PANGAN UNTUK SEMUA Tanggal 16 Oktober merupakan Hari Pangan - TopicsExpress



          

PANGAN UNTUK SEMUA Tanggal 16 Oktober merupakan Hari Pangan sedunia. Topik pangan selalu menarik untuk didiskusikan sepanjang waktu, mengingat masalah pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu peradaban. Sejarah telah membuktikan, pangan menjadi kunci kunci kemajuan bangsa. Kegagalan Sultan Agung dalam memerangi VOC karena gudang panganya dibakar oleh tentara VOC. Pasukan Mataram kocar – kacir dan kekurangan pangan sehingga tamatlah perlawanan Sultan Agung. Penderitaan Muhammad SAW akibat boikot oleh kaum Qurois juga berkenaan dengan kebutuhan pangan. Kisah sedih pengikut Muhammad SAW yang memakan kulit kambing kering menjadi gambaran betapa amat berbahanya jika manusia tidak tercukupi kebutuhan pangannya. Somalia, Ethiopia dan Kenya meregang nyawa juga karena 20% penduduknya malnutrisi dan kekurangan pangan. Somalia bisa hilang dari peta dunia jika PBB tidak segera menyelamatkan penduduknya yang kekurangan pangan dan gizi dalam waktu tiga bulan ke depan. Kelaparan di dunia 60 persen berada di kawasan Asia dan Pasifik, diikuti oleh negeri sub Sahara dan Afrika sebesar 24 persen, serta Amerika Latin dan Karibia 6 persen. Setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah 5,4 juta jiwa. Bahkan setiap tahunnya 36 juta jiwa rakyat mati karena kelaparan dan gizi buruk. Puncaknya 2010 PBB melalui FAO merilis terdapat 975 juta jiwa manusia di dunia yang terancam kelaparan dan kematian. Dunia gagal mengatasi kelaparan, cita – cita FAO untuk mengurangi angka kelaparan sebanyak 575 juta jiwa tahun 2015 sulit akan terealisasi. Pentingnya posisi pangan akhirnya melahirkan Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) dimulai sejak Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan Wold Food Day melalui Resolusi PBB No. 1/1979 yang merupakan tindak lanjut dari kesepakatan FAO Conference ke 20, Nopember 1979 di Roma, Italia, yang dihadiri oleh 147 negara anggota FAO. Sejak saat itu disepakati bahwa mulai tahun 1981, seluruh Negara anggota FAO termasuk Indonesia memperingati HPS secara nasional pada setiap tanggal 16 Oktober bertepatan dengan tanggal terbentuknya FAO. Pada peringatan Hari Pangan Sedunia ke-31 FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) telah menetapkan tema “Food Prices from Crisis to Stability”. Tema ini dipilih dengan memperhatikan dampak langsung penurunan produktivitas pangan dunia akibat perubahan iklim global. FAO pun menyarankan kepada setiap negara untuk mengkaji harga pangan yang terus meningkat dan mengantisipasi rawan pangan dan kelaparan. Sedangkan tema Hari Pangan Sedunia di Indonesia yakni Menjaga Stabilitas Harga dan Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan Nasional. Beberapa langkah mencapai kemandirian pangan fokus pada peningkatan produksi, diversifikasi pangan dan peningkatan kualitas pangan lokal. Ketahanan Pangan Nasional Ketahanan pangan nasional akan tercapai jika ketahanan pangan keluarga tercapai. Ketahanan pangan keluarga tercapai jika ketahanan pangan individu tercapai. Ketahanan pangan individu akan tercapai dengan adanya kedaulatan pangan individu dalam memenuhi kebutuhan pangan dirinya sendiri. Kedaulatan pangan menurut Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000). Menurut Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi pertama, Berorientasi pada rumah tangga dan individu, kedua berdimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, ketiga menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan social, keempat berorientasi pada pemenuhan gizi, kelima ditujukan untuk hidup sehat dan produktif. Lima usur diatas harus dipenuhi oleh individu dan dan rumah tangga untuk menjadikan bangsa ini adalah bangsa yang kuat secara pangan. namun jika unsure diatas tidak mampu kita penuhi maka kerawanan pangan akan menggerogi bangsa ini. Ingat kisah tragis kelaparan di Ethiopia yang telah mengjadikan negara tersebut “hilang” dari peredaran dunia. Bahkan merujuk pada hasil Konferensi Internasional Kedaulatan Pangan di Selingue, Mali tahun 2007 yang dihadiri oleh 500 perwakilan dari 80 negara terdapat tambahan tujuh prinsip kedaulatan pangan, pertama pangan sebagai hak asasi manusia, pembaharuan agrarian, melindungi sumber kekayaan alam, pengaturan ulang perdagangan pangan, mengakhiri kelaparan dunia, perdamaian dan solidaritas social dan prinsip demokrasi ekonomi. Melihat indicator – indicator diatas nampaknya ketahanan pangan nasional kita masih jauh dari harapan. BPS merilis data sampai tahun 2011 ini penerima raskin masih menyentuh angka 71 juta jiwa setara 27% penduduk Indonesia. Bahkan dana untuk pemenuhan pangan impor mencapai angka 7 trilyun, sesuatu yang sangat fantastis namun membahayakan karena indikasi semakin kuat bangsa kita terancam krisis pangan nasional. Kebijakan Politik Pangan Soekarno saat peletakan batu pertama kampus IPB 1954 mengatakan bahwa masalah pangan adalah masalah hidup atau mati. Ini membuktikan bahwa pangan bisa menjadi alat politik yang mematikan secara cepat ataupun lambat. Buktinya ketergantungan kita kepada pangan impor sangat tinggi, dan ini diketahui oleh asing sehingga akan dengan mudah bangsa ini di jajah secara ekonomi melalui pendekatan pemenuhan pangan nasional. Impor beras telat menjadi alat politik yang ampun untuk terus menekan Indonesia agar mengakui bahwa penduduk Indonesia sedang kelaparan. Terbukanya data pangan nasional akan semakin membuat ketahanan pangan nasional terancam. Oleh karena itu melihat situasi internasional yang sedang dilanda krisis pangan serta dampak pemanasan global telah dirasakan oleh bangsa ini perlu langkah politik yang jelas dan tegas agar pangan menjadi alat politik yang memperkuat ketahanan pangan nasional, bukan sebaliknya melemahkan ketahaanan pangan nasional. Kebijakan politik pangan yang harus dilakukan bangsa ini harus mengacu kepada pencapaian MGDs yang pro job, pro poor, pro growth. Pengurangan angka kelaparan dan rawan pangan menjadi sasaran pokok sebagaimana harapan bangsa ini bahwa kemiskinan semakin berkurang. Pertama, penguatan UU Pangan no 7 tahun 1996. Saat ini UU Pangan sedang di bahas oleh DPR menjadi UU Pangan yang lebih akomodatif dan menjangkau kepentingan masa depan. Masuknya pangan impor yang membanjiri pasar – pasar tradisional harus diatur dengan tegas oleh UU agar kepala daerah tidak berani membuat kebijakan yang sering merugikan rakyat banyak dan hanya menguntungkan kaum kapitalis. Substansi UU Pangan mampu menghadirkan pangan yang aman dan bergizi serta cukup untuk kebutuhan bangsa sendiri.Berbagai kasus impor akhir – akhir ini seperti impor sayur – sayuran, kentang dan beras terjadi karena lemahnya kebijakan nasional dalam melindungi produk dalam negeri. Jepang bisa kita contoh dengan menerapkan bea masuk impor beras sampai hampir 500 persen. Kedua, Strategi pemantapan ketersedian pangan meliputi peningkatan cadangan pangan masyarakat sesuai dengan potensi lokal, pemantapan infrastruktur produksi pertanian,, optimalisasi lahan yang ada, baik sawah, ladang, pekarangan, kebun dan kolam/tambak yang ada. Langkah operasional strategi ini bisa dilakukan melalui program pembangunan Lumbung Pangan Rakyat yang difungsikan sebagai KUD dan pasar optimalisasi ladang dengan menaman cabai sebagai komoditi mahal sehingga tidak mendatangkan dari luar. Turki telah memberikan contoh bagaimana mereka memiliki komoditas terigu yang menjadi langganan Indonesia untuk pemenuhan dalam negeri. Bahkan Palestina mampu memehuni kebutuhan sayur – sayuran dari bangsa mereka walaupun dalam kondisi tidak menentu. Ketiga, Strategi pemantapan diversifikasi konsumsi pangan meliputi penyediaan suplai pangan dengan mengembangkan sumberdaya lokal (unggulan wilayah), peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, Practice) melalui gerakan tentang konsumsi pangan yang beragam dan gizi seimbang serta aman, Peningkatan income. Diversifikasi berarti menambah pangan diluar beras. Potensi pangan lokal bangsa ini jumlah dan jenisnya jutaan, namun masih sangat minim dengan sentuhan teknologi dan inovasi modern. Kita lihat Cina sebagai raksasa dunia mampu menjadikan rakyatnya memiliki usaha skala UMKM yang menghidupi bangsa mereka sendiri tanpa harus tergantung dengan pangan impor. Saat ini konsumsi pangan beras masyarakat Indonesia sudah mencapai angka 90 persen, artinya masyarakat selalu berorientasi kepada beras dan beras. Kalau belum makan nasi maka belum dianggap makan, inilah kesalahan kolektif bangsa ini yang diakibatkan kesalahan kebijakan masa lalu dengan selalu “memberaskan” masyarakat yang makan jagung, tiwul, sagu dan aneka makanan nusantara. Sudah 32 tahun hari pangan sedunia kita peringati, berbagai tema pangan telah menghiasi diskusi public dunia. Kenyataannya jumlah penduduk dunia yang kelaparan semakin meningkat, mampukah bangsa Indonesia menjadi lumbung pangan dunia? Harusnya mampu karena negeri ini sangat kaya raya dengan segala pangan lokal yang dengan kebijakan dan support teknis maka pangan untuk semua akan terwujud.
Posted on: Wed, 03 Jul 2013 04:34:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015