Rudi Rubiandini, Akhir Tragisnya “The Rising Star” Oleh: - TopicsExpress



          

Rudi Rubiandini, Akhir Tragisnya “The Rising Star” Oleh: Daniel H.t. | 15 August 2013 | 20:37 WIB Tertangkap tangannya Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini oleh KPK membuktikan bahwa pendidikan tinggi, jabatan tinggi, dan gaji/penghasilan besar tidak menjamin seseorang itu punya moralitas tinggi untuk tidak melakukan korupsi. Sebaliknya, seseorang yang hanya berpendidikan rendah, pegawai rendahan, gaji/penghasilan pas-pasan bisa mempunyai moralitas yang lebih tinggi untuk tidak melakukan korupsi, atau mengambil barang/hak orang lain. Contohnya adalah kejujuran Agus Chaerudin (35), seorang office boy di Bank Mandiri Syariah, Bekasi. Pada Agustus 2012, ketika melakukan bersih-bersih di kantornya yang sudah tutup itu, dia menemukan sebungkus uang pecahan Rp. 100 ribu di balik sebuah tempat sampah. Dia tidak mau mengambilnya, tetapi melaporkannya ke Satpam, yang kemudian melaporkannya ke atasannya lagi. Setelah dihitung uang yang berada di dalam bungkusan itu seluruhnya berjumlah Rp. 100 juta. Rupanya, ada kasir Bank itu yang teledor sehingga uang tersebut tertinggal di sana. “Allah Maha melihat,” kata Agus saat diwawancarai detik di kantornya di kawasan Kalimalang, Plaza Duta Permai, Bekasi, 19 Desember 2012 lalu. Kasus Rudi Rubiandini ini juga membuktikan bahwa penampilan seseorang pun berpotensi menipu. Orang yang pintar, berprestasi, yang kelihatan sederhana, baik tutur katanya, taat beribadah, dan sebagainya belum tentu sebaik penampilan luarnya itu. Rudi Rubiandini bahkan mampu “menipu” pandangan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang pernah memujinya dan mengangkatnya sebagai salah satu Komisaris Bank Mandiri. Sekarang, Dahlan Iskan telah memecatnya dari jabatan tersebut. “Saya kaget dan tidak menyangka,” kata Dahlan Iskan mengomentari tertangkap tangannya Rudi oleh KPK itu, kemarin, Rabu, 14 Agustus 2013 (kompas). Dahlan mengaku mengenal Rudi sebagai seorang yang sederhana. Misalnya, pada menjelang Lebaran lalu, untuk pulang kampung ke Tasikmalaya, Jawa Barat, Rudi hanya menumpang kereta api kelas Ekonomi. Katanya, dia sudah terbiasa sejak menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM pada 2012. Media pun sempat dibuat terbuai oleh pencitraannya tersebut. Sampai ada yang menulis, “Inilah contoh pejabat tinggi yang merakyat”. Padahal, jika mau teliti sedikit saja, kelihatan ada kejanggalan di balik aksi merakyatnya itu. Karena sebelumnya dia mengumumkan kepada wartawan mengenai mudiknya itu. Mana ada pejabat yang benar-benar merakyat, memberitahukan aksinya seperti itu. Rudi juga mengaku sudah biasa menggunakan Kereta Api Pasundan kelas ekonomi itu sejak dia menjawab sebagai Wakil Menteri ESDM. Dia menjadi Wakil Menteri ESDM itu kan pada Juni 2012, berarti baru dua kali dia mudik dengan kereta api kelas ekonomi itu. Jadi, belum bisa dikatakan “sudah terbiasa”. Dahlan pernah mengatakan, Rudi mempunyai banyak musuh di dunia migas. Musuh itu antara lain dipicu karena tekadnya memperbaiki beragam permasalahan yang menjerat sektor migas, seperti persoalan keruwetan dalam perizinan. Ternyata, sekarang terungkap Rudi adalah bagian dari masalah besar itu sendiri. Malah kasus Rudi adalah kasus terbesar KPK dalam melakukan operasi tangkap tangkap terhadap koruptor, karena memecahkan rekor jumlah uang tunai yang disita (total 700.000 Dollar AS/Singapura, atau lebih dari Rp 7 miliar). Jangankan Menteri BUMN Dahlan Iskan, bahkan Presiden SBY pun “tertipu” dengan prestasi dan penampilan Rudi sehingga mengangkatnya sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2012), mengganti Widjajono Partowidagdo yang meninggal dunia pada Juni 2012. Tujuh bulan kemudian (16 Januari 2013), SBY melantiknya sebagai Kepala SKK Migas, setelah BP Migas dibubarkan atas dasar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dan, sekitar tujuh bulan pula kemudian, sekarang, Rudi Rubiandini tertangkap tangan KPK menerima suap sebanyak 700 ribu dollar AS dan Singapura. Begitu cepat bintangnya melejit begitu cepat pula terjerambab. Apa sebenarnya yang dirasakan masih kurang oleh Rudi Rubiandini ini? Masih relatif muda, cerdas dan lugas, kariernya yang begitu cepat melejit dengan jabatan-jabatan penting dan strategis di tangannya, sampai bisa terjerumus ke dalam lumpur hina begini? Prestasi akademiknya bagus dan bergengsi, lulusan ITB (1985), dan Doctor-Engineer di bidang Teknik Perminyakan dari Technische Universitaet Clausthal, Jerman (1991). Dia kemudian menjadi Guru Besar di almamaternya itu, ITB. Menjadi Penasihat Ahli Kepala BP Migas pada 2009-2010. Deputi Pengendalian Operasi BP Migas (2011-2012), Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2012), dan kemudian Kepala SKK Migas pada 16 Januari 2013, sampai dia sendiri menghancurkan masa depannya yang begitu cemerlang. Apalagi yang diharapkan? Kok, masih mau korupsi? Ketika digiring KPK, Rudi sempat bilang, “Saya bukan korupsi, sepertinya saya terkena gratifikasi.” Apa bedanya? Gratifikasi pun adalah suatu perbuatan pidana yang dikategorikan sebagai korupsi (berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Masa, seorang dengan latar pendidikan dengan jabatan yang begitu tinggi tidak mengetahuinya? Banyak harapan yang diletakkan di pundaknya. Presiden SBY mengangkatnya sebagai Kepala SKK Migas itu tentu dengan harapan dia akan banyak melakukan perubahan di sana, termasuk dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di lembaga itu. Para koleganya juga menilai Rudi sebagai “the rising star” yang bisa menggenjot produksi minyak nasional. Tetapi, Rudi malah memadamkan sendiri bintangnya ketika sedang mengorbit kencang itu. Rudi pernah diwawancarai Majalah Tempo mengenai masalah korupsi di BP Migas. Ketika itu dia menjawab, “Korupsi ada di mana saja, bahkan di kelurahan, tak hanya di BP Migas. Yang jadi pertanyaan, mengapa tak pernah ditindak atau ditangkap?” Ketika dilantik sebagai Kepala SSK Migas, Tempo juga pernah menanyakan mengenai masih banyaknya bawahan Rudi yang adalah orang-orang BP Migas, lembaga yang sering dituding korup, dia menjawab, “Betul, saya tahu ini berat. Makanya saya mau ketika negara meminta saya menduduki tempat itu dengan segala kesulitannya.” Ternyata, Rudi malah mengkhianati kepercayaan yang diberikan negara kepadanya itu. Pertanyaan Rudi, “Korupsi ada di mana saja, bahkan di kelurahan, tak hanya di BP Migas. Yang jadi pertanyaan, mengapa tak pernah ditindak atau ditangkap?”, kini terjawab dengan KPK menangkapnya kemarin (14/08/2013). * Apabila pemerintah lebih teliti dan hati-hati serta meminta dan mendengar pendapat dari Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad H Wibowo dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mungkin tidak akan “kecolongan” memasukkan “tikus ke gudang beras” seperti sekarang ini. Drajad H Wibowo mengatakan, sebelum masuk ke jajaran BP Migas, Rudi dikenal sebagai orang yang sering memberi pernyataan yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah, tetapi kenapa kemudian dia bersedia masuk ke BP Migas yang kemudian dibubarkan dan diganti dengan SKK Migas itu? Drajad, semakin terkejut, ketika Rudi malah diangkat dan bersedia menjadi Wakil Menteri ESDM. Menurutnya, sebagian besar pandangan Rudi tidak cocok dengan kebijakan pemerintah. “Idealnya, orang-orang seperti Rudi tetap berada di luar pemerintahan,” kata Drajat. Drajad mengaku kerap memberi nasihat kepada teman-temannya yang dekat dengan kekuasaan dan hilang idealismenya. “Santri alim di pesantren itu biasa. Nah, kalau sudah masuk ke Jakarta dan masih tetap alim, itu baru santri luar biasa.” Ternyata, Rudi bukan tipe orang luar biasa seperti itu. Luar biasanya adalah serakah luar biasa. * Sedangkan Mahfud MD mengaku tidak terkejut mendengar Rudi ditangkap KPK. Sebab, ketika MK yang dipimpinnya membubarkan BP Migas, Rudi malah menyerang MK tanpa nalar. Padahal pertimbangan MK membubarkan BP Migas pada November 2012 itu selain karena inkonstitusional, juga dituding sebagai sarang korupsi, boros, pro-asing, dan gagal mencari sumber cadangan minyak baru di Indonesia. Logikanya kenapa ketika sarang korupsi itu hendak dibubarkan, Rudi malah berang kepada MK? Apakah karena memang sejak dulu itu dia termasuk dari para pelaku korupsi itu? Dengan latar demikianlah Mahfud terkejut, ketika justru Presiden SBY mengangkat Rudi sebagai Ketua SKK Migas, setelah BP Migas itu dibubarkan. Mahfud mengaku ketika itu sempat sangat khawatir, karena lewat pembicaraan-pembicaraannya dengan orang KPK, Rudi diketahui adalah salah satu masalah di dunia migas Indonesia. “Sesuatu akan segera meledak sebab dalam pembicaraan saya dengan orang-orang KPK, dia adalah salah satu masalah di dunia migas,” ujar Mahfud. Pertanyaannya: “Apakah tempo hari Mahfud sudah pernah mengingatkan Presiden SBY mengenai ini? Kalau sudah, kenapa SBY kok tetap melantik Rudi? Apakah ini sama saja dengan seperti sekarang, ketika banyak pihak memprotes pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi mengingat reputasinya yang tidak bagus, SBY tidak mau mendengarnya, dengan tetap melantikkannya. Kalau sebelumnya Mahfud belum pernah mengingatkan SBY, kenapa baru bilang sekarang bicaranya? Bagaimana pun semua sudah terjadi. The rising star itu benar-benar membuat sendiri nasibnya berbalik 180 derajat, dia mematikan sendiri bintangnya yang sedang mengorbit kencang itu, membuatnya dari terang-cemerlang menjadi gelap-gulita, menukik ke jurang kenistaan. ***
Posted on: Thu, 15 Aug 2013 15:47:02 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015