Catatan Kasus Korupsi di Bali (Bali Post) Hukuman Ringan, Kasus - TopicsExpress



          

Catatan Kasus Korupsi di Bali (Bali Post) Hukuman Ringan, Kasus Besar Masih Mengendap di Kejaksaan SEMENJAK didirikannya Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Denpasar, ada puluhan perkara korupsi dari berbagai daerah yang sudah disidang di pengadilan yang saat ini dipimpin Sugeng Riyono. Sejumlah mantan pejabat ikut terseret dalam perkara korupsi. Di antaranya mantan Bupati Bangli Nengah Arnawa, mantan Bupati Buleleng Putu Bagiada, mantan Ketua DPRD Tabanan, Wayan Sukaja, dan sejumlah eks pejabat kelas Sekda, Kabag, dan bahkan kini mantan Direktur PDAM ikut mencicipi ruangan sidang khusus korupsi. Sedangkan Prof. Gede Winasa yang sempat ditahan di Polda Bali, tidak disidangkan di Denpasar, melainkan di PN Jembrana. Yang menarik dalam dsperkara korupsi, ada beberapa kasus yang justru tidak dapat dibuktikan oleh pihak kejaksaan. Misalnya kasus dugaan korupsi Jamsostek yang menyeret Mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMD) Tabanan, I Nengah Sugita (60). Oleh jaksa dari Kejari Tabanan, Sugita dituntut hukuman penjara selama satu tahun enam bulan. Namun, apa yang disampaikan jaksa tersebut ternyata tidak disetujui oleh majelis hakim tipikor pimpinan Nursyam, hakim tidak sependapat, karena jaksa tidak mampu membuktikan kesalahan Sugita, sehingga dia dibebaskan dari segala tuntutan jaksa. Kasus lainnya yang dibebaskan hakim adalah I Made Yasa. Majelis hakim yang dipimpin Sugeng Riyono (kini Ketua PN Denpasar), memvonis bebas terdakwa I Made Yasa. Sekretaris Desa (Sekdes) Pegadungan, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini dinyatakan tidak bersalah lantaran menerima gaji ganda sebagai Sekdes dan Penjabat Kepala Desa (Pj. Kades) Pegadungan selama September 2005 hingga September 2006. Di samping itu, perkara korupsi yang bebas didapat Prof. Winasa, dalam dugaan korupsi pabrik kompos. Walau dinyatakan bebas, namun di tingkat kasasi, justru menguatkan tuntutan jaksa. Winasa dikatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Namun sampai saat ini belum jelas tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung tersebut. Selain bebasnya sejumlah terdakwa yang sempat disidang dalam perkara korupsi, mereka yang sebelumnya tidak terima atas putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Tipikor, ada yang menyatakan banding. Sebagian besar menerima karena kisaran vonis kasus korupsi itu antara setahun sampai satu setengah tahun. Di tingkat pejabat teras, antara dua tahun sampai enam tahun. Yang menarik, mereka yang menyatakan banding malah hukumannya lebih berat alias naik dari vonis pengadilan tingkat pertama. Karenanya, para koruptor ini kebanyakan tidak berani mengajukan kasasi. Lihat saja kasus korupsi prona Kintamani yang menyeret nama Kadis Pariwisata Bangli, Gobang Edy Sucipto. Kasus Bupati Bagiada menjadi naik, dan kasasi Arnawa semakin berat. Oleh karena itu, banyak pembela hukum menyarankan menerima putusan hakim di tingkat pertama, ketimbang harus menempuh upaya hukum banding ataupun kasasi. Dipakai Matajen Selain fenomena kasasi, ada pula mengguritanya kasus korupsi karena terpengaruh judi tajen. Korupsi dengan alasan matajen oleh para hakim tipikor dan hakim ad hoc sering disebut korupsi untuk menyalurkan hobi. Dari fakta dan data yang terungkap dalam persidangan, fenomena korupsi untuk tajen itu mencuat dalam pengungkapan kasus korupsi di Bangli. Korupsi untuk menyalurkan hobi itu terungkap saat persidangan kasus korupsi dana PTT dan honorer Disdik Bangli dengan terdakwa Dewa Gede Ramayana. Untuk menyalurkan hobinya itu, Dewa Ramayana, menggarong duit negara. Oleh majelis hakim, dia kemudian dihukum 15 bulan penjara oleh majelis hakim pimpinan Erli Sulistyorini. Selain itu, terdakwa korupsi PNPM I Made Kangen. Sebagian kecil saya gunakan untuk menyalurkan hobi tajen, kata Kangen di depan majelis hakim tipikor, belum lama ini. Menurut Kasipidsus Kejari Bangli, Wayan Eka Widdyara, memang kebanyakan mereka korupsi untuk dipakai matajen. Bahkan kasus dugaan korupsi yang kini sedang dibidik kepolisian di Desa Trunyan, Kintamani, terindikasi pula bahwa uang tersebut digunakan untuk matajen. Terlepas dari adanya sejumlah perkara yang sudah masuk meja hijau, Pengadilan Tipikor yang secara khusus menangani kasus tikus-tikus kantor kini juga sedang menunggu sejumlah kasus besar. Namun sayang, penyidik kejaksaan belum bisa melimpahkan kasus besar itu. Belakangan yang mencuat adalah kasus dugaan korupsi pengadaan sound system, lighting dan CCTV Art Center Denpasar, yang telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah Ketut Mantara Gandi dan Ketut Suastika (Kadisbud Bali). Sedangkan kasus IHDN kini sedang dibidik 16 item dugaan penyelewengan. Prof. Titib yang mantan rektor sudah diperiksa. Dalam perkara ini, Pidsus Kejati Bali pimpinan Putu Gede Sudharma telah menetapkan Praptini sebagai tersangka. Sedangkan kasus dana hibah pakaian PKK Bangli juga telah menyeret satu nama tersangka yakni Hening Puspitarani, yang tak lain adalah anggota DPRD dari PDI-P Dapil Bangli. Yang menarik, tak satu pun yang ditahan. Kejaksaan berdalih bahwa penyidik masih memerlukan waktu dan soal penahanan kewenangan ada di tangan penyidik. Selain Kejati Bali, ada juga proyek besar yang sedang dibidik pihak kejaksaan yang diduga melibatkan pejabat teras. Misalnya kasus Dermada Klungkung, baik soal pengadaan lahan (pembebasan lahan) ditangani Kejari maupun soal pembangunan fisik yang ditangani Kejati. Begitu pula kasus dugaan korupsi pipanisasi yang telah memeriksa Bupati Karangasem, Wayan Gredeg. Sementara kasus yang sedang dalam proses pembuktian (persidangan) ada kasus bansos desa adat di Karangasem, PNPM, korupsi Subak Ebek-ebetan dan yang paling menonjol soal pungutan dana komite SMA 1 Semarapura, yang telah menyeret mantan Kepala Sekolah, I Nyoman Mudjarta, sebagai terdakwa. (asa)
Posted on: Sun, 20 Oct 2013 15:51:03 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015