Paranoid Cerpen Kiriman: Alfred Pandie (Top Authors) Aku duduk - TopicsExpress



          

Paranoid Cerpen Kiriman: Alfred Pandie (Top Authors) Aku duduk terdiam di kursi taman. Lalu lalang penghuni jalan menatapku sinis. Aku menahan seribu gejolak di hati. Angin sore melambaikan rambutku. Beberapa saat lalu aku bertengkar hebat dengan alex. Orang yang sudah lama ku kenal. Ia berlalu dan tak pernah mau mlihat ke belakang lagi Pada kekasih hatinya yang duduk termenung penuh tanya, kenapa harus seperti ini? Disini dingin sekali sepi menusuk kalbu. Air mataku jatuh membasahi bumi, lidahku kelu, hujan yang turun tak mampu membuatku untuk beranjak pergi. “heeeey.. Meldaaaa..! Kamu kenapa melamun disini? Kenapa belum pulang? Ini sudah mau malam, seseorang dari belakang menepuk pundak ku membuyarkan lamunan, cepat-cepat ku hapus air mata yang belum sempat mengering. Melda: “jastin? Kamu ngapain kesini?” Jastin: “kamu menangis lagi mel?” Melda: “a.. Aac, aaah ga kok tin? Ga kenapa-napa!” (menghapus air mata). Jastin: “sudahlah kamu tidak usah bohong lagi, pasti gara-gara alex kan!” Melda: “udahlah jastin, aku capek membahas ini!”. (aku bangkit meninggalkan jastin di taman) Jastin teman kuliah yang sudah empat bulan ku kenal, termasuk pria yang baik dan suka menolong, namun perhatiannya yang berlebihan padaku sedikit membuatku ilfeel Kadang aku bertanya-tanya kenapa ia selalu ada di saat yang tidak tepat. Seperti ia sengaja mengintaiku. Atau mungkin perasaanku saja. Seperti saat sendiri dan menangis karena kesal, hampa. Kesepian oleh kisah cintaku yang meliuk-liuk. Mungkin aku yang terlalu bodoh membiarkan setiap lelaki meracuniku dengan cinta, janji-janji semua yang membuat diriku terhanyut dalam luka dalam Aku membuka pintu pagar lemah sekali, rasanya aku tak punya tenaga lagi, cerita keras di hari ini jelas menguras tenagaku, aku merebahkan tubuh kurus di kasur, malam semakin larut pikiranku semakin kalut dan kacau. Jam dinding berdetak mengikuti alur nadiku, aku mencoba memejamkan mata, tapi seperti ada suara lain memanggil namaku, belum lagi udara malam makin menusuk kulitku, bulu halus di tanganku seakan tertiup. Dan aku mulai merinding. Aku bangkit menyibakan selimut dan menyalakan lampu. Sebuah foto di atas meja riasku terjatuh keras tanpa sebab. Aku melangkah pelan memungut foto di lantai. Sebuah foto aku dan alex semasa sma. Masa di mana cinta begitu kuat dan menarik ku ke dalam kehidupan alex yang sejatinya anak kurang kasih sayang. Orang tua alex di bunuh secara sadis oleh para perampok, beruntung alex dapat di selamatkan nyawanya oleh warga pada malam mencekam itu. Kehidupan alex yang berlabel anak orang kaya. Karena ia mewarisi kekayaan orang tuanya, namun sikapnya jelas cuek dan tidak ada senyum selalu dingin seperti biasannya, aku hadir di kehidupannya yang perlahan-lahan mengubah sedikit karakternya kelakuan buruknya, narkoba, judi, balapan liar adalah sebagian kisah kelamnya. Aku tahu betapa trauma alex ketika ia melihat sendiri kematian ayah dan ibunya yang di bunuh secara sadis Aku menaruh foto itu kembali, tapi entah kenapa jatuh kembali, kali ini kacanya pecah berhambur di bawah lantai. Sepotong kaca menggores tanganku. Aku berteriak menuju kamar mandi. Darah di tanganku membasahi lantai, aku membuka keran dan membersihan luka, saat aku mengangkat wajahku. Aku berteriak keras tertahan, aku terjatuh saat sebuah bayangan alex di kaca dengan mata merah berdarah hampir keluar dan wajahnya rusak parah, rambutnya seperti terbakar dan seluruh tubuhnya hancur. Aku tersudut di pojokan kamar. Saat aku bangkit, melihat lagi bayangan wajah itu menghilang, aku berlari melangkah pergi keluar. Saat aku membuka pintu, sebuah tangan menyambar lengan ku kuat. Membuatku hampir mati berdiri. “heeey..! Melda selamat malam…!” Aku hampir pingsan ternyata sosok itu adalah rhena sahabatku di kampus. “eh kamu ren…! Ngapain malam-malam kesini? Kamu tidak tahu ini jam berapa? Aku menunjuk jam. 12.03. Di tanganku” “ia aku tahu…, tapi ini gawat!, kawat eh gawat banget mel…” rhena mearik ku ke motornya tanpa penjelasan. Rhena membawaku ke sebuah rumah sakit, dan menunjukan aku pada sesosok mayat tak bernyawa yang ternyata jasad alex yang terbujur kaku dengan luka di seluruh tubuhnya. Aku teriak histeris, aku memegang kuat tangan alex, memanggil namanya sekuat aku bisa, tiba-tiba tangan mayat alex meremas kuat tanganku dengan mata melotot, menyebabkan aku kaget dan jatuh terpelanting di lantai. Rhena: “kenapaaa.. Kamu mel?!” (berlari memegangku)* Melda: “ta.. Ta.. Tanganya.. Tangannya bergerak!” (ketakutan) Rhena: “aaaah… Gila kamu mel… Mana ada mayat bergerak…! Aku tahu kamu pasti shok dan trauma tapi jangan menakutiku, ini jam satu pagi dan lagi ini di kamar mayat, terus kamu bilang tangannya bergerak, gila kamu ya! Melda: “terserah kamu rhen! Tapi kita harus keluar dari sini, aku takut sekali…!” Aku dan rhena berlari menyusuri lorong rumah sakit, suasananya sangat sepi dan hening sekali disini. “brruuuuukkk” sebuah pukulan keras menjatuhkan aku dan rhena, kami terjatuh kesakitan, samar-samar ku lihat sosok jastin mendekat dengan pentungan di tangan. “hahahaha, rasakan itu wanita jal*ng..! Aku akan mengirim mu dengan teman cantikmu ini ke neraka, menyusul alex bajingan itu yang tidak tahu menghargai wanita, dan lagi aku membenci wanita busuk sepertimu, lemah tanpa bisa melawan, membiarkan diri terusik tanpa mendengarkan perhatianku…!” jastin meludah dan menjambak rambutku keras sekali, ia menyemprotkan gas pemadam kebakaran ke mataku, menyebabkan aku berontak dan berteriak memegang mataku semua terasa gelap, aku memanggil nama rhena sebelum akhirnya aku terjatuh tak sadarkan diri. Aku mendengar beberapa tangan meremas tangan ku erat, aku balik membalas meremas tangan itu. “meldaaaa… Apa kamu sudah sadar?” sebuah suara memanggil namaku membuat aku memaksakan membuka mata tapi tidak bisa semua terasa gelap. Sakit yang kini melanda kedua mataku “apa aku buta.. Ren! Aku menangis” “tenanglah ini aku rhena, kamu mengalami kebutaan, tapi kata dokter kamu mendapat donor, mereka tak memberi tau dari mana mereka mendapatkan mata itu, dan mereka akan mengoperasimu nanti, kamu tenang saja mel? Mungkin beberpa minggu lagi kamu bisa melihat dunia luas.” “sebelum justin sempat menghantam benda tumpul di tangannya ke kepalamu. Aku melihat samar-samar sebuah tangan melingkar di leher jastin dan mematahkannya keras, itu pasti alex, mungkin kamu tidak percaya tapi sosok itu tiba-tiba menghilang. Sebelum aku menjawab. “maaf apa ini dengan nona melda dan ini pasti temannya rhena ya? Maaf mba rhena tolong ditandatangani. “aku mendengar beberapa orang masuk. Memeriksa kondisiku dan menyuruh rhena mendatangani sebuah surat. Hari ini sudah hampir 4 minggu aku di rawat, besok aku boleh pulang. Kondisi ku sudah memukinkan untuk pulang, dengan mata baru. Namun sekarang aku merasa aneh pada kedua bola mataku. Rasanya ada yang aneh dan salah dengan kedua mataku, Apa yang terjadi denganku, terutama kedua mataku ini…? Di rumah rhena. Rhena: “melda maaf ya? Kamu jangan marah padaku, soalnya yang mau kuceritakan ini aneh, tapi mereka yang memaksaku, para dokter itu..! Melda: “apa maksudmu rhen? Jangan bikin aku binggung lah..!” Rhena: “sebenarnya matamu itu matanya alex, saya tidak tahu mereka dapat izin dari mana, tapi mereka bilang aku hanya mendatangi perjanjian itu? Karena cuma itu cara satu-satunya kamu dapat melihat!” Pengakuan rhena panjang lebar. Dapat memberiku alasan kenapa aku merasa aneh dengan kedua mataku sekarang. Aku hanya terdiam seribu bahasa. Aku memaksa rhena mengantarku ke dokter yang bertanggung jawab atas operasi terhadap diriku. Wanita cantik dengan kacamata dan baju dokter namanya grace. Melda: “maaf bu saya hanya ingin tahu dari mana ibu mendapat izin untuk memberikan mata alex kepada saya?” Dokter grace membolak-balik kacamata dan membersihkan. Bangkit berdiri menghadap jendela. “ma.. Maaf… Maaf nona melda, tapi alex sendiri yang datang dan menginginkan itu.” Dan.. Itu terjadi beberapa jam sebelum anda buta. Ia mengatakan kamu harus hidup dengan matanya. Karena ia mencintaimu begitu dalam, hanya anda yang mampu membangkitkan semangat hidupnya. “oh.. Ya? Ini sebuah surat sebagai bukti saya bukan bermimpi..”. Dokter grace menyerahkan sebuah kertas dengan tanda tangan alex. Hiduplah dengan kedua mataku Jangan takut aku di sini Percayalah aku tidak akan membiarkan seorang pun menyentuh tubuhmu ingat itu. ———————– Aku menyusuri lorong kamarku. Sepi sekali, orang tuaku berada di luar negeri. Aku sangat tidak nyaman sekali dengan mata ini. Aku dapat melihat dalam gelap. Dan dapat menyusuri seluruh lorong dengan mata tertutup. Tiba-tiba aku sudah berada di kamar mandi. Saat aku melihat di kaca. Sebuah bayangan alex muncul tapi entah kenapa kali ini aku tidak merasa takut. Tatapan matanya kosong. Tanpa senyum. Wajahnya rusak parah. Aku menyentuh kaca tapi tak bisa. Aku ingin memeluk tubuh alex tapi tak bisa. Saat aku melihat ke belakang. Ia berdiri tepat di depan mataku hanya beberapa inchi. Aku berusaha mundur. Aku kaget namun langkahku seakan tertahan. Alex mencoba meraihku. Tapi tak dapat, ia ingin memeluk tubuhku tapi lagi-lagi gagal. Aku mendekat dan berdiri di depannya. Ia menunduk tak mengerti. Tanpa suara tanpa tangisan. “alex sayangku kenapa aku tak bisa memelukmu walau sebentar saja. Aku rindu sekali, aku minta maaf untuk kejadian di taman. Aku kesepian sayang. Aku milik mu tapi aku merasa tidak punya apa-apa. Kamu tak romantis. Kamu tidak pernah menghargaiku. Apa yang terjadi sayang. Apa kamu kembali untuk menjemputku. Kenapa kamu diam, coba liat wajahku. Aku ini kekasihmu bukan musuhmu. Hargailah aku.” Sekeras aku berteriak tak ada jawaban Alex membalikan tubuhnya dan menembus tubuhku. Pergi menghilang entah kemana. Pagi hari. Hari ini aneh sekali, aku terbangun karena alarm yang tiba-tiba bunyi tanpa alasan. Belum lagi kaca jendela yang terbuka sendiri menyebabkan mentari menerpa mataku. Aku membuka mata dan alex sudah di depanku. Ingin mencium keningku tapi tak dapat, sama seperti kemarin tanpa ekspresi. Tanpa suara, aku pergi kemana pun dia selalu ada. Membuatku risih. Di kampus “heey.. Rhena nih alex.”. Aku memperkenalkan alex yang berdiri di sampingku pada rhena dan ririn kawan rhena “gila kamu nih. Masih trauma ya? Sudahlah melda.. Tidak usah menakuti ku lagi..! Rhena mencari di sekeliling ku dan memegang keningku beberapa kali. Mungkin ia masih belum percaya kalo aku tidak berbohong. Sementara alex. Masih berdiri di sampingku tanpa ekspresi. Ririn: “kok aneh banget sih temanmu!” *bebisik di kuping rhena* “aaah.. Sudahlah kalau kalian tidak melihatnya, ayo kita pergi sebelum seluruh orang mengangap aku gila..!. Aku meraih tangan rhena menariknya menjauh dari pandangan mata yang mulai merasa aneh denganku. Sementara ririn melihat dengan binggung. Di rumah. “bagaimana aku bisa berkomunikasi denganmu kalau kamu hanya diam.. Dan diam… Dengan tatapan mata kosongmu” aku mulai kesal karena pasti rhena dan temannya sudah mengangap aku gila. “terus kenapa hanya aku yang bisa melihatmu?. Kenappaaaaa? Tiba-tiba buku di atas meja belajarku terbuka sendiri begitu cepat. Dan pulpen dari kantong bajuku melayang dengan sendirinya. Dan menari-nari di atas buku tulis. Aku mendekat dan membaca tulisannya “karena matamu mataku” “haaaaah… Jadi memang cuma aku yang bisa melihatmu karena ini matamu. Aku berteriak kencang menatap wajahku di cermin. Sebuah tulisan di kertas kembali muncul “apa kamu tidak menyukainya?” Aku membalikan badan dan ingin menjelaskan tapi bayangan itu sudah pergi. Samapi malam larut aku masih belum bisa tidur. Sejak mataku di operasi aku hanya bisa istrahat 20 sampai 30 menit karena selalu di bangunkan alex dengan perbuatan jahilnya dengan membunyikan alarm atau sengaja menjatuhkan ku dari tempat tidur. Aku tahu ia ingin aku selalu menemaninya, tapi aku mulai bosan juga. Pikiranku mulai jenuh. “alex maaf ya? Bukannya aku tidak menyukai matamu ini. Tapi kamu membuatku takut, orang-orang tak akan percaya aku bisa melihat sosokmu. Bahkan ini mungkin sudah hampir 2 bulan berlalu. Aku tak mungkin hidup sendiri terus. “aku menutup buku. Dan tidur. Namun aku dapat mendengar bunyi buku di buka sampai beberapa jam. Aku yakin alex sedang membaca tulisanku. Dan baru kali ini aku tidur lama. Aneh memang. Esok hari selasa 04-06-13 Kriiiiiing… Kriiiiing… Paaaagiiiiii… Paggggi… Paaaagiiii… Alarm di kamarku berbunyi berteriak kencang, aku pura-pura tidak bangun, sampai pada sebuah tarikan panjang Menarik ku terpelanting jatuh dari tempat tidur Masih dalam keadaan belum sadar. Aku membuka mataku dan melihat seluruh ruanganku begitu indah sekali. Jendela kamar yang terbuka dan bergoyang dengan sendirinya. Di atas plafon di penuhi kupu-kupu kertas warna warni. Bergoyang di tiup angin Seakan terbang hilir mudik, Di atas meja ada sebuah kotak kardus berbentuk hati. Aku membukanya ternyata isinya sebuah kue tar dan di sampingnya terbungkus sebuah kalung. Aku meraba leherku. Ternyata kalung yang biasa ku gunakan sudah berada di dalam kotak. “braaaak.” semua jendela tertutup cepat bersama menutupnya gorden. Menyebabkan keadaan gelap gulita. Dari kegelapan malam sebuah lilin menyala di ikuti beberapa lilin. Semakin lama semakin banyak. Lilin-lilin kecil itu melayang dan jatuh ke tanah membentuk sebuah kata. “happy birthday my love meldha, i wanna marry you” Aku menutup mulutku. Ternyata di hari ini aku ulang tahun dan bertepatan dengan hari jadi aku dan alex. “mengapa aku bisa sampai lupa.” pikirku Beberapa saat kemudian lilin kembali padam dengan sendirinya. Berganti dengan kehadiran alex. Memakai celana panjang dan jaket hitam merona. Namun wajah dan tubuh rusaknya tidak bisa di pungkiri, namun sedikit terlihat menawan tertutup oleh jaket Aku berlari ingin menyentuhnya, Namun tak dapat menyentuh. Kepalaku menabrak kaca. Ketika aku mengangkat wajahku. Alex sudah di depan wajahku beberapa inchi. Membuatku kaget setengah mati. Namun aku tahan ketakutanku. Aku takut alex akan kecewa dan berlalu pergi. Alex coba mengecup bibirku. Namun tidak bisa. Beberapa kali ia mencoba namun tidak berhasil. Aku berdiri di sampingnya menutup mata. Aku berharap ia dapat menyentuhku kali ini saja atau mengecup bibirku menghapus rinduku yang tidak bisa ku bohongi selama ini. Aku membuka mata dan melihat alex berdiri di belakangku dengan wajah sedih. Termenung menatap keindahan awan yang menari di atas sana. Aku melangkah menembus di depannya. Aku menatap matanya lama sekali. Wajah seramnya tak membuatku takut lagi. Jika saja rhena, grace atau bahkan ririn tahu. Mereka akan memfonisku gila karena ini. Tidak ada tanda kebahagian di wajahnya. Ia ingin menghapus air mataku namun tidak bisa. Ia mengepalkan tangannya tanda kecewa. Ia membuka mulutnya memperlihatkan giginya yang hitam tidak rata. Di tambah wajahnya yang hancur menambah suasana angker. Di ikuti kaca jendela yang bergoyang kencang tanpa sebab dan hancur seluruh kacanya. Jam di dinding. Alarm semuanya berbunyi dan jatuh hancur berantakan. Aku menutup mulutku dan menggelengkan kepala. Alex menghilang di ikuti cahaya yang perlahan-lahan mulai menerangi kembali kamarku. Ku lihat sekeliling berantakan sekali. Pecahan kaca berhamburan di mana-mana. Alarm dan jam dinding kenangan dari alex juga hancur. Aku terkulai lemas. Memegang kepalaku yang mulai pusing. Di kampus Aku menghampiri grace dan rhena yang sedang berbincang-bincang di bangku taman. Dari semalam sosok alex belum juga muncul. Mungkin kecewa atau… Mungkin saja mau lebaran sama keluarganya di alam lain. Aku tertawa kecil dalam hati membayangkannya. Rhena: “heeey grace itu meldha?” *menunjuk* Grace: “eh.. Eh.. Kemana aja mel?” dua hari tidak masuk tanpa kabar pula, kenapa hp mu tidak aktif. Aku telp kamu berkali-kali tidak nyambung, kamu ada apa sih? Kacau banget kelihatnnya” Meldha: “i. I.. Ia soriii. Aku lagi banyak urusan, bisa minta tolong tidak?” Bila perlu kalian berdua ikut juga ya.? Rhena & grace: “kemana?” Meldha: “aku ingin kalian berdua nginap di rumahku sekalian sama dokter ririn. Aku ingin menunjukan kalian sesuatu. Penting.” Rhena dan grace menatap, saling berpandang-pandangan tak mengerti maksudku. Aku. Rhena dan grace ke rumah sakit. Setelah kami paksa. Dokter ririn mau juga atas penawaranku. Aku berniat memberi tahu mereka. Ada sosok alex di rumahku supaya mereka tidak menganggap ku gila. Aku berdiri di kamar sendiri. Sekarang jam 8:30 wib. Harusnya dokter ririn, rhena dan grace sudah disini sesuai perjanjian. “kriiiiiiiiing… Kriiiiiiiiing”. Bunyi telfon masuk “meldha kayanya aku dan grace tidak bisa datang. Motorku tiba-tiba nyala sendiri dan berjalan menabrak pintu pagar. Sekarang kondisinya tidak layak pakai.” telfon di matikan rhena. Aku termenung terkulai di atas lantai. “kriiiiing… Kriiiiiiiiing” sebuah tlp masuk lagi, namun kali ini dari dokter ririn. “maaf meldha. Sepertinya ibu tidak bisa datang.. Ban mobil ibu rusak semua tanpa sebab. Tadi ibu sudah siap berangkat waktu mau di starter, mobilnya malah keluar asap”. Suara dokter ririn dengan ketakutan Aku terkulai lemas. Membiarkan dokter ririn bicara sendiri..” Ini pasti kamu kan alex.. Dimana kamu, kenapa kamu lakukan ini..!”. Aku berteriak memanggil alex. Dari gelap malam alex sudah berdiri di depanku. Matanya melotot. Dan tanpa senyum. Ia menghempaskan tubuhku tejatuh di lantai. Sorot matanya menakutkan sekali. Alex sangat marah Alex mengerakan tangannya membuat tubuhku terangkat dan melayang tepat ke hadapannya. Aku bisa merasakan deru napasnya. Leherku di cekik kaki ku terangkat. Membuatku meronta. Napasku mulai hilang. Kuat sekali cengkramannya. Alex melemparkan tubuhku terjatuh di atas meja kaca. Pulpen mulai menari-nari cepat sekali di atas kertas. “jangan mengulaginya lagi” “kamu membuatku marah” Dari kejadian itu. Aku menjadi tertutup sekali, lama-lama aku bisa gila. Alex memang selalu ada namun kosong yang kurasakan. Aku merasa terpenjara seluruh jiwaku. Bahkan perlahan hubunganku dengan rhena dan grace mulai terputus, mereka mengira aku gila. Di kampus rhena dan grace memperkenalkan damian seorang yang cukup tampan, aku tahu maksud mereka biar aku melupakan alex. Namun mereka tidak mengerti yang sebenarnya. Mereka memaksaku. Aku mencoba menjalani bersama damian. Minggu kedua mulai ada masalah. Alex muncul dengan wajah tertunduk lesu di sampingku. Ketika aku dan damian menikmati hidangan di sebuah restoran a&w (aneka warteg) alex membuat damian malu setangah mati dengan menumpahkan minuman ke wajahnya. Makanan yang berubah jadi belatung. Apa lagi ketika alex mengikat kaki damian sehingga damian harus jatuh di ekskalator. Menyebabkan hitungnya patah di tambah lagi kakinya patah putus dari tulangnya. Damian di angkut di bawa ke rumah sakit Aku menantap alex marah. Aku marah sekali. Alex muncul di sampingku tiba-tiba dan menatapku dalam. Air matanya jatuh. Aku menamparnya namun tidak bisa. Aku berteriak memakinya, membuat orang di sekelilingku mengiraku gila Aku melihat di layar tv tertulis. “mengapa kamu ingin menggantikan aku dengan yang lain apa salahku” Alex menarik ku dan melemparkan tubuhku di antara kursi yang berjejer. Membuat para pengunjung lari satu persatu. Aku berdiri. Menunjuk dan mengomel namun hanya akan menambah kebodohanku. Seluruh mata memandang dan melihatku heran. Satpam datang berusaha mengusirku. Alex menggerakan tanganku dan menyebabkan tanganku menampar keras pipi satpam hingga terputar 180 derajat, satpam terjatuh mati. Aku terkulai lemah. Seluruh orang berteriak histeris dan mungkin marah padaku. Alex melemparkan kursi dan menjatuhkan semua dihadapannya. Tv. Piring. Baju. Pernak pernik di lempar membuat semua berantakan sekali disini. Aku berteriak memohon agar alex menghentikan perbuatannya semua orang mengira aku sudah gila. Karena aku berbicara dan berteriak sendiri. Aku melangkah pergi, aku tahu segala usahaku sia-sia saja. Aku berlari menyusuri keramaian kendaraan hilir mudik. Klakson di mana-mana. “braaaakk” sebuah bus yang berlari kencang menabrak tubuhku kencang. Aku terpelanting beberpa meter. Suara teriakan histeris menggema di seluruh jalan. Aku tak bergerak. Aku seperti melihat cahaya putih berlahan semua terasa gelap. Saat aku membuka mata. Aku sudah berada di sebuah rumah sakit dengan kaki dan tanganku terlepas. Aku menangis dan berteriak berontak namun ikatan tali dan perban di sekujur tubuhku menahan semuanya. Di samping sudut kepalaku beberapa lembar bunga hias. Dan alex muncul dari dalam kolong tempat tidurku. Aku berteriak kencang mengusir dan memaki-maki dirinya. Namun alex hanya diam membisu menatap ku sayu. Entah apa yang ada di otaknya. Pintu di buka rhena dan grace menatapku dengan mulut terbuka, mereka seakan tak percaya melihat kondisiku yang tanpa kaki dan tangan, di bungkus perban dan alat infus yang membuatku mati rasa, mereka bertaanya-tanya. Aku merasakan sakit di seluruh tubuhku. Napasku tersendak. Aku paksakan bernapas. Namun sulit. Ketika aku paksakan membuka mata. Alex sedang menindihku dan menutup mulutku kencang sekali. “dokter ririn tolong gawaaaaaaaat” Aku mendengar rhena dan grace berteriak dan langkah kaki berjalan menyusuri lorong. Sampai pada akhirnya mataku tertutup untuk selamanya. Jiwaku terangkat Dari tubuhku yang tersiksa mati. Hal terakhir yang ku ingat tangisan kencang rhena dan grace di seluruh ruangan, sampai pada tangan terbuka alex memeluk ragaku. “sudah selesai penantian” Kata alex sambil mempererat pelukannya. Tamat Cerpen Karangan: Alfred Pandie Facebook: alfredpandie[-at-]yahoo cerpenmu/cerpen-horor-hantu/paranoid.html
Posted on: Wed, 19 Jun 2013 07:09:06 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015