BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Realitas islam adalah suatu - TopicsExpress



          

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Realitas islam adalah suatu kenyataan ajaran islam yang berpatri dan terukir kuat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Perwujudan itu tidak dapat dilepaskan dari latar belakang historis pertumbuhan agama sebelumnya, proses kedatangan islam yang tersebar secara damai dan kehadiran orang Barat sebagai bangsa penjajah yang menggagahi negeri kita. Islam yang berkembang di Indonesia, dibawa oleh pedagang-pedagang dari tanah Arab dan Gujarat pada abad VIII/IX M (A.Hasymi, 1980), adalah elemen-elemen agama asli. Dari perpaduan religio cultural tersebut islam memulai take off tersiarnya ke seantero Nusantara dengan segala konsekuensi berantai yang harus diterima umatnya. Pada abad ke XV, masyarakat islam Indonesia khususnya, dan Asia Tenggara umumnya, di takhlukan oleh dunia Barat sebagai awal penjajahan selama 350 tahun. Situasi baru ini membawa dampak yang sedemikian jauh dengan daya jangkau yang luas, kuat dan mendalam terhadap perikehidupan politik dan sosial budaya. Meskipun demikian, potensi-potensi sosial budaya “pra dunia Barat”, teristimewa islam, mampu menyusun kerangka dasar pandangan hidup bangsa Indonesia dalam menyelesaikan problema yang dihadapinya. Akan tetapi, seluruh peristiwa di atas merupakan dimensi-dimensi atau faktor-faktor awal yang turut mempengaruhi perspektif perkembangan islam di masa-masa mendatang. Islam adalah ajaran yang menempatkan hubungan secara integrative, antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. (Marchel A. Boisard) Islam merupakan sebuah agama yang berbeda dengan agama-agama sebelumnya (agama kuno), yang sering terlalu memusatkan diri pada kehidupan pribadi. Dalam islam, manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kolektivitas yang harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelangsungan dan terbentuknya kondisi sosial yang bermoral, berkeadilan dan egaliter. Menurut Islam, manusia adalah energy yang besar untuk mempengaruhi sejarah, budaya, dan peradabannya. Paling sedikit ada tiga faktor dalam Islam yang mendukung pengakuan di atas, yang turut pula mempengaruhi pembentukan struktur masyarakat Indonesia. Pertama, faktor doctrinal yang dominan, yakni semangat pembebasan spiritual terhadap mitos-mitos kebudayaan Hindu, Budha, Anismisme, dan Dinamisme dalam tatanan feodalistik dan system kasta. Kedua, kesamaan manusia di hadapan Allah yang mampu mengangkat manusia secara keseluruhan dalam memiliki derajat, kebebasan, dan kemerdekaan di hadapan sesamanya. Ketiga, semangat perdamaian yang mampu meng ishlah melalui proses sintesis dan dinamik terhadap kehidupan manusia. Keseluruhan faktor tersebut, menentukan proses Islamisasi sosial budaya, sehingga islam memiliki konformitas nilai kehidupan untuk suci (fiqih) dan secara kodrati selalu cenderung mencari kebenaran (hanif). BAB II PEMBAHASAN REALITAS ISLAM DI INDONESIA A. IDENTITAS DAN REALITAS ISLAM Identitas islam adalah sosok normative-normatif islam atau nilai-nilai yang seharusnya dalam cita-cita (das sollen).Sedangkan realitas islam adalah suatu kenyataan islami yang merupakan bentuk perwujudan dari nilai-nilai yang seharusnya (das sein). Apabila pengertian-pengertian diatas kita aplikasikan dalam studi al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai sumber nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, maka secara sederhana dapat kita klasifikasikan dalam dua nilai ajaran islam, Pertama, nilai-nilai ideal dalam sumber ajaran ialah nilai-nilai yang substansial-substansial (abstrak), kedua, nilai-nilai yang riil, yakni nilai-nilai instrumental atau perangkat-perangkat budaya yang dipergunakan oleh Nabi dalam masyarakat Arab. Karakteristik dari nilai-nilai ideal-substansial bersifat abstrak, mutlak, dan transcendental. Dengan karakter ini maka bangunan ideal islam dapat ditangkap lewat proses kognitif oleh manusia muslim. Nilai-nilai ini pula yang member bentuk-bentuk bangunan islam menjadi idealitas, meskipun bentuk bangunan itu sendiri pasa suatu saat tidak terjadi ideal lagi karena proses kesejahteraan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut sangat berguna dalam melaksanakan fungsi legitimasi kesakralan (keidealan) suatu hasil karya keagamaan. Lain halnya dengan nilai-nilai instrumental yang berfungsi mewujudkan suatu kenyataan dari bahan nilai-nilai ideal diatas. Kenyataan (realitas) islam adalah suatu produk yang bersifat kebendaan, karya pemikiran, keilmuan yang secara keseluruhan merupakan pilar-pilar kebudayaan muslim. Karena itu, meskipun dengan predikat keislaman, tetapi tetap memiliki karakteristik relative, imanen, dan profan. Dalam al-Qur’an dan Sunnah banyak terdapat tamsil, kisah, peristiwa, dan teknik-teknik perbuatan yang dikemas dengan idea-idea keislaman namun wujud konkretnya tetap berupa realist keislaman yang tidak merupakan doktrin ajaran yang substansial islam. Akan tetapi pada aspek-aspek eskatologis, moralitas, dan keimanan merupakan bangunan idealitas islam yang tak mengalami perubahan (abadi). Aspek ini yang menjadi landasan yang bersifat apriori namun dapat di kembangkan dalam proses aposteriori. Secara konkret apabila kita cermati produk budaya islam tampak semuanya merupakan dunia realitas islam, misalnya: Syari’ah, tasawuf, filsafat, teologi, dan sebagainya. Kesemuanya dapat berubah dan diganti dengan perwujudan lain yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Jadi, realitas islam adalah wujud duniawi dari nilai-nilai ideal islam. Sedangkan idealitas islam adalah adalah bangunan ideal normative-normatif yang bersifat abstrak namun mampu mewujudkan bentuk kenyataan-kenyataan budaya manusia yang berbeda-beda. B. ISLAM DALAM BERBAGAI RESPON PERWUJUDAN NILAINYA Jawaban islam terhadap unsure-unsur agama asli (kuno) dan penjajah (Kristen) merupakan suatu ajaran yang relevan terhadap kondisi atau situasi budaya dan politik bangsa serta masyarakat Indonesia. Konformitas islam telah mampu mempengaruhi perubahan nilai, baik secara cultural sekaligus structural. Pada gilirannya, justru islamlah pembentuk watak “keindonesiaan yang merdeka dan demokratis” (rumusan Pancasila dikaitkan dengan Piagam Jakarta). Secara cultural, nilai-nilai islam telah melakukan antisipasi secara kritis terhadap cultural asli dan Barat dalam bentuk sinkretisme, nasionalisme serta semangat revolusi (mengubah nasib bangsa secara radikal dalam seluruh aspek). Secara structural, proses pelembagaan dalam berbagai pranata sosial keagamaan merupakan kekuatan-kekuatan masyarakat dalam menghadapi system pemerintahan feudal, baik yang asli maupun dari Barat. Terjalinnya nilai-nilai dalam cultur maupun struktur masyarakat Indonesia mengandung konsekuensi lain, yakni lahirnya bermacam-macam hipotesis adanya trikotomi sosiologi dari masyarakat kita (santri, abangan, dan priyayi), maupun dikotomi sosial (padre dan adat, ulama dan umaro, dan sebagainya). Mau tidak mau, realitas tersebut haruslah dilihat dari mobilitas dan partisipasi masing-masing kelompok dalam berbagai macam lembaga sosial yang ada di bidang duniawi maupun ukhrawi atau dunia religi. Pada hakikatnya semenjak Pancasila diterima sebagai ideology bangsa, islam telah menjadi sumber dari semangatnya, yang dapat dilihat dari kronologi kelahiran dan human materialnya serta sila-sila yang di kandungnya. Hal ini menunjukan bahwa islam sangat termobilisasi dalam landasan (UUD 1945 Pasa 29 adalah konsistensi dari mukaddimahnya). Akan tetapi, bila kita proyeksikan dari sudut perspektif pengisian kemerdekaan RI, ternyata terasa adanya “konflik tertutup” apabila di kaitkan dengan adanya dikotomi atau trikotomi sosial yang ada. Sebagian indikatornya adalah berbagai peristiwa konflik politik di Indonesia (misalnya, tentang Indonesia sebagai Negara sekuler, Negara pancasila, dan Negara non sekuler yang tak terdefinisikan seperti apa). Dalam hubungan dengan adanya fragmentalisme dalam kehidupan kita (sebagai warisan colonial), konflik tersebut diwarnai oleh struktur masyarakat kita, sebagaimana disinggung pada bagian penjelasan sebelumnya. Meskipun jelas hakikatnya bangsa Indonesia bersifat religious, akan tetapi religiusnya masih kuat dipengaruhi oleh faktor-faktor magis-mistis (Baenedict Anderson) sehingga pola mobilitas ajaran islam dapat dilukiskan dalam dua bentuk pelembagaan. Pertama, modifikasi tasawuf islam dalam kaitan dengan asama asli, yang akhirnya mewujudkan sikap anti formalism terhadap ajaran islam. Kelompok ini mengalami mobilitas di dalam peranata-peranata sekuler di satu pihak,sedangkan di lain sisi telah melakukan pengasingan terhadap lembaga-lembaga yang dianggap berada dalam wilayah sekuler. Kedua, kelompok formalis islam, sebagai jawaban perjuangan baik pada masa penjajahan maupun setelah pasca penjajahan dengan mencoba melakukan mobilitas lewat jalur lembaga-lembaga keagamaan. Bentuk pelembagaan diatas, bertambah keras setelah elite pendidikan Barat (Western Oriented) melembaga dalam birokrasi atau elite politik bangsa. (Donald Emerson, 1976) oleh sebab itu, mobilitas islam dibidang politik merupakan daerah persoalan yang paling peka dalam perkembangan politik Indonesia, sebagai akibat logis dari sisa berpikir colonial. Dengan demikian, sector politik adalah problema dasar yang cukup penting yang dihadapi islam di Indonesia dewasa ini. Dalam mendekati persoalan ini, mungkin kita perlu melakukan terapi yang tepat. Tiga pendekatan yang berkembang dalam memberikan jawaban yang dianggap paling mujarab. Pertama,pendekatan optimistic, yang mendekati permasalahan dari sisi mobilitas nilai-nilai sosial cultural islam dengan cara mendorong proses pelembagaan nilai-nilai sosial budaya keagamaan yang berjangka panjang. Kedua, pendekatan psimistik, mendekati permasalahan dari segi politik semata-mata, sehingga mobilitas elite politik islam sebagai indicator terwujudnya nilai-nilai keagamaan sekaligus (representasi politik dan partai politik). Ketiga,pendekatan global, yang menempatkan seluruh aspek diatas dalam rangkaian yang terpadu dan fungsional, yang dibarengi oleh berbagai studi dan persiapan kea rah penguasaan ilmu dalam mengembangkan peranan bawah dan atas dari lembaga-lembaga islam. C. REALITAS ISLAM DI INDONESIA Proses industrialisasi di Indonesia ialah hasil pilihan dalam pembangunan nasional. Dalam proses tersebut, institusionalisasi teknologi dan ilmu pengetahuan diharapkan mampu menyelesaikan desakan-desakan kebutuhan bangsa, teristimewa dalam penguasaan dan investasi sumber-sumber pembangunan. Dalam hubungan ini, sumber insani pembangunan bangsa sangat tergantung pada kaum muslimin yang merupakan warga terbanyak di republic ini. Secara konseptual, agama-agama di Indonesia, teristimewa islam berada di tengah-tengah persimpangan pola-pola konsep modernisasi dengan pemribumian (indegenisasi) ajaran. Kenyataan ini merupakan imbas dari menggejalanya gelombang pola pikir dan kehidupan yang bercorak materialistic serta kapitalistik. Modernisasi mengandung konsekuensi-konsekuensi adanya perubahan-perubahan institusional kehidupan sosial yang ada. Perubahan itu, tidak saja bergerak secara evolusi, tetapi dapat juga secara revolusioner. Sedangkan pemribumian ajaran memiliki kecondongan terhadap gejala “konservasi” tradisi nilai-nilai yang ada dengan anggapan perlunya melestarikan hal tersebut, karena ia memiliki fungsi kestabilan dan keselarasan bagi lingkungan hidup yang relevan dengan cirri masyarakatnya. Aspek penting lainnya yang perlu dipertimbangkan, dalam melihat realitas islam di Indonesia adalah adanya pilihan tunggal berupa consensus menjadikan Pnacasila sebagai asas dan ideology bangsa (terutama pada kasus Orde Baru dan sebelum reformasi). Consensus ini menjadikan Negara Indonesia bukan sebagai Negara sekuler ataupun teokratik. Oleh karenanya, religiusitas masyarakat Indonesia dan pemikiran keagamaan yang berkembang di dalamnya selalu berada dalam kerangka tersebut. Demikian pula ajaran dan pemikiran agama islam di Indonesia haruslah di pahami dengan dengan mempertimbangkan aspek diatas. Sisi terakhir yang perlu diperhatiakn adalah kuatnya etos sosial kemasyarakatan manusia Indonesia dan umat islam di dalamnya yang diwarnai oleh corak-corak Hinduistik, fatalistic, dan konformistik. Corak ini masih ditambah lagi dengan mengakarnya peternalistik dan feodalistik. Kesemuanya mempengaruhi langgam kebijaksanaan kelompok masyarakat dalam merekonservasi kebudayaan kita. D. BEBERAPA TANTANGAN MASA KINI Sesuai dengan kelahiran dan pertumbuhan bangsa Indonesia, semenjak menjadi suatu bangsa hingga kini, maka berbagai pengaruh filsafat dan budaya telah terakumulasi dalam setiap denyut peri kehidupan bangsa. Sejak awal periode pra sejarah, kemudian periode menengah, dan sampai pada periode paling mutahjr saat ini, perkembangan bangsa Indonesia ditentukan oleh peradaban bangsa-bangsa “pendatang yang kuat”. Bangsa pendatang tersebut mewakili bangsa dan peradaban Asia serta Eropa. Dalam abad kontemporer ini, peradaban tersebut menunjukan gejala kea rah tripolarisasi, yang disebut dengan peradaban semitik, nativistik, dan hellenistik. Ketiganya merupakan variabel kebudayaan dan corak filsafat yang terkombinasikan dalam pluralisme sosial budaya dan keagamaan. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Realitas islam merupakan suatu kenyataan ajaran islam yang terpatri dan terukir kuat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Perwujudan tersebut tidak dapat di lepaskan dari sejarah-sejarah pertumbuhan agama sebelumnya. Kedatangan agama islam ini yang tersebar secara damai dan bangsa penjajah yang menguasai negeri kita. Islam adalah ajaran yang menempatkan hubungan secara integrative, antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. Dalam islam manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kolektivitas yang harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelangsungan dan terbentuknya kondisi sosial yang bermoral, berkeadilan dan abaliter. Menurut islam, manusia adalah energy yang besar untuk mempengaruhi sejarah, budaya dan peradabannya. B. SARAN DAN PENUTUP Alhamdulillah…. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Akhirnya tugas mandiri yang berjudul “REALITAS ISLAM DI INDONESIA” dapat diselesaikan dengan baik. Kemudian bila dalam makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan, kami membuka kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah dikemudian hari… Demikian makalah ini saya buat, terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. DAFTAR PUSTAKA Romas, Chumaidi Syrief, Wawasan Teologi Islam Kontemporer. Yogyakarta, Tiara Wacana, 2000. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008
Posted on: Thu, 27 Jun 2013 14:37:28 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015