WORLD MUSLIMAH UNTUK SIAPA? Oleh: Nurisma Fira World - TopicsExpress



          

WORLD MUSLIMAH UNTUK SIAPA? Oleh: Nurisma Fira World Muslimah segera digelar. Pemilihan duta muslimah mancanegara ini bertujuan menyampaikan citra positif tentang Islam, serta menunjukkan prestasi para wanita berhijab di mata dunia. Kriteria penilaian kontes ini adalah penampilan, fotogenik dan 3S, yakni sholehah, smart dan stylish (Republika, 28/6). Eka Triyatna Shanty, Founder & CEO World Muslimah Foundation, menyatakan, “Tujuan kami memang untuk mengapresiasi para muslimah, karena banyak yang di usia muda sudah menutup diri. Jadi ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk eksis” (Okezone, 28/6). Di tengah maraknya berita perhelatan beauty pageant yang nyata bertentangan dengan nilai-nilai Islam, ajang ini dianggap angin segar yang diharapkan mampu mengangkat posisi muslimah di dunia internasional yang cenderung dipandang minor. Bisa dipahami bila kemudian sebagian masyarakat menganggap kontes semacam ini sebagai bentuk pemberdayaan dan kebangkitan muslimah. Terlepas dari apresiasi yang layak disampaikan, disadari atau tidak, penyelenggaraan duta muslimah tetap bermuatan bisnis dan mengeksploitasi perempuan. Meski menyatakan tidak menjadikan kecantikan sebagai kriteria utama, faktanya kontes ini masih memasukkan unsur fisik sebagai syarat. Tidak pernah kita jumpai di antara jajaran pemenang kontes semacam ini yang tinggi badannya kurang dari 160 cm, kelebihan berat badan, atau difabel, meskipun sholehah, berprestasi secara akademis, dan memiliki sumbangsih besar bagi masyarakat. Fakta lain bahwa kontes kecantikan muslimah lekat dengan bisnis dan uang adalah dijadikannya para finalis sebagai etalase hidup bagi produsen kosmetik dan fashion yang menjadi sponsornya. Memang muslimah dan perempuan secara umum adalah makhluk yang menawan dalam arti fisik. Apapun alasannya, hampir semua orang pasti menyukai keindahan, namun ironis bila upaya mendongkrak industri dunia Islam ditempuh dengan jalan mengeksploitasi muslimah sebagai salah satu bentuk komoditas yang dihargai secara fisik. Tak berlebihan rasanya bila dikatakan muslimah perlu merenungkan kembali definisi eksis jika dimaknai harus memamerkan keelokan paras di ajang kontes kecantikan. Karena manusia yang mulia tidak dilihat dari penampilan menarik secara fisik namun dari ketakwaannya. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat [49]: 13). Busana Muslimah di Tempat Umum Muslimah sholehah dan smart adalah yang melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia berusaha tampil stylish karena Allah. Allah Swt memerintahkan muslimah untuk menutup aurat, berjilbab, dan mengenakan khimar (kerudung) ketika berada di tempat umum. Aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Leher, rambut, hingga dada muslimah adalah aurat bagi orang yang bukan mahram. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT, “Hendaklah mereka menutupkan khimar-khimar (kain kerudung) mereka ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31). Yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Jadi khimar (kerudung) bukan saja harus menutup rambut, kepala, dan leher, namun juga harus menutupi dada. Ada pun perintah berjilbab di tempat umum adalah berikut, “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya’.”(QS. Al Ahzab [33]: 59). Di dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita). Jadi, jilbab adalah kain terusan dari kepala sampai bawah (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (melapisi pakaian rumah, seperti daster, atau baju kaos dan celana panjang, yang dipakai setelah memakai pakaian dalam) yang diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Kiprah Muslimah di Ranah Publik Islam membolehkan perempuan muslim mengaplikasikan ilmu, bakat, minat, serta kemampuannya di ruang publik. Bahkan masih banyak kebutuhan masyarakat atas keterampilan perempuan. Misalnya, ibu muslimah lebih memilih diperiksa tenaga kesehatan perempuan, ibu-ibu yang memiliki anak balita biasanya lebih mempercayakan buah hatinya kepada guru PAUD dan TK perempuan, perempuan biasanya lebih nyaman menjahitkan pakaiannya kepada penjahit perempuan dan sebagainya. Sistem keamanan dan peradilan pun meniscayakan diperlukannya tenaga perempuan sebagai polisi hingga hakim. Sistem pendidikan, bisnis, dan ekonomi pun bukan haram dijamah muslimah. Tentu ini semua dengan sejumlah syarat sesuai syariat Islam, seperti menutup aurat dan berjilbab, tidak membahayakan diri, tidak berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya (khalwat), tidak campurbaur dengan laki-laki nonmahram tanpa kepentingan syar’i (ikhtilat), tidak mengandalkan kemolekan tubuh, bermuamalah yang halal, ditemani mahram bila bepergian lebih dari sehari semalam, dan lain sebagainya. Ini semua meniscayakan perlunya Islam ditegakkan di seluruh aspek kehidupan. Maka hal mendesak untuk dilakukan muslimah saat ini adalah mendakwahkan Islam ke tengah masyarakat agar memahami kecantikan tak akan berarti apa-apa jika tidak berakhlak mulia dan berkepribadian Islami. Agar muncul kesadaran kesadaran di tengah masyarakat bahwa perempuan bukanlah etalase yang bisa dipandang sesukanya dan dinilai dengan uang dan ketenaran. Karena semua hanya bisa didapatkan di tengah masyarakat dan negara yang menjunjung tinggi nilai ketakwaan. (dakwahmedia)
Posted on: Tue, 17 Sep 2013 14:50:16 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015