Pertumbuhan Ekonomi 2013 Dipastikan Melambat Faisal Rachman | - TopicsExpress



          

Pertumbuhan Ekonomi 2013 Dipastikan Melambat Faisal Rachman | Senin, 09 September 2013 - 16:07:35 WIB : 17 (dok/antara) Pemerintah diminta lebih optimal menyerap anggaran, agar menjadi insentif bagi pertumbuhan ekonomi. JAKARTA – Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang diproyeksikan kembali terjadi usai Rapat Dewan Gubernur pekan ini, akan membawa pertumbuhan ekonomi berada di bawah level 5,8 persen. Pemerintah diminta lebih optimal menyerap anggaran, agar bisa menjadi insentif bagi pertumbuhan ekonomi yang saat ini melambat. “Perlambatan ekonomi Indonesia tahun ini akan terjadi. Seberapa besarnya, tergantung kebijakan yang diambil pemerintah maupun BI. Apakah kebijakan dari dua regulator ini saling kontradiktif atau saling mendukung untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Minggu (8/9). Ia mengatakan, kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah saat ini, merupakan kebijakan jangka panjang yang diperuntukkan dalam memperbaiki permasalahan transaksi berjalan secara struktural. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tahun ini, perlu upaya keras pemerintah dalam melakukan penyerapan anggaran. “Kalau penyerapan anggaran tahun ini bisa maksimal, misalnya terserap 100 persen, akan ada tambahan ke pertumbuhan ekonomi 0,2 persen dan akhir tahun masih bisa untuk capai 6 persen. Tapi kalau trennya seperti tahun lalu paling tinggi pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 5,8 persen,” tuturnya. Sampai akhir Agustus penyerapan anggaran belanja negara baru 54,8 persen dari target di APBN-P 1.726,2 triliun. Pemerintah pun mengaku tak sanggup mencapai target-target yang ditetapkan, salah satunya dari sisi pengelolaan anggaran negara. Bahkan, pemerintah cukup pesimistis bisa menyerap anggaran sampai 100 persen dari jauh hari. “Pokoknya belanja itu ditargetkan di atas 90 persen, karena 100 persen tidak mungkin. Penerimaan pajak pasti tidak sesuai target, sudah pasti itu di bawah APBN-P,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro. Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengatakan, pemerintah menargetkan defisit angaran tahun ini bisa mencapai 2,38 persen dari PDB, dengan harapan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target yang ditetapkan 6,3 persen. Akan tetapi, kondisinya ternyata penyerapan anggaran belanja sebagai mekanisme disusunnya defisit anggaran tidak maksimal. “Konsekuensi paling besar dari defisit yang tidak terealisasi adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak tercapai juga. Diperkirakan sampai akhir tahun (defisit APBN) di bawah target, besar kemungkinan akhirnya pertumbuhan terkoreksi,” kata Eko. Ia menjelaskan, pendorong utama penyerapan anggaran yang rendah juga lebih dikarenakan pola lama yang terus berulang, yakni penyerapan yang menumpuk pada akhir tahun yang lebih dikarekan hambatan birokrasi atau administrasi. Akan tetapi, kalaupun pada akhir tahun penyerapan anggaran belanja bisa terealisasi hingga 100 persen, tentunya tetap tidak akan menghasilkan pertumbuhan yang baik. Menurutnya, kondisi tersebut diperburuk dengan nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan, mengakibatkan industri mengurangi impor yang umumnya bahan baku dan barnag penolong untuk meningkatkan produksi. Dengan demikian, importir akan mengurangi impor dan tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi tahun ini, mungkin target pemerintah yang sudah direvisi lagi menjadi 5,9 persen itu sulit dicapai. Dengan kondisi seperti itu dugaan saya hanya 5,5 persen, ini belum analisis ya, baru angka kasar,” ucapnya. Selain upaya menyerap anggaran lebih kencang dari pemerintah, perlu ada koordinasi dengan bank sentral untuk mendukung pertumbuhan ekonomi agar tidak terlalu turun tajam. Pasalnya, dengan kondisi BI rate saat ini sebesar 7 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh meski tidak secepat saat BI rate di bawah 6,75 persen. “Tapi kita harus hati-hati kalau BI rate dinaikan kembali berada di atas 7 persen, perlambatan ekonomi akan terjadi. Jadi, kita lihat saja BI menaikan BI rate lagi atau tidak bulan ini, kalau iya pertumbuhan akan melambat,” serunya. Menurutnya, keinginan pasar saat ini adalah agar BI menaikan BI rate minimal 50 basis point (bps) lagi, sehingga kondisi pasar keuangan kemungkinan lebih baik. Namun, kalau BI menuruti keinginan pasar maka pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih rendah, mengingat untuk membuat nilai tukar rupiah terapresiasi kenaikan BI rate bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan. “Kita lihat saja pengalaman tahun 2008 BI menurunkan BI rate 25 bps dan rupiah yang semula melemah dalam dua pekan kemudian menguat 1.000 per dolar AS. Jadi, penurunan suku bunga acuan bisa juga menjadi salah satu cara yang bisa ditempuh,” urainya. Ekonom Universitas Indonesia, Zenathan Adnin, menyayangkan jika pertumbuhan ekonomi akan di bawah 6 persen, lebih rendah dari target pemerintah 6,3 persen. Apalagi, pertumbuhan ini menurutnya masih memiliki beberapa ancaman hingga akhir tahun, yaitu inflasi yang akan melebihi 9 persen, nilai tukar rupiah yang mungkin melemah hingga Rp 12.000 per dolar AS, dan kenaikan tingkat suku bunga BI rate sebagai respons melemahnya dua indikator tadi. “Ketiga hal itu, mau tidak mau akan memperlambat ekonomi kita, karena menurunkan daya beli masyarakat, harga barang impor relatif lebih tinggi, dan biaya meminjam uang untuk kebutuhan ekspansi perusahaan jadi lebih tinggi,” ujarnya. Sumber : Sinar Harapan
Posted on: Mon, 09 Sep 2013 09:23:39 +0000

Trending Topics




© 2015