SEKILAS SEJARAH ==== UNSUR-UNSUR HAKIKI GEREJA ABAD PERTENGAHAN - - TopicsExpress



          

SEKILAS SEJARAH ==== UNSUR-UNSUR HAKIKI GEREJA ABAD PERTENGAHAN - Bagian 2 2. SACRUM ROMANUM IMPERIUM Setelah tahun 774, para paus menjalankan kekuasaan di wilayah yang diserahkan oleh Pipinus dan Karolus Agung (742-814). Sejak tahun 781 para paus mulai menciptakan uang sendiri. Ketika Paus Adrianus I wafat sudah ada kelompok yang menyiapkan penggantinya, yakni Paskalis. Tetapi konklaf "terlanjur" memilih Leo III sebagai pengganti Adrianus. Situasi ini menimbulkan kekacauan. Leo III memilih melarikan diri dari Roma dan mengungsi ke wilayah kerajaan Frankhi sambil mendekati Karolus Agung. Yang terakhir ini akhirnya mengantar paus kembali ke Roma. Tetapi Leo III tetap dimusuhi dan dituduh oleh lingkungan aristokrat Roma (yang dihasut oleh Paskalis) sebagai pihak yang menyebarluaskan permusuhan. Proses perlawanan terhadap Leo III akhirnya dihentikan oleh Karolus Agung sendiri. Sri Paus dinyatakan bersih dari kasak-kusuk yang dituduhkan selama ini dan mereka yang memusuhinya segera disingkirkannya. Beberapa hari kemudian, pada hari Natal tahun 800, Karolus Agung pada permulaan misa tengah malam, berlutut di depan paus. Ia menerima dari paus mahkota kekaisaran, sementara itu jemaat yang berjejal tanpa henti-hentinya melantunkan akiamasi ritual. Setelah berakhir lagu puji-pujian, paus (pada gilirannya) merendahkan diri dengan menundukkan kepala kepada Karolus Agung. Pemahkotaan Karolus Agung terjadi atas karya pimpinan tertinggi Gereja. Peristiwa ini dipandang sebagai fusi antara unsur-unsurFrankhi dan Romawi, di bawah pengaruh Gereja, yang memiliki peranan menentukan dalam genesis peradaban Abad Pertengahan. Secara politis gelar baru Karolus Agung “kaisar” menumbuhkan harga diri. Kaisar adalah pelanjut dan pembangkit kekaisaran Roma, yang pernah dipimpin oleh Konstantinus Agung di wilayah Timur dan kini dipimpin oleh Karolus Agung dibawa ke wilayah Barat. Hal ini seturut teori translatio imperii. Berkat peristiwa tahun 800 itu lahirlah sacrum romanum imperium (kekaisaran romawi suci) dan terjadilah hubungan erat antara masyarakat keagamaan dan sipil, hal mana mencirikhaskan peradaban Abad Pertengahan. "Kemanusiaan" Abad Pertengahan membangun hanya satu tubuh, yang dipimpin oleh satu kepala yang tidak kelihatan, Kristus, dan pimpinan yang kelihatan ialah paus. Gereja dan Negara tetap tinggal berbeda, tetapi keduanya membentuk dua organ dari satu organisme yang lebih tinggi dan luhur, dua aspek, dua cara berada dari satu realitas yang sama, kota Allah, kekristenan, respublica Christiana. Dalam kenyataannya keduanya mempunyai asal usul dan tujuan yang satu dan sama. Keduanya berasal dari Allah dan harus menuntun manusia ke satu tujuan yang sama baik dalam bidang kodrati maupun adikodrati, duniawi maupun surgawi. Pendek kata, cita-cita Abad Pertengahan ialah reductio ad unum, penyusutan (dua entitas) menjadi satu kesatuan. Tegasnya, kesatuan dan keutuhan agama Kristen menemukan ungkapan politiknya dalam sepak-terjang kekaisaran. Implikasi konkret daripadanya adalah kekaisaran berkewajiban melindungi dan membantu Gereja melaksanakan misi utamanya, yang terungkap dalam sepucuk surat Karolus Agung kepada Leo III: "Merupakan tanggung jawab kami, dengan pertolongan belaskasihan Allah, dari luar membela dengan senjata di manapun Gereja suci diancam oleh orang tidak beriman, dan dari dalam memperkuat Gereja dengan pengetahuan tentang iman Katolik. Adalah tanggung jawab kami, Santo Bapa, yang bersama dengan Musa mengangkat tangan kepada Allah dan untuk menolong militansi kami, ya bahwa dengan pengantaraan Yang Mulia, orang Kristen, di bawah bimbingan dan perlindungan Allah selalu mendapatkan (di mana pun juga) kemenangan". Akan tetapi baru di kemudian hari tersingkap bahwa dalam prakteknya paus dikurung dalam "sakristi". Tugas utamanya ialah melayani pelbagai jenis peribadatan dan kultus. Hal-hal lainnya (yang tidak, berhubungan dengan ibadat dan kultus) menjadi wewenang kaisar. Sangat sering Karolus Agung melakukan intervensi dalam masalah gerejawi, kendati kata terakhir sebenarnya ada dalam tangan paus (misalnya kasus ikonoklasme), menominasi para petugas Gereja, pendidikan para calon imam, tata pemerintahan keuskupan, administrasi harta benda Gereja dan lain sebagainya. Kaisar mabuk kepayang dengan gelarnya Devotus sanctae Ecclesiae defensor atque adiutor in omnibus (Pembela setia Gereja suci dan penolong dalam segala sesuatu) atau rex et sacerdos (raja dan imam). Berbeda dengan para kaisar di wilayah Timur (Bisantin), Karolus tidak bermaksud untuk mereduksi Gereja menjadi instrumentum regni (sarana dan alat bantu kerajaan). Karolus semata-mata berikhtiar membela kepentingan-kepentingan agama. Sebab ia menyadari bahwa ia dilantik oleh Allah untuk melaksanakan misi tersebut. Ambiguitas hubungan antara dua entitas kekuasaan dalam upacara Natal, 800, menarik untuk disimak. Dua pemeran utama saling memberi hormat. Paus nampaknya lebih tinggi daripada kaisar. Sebab yang pertamalah yang memahkotai yang kedua atau kaisarlah yang menerima adorasi Leo III. Kedekatan dua pemimpin tersebut menyingkirkan kemungkinan munculnya konflik frontal; akan tetapi dari kedekatan dan kesatuan tersebut kita dapat meramalkan munculnya konflik yang tidak terelakkan. Oleh karena itu, Abad Pertengahan bukanlah kurun waktu yang memperlihatkan koeksistensi damai antara Gereja dan Negara, melainkan koeksistensi ketegangan yang berkelanjutan dari dua entitas. Pergesekan antara keduanya tampaknya tidak saling mengauskan, meski usaha menyatukan kepentingan yang berbeda dari lembaga-lembaga itu tampak pula dalam modus vivendi antara imamat dan kekaisaran.(PS) (bersambung) ~Dv
Posted on: Tue, 06 Aug 2013 00:37:58 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015