Quo Vadis Pendidikan di Jurusan Kimia UNNES? Tulisan ini - TopicsExpress



          

Quo Vadis Pendidikan di Jurusan Kimia UNNES? Tulisan ini merupakan kirim daro Pak Cepi Kurniawan, salah satu staf pengajar Jurusan Kimia di Universitas Negeri Semarang yang saat tulisan ini dimuat, beliau masih dalam posisi tugas belajar di Jepang dengan beasiswa dari Asian Development Bank (Red: Kalau salah mohon diralat). Beliau ingin berbagi suasana kebatinan mahasiswa di Jepang yang mungkin bisa digunakan acuan bagi mahasiswa kita di Indonesia khususnya Jurusan Kimia UNNES, tentang bagaimana budaya kerja. 1. Budaya Kerja di Lab Di Jepang aktivitas belajar mahasiswa lebih banyak di Lab dibandingkan di kelas. sebagai gambaran mahasiswa tingkat IV di Jepang secara umumnya datang tiap hari selama 9 Jam bekerja di dalam Lab. (9.00 s/d 18.00). Jika di Indonesia hanya orang-orang tertentu yang mampu melakukan hal tersebut dan seriangkali kita menyebut sebagai maniak atau gila. Sebagai ilustrasi para gamer seringkali beberapa hari bermain game sehingga kadang tidak mandi kita sebut "orang gila game" atau pemrogram komputer bisa berjam-jam bahakan berhari-hari di depan layar komputer memerikasa baris-baris kode perintah kita sebut "maniak". Mengapa kita bisa menjadi maniak? Karena kita sangat menyukai dan enjoy dengan apa yang kita geluti. Jadi seharusnya mahasiswa kimia suka dan enjoy dengan kimia sehingga sanggup berlama-lama dengan di lab kimia. Budaya Diskusi Seperti yang diceritakan oleh Pak Cepi, mahasiswa harus aktif mengikuti zemi (kegiatan seminar di lab). Zemi dilaksanakan sekali dalam seminggu. Zemi merupakan sarana para mahasiswa melaporkan kemajuan riset secara rutin dan berkala. Melalui Zemi ini setidaknya ada dua hal penting yaitu: 1. kontrol terhadap proses. Yang dimaksudkan kontrol terhadap proses adalah menjaga supaya penelitian itu terprogram dan akuntabel (tidak manipulatif). Ketika progress dilaporkan secara berkala, sulit bagi mahasiswa untuk memanipulasi data-data penelitian, karena rekaman data setiap ptroses tercatat (beda dengan yang terjadi di tempat kita, pelaporan hasil seringkali hanya di akhir, manakala hasilnya kurang sesuai dengan yang diharapkan mahasiswa berupaya mengeliminasi data-data yang tidak diharapkan tanpa ada penjelasan, dan orang lain tidak mengetahuinya. Jadi yang tahu hasil penelitian hanyalah dirinya dan Tuhan YME. 2. Mengatasi masalah manakala masalah muncul sesegera mungkin. Melalui pelaporan hasil secara rutin, kesalahan-kealahan dapat dengan segera diidentifikasi dan dicarikan solusi. Berbeda dengan yang terjadi di tempat kita. Seringkali bahkan ketika skripsi akan diseminarkan mahasiswa peneliti bahkan tidak tahu kalau ada kesalahan. Akibatnya ada dua opsi, penelitian ulang atau memotong hasil penelitian sampai pada titik tertentu yang tidak terdapat kesalahan. Seringkali dosen penguji "terpaksa" memilih opsi kedua dengan alasan kemanusiann. Sebenarnya ini juga merupakan gambaran umum masyarakat kita. Sebagai contoh ketika sebuah pada kereta api muncul sedikit masalah dan sudah diketahui tetapi tidak segera ditangani. "Ndak apa-apa la wong masih bisa berjalan kok" : katanya. Namun ibarat bola salju makin menggelinding makin besar. Karena kebiasaan mentoleransi hal-hal yang tidak benar maka hati dan pikiran menjadi tidak peka terhadap masalah. Manakala bola saljunya sudah sebesar gedung dan meluluhlantakkan semua yang dilewati baru tergagap-gagap dan saling mencari kambing hitam. Contoh gampang lihat kasus terbaru Ketua Mahkamah Konstitusi yang sebenarnya kasusnya sudah terendus sejak 2011, dan sekarang telah menjadi bola salju yang liar. Mari kita renungkan bersama, mengenai eksistensi kita di Jurusan Kimia kita tercinta.
Posted on: Wed, 09 Oct 2013 02:00:31 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015