua jam kemudian Steven telah berada di Tebing Tali ke III dan mendrop logistic di atas tali ke III. Steven melaporkan bahwa ia sudah tidak mampu lagi untuk memanjat. Saat akan turun kira2 jam 01.48, Steven melihat sinar Head lamp yang berjumlah lebih dari 4 buah sedang bergerak turun menuju teras besar. Teras besar berada di ketinggian 4560 meter dpl dan memiliki pelataran yang luas dan banyak terdapat cerukan-cerukan menyerupai goa yang bisa dijadikan tempat perlindungan. Menurut Om Lodi, banyak pendaki yang kemalaman berlindung di sekitar Teras Besar. Informasi tersebut langsung saya kirimkan kepada Vidi, bahwa jika kondisi Ferissa mengkawatirkan jangan diteruskan usaha menuruni tebing., sangat berbahaya. Sebaiknya mencari tempat yang terlindung dan istirahat sampai matahari terbit. Usaha pertolongan akan segera dilakukan setelah hari terang….. Semalaman saya terus terjaga. Sesekali terdengar suara Ferissa dan Vidi sedang berusaha bercakap-cakap dengan saya. Tampaknya mereka masih sehat dan dapat berpikir dengan normal. 24 Agustus 2007 Jam 07.00 Saya, Steve, Mike, Todd, dan Mike membicarakan rencana penyelamatan. Saya sangat berterima kasih bahwa Todd dkk mau membantu kami. Mereka sangat professional dan terbiasa menghadapi keadaan darurat. Tidak terlihat kepanikan sedikitpun. Terkesan mereka lambat dalam mempersiapkan peralatan, tapi justru disitulah mereka memperlihatkan kematangan dalam bertindak. Segala sesuatu dipersiapkan dengan detail dan terencana. Setelah yakin bahwa misi penyelamatan dapat dilakukan sendiri, saya menghubungi ERG dan memberitahukan rencana kami. ERG tetap merencanakan mengirimkan Helikopter jika cuaca memungkingkan. Tepat jam 09.00, team penyelamat meninggalkan Base Camp. Ini adalah langkah yang terbaik yang bisa saya lakukan. Saya tidak mau tergantung dengan ERG, sambil menunggu datangnya bantuan dari mereka, team penyelamat yang dipimpin oleh Todd Rutledge telah bergerak menuju Teras Besar. Prinsip saya, semakin cepat mengirimkan team penyelamat, semakin cepat korban dapat diselamatkan…… Tiba-tiba Bambang muncul di Base Camp dan melaporkan bahwa ia berjalan sendiri. Tak lama kemudian secara berturut2 datang Tante Yuni, Pak Frangky dan Mr.Kuo`. Berarti yang tertinggal adalah Vidi, Ferissa dan Glen. Saat saya sampaikan berita pengiriman team penyelamat yang dipimpin oleh Todd, Ferissa yang tadinya lemah berubah menjadi bersemangat. Sepertinya ada gairah baru dalam hidupnya…..Sambil menunggu Todd, saya meminta Vidi untuk memberikan tanda dengan menggunakan jaket berwarna cerah di titik tertentu untuk memudahkan Helikopter melihat lokasi mereka. Menurut ERG Helikopter akan terbang langsung menuju lokasi korban. Jam 11.00 Cuaca kembali mendung disertai hujan rintik2. Saya Infokan pada ERG bahwa team penyelamat kami telah mendekati lokasi Vidi dkk. ERG akhirnya membatalkan pengiriman Helicopter meskipun sebelumnya mereka telah berusaha terbang dan kembali karena cuaca buruk. Sebagai gantinya ERG berencana mengirim 10 anggotanya yang akan berjalan kaki dari Zebra Wall menuju Base Camp Lembah Danau untuk membantu proses evakuasi. Pada akhirnya ERG mengirimkan 2 anggotanya dan 1 tenaga medis. Jam 14.00 Todd dkk berhasil menurunkan Vidi,Ferisa,Glen sampai tali terakhir, yang artinya mereka telah sampai di bawah dinding Carstenz. Steven,Romi dan Stery diperintahkan untuk menjemput mereka di Lembah Kuning. Todd melaporkan bahwa kondisi teman-teman dalam keadaan baik, mereka mampu berjalan sendiri dan dibantu pada saat turun tali. Kondisi Ferissa yang awalnya diperkirakan buruk ternyata sehat tanpa luka. Vidi sedikit memar di dengkulnya, sedangkan Glen luar biasa sehat. Todd malah memberi julakan “He is an Animal…” Jam 15.00 saya kontak visual langsung dengan mereka. Mereka sedang berjalan menuruni bukit menuju Base Camp Lembah Danau. Terima kasih Tuhan engkau telah menjaga mereka dan mengirimkan kembali kepada kami dengan selamat… Jam 16.00 Vidi,Ferissa, Glen, Todd, Mike dan Andrew telah berkumpul kembali di Base Camp. Selamat datang kawan……..Senang rasanya bisa berjumpa lagi dengan kalian ………………….. @edypras
Posted on: Sun, 30 Jun 2013 03:22:20 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015