Official Blogspot : pemudapedulidhuafa.blogspot/ Rekonstruksi - TopicsExpress



          

Official Blogspot : pemudapedulidhuafa.blogspot/ Rekonstruksi Gerakan Pelajar; Agar Lebih Dinamis dan Berdaya Guna Eksistensi negara Indonesia tidak bisa dilepaskan dari gerakan kaum pelajar. Kaum pelajar merupakan sebuah komunitas yang memiliki dua makna (nilai). Pertama, nilai kecerdasan. Kedua, nilai kepemudaan. Kedua nilai ini merupakan dasar yang telah mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya sebagai simbol dari kebangkitan bangsa dari ketertindasan kaum penjajah. Kalau dirunut lebih jauh, kemerdekaan itu sendiri berakar dari semangat yang luar biasa yang dikumandangkan dan digerakkan oleh kaum muda yang terejawantah dalam sumpah pemuda, 28 Oktober 1928. Realitas historis tersebut menempatkan pemuda tidak sekadar identik dengan batasan usia, tapi juga pada peran dan sumbangsih yang diberikan untuk negara dan bangsa. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari adanya sinergi yang dimiliki oleh kaum muda saat itu untuk bersama-sama mengusung satu semangat kebangsaan. Energi besar yang dimiliki oleh pemuda terpadu dalam sebuah organisasi yang kondusif bagi pengembangan pemuda itu sendiri. Di sinilah pemuda menemukan jati dirinya sebagai penggerak bagi kedaulatan dan kemajuan negara, bukan menjadi komoditas yang dieksploitasi untuk kepentingan-kepentingan pragmatis yang justru menyebabkan pemuda teralienasi dari identitas dirinya sebagai generasi masa depan yang kritis. Hiruk pikuk dunia politik yang berlangsung saat ini belum mampu memperlihatkan peran strategis para pemuda sebagaimana pada awal kemerdekaan. Proses reformasi belum berjalin kelindan dengan proses regenerasi dalam berbagai level kehidupan. Padahal eksistensi sebuah negara ditentukan oleh sejauh mana proses regenerasi kepemimpinan itu berlangsung dalam tatanan kehidupan warga negaranya. Karena dengan regenerasi proses pembangunan atau kebangkitan sebuah negara bisa terus berlanjut menuju tatanan yang lebih baik. Selama ini pembinaan terhadap pemuda diletakkan dalam dua perspektif. Pertama, pemuda sebagai kekuatan yang memiliki potensi spesifik untuk kepentingan pragmatis (pasar). Perspektif ini meletakkan pemuda sebagai potensi yang harus dikembangkan sesuai kebutuhan pasar. Seluruh potensinya diserap untuk kepentingan pasar semata. Kedua, pemuda sebagai kekuatan yang memiliki potensi dan idealisme universal. Perspektif ini memandang pemuda sebagai kekuatan kritis dan radikal disertai kepedulian terhadap lingkungannya. Pemuda dalam perspektif ini ditempatkan sebagai agent of social change (agen perubahan sosial). Kedua perspektif ini telah dikembangkan oleh penguasa sebelumnya. Pemuda dengan tingkat idealismenya yang tinggi mendapat tempat yang cukup luas pada pra kemerdekaan dan pada masa Soekarno. Sementara pada masa Soeharto pemuda diletakkan sebagai kekuatan pragmatis untuk memenuhi kebutuhan pasar. Masing-masing perspektif tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya. Pemuda yang lebih mengedepankan idealisme dan kritisismenya cenderung mengabaikan langkah-langkah pengembangan yang bersifat profesional. Sementara pemuda yang sepenuhnya mengabdi pada kebutuhan pasar cenderung tidak memiliki daya sensitivitas dan kepedulian terhadap problematika sosialnya. Mengingat pemuda sebagai kekuatan masa depan dengan segala potensinya, maka pembinaan pemuda ke depan harus mengambil langkah sintesis dari dua pespektif di atas. Yaitu langkah-langkah yang konstruktif yang mampu melahirkan pemuda yang cerdas dan profesional dengan tingkat kepedulian sosial yang tinggi pula. Pemuda bukan sekadar komoditas untuk keperluan mobilisasi pasar dan sesaat, tapi ia merupakan kekuatan bagi kepentingan masa depan yang tidak sepenuhnya bisa diprediksi saat ini. Untuk itulah pembinaan pemuda harus dilakukan secara terus menerus dan komprehensif. Merebaknya perilaku menyimpang di kalangan pemuda, merupakan salah satu hasil dari pengembangan pemuda yang lebih diorientasikan pada kepentingan pasar semata. Pembinaan mental spiritual yang merupakan salah satu komponen penting dalam diri pemuda terabaikan, sehingga mereka tidak memiliki pijakan nilai dan etika dalam menjalani hidupnya. Pemuda harus diberikan medium untuk mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan keahlian atau kecenderungan positif yang dimilikinya dengan tetap memperhatikan sisi kecerdasannya sebagai makhluk yang memiliki aspek emosional dan spiritual. Sehingga lahir pemuda yang tidak sekadar menjadi generasi yang cerdas secara intelektual, tapi juga bermoral dan memiliki kemampuan untuk menempatkan dirinya sebagai anak bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Pembinaan pemuda dengan sistem patron-client relationship yang terjadi pada masa lalu telah menyebabkan pemuda tersedot ke pusat-pusat kekuasaan tanpa beban tanggungjawab dan kepedulian sosial. Pola pembinaan dengan sistem patron-klien ini menyebabkan setiap aktivitas dan gerakan pemuda lebih diorientasikan untuk mendapatkan tempat di lingkaran kekuasaan. Ini merupakan potret tidak sehat, karena pemuda menjadi kuda troya kekuasaan. Di sisi lain sistem tersebut telah menyebabkan pemuda tersingkir dari potensi-potensi dirinya yang tak terbatas sebagai agen perubahan sosial. Disinilah perlunya sebuah rekonstruksi dan sintesa historis dari gerakan pemuda itu sendiri. Di era reformasi ini, gerakan pemuda atau pelajar bisa terekspresikan dalam beragam pola dan warna. Ruang kebebasan yang tersedia saat ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pelajar untuk mengeksistensikan dirinya melalui kerja-kerja yang berkualitas dan berdaya guna. Ini semua tergantung pada sejaumana kemampuan dan kualitas pemuda dalam merekonstruksi gerakannya dan menempatkan dirinya baik dalam konteks politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Tugas ini tentu bukan hanya menjadi tanggung jawab pemuda, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengembangan kualitas dan kreativitas pemuda. Dalam bidang pendidikan misalnya, pemerintah harus bisa melakukan langkah-langkah pengembangan pendidikan bagi kalangan pemuda berprestasi yang berasal dari kelas ekonomi lemah. Dalam jangka panjang, pemerintah juga harus memiliki target dalam pembinaan kepemudaan. Misalnya dalam lima tahun ke depan, 75 persen dari pemuda seluruh wilayah di tanah air bisa mengenyam pendidikan. Atau bagi mereka yang lebih menekuni dunia profesional, ditargetkan lima tahun ke depan sudah memiliki posisi yang strategis di tempat kerjanya. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kegiatan-kegiatan pelatihan atau lainnya yang bisa menunjang bagi peningkatan kualitas mereka. Dalam bidang ekonomi, misalnya, untuk lima tahun ke depan 75 persen pemuda di seluruh wilayah nusantara sudah bisa mandiri (tidak menganggur) baik karena sudah bekerja atau dengan cara menciptakan lapangan kerja sendiri. Dengan langkah-langkah pembinaan yang dilakukan terhadap pemuda, pada akhirnya bisa melahirkan generasi-generasi muda yang berkualitas yang mampu menjadi pemimpin baik di bidang ekonomi, politik, maupun budaya pada usia yang produktif. Sehingga mereka mampu menggerakkan negeri ini secara lebih dinamis dan kreatif bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Kebangkitan sebuah bangsa sangat tergantung pada kemampuan landasan yang menjadi pijakan dalam proses kebangkitan itu sendiri. Landasan bagi kebangkitan masa depan Indonesia adalah kaum pemuda, dan landasan bagi gerakan kaum muda adalah kualitas intelektual atau ilmu pengetahuan. Inilah agenda mendesak yang harus segera dilakukan, mengingat proses regenerasi kepemimpinan akan berlangsung secara baik apabila kualitas pemuda pelajar yang tersedia mampu mengemban misi kepemimpinan itu sendiri. Dalam konteks politik, nilai-nilai yang harus ditanamkan dan diperlihatkan dari awal oleh kalangan pemuda adalah nilai demokrasi. Demokrasi tidak sekadar sebagai wacana yang menjadi beban pemerintah atau masyarakat, tetapi harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku para pemuda dalam proses interaksi organisasi. Pengembangan nilai-nilai demokrasi ini menjadi penting di tengah pluralitas sosial-budaya masyarakat. Demokrasi dalam konteks ini menuntut adanya kesediaan untuk mengakui terhadap budaya-budaya lain tanpa terjebak pada lingkup mayoritas-minoritas. Inilah yang sedang dikembangkan oleh gerakan yang disebut dengan multikulturalisme. Yaitu sebuah gerakan yang menuntut adanya kesamaan hak bagi eksistensi budaya-budaya yang berkembang dalam masyarakat. Karena sesungguhnya di dalam budaya itu terdapat nilai-nilai yang bisa menjadi sinergi bagi kebangkitan masa depan bangsa. Di era reformasi ini tidak ada alasan sedikit pun untuk tidak berkualitas, karena semua aturan main yang sempat mengekang kehidupan pelajar telah runtuh seiring dengan berhembusnya nilai-nilai demokrasi. Gerakan pelajar harus bisa menemukan jati dirinya sebagai kekuatan yang mampu menanamkan benih-benih kebangkitan dengan kualitas diri yang dapat dipertanggungjawabkan. Kalau pun peran pemuda saat ini belum terlihat secara signifikan sebagai efek domino dari kebijakan masa lalu, maka agenda gerakan ke depan adalah meraih masa depan Indonesia yang lebih baik. Paling tidak, gerakan pelajar harus mampu mewujudkan Indonesia sebagai negara yang bisa berdiri sejajar dengan negara lain, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Inilah hakikat dari kebangkitan Indonesia yang harus diemban oleh gerakan pelajar saat ini.
Posted on: Sun, 22 Sep 2013 12:43:00 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015