Pahlawan Batik Aceh Dari Cirebon Berbicara batik Aceh sepertinya - TopicsExpress



          

Pahlawan Batik Aceh Dari Cirebon Berbicara batik Aceh sepertinya tidak bisa melupakan sosok Aliya M (48), karena berkat ketekunan dan kegigihannya, kain tradisional daerah itu terus dikenal dan berkembang di pasaran. Betapa tidak, bapak tiga orang anak tersebut rela meninggalkan kampung halamannya di Cerebon, Jawa Barat, datang ke provinsi paling ujung barat Indonesia itu untuk mengembangkan batik motif Aceh. Tidak itu saja, suami dari Alfia itu tidak saja meninggalkan kampung, tapi usaha batik yang sudah dirintis sejak lama ditinggal begitu saja, demi untuk memajukan batik khas Aceh itu. Aliya datang ke Aceh tidak secara langsung diundang oleh Pemerintah Aceh dalam hal ini Dewan kerajinan nasional daerah (dekranasda), tapi melalui perantara Pak Komar, pengusaha batik terkenal di Cerebon. Ia menceritakan, pada waktu itu Ketua Dekranasda Aceh Ny Darliza Mustafa Abubakar minta kepada Pak Komar untuk membantu mengembangkan batik Aceh yang sudah dilupakan. “Kemudian, singkat cerita Pak Komar minta kepada saya berangkat ke Aceh untuk membantu Dekranasda Aceh mengembangkan batik dengan motif khas daerah setempat,” ujarnya. Dengan hati yang berat dan ragu-ragu, karena Aceh pernah dilanda konflik senjata, Oliya berangkat ke Aceh pada Februari 2007. Ketika itu, Irwandi Yusuf yang berpasangan dengan Muhammad Nazar baru saja dilantik menjadi Gubernur Aceh. Pada saat itu, ia memulai mendidik pemuda Aceh untuk belajar membatik. Pada waktu itu terdapat 30 orang yang dilatih oleh Oliya. “Dan Alhamdulillah, mereka kini sudah ahli mendisain batik motif-motif Aceh,” ujar Oliya bangga. Oliya sebenarnya tidak memiliki keahlian khusus tentang batik, tapi hanya berdasarkan pengalaman, karena pernah membantu kakeknya membuat batik. “Jadi, saya bisa membatik ini tidak ada sekolah khusus, tapi hanya sekedar pengalaman membantu kakek membuat motif batik,” katanya. Ia menyatakan, sebenarnya membatik itu tidak sulit, tinggal bagaimana ketekunan dan keuletan seseorang untuk mau berusaha agar cepat bisa. Namun demikian, ada cara yang agak sulit, terutama untuk mengkombinasikan warna agar menjadi kain batik yang bagus. Seiring dengan perjalanan waktu, pengembangan batik Aceh terus berkembang dan hampir seluruh pegawai negeri sipil di Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota sudah menjadi pakaian wajib setiap hari Jumat. Batik Aceh tidak saja dikenal bagi masyarakat Aceh, tapi juga warga di provinsi lainnya dengan menjadikan souvenir ketika berkunjung ke daerah yang dijuluki “Serambi Mekkah” itu. Balai Rumah Batik Seiring dengan perkembangan batik, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh membuka “Balai Batik Aceh” yang fungsinya selain sebagai tempat pembuatan, juga sebagai lokasi promosi. Pengurus Dekranasda tidak ragu lagi untuk mempercayakan Aliya untuk mengelola rumah tersebut, karena selain jasa-jasanya ikut mengembangkan batik, juga memiliki keahlian dalam soal batik. Di rumah batik tersebut kini terdapat 30 orang perajin yang juga memiliki keahlian dasar mendesain motif-motif Aceh dan cating batik. Sekretaris Dekranasda Aceh Ir Netty Muharni MURP menyataka, Aliya sangat berjasa untuk ikut mengembangkan pakaian tradisional Aceh itu. “Memang untuk mengangkat kembali batik Aceh merupakan kerja besar pada waktu itu, karena orang Aceh tidak memiliki keahlian dasar batik, sehingga 30 orang tersebut benar-benar dilatih agar mereka bisa menjadi ahli,” katanya. Pada pelatihan selama tiga bulan, peserta yang dilatih ahli batik di Pulau Jawa diinapkan, sehingga mereka tidak saja menjadi ahli, tapi juga menjadi pengusaha, katanya. “Jadi, kita buat perjanjian, setelah mengikuti pelatihan, mereka harus membentuk koperasi,” ujarnya. Pelatihan tersebut ternyata tidak sia-sia, apa yang diharapkan untuk mengangkat batik Aceh menjadi kenyataan. Dimana setelah pada tahap-I pelatihan pada 2006, kemudian tahap-II 2006 hingga 2007, pada tahap uji coba produksi. Dikatakan, pada tahap tersebut selama setahun memang hasilnya tidak langsung bagus, karena masih perlu penyesuaian. “Pada saat tahap produksi, bagus tidak bagus hasilnya, Dekranasda Aceh tetap membeli, sehingga mereka tetap bersemangat untuk berkarya yang terbaik,” katanya. Pada tahun kedua proses produksi, hasilnya sudah mulai bagus dan mereka membentuk koperasi yang diberi nama “Koperasi Aceh Baru”. Dengan koperasi itu menjadi cikal bakal munculnya “Balai Rumah Batik” yang merupakan industri batik tenun khusus motif Aceh. Untuk industri terpadu dan memudahkan bahan baku, Dekranasda Aceh juga membangun industri tenun bukan mesin. “Kita sengaja membuat tenun dengan ATBM, karena nilai jualnya lebih tinggi dibandingkan tenun ATM,” ujarnya. Para perajin tersebut terus memproduksi dengan di bawah bimbingan Aliya dan kini “Rumah Batik Aceh” itu mulai menampakkan hasil dengan selalu menghasilkan kain batik berkualitas dan kaya dengan motif dari karya putra-putri Aceh sendiri.(Red/Ant)
Posted on: Wed, 17 Jul 2013 10:48:17 +0000

Trending Topics



sttext" style="margin-left:0px; min-height:30px;"> Not a fan of delusional prudes who take flesh bearing roles away
AK RMN earlier
Life is a cycle of what you make of it, for good or bad and I

Recently Viewed Topics




© 2015