“...karena bila kalian bodoh hendaknya kalian kaya karena bila - TopicsExpress



          

“...karena bila kalian bodoh hendaknya kalian kaya karena bila kalian pintar kalian akan miskin,namun manusia bodoh tak memerlukan ilmu sementara manusia pintar tak memerlukan harta,hingga kemudian memahami bahwa sebuah kebodohan menjadi lebih sulit daripada memahami kepintaran,maka tak akan ada keseimbangan atas semuanya sebagai kelengkapan ataupun kesempurnaan selain keberanian ataupun kepasrahan pada kematian ataupun kehidupan selain bukan keduanya sama sekali belaka bahkan adalah Tuhan semata sekalipun karena tanpa adanya Tuhan manusia tak ada ataupun juga bahwa sebaliknya selain kalian yang memahamiKu sebagai keabadian nan sempurna pada setiap kedipan hati yang berpikir ketika jiwa masih pada tubuhnya padahal jiwaKu telah mati namun tubuhKu tetap hidup bukan karena kepincangan namun kecacatan yang termuliakan bahwa Aku tak memiliki indra sama sekali selain tubuh nan abadi pada sila membatu yang tiada punah oleh air ataupun lumut karena menjadi tidak pada keduaNya,maka biarkan kepintaran dan kekayaan datang padamu dengan keberanian karena kalian terlampau miskin dan bodoh untuk sebuah kepasrahan bahkan juga Tuhan dan ketika air mengalir ke muara atau hulu menjadi sama sahaja maka batu-batu terkikis namun bukan kalian yang memecah karena kiri atau kanan sama sahaja,maka menjadilah kekayaan atau memiliki kepintaran sebagaimana lumut ataupun air pada tubuhKu namun aku tiada berjiwa,berpikiran ataupun berperasaan hanya semata karena Aku adalah Tuhan namun kehancuran akan senantiasa sementara Aku tak akan pernah kembali selain pada kematian yang terlambat atas manusia yang terkutuk mulia dan sempurna pada kenajisan Tuhan atas dirinya namun kalian mengingkariKu bahwa aku bukan Kalian,maka satu mesti tiada bagiKu..!” (The Bliss Inferno Reader: Krisna pada Surya (Karna) atau Indra (Arjuna) serta Kuntinalibrata) Ketika Tuhan membutuhkan diriNya sendiri,manusia kemudian melakukan penciptaan sebagai perwujudan dirinya akan sebuah kebutuhan ke-Tuhanan pada diriNya,setiap mahluk kemudian dihadapkan pada sebuah legitimasi pada diriNya dimana kemudian hukum Tuhan adalah hukum alam dengan segala misteri penciptaan yang berkesenantiasaan,meski tak berarti bahwa hukum manusia mewakili kedua hukum tersebut,hukum yang merupakan juga kehendak Tuhan atas hukum yang lain adalah sebuah kreasi ke-Tuhanan yang kemudian menjadikan manusia ada ataupun diciptakan sebagai bagian dari suatu struktur ke-Tuhanan,manusia adalah sedikit dari sekian banyak ciptaan (mahluk) yang dikaruniai kesadaran,sebuah kesadaran bahwa manusia sama sekali bukan mahluk yang paling sempurna ataupun paling termuliakan sebagaimanabanyak dikatakan melalui banyak agama,beberapa dokrin filsafat kerap mengatakan bahwa manusia dianggap ada jika manusia berpikir,pikiran kemudian diangungkan sebagai suatu potensi yang menjadikan manusia dianggap sempurna dan termuliakan semata melalui perpsepsi manusia sendiri,bilamana manusia sempurna atau mulia karena adanya pikiran sebagai sebuah potensi eksistensial,maka manusia adalah sempurna dan mulia karena potensi perasaan,jiwa ataupun tubuh yang ada pada dirinya sebagai sebuah potensi eksistensialitas. Namun dalam realitas yang ada baik dalam agama ataupun flsafat kerap hanya dikatakan bahwa manusia memiliki kesempurnaan yang termuliakan hanya sebatas pada iman ataupun kebebasan dirinya atas setiap apapun yang bukan dirinya,hukum Tuhan bukan hukum agama,hukum alam bukan hukum filsafat dan hukum manusia bukan hukum mahluk liyan,hukum adalah sebuah keterpilahan (polaritas) namun merupakan sistem karena adanya hukum alam,serta merupakan sebuah struktur karena tak lepas dari hukum Tuhan,kebutuhan manusia adalah sebuah harapan akan adanya sebuah realitas dimana manusia tak lepas dari hubungan antara dirinya dengan manusia lain,alam serta Tuhan sebagai sebuah keseimbangan yang bukan berarti adalah sebuah kesempurnaan ataupun sebuah kemuliaan semata karena memiliki ataupun menjadi pada setiap potensi yang ada pada dirinya hanya sebatas manusia belaka,kesadaran manusia atas eksistensi yang senantiasa tak berkepenuhan adalah awal dari pengenalan manusia pada dirinya sendiri,kesadaran manusia pada dasarnya adalah kebutuhan manusia yang utama dala mengenal dirinya sendiri sebagai manusia dengan segala kelebihan ataupun kekurangan talenta pada dirinya sebagai sebuah ciptaan (monad),sebagaimana ciptaan Tuhan yang liyan. Adalah bahwa tak semua mahluk memiliki serta dapat menjadi dalam kesadaran dirinya untuk menyadari,mengenali serta memahami potensi yang ada pada dirinya adalah bukan sebuah kemuliaan ataupun kesempurnaan,namun adalah sebuah keunikan,keunikan manusia dibandingkan mahluk lain hanya karena manusia memiliki kesadaran (consiousness) bahwa dirinya bukan mahluk yang sempurna ataupun termuliakan,keunikan manusia adalah kesadaran manusia atas setiap kekurangan ataupun kelebihan pada apa yang dipikirkan sebagai tubuh,perasaan ataupun pikiran (tantra),mampu merasakan apa yang dirasakan perasaan atas pikiran,tubuh serta jiwa (mantra),dapat menjiwai apa yang dapat terjiwai dari tubuh,perasaan,serta pikiran (shakti )serta menyadari bahwa secara keseluruhan ada pada tubuhnya (shakta) sebagai apa yang mampu dipikirkan,apa yang mampu dirasakan serta dijiwai semata karena manusia memiliki tubuh serta menjadi pada setiap potensi yang ada pada totalitas (keberpenuhan) yang ada pada masing-masing sebagai suatu keunikan (ideosinkretisitas)yang ada pada manusia dibandingkan keunikan yang ada pada ciptaan Tuhan yang liyan (others). Tuhan pada diriNya sendiri dengan segala kebebasan ataupun kehendak yang kemudian menjadi pada manusia,dalam nasib dan kodrat manusia ataupun pada takdir yang ada pada dirinya sebagai sebuah eksistensialitas dari sebuah fakta akan adanya sebuah ada yang “Lain” (faktisitas) serta adalah merupakan bagian yang melekat dari sebuah faktisitas manusia akan diriNya sebagai Tuhan dimana kemudian manusia terikat pada berbagai macam kebutuhan yang terkait pada setiap potensi eksistensialitas dirinya menyangkut tubuh,pikiran ataupun perasaan ataupun jiwa yang ada pada dirinya,manusia membutuhkan tubuh,memerlukan jiwa,pikiran ataupun perasaan (afection) sebagai sarana eksistensialitas pada dirinya,setiap potensi yang ada pada manusia adalah sebuah sarana (instrumen) bagi sebuah pencapaian manusia atas eksistensialitas terbaik bagi dirinya menyangkut pemahaman ataupun pengenalan diri manusia atas dirinya sendiri,terutama ketika setiap potensi tersebut menjadi sebuah sarana bagi tercapainya kesadaran manusia dalam kebersatuan dirinya ataupun harmoni antara dirinya dengan alam (naturalia) ataupun Tuhan yang tak lepas dari sebuah kenyataan hukum yang ada pada ketiganya,yaitu hukum pada manusia ataupun alam yang didasarkan oleh adanya hukum Tuhan,sebagai kebutuhan dasariah (elemental needs) bagi hukum lain,termasuk keberadaan hukum atas manusia sebagai sebuah sarana bagi harmonisasi antara dirinya,alam dan Tuhan sebagai sebuah kebutuhan tak hanya bagi tubuhnya,namun juga pikiran dan perasaan,termasuk jiwa manusia sebagai sebuah bagian dari salah satu sisi dari kesejatian (perrenis) yang ada pada manusia dalam mencapai sebuah kesadaran manusia yang diawali dari dirinya sendiri sebagai sebuah paradigma awali. Ada terdapat banyak ahli psikologi yang mendefinisikan berbagai definisi perihal kesadaran manusia,namun secara prinsipil apa yang disebut sebagai kesadaran adalah kesadaran manusia akan setiap potensi eksistensial yang ada pada dirinya menyangkut apa yang ada di pikiran dirinya,pada perasaanya,serta adalah apa yang ada pada jiwa serta tubuhnya berkaitan dengan eksistensi lain selain dirinya yang terkait erat dengan kebersatuan dirinya dengan alam serta Tuhan,dan terutama adalah dirinya sendiri sebagai manusia,Sigmund Freud menyebutkan bahwa kontruksi kesadaran manusia (consiusness),terkait pada apa yang disebut dengan “ego” (keakuan),”id” (naluri) serta “superego” (keputusan),”ego” (egoisitas),adalah setiap sisi manusia menyangkut identitas ataupun jati dirinya sendiri,yang disebut Carl Gustav Jung sebagai diri (self),sedangkan “id” yang identik dengan naluri (instink),terkait dengan gairah (energi) manusia (libido),terkait pada gairah (keinginan) hidup (elan vital) yang merupakan energi pembangun (eros) serta gairah mematikan (destruction)),yang disebut dengan “thanatos”,”eros” (psike) ataupun “thanatos” (shadow),terkait erat dengan “anima” ataupun “animus”,yang adalah merupakan bisikan hati (nurani) yang muncul dari sisi keperempuanan (anima) ataupun sisi kelaki-lakian (animus) dalam memutuskan apa yang menurut egoisitas (self) dan “id” sebagai “superego” yang merupakan keputusan dari setiap pertimbangan manusia atas segala potensi yang ada pada dirinya sebagai eksistensi,apa yang merupakan keputusan dari “superego” adalah sebuah pertimbangan dari berbagai keterkaitan antara diri manusia (self) dengan yang setiap aspek liyan (others) yang juga tak lepas dari berbagai potensi berkesadaran yang terbedakan berdasarkan berbagai ragam keunikan (different) yang ada pada manusia yang membedakan juga beragam keunikan dari kesadaran yang ada pada diri (self) pada setiap manusia. Kesadaran (consiousness) adalah keputusan manusia dalam meraih sebuah tingkat kepentingan (kebutuhan) menyangkut apa yang paling benar (truth) ataupun apa yang paling salah (false) berdasarkan keterkaitan dirinya pada setiap apapun yang berkaitan dengan diri manusia yang tak semata sebagai individu belaka,namun juga sebagai mahluk sosial (homo socious),mahluk alamiah (homo naturalis) serta yang mengutama adalah sebagai mahluk yang berke-Tuhanan (homo theia).meskipun terdapat barometer makna (meaning) ataupun nilai aksiologis (aksio-value) yang berbeda pada diri setiap manusia,kelompok sosial (group) ataupun masyarakat (society) mengenai apa yang merupakan kebaikan (good) ataupun keburukan (evil),sebagaimana keduanya terbedakan atas mana yang merupakan kebenaran (bonum) ataupun mana yang merupakan kesalahan (malum),namun pertimbangan manusia sebagai otoritas subjektif (individual) menyangkut pada berbagai kepentingan dan pertimbangan berbeda dari setiap manusia yang berkaitan pada keunikan yang ada pada dirinya (ideosinkretisitas),sehingga dapat dikatakan,bahwa kesadaran manusia berada pada berbagai keunikan ataupun perbedaan hanya karena tak ada manusia yang memiliki kesamaan (equalitas) ketika manusia dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang menyangkut apa yang menjadi pilihan bagi setiap laku eksistensialitas yang ada pada dirinya. Namun secara mendasar dapat dikatakan bahwa,kesadaran menyangkut segala tindakan yang merupakan keputusan serta pertimbangan dari setiap makna (meaning) ataupun nilai (value) yang tak hanya baik ataupun benar berdasarkan subjektivitas dirinya semata,namun juga baik ataupun benar berdasarkan manusia,yang terkait pada keberadaan eksistensialitas yang lain,selain manusia,yaitu apa yang ada pada alam (naturalitas) serta apa yang merupakan suatu kehendak dari kekuasaan dari otoritas lain dari keseluruhan yang terkait pada dirinya sebagai manusia,yaitu,termasuk salah satunya adalah Tuhan yang menjadikan manusia mengalami proses penyadaran (konsientasi) pada dirinya dalam mendapatkan penyempurnaan pada diri manusia itu sendiri dalam meraih kebenaran (kebaikan) sejati dan yang utama (virtu) dari segala kebenaran ataupun kebaikan yang ada pada PenciptaNya,sebagai awal (alfa) ataupun akhir (omega) dari segala kehendak apapun,pertimbangan ataupun keputusan menyangkut kesadaran manusia atas dirinya sebagai manusia yang berkaitan dengan alam serta Tuhan serta tak lepas dari hukum pada yang ada pada aras ketiganya,sebuah landasan (paradigm) bagi setiap pertimbangan kehendak manusia melalui otoritas yang ada pada dirinya sebagai sebab lain,selain apa yang merupakan kehendak Tuhan atas dirinya dan juga adalah sebagai aspek yang ada di luar eksistensialitas manusia,dan sebuah akibat sekaligus sebab dari setiap resiko (risk) yang ada pada pertanggungjawaban dirinya sebagai manusia pada Tuhan,hal ini menjadi cikal bakal (unde) dari setiap kesadaran dirinya akan adanya kekuasaan lain selain dirinya sebagai sebuah pencerahan (aletheia) bagi manusia dalam setiap laju eksistensialitas (existence) yang ada pada dirinya sebagai manusia yang tak lepas dari segala paradoksikalitas di dalam dan di luar dirinya.
Posted on: Sun, 22 Sep 2013 02:35:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015