Secara biologis otak terbagi dalam tiga bagian besar yang terdiri - TopicsExpress



          

Secara biologis otak terbagi dalam tiga bagian besar yang terdiri dari bagian otak kiri, bagian otak kanan, dan bagian otak kecil atau otak bawah sadar. Otak bagian kiri atau left cerebral hemisphere merupakan bagian otak yang bertugas berfikir secara kognitif dan rasional. Bagian ini memiliki karakteristik khas yang bersifat logis, matematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektial, obyektif, dan mengontrol sistem motorik tubuh bagian kanan. Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan matematika. Sebaliknya, bagian otak kanan atau right cerebral hemisphere adalah bagian otak yang berfikir secara afektif dan relasional, memiliki karakter kualitatif, impusif, spiritual, holistik, emotional, artistik, kreatif, subjektif, simbolis, imajinatif, simultan, intuitif, dan bertugas mengontrol gerak motorik bagian tubuh sebelah kiri. Bila terjadi kerusakan pada otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang terganggu adalah kemampuan visual dan emosi. Lalu dibagian agak kebawah, ada otak kecil [BUKAN OTAK TENGAH] atau otak bawah sadar yang bertugas seperti mesin perekam seluruh kejadian yang berlangsung dikehidupan kita. Otak kecil yang bernama cerebellum ini sering kali mengagetkan kita dengan memberikan informasi secara tiba tiba (refleks) mengenai sesuatu yang tidak kita sadari sebelumnya, padahal sudah terekam didalam bagian bawah sadar kita. Zaman sekarang, Zaman Manusia Berfikir Dengan Otak Kiri Sejak awal tahun 60 an, muncul “Revolusi Kognitif” yaitu cara berfikir yang terfokus pada hitungan HITUNGAN MATEMATIS, LOGIS, RASIONAL, lebih suka mengungkapkan sesuatu secara VERBAL daripada simbol simbol dan pola pemikiran yang sedang terjadi adalah pola dominasi otak kiri. Rasional disini diartikan sebagai keadaan yang nyata, kasat mata, bisa dihitung secara matematis dan logis. Pola berfikir kognitif ini menekankan bahwa kehidupan itu adalah kecukupan dalam hal materi. Pola ini tidak menginginkan kehidupan dalam bentuk rohani karena tidak nyata. Bagian otak kiri tidak mampu berpikir dalam bentuk simbolik dan spiritual. Yang mampu dipikirkan bagian ini hanyalah hal hal MATERIIL dan VERBAL. Pola pendidikan yang sangat menitik beratkan pada HASIL, TARGET TARGET berupa prestasi nilai tertinggi, gelar dan ijazah bukan pada PROSES, memang mengarahkan kita untuk menjadi makhluk materialistis padahal hakikat kehidupan seutuhnya bukan hanya soal materi. Jadilah ilmu ilmu eksak seperti matematika, fisika, kimia dianggap kunci utama menuju kesuksesan yang cerah. cara belajar seperti ini membentuk seseorang untuk BERPIKIR VERTIKAL yang bertahap dan hanya terarah pada satu tujuan tertentu yang memang sudah dipolakan; cara berfikirnya terbatas. Berfikir seperti ini memang efektif tapi kurang lengkap, kaku dan kurang berkembang. Dengan berfikir vertikal, orang akan menghitung soal sebab dan akibat dengan cara kuantitatif, matematis, angka angka,.. Padahal, akibat dan tanggung jawab bisa datang secara kualitatif dan tak selalu matematis. Justru karena inilah manusia jenis ini menjadi manusia yang lemah dan rapuh karena melihat suatu kegagalan sebagai kegagalan yang absolut, kegagalan yang akhir dari segalanya. Pola manajemen pemerintahan yang bersifat komunis pun ternyata merupakan hasil dari kerja otak kiri. Paham ini mengkehendaki sebuah keteraturan yang absolut dan rakyatnya harus memiliki pola pikiran yang seragam dan mekanis. Dan dengan pola pikir rakyat yang demikian maka mereka akan mudah diorganisir dengan cara cara totaliter dan otoriter. Dalam politik yang penguasanya memiliki pola pikir otak kiri, mereka tahan dalam menghadapi provokasi kreativitas orang orang yang dipimpinnya karena orang jenis ini sulit bereaksi meskipun mengalami tekanan didalam segala bidang. Pokoknya kayak robot; mengikuti prosedur, taat pada kebiasaan dan anti pembaharuan. Ini karena cara berpikir mereka cenderung SEQUENTIAL dan DETAIL. Sedangkan untuk memberontak dan berani mengemukakan pendapat, diperlukan cara berfikir yang lain yang lebih SIMBOLIS dan DIVERGEN (otak kanan). Masih dalam kungkungan pola pikir otak kiri, mahasiswa saat ini jika ditanya, “apa tujuan kalian setelah kuliah?” pastinya atau sebagian besarnya akan menjawab, “ya kerja dong..” “Kerja apa dan dimana?” “Apa saja, kalau bisa yang sesuai dengan bidang saya. kalau nggak dapat pekerjaan yang lain juga tidak masalah. Yang penting kerja dan dapat gaji..”.. [Untuk teman2 mahasiswa, saya cuma nyalin.. peace.. ^^v] Jarang sekali kita dapatkan jawaban dari teman teman mahasiswa bahwa setelah kuliah mereka akan membuat atau menciptakan sesuatu, yang berhubungan dengan pendidikan formalnya misalnya. Misalnya, Sarjana Ekonomi menjadi penemu suatu sistem manajemen terbaru. Atau mungkin Sarjana Biologi menemukan Klasifikasi Hewan terbaru berdasarkan Al-Qur’an untuk menggantikan klasifikasi Linnaeus yang secara terang terangan berdasar pada teori evolusi – atheism – anti Sang Pencipta. Pasti sudah pada ma’ruf, tentang kisah Bill Gates yang bahkan di droped out dari kampusnya. Tapi jangan ditanya soal tekad dan daya imajinasi yang tinggi, sehingga mampu mendirikan perusahaan Microsoft yang dibangun dengan modal tekad yang kuat. Juga kisah Albert Einstein yang menemukan teori relativitas karena kekuatan imajinasinya [ Sumber]. Dan kisah hidup Steve Jobs, penemu Apple keturunan Suriah ini pun tak kalah menarik karena ketika kuliah dia hanya betah di semester awal dan lebih tertarik belajar hal hal mistis, kebudayaan timur, kaligrafi hingga pergi ke India dalam rangka mencari pencerahan spiritual [Sumber]. Mungkin kita pandai, mungkin kita sarjana, atau bahkan master. Namun sudah bisa ditebak bahwa tidak akan banyak karya kreatif yang bisa ia lahirkan karena berfikir terlalu vertikal dan monoton tadi. Kepandaian, sehebat apapun itu, tanpa sisi kreatifitas, hanya akan menjadi mesin yang akan dikendalikan oleh pihak lain. Bagi orang orang berpola pikir kognitif, atau sebagian besar orang saat ini, orientasi kepada materi, mengukur kebahagiaan, kenyamanan dengan fasilitas fasilitas duniawi, duit, harta, kekayaan dan segala sesuatu yang kasat mata adalah sesuatu yang wajar. Lebih ekstrim lagi, muncul manusia manusia ambisius, individualis, dan tidak punya hati.. [ampunnn matre dan hedon sekali..] Disarikan dari buku RIGHT BRAIN -AM Rukky Santoso. Penerbit : Gramedia. Jakarta. 2006 dengan sedikit gubahan dan tambahan dari sumber2 lain. Itulah kebanyakan orang saat ini. Contoh lain adalah kebanyakan orang orang yang patuh mengikuti tradisi nenek moyang yang jika ditanya, mereka akan menjawab, ‘Bahkan kami akan tetap mengikuti apa-apa yang kami dapati dari nenek-nenek moyang kami’. Apakah mereka akan tetap mengikutinya apabila ternyata nenek moyang mereka adalah orang-orang yang tidak memahami apa pun dan sama sekali tidak berada di jalan petunjuk?”. (QS. al-Baqarah : 171) Begitu juga dalam beragama, jika kita tidak mengikuti apa yang diikuti sebagian besar yang diikuti orang orang, maka hal itu tampak salah, dan aneh. Padahal Allah berfirman : ﻻِﺇ َﻥﻮُﻌِﺒَّﺘَﻳ ْﻥِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒَﺳ ْﻦَﻋ َﻙﻮُّﻠِﻀُﻳ ِﺽْﺭﻷﺍ ﻲِﻓ ْﻦَﻣ َﺮَﺜْﻛَﺃ ْﻊِﻄُﺗ ْﻥِﺇَﻭ َّﻦَّﻈﻟﺍ “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka..” QS.al-An’am : 116 Tulisan diatas tidak bermaksud menyudutkan/menjelek jelekkan orang orang yang memiliki pola pikir dominan otak kiri tapi hanya memberikan gambaran umum hasil dari orang orang left-brained tersebut. Sebagai manusia yang sempurna dan lebih baik dari hewan, kita memang perlu untuk berfikir dengan otak kiri. Tanpa otak kiri, (secara ekstrimnya nih ya) akan muncul masyarakat yang tidak patuh aturan, memberontak, berbuat semaunya, tidak mampu berbahasa verbal dengan baik, tidak mampu menggunakan alat alat dan tekhnologi, primitif, tidak punya malu, dan lain sebagainya. Seperti hewan ya? Iya karena ternyata hewan hampir 100% right-brained. Sisi Spiritualitas dan Otak Kanan Diantara cara untuk mengetahui apakah dalam kehidupan sehari hari otak kanan dan otak kiri kita berimbang atau tidak adalah menjawab dengan jujur, apakah selama ini kita hanya mengetahui hal hal yang KASAT MATA, yang menurut anda MASUK AKAL dan bisa dihitung secara MATEMATIS? apakah kita menganggap cara berfikir seperti ini adalah yang paling benar dan baik? Apakah kita termasuk diantara orang yang perlu bukti MATERI terhadap suatu pernyataan apapun sifatnya dan bentuknya? Jika seluruh jawabannya adalah YA maka kita termasuk orang yang berpikir dominan dengan otak kiri. Pola ini sedikit banyak merugikan karena tidak berimbang. Salah satunya adalah bagaimana kita bisa memahami dan mempercayai Allah dengan pola otak kiri yang RASIONAL dan MATEMATIS itu, padahal kita mengaku sebagai orang yang beragama? Diantara Bentuk Berpikir dengan Otak Kanan = Belajar Mengambil Hikmah Diantara cara menggunakan otak kanan adalah berfikir dalam pola pikir yang tidak biasa, memakai sudut pandang yang berbeda, subjektif dan horizontal/lateral. Dengan kata lain, coba berfikir positif, mencari cari kebaikan dan hikmah dalam suatu perkara. Contohnya, adalah kegagalan. Bagi orang yang terpola dominan otak kiri, kegagalan adalah RUGI BESAR, MUSIBAH, dan sebagainya. Makin rasional orang tersebut, makin berat terasa kerugian tersebut. Contoh kasus seperti ini (masih dari buku yang sama): Dalam suatu penjarahan atau kerusuhan, bagi orang orang left-brained maka hal ini sungguh kerugian yang besar. Tapi kalau dilihat dari sisi lain, mungkin sebenarnya banyak barang barang yang kadaluarsa atau tak lagi layak pakai. Atau mungkin sebelumnya pemilik toko adalah seorang yang sombong, dan setelah tertimpa musibah dia tidak lagi menjadi orang yang sombong, Atau contoh lain adalah kisah nyata seorang anak yang tertimpa penyakit kusta lalu dia buta seumur hidupnya. Bagi orang orang left brained ini benar benar suatu kemalangan dan musibah besar karena dia tidak seperti orang orang kebanyakan. Tapi coba pikir dari sisi lain, dengan mata yang buta, dia tidak sempat melakukan maksiat (kontribusi maksiat yang melalui mata sangat mengerikan). Dan Allah mudahkan dia menghafal AlQuran, Hadits, Kutubu Sittah, Kutubu Tis’ah, hingga akhirnya dia menjadi seorang ulama besar dengan matanya yang buta. Kisah lengkapnya bisa dibaca disini. Atau juga misalnya ada seseorang yang belum juga menikah seperti kebanyakan orang diumurnya. Dalam pandangan kebanyakan orang, sungguh kasihan sekali orang ini, dia tak seperti teman temannya yang lain. Tapi lihat dari sisi lain, banyak sekali kebaikan dibalik itu. Sembari tetap berikhtiar dia masih punya sangat banyak waktu luang untuk memperbaiki diri dan menuntut ilmu, dia masih diberi kesempatan untuk setiap hari setiap saat bertemu dan berkumpul dengan orang tuanya, dia masih bisa banyak melakukan hal untuk orang lain, dan mungkin dia bisa menabung untuk masa depannya agar dia secara finansial jauh lebih siap lagi. Kegagalan dan musibah, secara rasional dan logis adalah suatu hal yang menyedihkan. Tapi coba sekali lagi dilihat dari sisi lainnya. Bagi orang orang beriman, kegagalan dan musibah berarti, “..Akan ada ganti yang lebih baik..”[1] “..Penghapus Dosa..” [2] “..Akan segera datang jalan keluar..!!” [3] “.. Sebenarnya semua taqdir Allah itu baik. Adapun yang buruk itu terletak pada dzat (bentuk takdirnya)..” Rasionalisasi Agama? Well, nyambungnya jadi kemana mana. Ada sebagian orang muslim yang sangat rasional. Mereka tampak intelek, logis, rasional, cerdas dan seterusnya. Saking rasional mereka mengatakan, “Islam itu Logis dan Rasional.. Masuk akal..” Jika menerima sesuatu yang tidak masuk akal, mereka akan berkata, “Gimana logikanya bisa begini dan begitu?” Maka ada diantara mereka ada yang shalat untuk melancarkan peredaran darah, puasa dalam rangka detoksifikasi racun di tubuh, shalat malam untuk mengatasi pegal pegal pada sendi, berwudhu untuk kesegaran dan mencerahkan kulit; tidak makan babi karena babi tidak sehat, di ototnyaterdapat 80 jenis larva cacing; atau tidak minum alkohol demi kesehatan livernya. Coba saja pikirkan dengan otak logis mereka, tentang pelaksanaan ibadah haji. Barangkali mereka hanya akan menemukan kebingungan kenapa mesti begini, kenapa mesti begitu, logikanya bagaimana..? Yang demikian itu tidak salah, tapi hendaklah alasan yang pertama dan yang utama bagi seorang muslim dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dalam syariat ini adalah karena Allah melalui Rasulnya telah memerintahnya dan telah melarangnya. Dengan atau tanpa sebab sebab diatas, kita tetap wajib menaatinya. Lihatlah generasi generasi terbaik di zaman Rasulullah - shalallahu ‘alayhi wa sallam-, adakah mereka bertanya tanya “kenapa mesti begini dan begitu Ya Rasulallah? logikanya gimana ini wahai nabi Allah..?” Bahkan mereka mengatakan, “ﺎَﻨْﻌَﻃَﺃَﻭ ﺎَﻨْﻌِﻤَﺳ ْﺍﻮُﻟﺎَﻗَﻭ “ “Kami dengar dan kami taat” Qs. Al Baqarah [2]: 265 Hikmah hikmah dibalik pelarangan diatas tidak diketahui kecuali pada zaman belakangan ini. Para shahabat dan generasi terbaik itu tidak perlu tahu hikmahnya untuk benar benar menaati perintah Allah dan Rasul-Nya Ada juga sekelompok golongan yang menetapkan sifat sifat Allah hanya yang bisa mereka terima secara akal mereka saja. Selain daripada itu, mereka tidak mau mengakuinya. BENAR memang, Islam itu pasti sejalan dengan akal manusia. Tapi tidak semua syariat dan ilmu ilmu Allah itu bisa dijelaskan dengan akal karena akal ini amat sangat terbatas kemampuannya. Padahal, diantara tanda orang orang yang bertaqwa itu ِﺐْﻴَﻐْﻟﺎِﺑ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻳ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib..” Qs Al Baqarah [2] : 3 atau, “Apakah kalian beriman kepada sebagian kitab dan mengingkari sebagiannya?” (Al-Baqarah: 85) atau mereka baru akan beriman pada hari akhir kalau mereka benar benar melihat matahari itu benar benar terbit dari barat?? Sungguh terlambat karena Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : ﺎﻫﺁﺮﻓ ،ﺖﻌﻠﻃ ﺍﺫﺈﻓ ،ﺎﻬﺑﺮﻐﻣ ﻦﻣ ﺲﻤﺸﻟﺍ ﻊﻠﻄﺗ ﻰﺘﺣ ﺔﻋﺎﺴﻟﺍ ﻡﻮﻘﺗ ﻻ ﺖﻨﻣﺁ ﻦﻜﺗ ﻢﻟ ﺎﻬُﻧﺎﻤﻳﺇ ﺎًﺴﻔﻧ ﻊﻔﻨﻳ ﻻ ﻦﻴﺣ ﻙﺍﺬﻓ ،ﻥﻮﻌﻤﺟﺃ ﺍﻮﻨﻣﺁ ؛ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺍًﺮﻴﺧ ﺎﻬﻧﺎﻤﻳﺇ ﻲﻓ ﺖﺒﺴﻛ ﻭﺃ ﻞﺒﻗ ﻦﻣ “Tidaklah tegak hari kiamat hingga matahari terbit dari arah barat. Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan kebaikan di masa imannya” (HR. Bukhari 11/352 dan Muslim 2/194) Penutup Agama ini bukan sepenuhnya memerintahkan untuk menggunakan otak kanan saja, atau otak kiri saja. Kita diperintahkan untuk patuh kepada Allah, dan Rasul, sami’na wa atho’na, lalu perintah untuk mempelajari bahasa arab, membaca AlQur’an dengan makhroj yang benar, memiliki rasa malu, itu merupakan kerjaan otak kiri. Namun kita juga diperintahkan untuk banyak banyak berfikir mentadabburi alam semesta, hikmah dibalik musibah, hikmah dibalik penciptaan, beriman kepada yang ghaib, itsar, empati kepada orang lain, bersegera melakukan kebaikan, mencintai lingkungan dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi, dan lainnya ini merupakan kerja otak kanan. Bahkan dalam praktik yang menyimpang pun, masing masing otak punya peran. Taqlid buta, banyak bicara dan banyak bersumpah ini kerjaan otak kiri. Atau kreatif berbuat bid’ah, atau menafsirkan dalil dengan tafsiran sendiri ini pun hasil kerja otak kanan. Menarik sekali ya. Jika ada kesempatan in syaa Allah berikutnya adalah tentang lebih jauh mengetahui potensi otak kiri dan otak kanan. In syaa Allah. Semoga Allah memudahkan Semoga tulisan yang sedikit ini bermanfaat. As alullohal ikhlaas.. Related post : Mengenal Potensi Otak Kanan, Otak Kiri dan Otak Kecil —————————————————————————— ———————– [1] Dari Ummu Salamah radhiallahu anha dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, “INAA LILLAHI WAINNAA ILAIHI RAAJI’UUN. ALLAHUMMA`JURNII FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan gantilah untukku dengan yang lebih baik darinya),” melainkan Allah akan menggantikan untuknya dengan yang lebih baik.” (HR. Muslim no. 918) [2] ”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim) [3] “Ketahuilah, sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti akan ada kemudahan.” (HR. Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya [636] (Lihat Durrah Salafiyah, hal. 148) dan Al Haakim dalam Mustadrak ‘ala Shahihain, III/624). (Syarh Arba’in Ibnu ‘Utsaimin, hal. 200)
Posted on: Mon, 02 Dec 2013 13:36:12 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015