Pengalaman Menjadi Agen Asuransi Allianz: Tahun Pertama Logo - TopicsExpress



          

Pengalaman Menjadi Agen Asuransi Allianz: Tahun Pertama Logo ASNSaya bergabung dengan Allianz pada 19 Oktober 2011 dan mendapatkan lisensi keagenan dari AAJI pada 12 November 2011. Karena sudah tergolong akhir tahun, saya menganggap tahun berikutnya, 2012, sebagai tahun pertama saya bekerja di Allianz. Sebelum menjadi agen asuransi, saya pernah bekerja di beberapa tempat, antara lain menjadi guru sekolah, staf honorer di instansi pemerintah, surveyor di lembaga survey politik, dan editor lepas di beberapa penerbitan. Ketika bekerja di tempat-tempat itu, yang ada di pikiran saya selalu saja: kapan saya berhenti. Macam-macam alasan saya, misalnya karena saya merasa tidak cocok dengan irama kerja kantoran, jarak yang jauh sehingga harus mengalami macet setiap hari, penghasilan yang kecil, waktu luang yang kurang, hingga beban kerja yang terlalu berat. Tapi setelah setahun menjadi agen Allianz, saya sama sekali tidak ingin berhenti, malah ingin lanjut terus hingga mencapai puncak karier dan pensiun di bisnis ini. Kelebihan Bisnis Asuransi Bisnis asuransi memiliki prospek yang cerah, market yang besar, kenaikan karier yang cepat, penghasilan yang bagus dan terus bertambah, serta terutama penghasilan pasif yang besar dalam jangka panjang. Saya juga mendapatkan apa yang menjadi impian saya sejak kecil mengenai pekerjaan: tanpa hubungan atasan dan bawahan, tanpa terikat waktu kerja, tanpa modal, tanpa risiko, tanpa kantor/toko, tanpa kena macet setiap hari (sesekali bolehlah), dan waktu luang yang banyak bersama keluarga. Dulu saya tak membayangkan memperoleh semua kriteria pekerjaan semacam ini di asuransi, melainkan di bidang penulisan (terutama cerpen dan novel). Ya, cita-cita saya adalah menjadi novelis dan cerpenis, dan saya belum mengubur cita-cita ini. Tapi para nasabah saya jangan khawatir, saya tidak akan keluar dari Allianz hanya untuk menulis novel. Selain itu, ada hal-hal lain yang bersifat batiniah. Dengan menjadi agen asuransi, berarti saya mengajak orang untuk terbiasa berpikir antisipatif dan berjangka panjang, membantu orang memiliki proteksi, ikut berperan menyediakan jaminan sosial bagi warga negara Indonesia khususnya kelas menengah (kelas bawah menjadi tanggungan pemerintah dan kelas atas tidak butuh asuransi lagi), memperluas hubungan silaturahim, serta lebih intensif dalam beribadah dan berdoa. Kok nyangkut ke ibadah dan doa? Ya, belum lama ini saya menyadari kebenaran tesis yang pernah saya baca sekilas di sebuah buku, bahwa terdapat hubungan antara kegiatan bisnis dengan sikap religius. Pada diri saya sendiri, hubungan itu dapat dipahami melalui adanya harapan yang sangat kuat untuk berhasil, dan harapan yang sangat kuat ini mendorong saya lebih banyak menyebut Tuhan. Awal Perkenalan dengan Allianz Saya pertama kali mendengar merek Allianz pada momen Piala Dunia 2006 di Jerman. Di sana ada sebuah stadion baru yang sangat megah dan indah bernama Allianz Arena, kini merupakan markas Bayern Munchen. Saya belum tahu Allianz itu perusahaan apa, tapi brand-nya telah melekat kuat di benak saya. Kini saya ternyata telah menjadi bagian dari brand global ini. Sebelum di Allianz, saya pernah menjadi nasabah di perusahaan asuransi lain. Iseng-iseng saya bertanya kepada si agen, berapa penghasilan yang dia terima dari produk yang saya beli. Dia lalu menerangkan sistem bisnisnya, dan rupanya saya tertarik. Saya pun mengikuti BOP, training awal, dan sempat mengisi formulir aplikasi keagenan. Tapi karena saya seorang yang rajin buka-buka internet, saya pun menyurvai beberapa perusahaan dan produk asuransi lain, dan tahulah saya bahwa ada perusahaan yang produknya lebih murah dan lebih bagus kualitasnya. Kebetulan perusahaan tersebut memiliki kantor agensi yang dekat dengan tempat tinggal saya di kawasan Serpong (dekat BSD). Maka pada suatu sore di pertengahan Oktober, saya pun datang ke sana untuk mendaftar sebagai nasabah sekaligus agen. Perhatikan Sistem Bisnis Allianz bukan hanya memiliki produk yang sangat bagus, tapi juga sistem bisnis yang sangat menguntungkan bagi para agennya, yaitu simpel, mudah dicapai, dan memberikan potensi penghasilan pasif yang sangat besar dalam jangka panjang. Berkat sistem bisnisnya ini, seandainya ada perusahaan asuransi lain yang memiliki produk lebih bagus dan menawari saya jadi agennya, saya tidak akan tertarik. Kepada para calon agen, ada satu hal selain produk yang harus dijadikan pertimbangan serius sebelum memutuskan menjadi agen asuransi, yaitu sistem bisnisnya. Seperti halnya produk asuransi memiliki rentang kualitas dan harga yang berbeda, sistem bisnis pun seperti itu. Saya ingin menyebut setidaknya dua kelebihan sistem bisnis ASN (Allianz Star Network) dibanding sistem yang berlaku di perusahaan asuransi lain. Pertama, tidak disyaratkan merekrut agen (downline) untuk naik level karier. Tentunya memiliki agen akan sangat membantu omset grup dan penghasilan, tapi sekadar untuk naik tingkat, hal itu bukan persyaratan. Karena sistem inilah, saya bisa promosi dari agen biasa ke level manager dalam waktu satu tahun walau saya tidak punya seorang pun agen di bawah saya. Hal yang tidak mungkin jika saya bergabung dengan perusahaan lain. Kedua, sistem jaringan memiliki kedalaman hingga lima generasi. Lima generasi berarti: saya rekrut agen langsung (anak), anak rekrut agen (cucu), cucu rekrut agen (cicit), cicit rekrut agen (anaknya cicit), anaknya cicit rekrut agen (cucunya cicit). Makin ke bawah, jumlah agen akan makin banyak. Dari mereka semua, saya masih bisa mendapatkan bagian komisi. Luar biasa, bukan? Inilah sumber penghasilan pasif yang besar dalam jangka panjang. Di beberapa sistem lain yang saya ketahui, komisi diberikan sangat besar di awal, namun habis dalam 1-2 generasi saja. Hal ini menjadikan penghasilan akan lekas melejit di tahun-tahun awal, tapi setelah mencapai puncak, grafiknya akan stagnan, malah bisa menurun. Di ASN, penghasilan akan terus naik meski telah mencapai level puncak, dan tidak akan stagnan apalagi menurun. Di samping itu ada beberapa karakteristik lain yang menjadi kelebihannya, seperti sistem bisnis bersifat franchise (waralaba) dan jaringan bisnis dapat diwariskan kepada pasangan atau anak. Tidak semua sistem bisnis asuransi berpola franchise; ada yang masih menerapkan sistem perwakilan (saya sebut begitu, karena kantor perusahaan di daerah-daerah dibuat oleh pusat, bukan oleh agen). Setiap orang yang menjadi agen Allianz, boleh dikatakan dia telah membeli hak franchise dari Allianz. Bedanya dengan franchise jenis lain, yang ini membelinya tidak pakai uang. Dengan demikian, seorang agen adalah pemilik bisnis. Sebagai pemilik bisnis, dia dapat mewariskan bisnisnya kepada ahli warisnya. (Bagi yang tertarik, saya bisa menerangkan sistem bisnis di ASN melalui tatap muka langsung. Info terbaru (update 27 Mei 2013): kini sistem bisnis ASN jauh lebih simpel, jenjang karier hanya dua level, naik level bisa kapan saja tidak harus nunggu akhir tahun, syarat naik level jauh lebih mudah, overriding tetap 5 generasi dengan persentase komisi lebih besar, dan yang paling penting: penghasilan jauh lebih dahsyat dalam waktu jauh lebih cepat). Pemasaran Melalui Internet Ketika saya mendaftar agen, saya masih bekerja sebagai staf di Kementerian Dalam Negeri, dengan masa kontrak sampai Desember 2011. Saya berencana tidak memperpanjang kontrak agar fokus pada bisnis asuransi, dan itu membuat ibu saya keberatan. Beliau tidak mau anaknya mengetuk-ngetuk pintu rumah orang lain hanya untuk membicarakan kematian. Sedangkan di Kemendagri, biarpun status masih honorer, ada gaji tetapnya dan siapa tahu kelak ada pengangkatan. Istri saya pun keberatan, tapi alasannya lebih karena ragu saya akan berhasil. Tapi saya yakin dengan pilihan saya, seraya memohon doa kepada dua bidadari tersebut agar Allah memberikan saya keberhasilan. Untuk menghindari mengetuk pintu rumah orang lain demi membicarakan kematian, saya pun memanfaatkan kemampuan menulis saya untuk memasarkan produk asuransi Allianz melalui internet. Di awal menjadi agen, saya langsung membuat sebuah blog dengan alamat myallisya.wordpress. Selain sebagai sarana promosi, menulis di blog adalah juga cara saya belajar mengenai seluk-beluk asuransi. Untuk mengasah pengetahuan sekaligus meluaskan pemasaran, saya pun terlibat dalam sejumlah debat di forum-forum diskusi, antara lain Kaskus dan beberapa blog. Di sana, saya menaruh sejumlah link yang menghasilkan trafik bagus ke blog saya. Alhamdulillah, hampir seluruh nasabah saya bersumber dari dunia maya, kecuali pada bulan-bulan awal saja. Pemasaran melalui internet memungkinkan saya berkenalan dengan orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia dan mendapat kepercayaan mereka, meski belum bertemu muka. Sampai saat ini, alhamdulillah, nasabah saya ada yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Bali, dan beberapa kota di pulau Jawa. Saya pun memperoleh beberapa calon agen dari sana. Saya berharap suatu saat bisa pergi ke tempat-tempat tersebut, berjumpa dengan orang-orang yang telah menjadi jalan bagi rezeki saya. Minimal untuk mengurus klaim ^_^. Penolakan, Penundaan, dan Ekstrakontribusi Bekerja sebagai agen asuransi tidak lengkap rasanya kalau belum mengalami penolakan. Namanya juga jualan, tentunya tidak semua yang ditawari akan setuju membeli. Tapi karena saya berjualan asuransi hampir sepenuhnya lewat tulisan di blog, saya relatif aman dari penolakan. Saya melayani orang-orang yang memang tengah mencari asuransi. Mereka bertanya dan saya menjawab. Jika oke, mereka beli. Jika tidak cocok, ya tidak jadi beli. Tak masalah. Itu tidak saya anggap sebagai penolakan. Yang ingin saya singgung sedikit di sini adalah penolakan dari underwriting Allianz atas aplikasi yang diajukan calon nasabah. Pada tahun 2012, tercatat ada lima kali saya mengalaminya. Tiga di antaranya penolakan permanen (declined), dua lainnya penolakan sementara alias penundaan (postponed). Tiga aplikasi yang ditolak permanen sebabnya berbeda-beda. Pertama, karena calon nasabah memiliki kadar gula darah yang sangat tinggi (260 lebih). Kedua, karena calon nasabah bekerja di bidang berisiko tinggi, yaitu sebagai penerbang TNI AU, di samping ybs juga pernah mengalami operasi bypass jantung meski telah sehat dan bekerja seperti biasa. Ketiga, karena overweight, dengan berat badan di atas 120 kg. Sedangkan dua aplikasi yang ditunda disebabkan adanya masalah pada fungsi hati, yaitu terdapat lemak pada livernya. Dua kasus ini ditunda pengajuan asuransinya sampai fungsi hati kembali normal. Yang menarik dari kasus-kasus ini adalah bahwa mereka yang ditolak pengajuan asuransinya itu tampak sehat fisiknya dan sehari-hari bekerja sebagaimana biasa. Hal ini menunjukkan bahwa merasa sehat saja tidak cukup. Apa yang tampak dari luar, tidak selalu mencerminkan kondisi di dalam. Selain penolakan dan penundaan, ada juga beberapa nasabah yang diterima dengan ekstrakontribusi. Sebagian karena faktor kesehatan (kelebihan berat badan, kolesterol, asam urat, dan beberapa faktor lain), ada yang karena alasan pekerjaan (pekerja tambang dan pekerja lepas pantai), dan ada yang karena memiliki hobi berisiko tinggi (mendaki gunung). Untuk setiap nasabah yang dikenakan ekstrakontribusi, tersedia beberapa pilihan: apakah preminya dinaikkan, atau uang pertanggungannya diturunkan, atau ada rider yang dihilangkan, atau kombinasi dari ketiganya. Mimpi Menjadi Kaya dan Membantu Sesama Setiap agen asuransi memiliki mimpi menjadi kaya. Tanpa mimpi menjadi kaya, menjual asuransi akan seperti mendorong mobil tak beroda. Uang, bagaimana pun, tetap merupakan sumber motivasi yang sangat ampuh bagi kebanyakan orang. Tak terkecuali saya. Sejak menjadi agen asuransi, saya pun mulai punya mimpi menjadi kaya. Tadinya tidak. Bukan tidak ingin, tapi memang tidak tahu dan tidak terbayangkan caranya. Sedikit bayangan cara menjadi kaya datang dari novel dan lagu: saya membuat novel yang laris, atau saya membuat lagu yang populer, dan jadi kaya. Tapi novel saya tidak juga selesai, sedangkan lagu-lagu saya butuh beberapa keajaiban untuk mendapatkan momentumnya. Di bisnis asuransi, cara dari mana kekayaan itu datang tergambar dengan amat jelas. Sistemnya sederhana dan realistis untuk dicapai. Yang perlu saya lakukan hanya dua: menjual asuransi sesuai target, dan merekrut agen seperti saya setiap tahun sebanyak yang saya bisa. Itu saja. Dan tentu disertai doa yang kuat kepada Tuhan. Dalam tiga tahun, segalanya akan berubah bagai bumi dan langit. Tapi kekayaan bukanlah tujuan akhir. Bagi saya, kekayaan adalah jalan menuju mimpi berikutnya: kemampuan membantu sesama. Uang bukan segalanya, tapi banyak hal tidak bisa dilakukan tanpa uang, termasuk membantu orang lain. Ketika uang bukan lagi masalah, inilah beberapa di antaranya yang akan saya lakukan: Memiliki 1.000 anak, 998 di antaranya anak angkat. Menanam ribuan pohon setiap tahun di tepi jalan raya di perkotaan. Membeli berhektar tanah di kota untuk dijadikan taman atau pemakaman umum. Intinya tempat yang bisa ditanami banyak pohon. Membangun sekolah murah dan sebanyak mungkin beasiswa untuk anak dari keluarga miskin. Mendirikan lembaga keuangan untuk membantu para pengusaha kecil (terinspirasi dari Muhammad Yunus di Bangladesh dengan Gramen Bank-nya). Mendirikan yayasan untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan yang bermaslahat bagi umat (semacam Ford Foundation, Yayasan Kalla, Syafii Maarif Institute, The Habibie Center). Mendanai penelitian utk pengembangan energi alternatif ramah lingkungan, sekaligus membangun perusahaan di bidang ini. Membantu pengembangan kesusastraan di Indonesia, antara lain dengan menjadi sponsor pada kegiatan-kegiatan sastra. Hmm, banyak sekali yah. Semoga sebagian atau seluruhnya bisa terlaksana. Amin. Tentunya cita-cita ini membutuhkan bantuan banyak orang untuk mewujudkannya, dan saya akan mencarinya melalui agen-agen saya. Memangnya berapa penghasilan seorang agen asuransi yang sukses, sehingga cukup untuk melaksanakan cita-cita di atas? Potensinya adalah tidak terbatas. Dalam 10 tahun, saya berharap bisa melebihi penghasilan seorang Lionel Messi atau Ronaldo di sepakbola. Setelah itu, menjajari Jusul Kalla, Chairul Tanjung, Hary Tanoe, dan para pengusaha papan atas Indonesia. The More You Give, The More You Get 2012 merupakan tahun pertama saya berbisnis di bidang asuransi. Saya tidak punya latar belakang bisnis, bahkan dulu bisnis merupakan bidang yang tidak saya sukai karena saya anggap seorang pebisnis itu hanya mencari keuntungan untuk diri sendiri. Tapi sekarang saya menyadari satu kebenaran klasik: keuntungan untuk diri sendiri lebih mungkin diraih jika kita memberikan keuntungan terlebih dahulu kepada orang lain. The more you give, the more you get. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima. Seorang pebisnis yang sukses – dan karena itu menjadi kaya – adalah orang yang telah memberikan banyak keuntungan kepada orang lain. Oleh karena itu, jika saya ingin menjadi kaya, saya harus membantu banyak orang menjadi kaya pula. Caranya dengan memperkenalkan bisnis asuransi kepada sebanyak mungkin orang dan membantu mereka menjadi agen yang sukses. Amin.
Posted on: Tue, 09 Jul 2013 06:39:17 +0000

Trending Topics



"stbody" style="min-height:30px;">
28 de março CANDELÁRIA - 15h AAC E PEI: VENHAM PARA A LUTA! ESSA
y" style="min-height:30px;">
Best Price Converse Girls Chuck Hi Party Grade School Shoes,
I really love this song. :) Blessed Morning! :) If you could
PROGRAM LINE UP WEDNESDAY 6:00 AM - 9:00 AM Morning
Just got another case out of California. An American mom had her

Recently Viewed Topics




© 2015