Mandat yang terlupakan Mensejahteraakan Rakyat Hal yang sulit - TopicsExpress



          

Mandat yang terlupakan Mensejahteraakan Rakyat Hal yang sulit dipungkiri bahwa asumsi dasar yang dipergunakan sebagai landasan ideologi negara adalah bahwa negara merupakan pembela kepentingan dan kedaulatan rakyat. Berkenaan dengan keberadaan tanah yang sempat lepas dari kuasa rakyat sejak kolonialisasi, maka Komitmen dan gagasan untuk mensejahterakan rakyat tersebut ditujukan dengan ditetapkannya undang-undang yang secara khusus berusaha untuk mewujudkan cita-cita mensejahterakan rakyat tersebut. Perlu waktu 15 tahun untuk menemukan bentuk mekanisme tentang bagaimana memelihara, mengelola, memperuntukkan sumber-sumber alam dan agraria tersebut bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Atas dasar itulah suatu kebijakan ditempuh yang akhirnya menghasilkan suatu kebijakan agraria yang dituangkan dalam “Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria” yang selanjutnya terkenal dengan UUPA 1960 tersebut. Undang-undang inilah yang selanjutnya untuk pertama kalinya melahirkan Undang-Undang Land Reform Indonesia yang masih berlaku hingga saat ini. Beberapa alasan penting dari tujuan dari diterbitkannya UUPA yakni : pertama, Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membangun kemakmuran, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama kaum tani miskin dalam rangka masyarakat adil dan makmur. Kedua, Meletakkan kesatuan dasar-dasar untuk mengadakan kesaatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Ketiga, Meletakkan dasar untuk kepastiaan hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia ( disini jelas bahwa akar persoalan bangsa terletak pada ketidakadilan, struktur warisan feodalisme, kolonial dan imperialisme). Adapun prinsif-prinsif nya : pertama,Negara mengatur kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat, kedua,Negara membatasi luas maksimum pemilikan tanah (pasal 7 jo pasal 17),ketiga, Negara memiliki wewenang untuk memberikan kepastian hukum (pasal 9 jo pasal 21), keempat,Tanah harus dikerjakan sendiri secar aktif (pasal 10) melarang tanah-tanah absente. Sementara Landasan filosopis nya : pertama,Dasar kesatuan yang maha esa, religuitas, (konsideran butir (a), pasal 14 ayat 1, pasal 49 ayat (2). Kedua, Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab /memiliki semangat populis.(pasal 10 tentang kewajiban mengerjakan sendiri dan mencegah cara-cara pemerasan. Pasal 7 pencegahan pemusatan penguasaan agraria). Ketiga,Dasar persatuan/ waasan kebangsaancdan demokrasi (pasal 9 ayat 1 hanya arga indonesia yang mempunyai hubungan dengan agraria. Keempat,Dasar gender (pasar 9 ayat 2 laki dan perempuan memiliki hak yang sama). Kelima, Dasar keadilan sosial (bagi golongan ekonomi lemah pasal 11 ayat 2, pasal yang mengetur landreform 10, 7, 17, 53).Selanjutnya landasan politik UU pertanahan yakni : Anti kolinialisme, imperilisme dan eksploitasi ( konsideran butir (a) (b) pasal 2 ayat 1, pasal 6 tanah mempunyai fungsi sosial). Untuk mewujudkan mandate itu maka : Lahir UU No 56 Prp tahun 60 (UU landreform), Tap MPRS No 11/MPRS/60 pembebasan petani dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, feodalisme, dan kapitaliesme sebagai syarat pokok dalam pembangunan).PP 224 tahun 1961 tentang pelaksanaan pembagian tanah. Pengadilan landreform, dan peraturan lainnya UUPA dimasa Orde Baru Menurut Gunawan Wiradi (2005) dimasa orde baru, reformal agraria seketika diabaikan. Bahkan rezim yang berkuasa untuk memenuhi ambisi swasembada pangan lebih berfikir pragmatis dengan melakukan revolusi hijau. Disisi lain, konflik agraria terjadi akibat penerapan regulasi itu. Konflik agraria mulai terasa setelah berdirinya BUMN, Perhutani, mapun swasta di tahun 1972-an. Di Jawa Barat di tahun 1978 masuk kewilayah Jawa Barat mengambil alih pengelolaan dan penguasaan hutan. Akibat klaim itu terjadi konflik agraria antara PERHUTANI dengan warga yang hidupnya tergantung dari pemanfaat, pengelolaan di real itu. Lebih jauh, penanaman tanaman keras yang dilakukan oleh warga seketika menjadi klaim pihak perhutani meskipun sebelumnya tak pernah melakukan penanaman. Sementara penyelesaikan sengketa agraria dilakukan dengan cara-cara konvensional seperti pengkambing hitaman, pemenjaraan, stigmatisasi. Bahkan terjadinya pelanggran HAM. Semua saluran tersumbat bila rakyat mencari keadilan, karena pengadilan Land reform yang dibentuk melalui Undang-undang No. 21 tahun 1964 dihapuskan di tahun 1972 oleh Orde Baru.Disisi lain Padahal penguasaan lahan oleh keluarga petani justru menunjukan kecenderungan semakin menyempit. Jumlah rumah tangga petani gurem, atau yang memiliki lahan kirang dari 0,5 hektar, meningkat. Namun disisi lain industrialisasi yang menjadi beban buat petani dan pertanian menjadi agenda terpenting. Banyak di masa berkuasanya rezim orde baru lahan-lahan yang produktif berubah fungsi menjadi areal industrialisasi, lapangan golp, dll. Tidak hanya itu, UUPA No 5 tahun 1960 di publikasikan sebagai kebijakan yang memiliki sejarah politik yang suram. Adapun peleksanaan pembaharuan agraria mengalami jalan buntu, dengan opini yang dibangun oleh penguasa Orde baru bahwa UUPA No. 5 tahun 1960 merupakan hasil produksi PKI dan akhirnya UUPA itu di masukan ke dalam peti mati. Dan persoalan penjernihan dan pelurusan sejarah persoalan UUPA, baru bisa dilakukan oleh Orde Baru secara legal formal setelah keluarnya Tap MPR No. IV / 1978 dan pada tahun 1979 membuat pernyataan yang isinya mengukuhkan kembali UUPA 1960 dan kemudian di bebankan kepada Menteri dalam Negeri untuk melaksanakan catur tertib pertanahan yang akhirnya dibentuk suatu panitia nasional agraria yang diketuai oleh Menpen, Dirjen dari berbagai Departemen dan Dirjen Agraria sebagai Sekretaris dan satu-satunya anggota yang non pemerintah adalah KHTI. Namun pelaksanaan agenda pembaruan agraria yang merupakan mandat penting dari UUPA No 5 tahun 1960 tetap diabaikan. Bahkan akibatnya ketimpangan agraria terjadi sehingga mengakibatkan kemiskinan struktural, berbagai persoalan sosial pun bermunculan seperti busung lapar, urbanisasi, pengangguran, meningkatnya anak-anak desa putus sekolah, dll. Untuk itu, guna menyelesaikan sengketa agraria, dan ketimpangan agraria dengan dijalankannya agenda pembaruan agraria. Dipenghujung tahun 2007, pemerintahan yang dipimpin Pesiden SBY mulai melaksanakan agendan yang tertunda sejak 32 tahun lebih yakni dengan istilah Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dengan prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahtraan rakyat. Dengan program ini berbagai konflik agraria yang serat dengan konspirasi dan muatan politis akan dapat terselesaikan. Lebih jauh berbagai tindakan refresip, stigmatisasi, kambing hitam dan pelanggaran HAM dapat diminimalisasi. Menurut Soetarto dan Shohibuddin (2005), ada enam dampak ganda dari pelaksanaan reformal agraria. Pertama, akan menciptakan pasar dan daya beli. Melalui pemertaan tanah, maka tercipta kekuatan daya beli yang artinya juga kekuatan pasar. Kedua, petani dengan aset tanah yan terjamin dan memadai akan mampu menciptakan kesejahteraan bagi keluarganya dan menghasilkan surplus untuk ditabung. Ketiga, dengan berkembangnya kegiatan ekonomi pedesaan berkat kinerja pertanian yang baik maka pajak pertanian juga dapat ditingkatkan.keempat, kemungkinan terjadinya diperensiasi yang meluasd dari pembagian kerja dipedesaan yang tumbuh karena kebutuhan pedesaan itu sendiri. Kelima, tanpa reformal agarria tak akan terjadi investasi di dalam pertania oleh petani sendiri. Malah akan terjadi disinvestasi karena lama kelamaan petani akan kehilangan tanah dan kemiskinanoun meluas. Keenam, tanah dapat diproduksikan petani dan tak jadi objek spekulasi. Petani tetap memegang kedaulatan atas alat produksi dan mampu memanfaatkan untuk kepentingan produktif. Reformal agraria akan mengantar sistem ekonomi modern dan berkelanjutan. Tanpa reformal agraria tak akan tercipta demokrasi ekonomi dan politik di pedesaan.dan secara praktis berbagai penelitian lepas yang dilakukan oleh para pemerhati pembaharuan agraria menyakinkan bahwa ketika rakyat memiliki akses akan agraria, maka daya beli warganya akan berangsur membaik. Tak hanya itu, berbagai konflik yang merupakan akumulasi kekeliruan puluhan-tahun akan terus menjadi potret wajah agraria di Indonesia.
Posted on: Sun, 15 Sep 2013 15:38:58 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015