Masih sangat pagi, berita di televisi sudah bertabur kata kunci Jokowi. Pak gubernur sedang melewati setahun pertama dan media massa tinggal mengatur sudut sentimental mereka: opini paling banyak 10 orang cukup untuk membuktikan perkataan satu-dua kejadian bersifat sentimental -- menggugah perasaan, ribuan data hanyalah statistik. Statistik lebih dingin, lebih berani mengklaim tingkat galat, namun ongkosnya mahal, belum tentu sepadan dengan motif pihak pengulas masa setahun gubernur. Bagaimana jika ternyata sejumlah pejabat kita mengakhiri karirnya pada pencitraan dan tidak benar-benar tulus bekerja seperti yang digembar-gemborkan sebelumnya? Saya ajak untuk tidak usah takut, tidak usah berkecil hati, dan tidak perlu kecewa. Biasanya ada ungkapan ah, ternyata begitu, atau yang lain, kata saya dulu juga apa! Keduanya ungkapan tidak berguna. Menengarai bahwa figur pejabat di Indonesia akan bermasalah sangatlah mudah, karena sudah menjadi pengetahuan umum potensi tsb. ada di mana-mana. Dari sejak mengurus akte kelahiran, hampir semua warga negara ditunjukkan kesimpangsiuran kehidupan bernegara. Yang lebih sulit adalah menilai secara proporsional berdasarkan takaran tertentu, apalagi komprehensif. Kehidupan kita juga tentang derajat keyakinan. Jadi agar punya hati cukup bersih mengakomodasi derajat keyakinan yang pas: di masa sukses tetap rendah hati, di masa pahit jauhi berkecil hati. Dua hal tsb. sebenarnya sederhana, seperti juga yang dikerjakan pejabat kita sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi karena begitu banyak amanah ditinggalkan para pejabat negeri ini, jadilah seperti Joko Widodo dapat menjadi bahan euforia pendukungnya atau serangan lawan-lawannya.
Posted on: Tue, 15 Oct 2013 22:45:55 +0000
Trending Topics
Recently Viewed Topics
© 2015