SEKILAS SEJARAH ==== DISKURSUS TENTANG TRINITAS - Bagian 9 Di - TopicsExpress



          

SEKILAS SEJARAH ==== DISKURSUS TENTANG TRINITAS - Bagian 9 Di Konstantinopel sendiri, suasana sudah berubah sama sekali. Hampir semua pendukung Eutyches sudah berbalik arah. Suasana ini memungkinkan jenasah Flavianus diarak masuk ke Konstantinopel. Banyak uskup mendukung isi Tomus ad Flavianum. Dioskuros dengan sekelompok kecil pendukungnya tetap mengadakan perlawanan. Melihat hal ini, Paus Leo Agung berpikir bahwa suatu konsili tidak perlu diadakan, sementara di Barat sendiri tema teologis konsili Efesus tidak banyak dikembangkan. Marcion tetap berpegang pada gagasannya, sehingga Leo Agung menyerah: konsili (ekumenis ke-4) diadakan di Khalsedon, di tepian selat Bosforus, di dekat Konstantinopel, Oktober 451. Konsili dihadiri oleh sekitar 600 uskup, 5 di antaranya dari Barat. Inilah konsili pra-Abad Pertengahan yang dihadiri oleh paling banyak peserta. Sidang dipimpin oleh utusan paus. Dalam konsili ini diakui sekali .lagi simbol konsili Nisea dan Nisea-Konstantinopel, bahkan Tomus ad Flavianum. "Leo Agung dan Sirilus telah mengajarkan doktrin yang sama, Petrus telah berbicara dengan mulut Leo Agung". Dioskuros dicopot dari kedudukannya. Lalu dirumuskan suatu formula iman yang baru, yang diambil dari substansi Tomus ad Flavianum dengan beberapa penjelasan: "Kristus itu satu dan identik dengan Putera, Tuhan, dilahirkan dalam dua kodrat, tanpa konfusi, tanpa mutasi, tanpa divisi, tanpa separasi. Karena perbedaan kodrat tidaklah dihilangkan oleh kesatuan. Sebaliknya properti dari masing-masing kodrat disatukan di dalam satu pribadi dan di dalam satu hypostatis”. Salah satu tugas mulia teologi Kristen ialah menjelaskan hubungan antara elemen insani dan ilahi dalam pribadi Yesus Kristus. Konsili Khalsedon boleh ditafsirkan telah berhasil meletakkan prinsip kontrol bagi kristologi klasik, yang telah diterima sebagai sesuatu yang defmitif dalam teologi Kristen. Prinsip tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut, "Yesus Kristus benar-benar Allah dan benar-benar manusia, dan di dalam Diri-Nya terdapat dua kaidah (prinsip) tindakan yang tetap tinggal berbeda, kendati hanya ada satu subjek tindakan, dan subjek itu adalah Sabda ilahi". Selain itu konsili ini juga menelurkan 30 kanon disipliner (misalnya tentang hubungan antara biarawan dengan para uskup, yurisdiksi batrik Yerusalem, dan lain sebagainya). Kanon 28 berbunyi sebagai berikut: "Mengikuti semua dekrit para bapak suci dan mengakui kanon III dari 150 uskup (konsili Konstantinopel), .... kami membuat resolusi yang sama menyangkut previlese Gereja Konstantinopel yang sangat suci, Roma yang baru. Dalam kenyataannya, para bapak menyetujui dengan sangat masuk akal mengingat previlese-previlese takhta Roma lama, karena kota ini adalah kota kekaisaran. Demi motif yang sama, 150 uskup menyetujui bahwa Roma yang baru, yang dihormati sebagai residensi kaisar dan senat dengan previlese yang sama dengan kota imperial lama, Roma, harus memiliki keunggulan-keunggulan yang sama dalam tata gerejawi dan menjadi yang kedua setelah Roma. Dengan cara demikian para metropolitan dari keuskupan Ponto, Asia, Tracia dan para uskup dari wilayah yang diduduki oleh orang barbar akan ditahbiskan oleh takhta suci Gereja kudus Konstantinopel ....". Kanon 28 ini memperlihatkan asal-usul primat Roma yang semata-mata bermotif historis: Uskup Roma diakui sebagai kepala Gereja, sejauh ia adalah uskup dari ibukota kekaisaran. Afirmasi sebaliknya yakni tradisi, yang mengakui Petrus sebagai dasar primat Roma, juga ditegaskan. Tetapi di sini pun dapat dibaca adanya suatu kecemasan pihak takhta suci Konstantinopel, sehingga mereka membenarkan dengan salah satu cara yang terbaik, bahwa primat Roma seakan berhak atas batrik Timur (yang lain), yakni atas Aleksandria, Antiokhia dan Yerusalem. Seandainya prinsip ini dimengerti dengan seluruh keberatannya, konsekuensinya adalah harus terjadi perpindahan dari ibukota lama (Roma) ke ibukota baru (Konstantinopel), dari Leo Agung kepada Anatolius. De facto, konsekuensi deduktif cukup sederhana: batrik Konstantinopel seakan berhak menahbiskan para metropolitan di seluruh wilayah Timur. Tentu, seandainya aplikasinya dibatasi, prinsip yang dimajukan tetap revolusioner. Para utusan uskup Roma meminta agar kanon 28 itu dihapus saja, tetapi permintaan itu tidak diacuhkan. Sidang berakhir dengan konflik antara utusan uskup Roma dengan sebagian konsiliaris. Kemudian konsili mengalamatkan sepucuk surat kepada Leo Agung, sambil mengakuinya sebagai kepala konsili dan minta agar uskup Roma menyetujui apa yang sudah disepakati di Konstantinopel. Leo Agung memrotes ketentuan kanon 28, mengingat diversitas tata tertib gerejawi dan sipil. Ia mengacu pada alasan-alasan praktis (historis dan yuridis) yang bertentangan dengan previlese yang dicetuskan oleh Konstantinopel. Dengan kata lain, tampaknya Leo Agung menaruh perhatian lebih besar pada masalah penghormatan khusus yang mengilhami takhta Konstantinopel daripada masalah hakiki, yaitu sifat dan dasar primat Roma. Tidak kurang pula surat-surat Leo Agung kepada Pulkheria yang menekankan asal usul ilahi primat Roma. Kesimpulan: situasi konkret, konteks historis memungkinkan untuk membenarkan bahwa deklarasi utama kanon 28, terutama hanya untuk menghormati Konstantinopel, tanpa menyangkal supremasi Roma. Roma hanya mendorong agar Konstantinopel mendapatkan, entah apapun caranya, suatu penghormatan baru. Dalam kenyataannya sungguhlah fatal bahwa konteks sejarah dilupakan. Dan halnya berhenti pada deklarasi: skisma tahun 1054 secara virtual hadir dalam kanon 28 dari tahun 451. Jika nestorianisme tidak berpengaruh besar pada penduduk kekaisaran, tetapi monophysitisme tetap mempertahankan hampir semua kekuatan dan daya tariknya, terutama di Su. riah, Mesir, Armenia. Kegigihan gerakan ini harus dicari dan ditemukan dalam faktor-faktor keagamaan dan politik. Pada saat itu di seluruh wilayah Timur tersebar sikap bermusuhan terhadap nestorianisme. Banyak orang menyangka bahwa nestorianisme di mana pun juga berbicara tentang dua kodrat; juga lantaran kebingungan orang, yang tidak seluruhnya dapat diatasi, yakni antara kodrat dan pribadi. Kemudian, gerakan-gerakan keagamaan cukup sering bersekongkol dengan aliran-aliran politik yang senafas. Dalam kasus ini, monophysit merupakan aspek religius dari oposisi, yang lebih umum dan sistematik, yang menguasai semua provinsi Timur melawan sentralisme Konstantinopel. Di Mesir, para monophysit bernama Kopti, di Suriah dan negara-negara yang berdekatan dengan Suriah disebut Yakobit. Nama ini berasal dari Yakobus Bardai, uskup Edessa.(PS) (bersambung) ~Dv
Posted on: Wed, 17 Jul 2013 00:44:36 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015