Kenapa DP KPR Rumah Kedua dan Ketiga Dibuat Lebih Mahal? Ini - TopicsExpress



          

Kenapa DP KPR Rumah Kedua dan Ketiga Dibuat Lebih Mahal? Ini Alasan BI Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan aturan baru kredit kepemilikan rumah (KPR) untuk rumah kedua dan ketiga lewat pembatasan besaran kredit atau loan to value (LTV). Uang muka atau down payment (DP) untuk KPR rumah kedua dan ketiga makin mahal. Apa alasannya? Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs menuturkan, saat ini rumah sudah beralih menjadi barang investasi. Banyak masyarakat yang memperbanyak rumah sebagai bagian investasi dengan menggunakan fasilitas kredit. "Sejak menjelang tahun 2012 itu target keinginan kepemilikan rumah itu sudah ada pergeseran. Jadi yang awalnya itu untuk tempat tinggal itu berubah menjadi investasi. Makanya banyak yang mau memiliki itu lebih dari 1," ujar Peter kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Rabu (25/9/2013) Kondisi ini membuat banyak masyarakat yang tadinya berniat mendapatkan rumah sebagai tempat tinggal menjadi sulit. Sementara perbankan memiliki kebebasan untuk menyalurkan KPR. "Kan kasihan kalau yang benar-benar mau untuk memiliki rumah untuk tinggal. Nanti yang investasi itu mereka biasanya jual dengan harga yang tinggi. Ini harus kita selamatkan masyarakat yang benar-benar membutuhkan," sebutnya. Bila DP rumah kedua dan ketiga menjadi mahal, artinya keinginan untuk berinvestasi rumah dibatasi. Bank juga akhirnya akan mencari konsumen baru, yaitu masyarakat yang benar-benar menginginkan rumah. "Karena orang yang ingin rumah pasti baru KPR pertama. Sehingga mendapat bantuan dari aturan ini," jawabnya. Kemudian dari sisi perbankan, BI menginginkan adanya standarisasi penerapan manajemen risiko perbankan. Peter menuturkan, dalam beberapa waktu terakhir, pertumbuhan KPR mulai tak terbendung. KPR tipe di atas 70 tumbuh 26,8% dan kredit apartemen di atas 70 tumbuh 61,1% (Agustus 2013) "Seperti apartemen, besaran 61,1% angka prtumbuhan itu luar biasa. Baik tipe 22 sampai 70. Kemudian tipe untuk rumah tapak, besaran angkanya juga luar biasa," kata Peter. Di samping itu harga properti juga ikut melambung karena tingginya permintaan perumahan baik untuk rumah tinggal maupun investasi. Ini pun menjadi pemicu instabilitas keuangan, jika terjadi situasi gagal bayar. "Kenaikan harga yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi gagal bayar oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa lembaga keuangan sebagai sumber pemibiayaan dalam pembelian properti," jelasnya. BI juga menjaga agar eksposure risiko kredit berada pada level yang bisa dikontrol, khususnya bagi bank-bank yang memiliki eksposur kredit/pembiayaan properti cukup dominan. Karena dari 120 bank di Indonesia, 10 bank memiliki 80% pasar properti. "Artinya untuk bank-bank sisa itu harus berkompetisi meraih pasar. Jangan sampai ada penurunan bunga yang terlalu rendah dan malah mengurangi kehati-hatian bank," ucapnya. dikutip dari finance.detik
Posted on: Sun, 29 Sep 2013 03:09:41 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015