ini lo, ajaran damai penuh KASIH.,..,,. : 20 CONTOH KEBIADABAN - TopicsExpress



          

ini lo, ajaran damai penuh KASIH.,..,,. : 20 CONTOH KEBIADABAN KRISTEN TERHADAP KRISTEN YANG MENENTANG KRISTEN Pertama. Penindasan terhadap Arius, tokoh aliran Unitarian. Pada tahun 325 Masehi, Kaisar Romawi, Konstantin mengadakan kongres yang dikenal dengan Konsili Nicea yang dihadiri oleh 2.048 utusan dari berbagai negeri untuk menetapkan konsep ketuhanan dan Injil yang dianggap sah, karena terjadi pertentangan antara aliran Unitarian dengan Trinitarian. Aliran Unitarian berpandangan bahwa Tuhan itu satu -sama seperti ajaran seluruh nabi-nabi Yahudi seperti nabi Musa, Ibrahim, Daud dll- melawan aliran Trinitarian yang berpandangan bahwa Tuhan itu satu tapi terdiri dari tiga oknum Tuhan (three in one). Dogma Trinitarian ini diciptakan oleh Paulus dan jelas bertentangan dengan ajaran seluruh nabi-nabi Yahudi selama ribuan tahun. Salah satu tokoh Trinitarian yang paling terkenal adalah Athanasius. Sedangkan tokoh aliran Unitarian adalah Arius, seorang ketua majelis agama/gereja digereja Baucalis Alexandria, salah satu gereja tertua dan terpenting dikota itu pada tahun 318 M. Logika Arius adalah: “Jika Yesus itu benar-benar anak Tuhan, maka Bapa harus ada lebih dahulu. Oleh karena itu harus ada “masa” sebelum adanya anak. Berarti anak adalah makhluk. Maka dari itu anak tidak selamanya ada atau tidak abadi. Sedangkan Tuhan yang sebenarnya adalah abadi, berarti Yesus tidaklah sama dengan Tuhan.” Beliau juga mengatakan: “Ada masa sebelum adanya Yesus, sedangkan Tuhan sudah ada sebelumnya. Yesus ada kemudian, dan Yesus hanyalah makhluk biasa yang bisa binasa seperti makhluk-makhluk lainnya. Tetapi Tuhan tidak akan binasa.” Namun karena konsili berpihak kepada kelompok Trinitarian, maka para tokoh Unitarian pun dibungkam pendapatnya dan kemudian disisihkan. Seperti Arius ini walaupun pendapatnya benar namun karena dianggap sesat oleh Gereja, maka beliau akhirnya dikucilkan oleh Gereja sampai akhir hayatnya. Dan karena pihak Trinitarian telah menjadi pemenang dalam Konsili tersebut, maka Injil-injil yang menurut kalangan Trinitarian mendukung ketuhanan Yesus pun kemudian dikumpulkan -termasuk surat-surat Paulus yang dikirimkan kepada teman-temannya- oleh mereka, tidak lupa secara licik diselundupkan beberapa ayat baru (PALSU) seperti misalnya tiga kasus penyusupan ini: 3 AYAT PALSU DALAM ALKITAB groups.yahoo/group/islamkristen/message/129854 Setelah itu kemudian ayat-ayat “gado-gado” itu digabungkan dan kemudian dijilid menjadi satu dalam buku/kitab yang kemudian kita kenal dengan nama Perjanjian Baru (The New Testament), dan Kitab tersebut kemudian dijadikan sebagai Kitab Suci umat Kristen (baca: Trinitarian). Sedangkan puluhan-puluhan Injil lainnya tidak diakui, seperti Injil Barnabas dll. Arius sangat menentang keras keputusan Nicea pada tahun 325 M. Sebelum matinya, Arius sempat mengeluhkan mengenai keadaan dirinya yang senantiasa mendapatkan tantangan dari orang-orang gereja Paulus. Hal itu dikatakannya kepada salah seorang sahabatnya bernama Eusibius dari Nicomedia yang merupakan salah seorang sahabatnya ketika sama-sama belajar dengan Lucian. Setelah itu semakin lama aksi kekerasan terhadap siapapun yang tidak sefaham dengan dogma Trinitarian semakin kasar dan kejam. Kedua Tahun 395. Kaisar Theodosius membentuk institusi gereja Kristen yang dikenal dengan Inkuisisi (Inquisition). Inkuisisi adalah institusi hukum kepausan yang dibentuk untuk memberantas kaum heretic, kekuatan magic dan kekuatan yang dianggap berbahaya. Inkuisisi memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Siapapun yang dianggap berbahaya ditangkap dan dijatuhi hukuman dari yang ringan sampai yang berat seperti digantung, dibakar hidup-hidup, dibunuh pelan-pelan, giginya dicabut satu persatu, kulitnya dikelupas, dst. Ketiga Tahun 431, Konsili Ekumenikal Efesus. Konsili ini mengutuk Nestorianisme, ajaran kristen yang menyangkal persatuan sifat keAllahan dan kemanusiaan dalam Kristus. Konsili ini mendefinisikan gelar Maria sebagai Theotokos (Pembawa Allah), juga gelar Bunda Putera Allah yang menjadi Manusia, dan mengutuk Pelagianisme. Ajaran Kristen Pelagianisme, bermula dari asumsi bahwa Adam memiliki hak alami terhadap hidup supernatural, berpegang bahwa manusia bisa mendapatkan penyelamatan lewat usaha-usaha dari kekuatannya yang alami dan kehendak bebas. Ajaran ini meliputi menentang terhadap pemahaman dosa asal, makna dari rahmat dan hal-hal lainnya. Variasi ajaran Kristen Pelagianisme lainnya juga dikutuk oleh sebuah konsili di Orange pada tahun 529. Dalam konsili ini pula diputuskan untuk memburu semua pengikut Kristen Pelagianisme untuk dimusnahkan. Keempat. Tahun 1142. Gereja membakar hidup-hidup Abelard, seorang filosof dan tokoh Kristen di Prancis. Kelima Tahun 1215. Kekuasaan absolut Paus di dalam Katolik Eropa pada abad ke 12 dan ke 13 menimbulkan reaksi yang tak terduga. Pada saat itu, muncul beberapa gerakan menyimpang pembawa doktrin baru yang dikecam oleh Paus. Keresahan Paus dan kelompok Katolik menjadi sedemikian besar terhadap gerakan penyimpangan ini, sehingga pada tahun 1215 masehi, Paus membentuk Lembaga Inkuisisi untuk memerangi dan memberantas penyimpangan tersebut. Lembaga ini mempunyai cabang di setiap kota di Prancis, Italia, Jerman, Polandia, Spanyol dan negeri-negeri Kristen yang lain. Orang yang dituduh melakukan penyimpangan akan berhadapan dengan para penyelidik. Jika didapati bersalah, ia akan menerima hukuman yang berat. Lembaga ini memiliki kekuasaan yang besar, sampai-sampai menekan segala bentuk kebebasan berfikir. Siapapun yang dicurigai memiliki ide dan pandangan yang bertentangan dengan pandangan gereja akan disiksa dengan keras. Malah lembaga ini adakalanya mengeluarkan hukum vonis sesat pada mereka yang sudah mati, dan memerintahkan supaya kerandanya dikeluarkan dari kuburan. Proses ini dijelaskan oleh Will Durant dalam bukunya History of Civilisation vol 18 halaman 35 sebagai berikut: “Mahkamah Inspeksi Ide, Hukum, dan Agama memiliki tatacara legalnya sendiri. Sebelum mahkamah lokal didirikan, akta-iman akan dibacakan di seluruh mimbar gereja. Akta ini menuntut informasi tentang orang-orang yang dicurigai berpaham atheis, tidak beragama, atau sesat. Orang-orang tersebut akan diseret ke muka pengadilan. Tetangga, rekan, dan sahabat diminta untuk menjadi informan. Informan diberi jaminan untuk dirahasiakan dan dilindungi. Siapa saja yang dianggap sebagai atheis, atau gagal untuk membuktikan bahwa dirinya bukan atheis, akan dipenjarakan dan diancam dengan penyingkiran, kecaman, dan berbagai larangan. Adakalanya yang sudah mati divonis sebagai atheis dan memperolok-olok Tuhan. Upacara khusus dijalankan untuk menunjukkan hukuman yang dikenakan kepada mereka. Harta mereka dirampas. Ahli waris yang seharusnya mewarisi harta mereka disingkirkan dari hak waris. 30 hingga 50 persen harta orang mati yang divonis tadi, diberikan kepada yang mendakwa. Bentuk hukuman juga berlainan mengikuti tempat dan waktu yang berbeda-beda. Di satu tempat, si terdakwa digantung dengan tangan diikat pada bagian belakangnya. Di tempat lain terdakwa diikat sedemikian rupa sehingga tidak bisa bergerak, dan air dikucurkan ke dalam tenggorakannya sampai mati lemas. Ada pula yang diikat dengan tali sedemikian keras pada bagian lengan dan kaki sehingga ikatan itu melukai tulangnya.” Keenam. Tahun 1415 di Spanyol 31.000 orang yang menentang gereja dibakar. Ketujuh Tahun 1416. Gereja juga membakar John Hus dan Jerome sampai mati di Bohemia. Kedelapan. Pada awal abad ke 16, lembaga ketiga dibentuk di Eropa, yang dimulai oleh Marthin Luther dengan nama Protestan. Luther yang berasal dari Jerman dan pengikutnya menentang sikap Paus yang menjual tempat di surga dengan meringankan hukuman atas dosa yang dilakukan. Marthin Luther, seorang reformis dalam agama kristen, terlahir ke dunia di Eisleben, Jerman pada tanggal 13 Mei tahun 1483. Luther menuntut ilmu di Universitas Erfurt dan kemudian bekerja sebagai pengajar teologi. Martin Luther kemudian melakukan penelitian dan dia mengemukakan banyak pendapat yang berbeda dengan pandangan umum gereja Katolik saat itu. Sejak tahun 1517, Martin Luther menyampaikan kritikannya secara terang-terangan sehingga akhirnya terpaksa bersembunyi karena dikejar-kejar pihak gereja untuk dibunuh. Selama dalam persembunyian itu, Martin Luther menulis terjemahan Injil ke dalam bahasa Jerman, sesuatu yang dilarang keras oleh gereja Katolik. Ide-Ide Martin Luther kemudian berkembang menjadi aliran Protestan yang menjadi sumber dari berbagai perang dan pertarungan politik di Eropa. Mereka berusaha untuk memperbaiki seluruh gereja dan membersihkannya dari kekeliruan dan korupsi. Usaha mereka malah menambah perpecahan dalam tubuh agama Kristen. Pengikut Luther yang berjumlah sangat besar, termasuk sebagian besar Eropa Utara menolak kekuasaan Paus dan mendirikan kelompok Kristen Ketiga. Kelompok Kristen bentukan Marthin Luther ini adalah aliran yang sekarang kita kenal dengan nama Kristen Protestan. Alkitab yang mereka gunakan adalah hasil “njiplak” begitu saja tanpa malu-malu Alkitab milik Gereja Katolik, namun Marthin Luther membuang dengan seenak udelnya tujuh kitab dalam Perjanjian Lama, sehingga Alkitab Protestan hanya berjumlah 66 kitab, sedangkan Katolik 73 kitab. Jadi Alkitab Protestan lebih tipis tujuh kitab dari Katolik. Kitab-kitab yang telah dibuang oleh Marthin Luther sehingga kini tidak terdapat dalam Alkitabnya Protestan adalah Kitab Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, 1 Makabe dan 2 Makabe. Kesembilan. Tahun 1553. Kala Protestan berkuasa di Jenewa, Swiss, hal bakar-membakar manusia yang padahal tak lain adalah citra-Nya sendiri itu masih juga berlangsung. Seperti di sebuah hari di musim gugur pada tahun 1553. Korbannya adalah Michael Servetus, seorang ahli agama asal Spanyol. Ia dihukum mati di bukit Champel, di selatan Kota Jenewa. Ia diikat ke sebuah tiang, dan dibakar pelan-pelan. Ia tewas kesakitan dengan tubuh menghangus. Ia dibakar hidup-hidup karena dianggap sesat oleh pemerintah Kota Jenewa. Yang memilukan, saat itu Kota Jenewa dipimpin oleh seorang yang sangat terkenal sebagai tokoh reformasi, yang tak lain adalah John Calvin. Apa salahnya Michael Servetus sehingga harus dibunuh secara bengis begitu? Tak lain dan tak bukan adalah ia hanya menulis buku, ia menulis surat, ia berpendapat. Tetapi ia punya kesimpulannya sendiri tentang Tuhan, dan sebab itu mengusik para penjaga iman Protestan di Jenewa, kota yang telah jadi sebuah teokrasi yang lebih keras ketimbang Roma. Adalah Jean Calvin sendiri yang menyeret Servetus ke dalam api. Pelopor dahsyat dari Protestanisme itulah yang memimpin Jenewa ke suatu masa ketika iman sama artinya dengan ketidaksabaran. Servetus sebenarnya hanya salah satu suara yang mengguncang, di zaman ketika doktrin retak-retak seperti katedral tua yang digoncang gempa. Ia lahir di Villanueva, Spanyol, mungkin di tahun 1511. Ia bermula belajar ilmu hukum di Toulouse, Prancis. Di sini ia menemukan injil, yang ia baca “seribu kali” dengan haru. Tapi kabarnya ia juga membaca Qur’an dan terpengaruh oleh Yudaisme, dan sebab itu sangat meragukan doktrin Trinitas. Marthin Luther menjulukinya “Si Arab”. Di tahun 1531 ia menerbitkan bukunya, De Trinitatis erroribus libri vii (Kesalahan Trinitas). Konon ia mengemukakan bahwa inilah arti Yesus sebagai “Putra Allah”, yaitu “Tuhan Bapa mengembuskan Logos ke dalam dirinya, tapi Sang Putra tak setara dengan Sang Bapa”. Seperti dikutip oleh Will Drant dalam jilid ke-6 The Story of Civilization, bagi Servetus, Yesus “dikirim oleh Sang Bapa dengan cara yang tak berbeda seperti salah seorang Nabi”. E.M. Wilbur dalam bukunya “History of Unitarianism” mengemukakan pendapat Michael Servetus itu dalam karangannya berjudul “The Error of Trinity” yang terlarang itu antara lain sebagai berikut: “Servetus confesses that in his book he called believers in Trinity trinitarians and atheists. He declared our evangelical religion to be without faith and without God, and that in place of God we have a threeheaded Cerberus” (Servetus mengakui bahwa di dalam bukunya ia menyebut para penganut Trinitas adalah Trinitarians dan Atheist. Ia menyatakan bahwa agama kita yang berdasar Injil itu adalah tanpa iman dan tanpa Tuhan, kita menempatkan di tempat Tuhan itu Cerberus Dewa Pengawal yang berkepala Tiga). Servetus menulis bukunya itu ketika ia berusia 20-an tahun, dengan bahasa Latin yang masih kaku, buku itu cukup membuat amarah para imam Katolik dan pemimpin Protestan sekaligus, di tengah suhu panas (dan berdarah) yang menguasai mereka. Di tahun 1532, Servetus pun buru-buru pindah ke Prancis. Tapi di sana ia dihadang. Badan Inkuisisi Gereja Katolik -yang bertugas mengusut lurus atau tidaknya iman seseorang, dengan cara menginterogasinya dan kalau perlu menyiksanya- mengeluarkan surat perintah penangkapan. Servetus lari lagi sampai Wina, Austria dengan nama samaran Michel de Villeneuve. Selama itu ia berhasil menguasai ilmu kedokteran, tetapi ia toh selalu ingin mengemukakan pendapatnya tentang agama. Di tahun 1546 ia menyelesaikan Christianismi Restitutio, dan mengirim naskahnya ke Calvin. Mungkin ia ingin menunjukkan oposisinya terhadap tafsir Calvin atas injil. Bagi Servetus, Tuhan tak menakdirkan sukma manusia ke neraka. Baginya, Tuhan tak menghukum orang yang tak menghukum dirinya sendiri. Iman itu baik, tetapi Cinta Kasih lebih baik. Calvin, yang memandang Tuhan seperti yang tergambar dalam Perjanjian Lama -angker dan penghukum- tak melayani Servetus. Ia hanya mengirimkan karyanya, Christianae religionis institutio. Servetus pun mengembalikannya -dengan disertai catatan yang penuh hinaan, disusul dengan serangkaian surat yang mencemooh- “Bagimu manusia adalah kopor yang tak bergerak, dan Tuhan hanya sebuah gagasan ganjil dari kemauan yang diperbudak”. Calvin tak bisa memaafkan cercaan ini. Calvin pula, lewat orang lain, yang memberitahu padri inkuisitor di Prancis tentang tempat bersembunyi Servetus. Kerja sama Protestan-Katolik yang tak lazim ini yang akhirnya membuat Servetus tertangkap di Wina. Ia memang berhasil melarikan diri. Tapi nasibnya sudah diputuskan: pengadilan sipil Wina, dengan napas Gereja Katolik, memvonisnya dengan hukuman bakar bila tertangkap. Anehnya ia lari ke Jenewa, tempat Calvin berkuasa. Mungkin Servetus berpikir bahwa orang protestan, yang di Prancis dianiaya karena berbeda keyakinan, akan lebih toleran di kota itu. Tapi ternyata tidak. Mereka membakarnya. Calvin kemudian membela kekejaman di bukit Champel itu dengan sebuah argumen yang kita kenal: Aku beriman kepada Kitab Suci, maka akulah yang tahu kebenaran itu. Yang tak sama dengan aku adalah musuh ajaran, musuh Tuhan, harus ditiadakan. Argumen dengan api itu masih bisa kita dengar kini, dalam pelbagai versinya, dalam pelbagai agama, meskipun di tahun 1903, seperti sebuah sesal, sebuah monumen untuk Servetus dibangun di bukit Champel. Salah satu donaturnya: gereja Protestan yang dulu dipimpin Calvin. Tampaknya manusia sudah lebih sadar tentang kerumitannya sendiri, sedikit. islamthis.wordpress/2010/11/05/20-contoh-kebiadaban-kristen-terhadap-kristen-yang-menentang-kristen/
Posted on: Mon, 23 Sep 2013 10:54:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015