Post Hegemony XXII: Beli Rudal Anti Tank Untuk Siapa? Oleh: K Ng - TopicsExpress



          

Post Hegemony XXII: Beli Rudal Anti Tank Untuk Siapa? Oleh: K Ng H Agus Sunyoto Rudal Anti Tank Javelin 1 Ahad pagi usai sholat Subuh para santri dan sufi berkumpul di pesantren untuk mendengar ceramah DR Turut Dawuh, M.Sc, pengamat militer dari ibukota. Tema yang diangkat menyangkut penguatan pertahanan nasional melalui pemenuhan kebutuhan alutsista bagi TNI dengan pokok bahasan pembelian rudal anti tank jenis ATGM (Anti Tank Guided Missile). Tanpa basa-basi DR Turut Dawuh, M.Sc menjelaskan bahwa dalam waktu tidak lama lagi Angkatan Perang Indonesia akan melengkapi alutsistanya dengan rudal anti tank jenis ATGM (Anti Tank Guided Missile) Javelin I bikinan perusahaan Raytheon dan Lockheed Martin Amerika Serikat. Sambil menunjukkan news release Defence Security Cooperation Agency tanggal 19 November 2012, DR Turut Dawuh mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah membeli sebanyak 25 CLU (Command Launch Units) yaitu peluncur rudal, 180 rudal, MSR (Missile Simulation Rounds), BCU (Battery Coolant Units), Weapon Effect Simulator, Batteries, Battery Chargers, Support Equipment, termasuk di dalamnya suku cadang, serta training personil dengan nilai kontrak sebesar $ 60 juta USD. “Jujur harus kita akui, bahwa kebijakan menggunakan rudal ATGM Javelin 1 ini adalah sangat tepat,” ujar DR Turut Dawuh memuji,”Sebab rudal ATGM Javelin I ini tepat untuk Negara yang memiliki area geografi seperti Indonesia, yaitu bergunung-gunung dengan jurang dan ngarai yang ditutupi hutan tropis, lembah yang dibelah sungai dan jurang, lembah sempit, tanah gambut, dan area persawahan bertanah gembur” CLU peluncur rudal ATGM Javelin 1 Dengan isyarat tangan DR Turut Dawuh meminbta operator untuk menayangkan film tentang rudal ATGM Javelin I dengan LCD Projector. Selama film yang menggambarkan keunggulan rudal ATGM Javelin 1 ditayangkan, DR Turut Dawuh memberi penjelasan,”Selain sesuai dengan geografi Indonesia, rudal ATGM Javelin 1 memiliki sejumlah keunggulan yang juga tepat digunakan untuk area geografi seperti Indonesia, karena rudal antitank itu bisa dipasang pada kendaraan tempur darat seperti Panser, Jep, Truk, atau IFV (Infantry Fighting Vehicle) dan amphibi, sebagaimana kita saksikan dalam film ini. Bahkan yang tak kalah dahsyat, rudal ATGM Javelin 1 bisa dipanggul dan dioperasikan oleh seorang prajurit karena beratnya hanya sekitar 22,3 Kg. Selain itu, rudal ATGM Javelin 1 dapat pula difungsikan sebagai alat pengintai posisi pasukan musuh (stand-alone surveillance).” Ketika film menayangkan gambar bagaimana seorang prajurit Amerika berkulit hitam bertubuh tinggi dan besar dengan sangat mudah mengoperasikan rudal ATGM Javelin 1 sebagai rudal panggul yang memiliki akurasi tinggi dalam menghancurkan sasaran, DR Turut Dawuh berkomentar,”Dengan kemampuan mobilitas yang tinggi untuk fire and forget, seorang prajurit dapat langsung berpindah-pindah lokasi setelah meluncurkan rudal, karena ATGM Javelin 1 secara otomatis dapat membimbing diri sendiri ke arah target yang dibidik di samping mampu menembak sasaran sampai sejauh 2,5 Km. Selain faktor mobilitas dan kemampuan multi-fungsnya, keunggulan rudal ATGM Javelin 1 yang lain adalah kepraktisannya untuk dioperasikan karena hanya dibutuhkan waktu 30 detik bagi rudal antitank itu untuk siap ditembakkan dan 20 detik untuk isi ulang rudal. Selain itu, seorang prajurit petembak ATGM Javelin 1 bisa memilih direct mode untuk sasarannya, baik sasaran bergerak atau sasaran tidak bergerak seperti bunker, bangunan, helikopter. Prajurit petembak ATGM Javelin 1 juga bisa memilih mode lainnya seperti top attack, yaitu untuk sasaran tank. Dengan top attack mode, rudal ATGM Javelin1 akan melesat naik ke atas dan kemudian menukik ke arah tank sasaran, membidik bagian atap tank yang memiliki perlindungan paling minim. Rudal ATGM Javelin 1 ini dapat naik dengan ketinggian 18 derajat, di saat jarak sasarannya mencapai 150 meter guna menciptakan top attack,” ungkap DR Turut Dawuh berhenti sejenak untuk minum, sebentar kemudian melanjutkan penjelasan,”Karena keunggulan teknologi dan mobilitasnnya yang tinggi untuk dioperasikan hanya oleh seorang prajurit petembak, tidak heran jika rudal ATGM Javelin1 digunakan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat, Inggris, Australia, Lithuania, Yordania, Australia, Selandia Baru, Norwegia, dan Irlandia.” Kubah Tank kena serangan Top Attack AYGM Javelin Ketika DR Turut Dawuh usai presentasi dan memberi kesempatan kepada peserta untuk berkomentar dan bertanya, Sufi tua yang pensiunan perwira intelijen berkomentar,”Luar biasa sekali kecanggihan rudal ATGM Javelin 1 sebagaimana tayangan film barusan. Sayangnya, contoh yang ditayangkan dalam film tadi adalah prajurit Amerika Serikat yang postur tubuhnya tinggi dan besar. Maksud saya, apakah rudal ATGM Javelin 1 akan maksimal mobilitas dan keunggulannya jika digunakan oleh TNI AD, yang kita tahu postur dan ukuran tubuh rata-rata prajuritnya tidak jauh berbeda dengan ukuran rata-rata prajurit di Negara-negara Asia, yaitu lebih pendek dan lebih kecil dibanding postur dan ukuran tubuh prajurit Amerika dan Eropa. Itu artinya, satu orang prajurit petembak Asia lebih khusus Indonesia dipastikan akan menghadapi kesulitan mengoperasikan rudal antitank yang beratnya 22,3 Kg apalagi setelah menembak harus memasukkan lagi rudal yang beratnya 11,8 Kg. Bagaimana ini Pak Doktor?” “Dalam kontrak pembelian itu ada klausul personil training pak,” sahut DR Turut Dawuh, “Jadi prajurit-prajurit TNI akan dilatih khusus sebelum mengoperasikan rudal ATGM Javelin 1.” “Maaf, apakah dilatih seperti ini?” Sufi tua member isyarat kepada operator untuk menayangkan film yang menggambarkan bagaimana prajurit Indonesia sewaktu mengoperasikan rudal ATGM Javelin 1 sebagai rudal panggul, tubuhnya terpelanting ke belakang sewaktu rudal meluncur dari CLU peluncurnya. Rudal Grom Milik Yon Arhanud Detasemen Rudal TNI AD “Lho darimana sampeyan bisa memperoleh film itu?” sergah DR Turut Dawuh heran. Sufi tua tidak menjawab, sebaliknya ia berkata,”Atas dasar pertimbangan ukuran dan berat rudal ATGM Javelin 1 yang cocok untuk prajurit Amerika dan Eropa, maka menurut hemat saya, sesungguhnya rudal jenis ATGM yang lebih cocok untuk TNI AD adalah rudal ATGM yang lebih kecil dan lebih ringan seperti ATGM NLAW (Next Generation Light Antitank Weapon), yaitu rudal antitank buatan SAAB Bofors Dynamics, Swedia yang bekerjasama dengan Inggris, rudal.” DR Turut Dawuh terkejut. Ia tidak menduga bahwa di pesantren yang berisi santri-santri dekil dan sufi kumal itu ternyata ada yang faham tentang alutsista dan pertahanan Negara. Itu sebabnya, dengan penasaran ia bertanya,”Bagaimana Anda menilai rudal ATGM NLAW lebih sesuai untuk TNI AD? Apakah Anda bisa menjelaskan keunggulannya dibanding Javelin 1?” Sambil ketawa-ketiwi Sufi tua menjelaskan,”Berbeda dengan ATGM Javelin 1 yang beratnya 22,5 Kg yang cocok dengan postur dan ukuran tubuh prajurit Amerika dan Eropa, rudal ATGM NLAW yang ukurannya lebih kecil karena beratnya hanya 12,5 Kg, tentu lebih cocok digunakan oleh prajurit Asia termasuk Indonesia, sebab ukurannya yang lebih kecil dengan bobot lebih ringan itu, memungkinkan dioperasikan oleh seorang prajurit petembak Indonesia, untuk menghancurkan berbagai jenis Main Battle Tank modern dengan sekali tembak. Meski jarak tembak ATGM NLAW lebih pendek dibanding Javelin 1, tetapi ia tetap efektif untuk dioperasikan di Indonesia yang medan tempurnya bergunung-gunung, berhutan lebat, dilintasi sungai-sungai, rawa-rawa, dan area persawahan yang signifikan untuk pertempuran jarak dekat, sehingga tidak disangsikan lagi bahwa dengan bobot 12,5 Kg itu rudal ATGM NLAW yang memiliki sejumlah keunggulan yang tidak kalah dengan ATGM Javelin 1 seperti Predicted Line of Sight, Attack modes Selectable, Overfly Top Attack, Direct Attack memang cocok digunakan oleh prajurit TNI AD.” “Ini sebuah analisis yang relevan dengan kebijakan pemerintah,” sahut DR Turut Dawuh member penjelasan,”Sebab pemerintah telah memutuskan untuk melengkapi alutsista TNI AD dengan rudal ATGM NLAW. Kebijakan itu dapat dinilai sebagai kebijakan yang didasari pertimbangan rasional yaitu sesuai dengan kebutuhan pertahanan Negara.” Rudal Grom “Saya sepakat itu,” tukas Sufi tua berkomentar,”Tetapi kebijakan pemerintah untuk membeli rudal ATGM Javelin 1 yang bernilai $ 60 juta USD itu tampaknya lebih merupakan “keterpaksaan” sebagaimana proyek pengadaan IMSS (Integrated Maritime Surveillance System) yaitu peralatan sistem radar pengawasan laut dan pantai terintegrasi senilai $ 57 juta USD yang diserah-terimakan 25 Oktober 2012 lalu, yang tampaknya merupakan kelanjutan dari kebijakan pemerintah RI menerima “hibah” 24 unit pesawat F-16 rongsokan dari Amerika yang perbaikannya butuh dana $ 760 juta USD. Itu artinya, kebijakan membeli rudal ATGM Javelin 1 bisa dimaknai sebagai sebuah pemborosan karena di samping mobilitasnya kurang maksimal jika dioperasikan oleh prajurit Indonesia harga peralatan senjata produksi Amerika terbukti selalu lebih mahal dibanding produksi Negara lain.” DR Turut Dawuh diam. Ia tidak berani berkomentar karena menangkap gelagat bahwa Sufi tua sangat memahami bukan saja masalah alutsista dan pertahanan melainkan juga cukup faham dengan seluk-beluk kebijakan pembelian senjata. Mendapati DR Turut Dawuh hanya diam tidak menanggapi komentarnya, Sufi tua melanjutkan bicara,”Lepas dari unsur “keterpaksaan” atau faktor non teknis lain dalam pembelian rudal ATGM Javelin 1, pemerintah Indonesia diharapkan dapat memperoleh manfaat dalam bentuk transfer teknologi, dalam makna tidak saja tenaga-tenaga Indonesia dididik dan dilatih untuk mengoperasikan, merawat, memperbaiki, dan menyediakan suku cadang bagi rudal itu tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana mengembangkan ATGM Javelin 1 menjadi rudal antitank yang memiliki kemampuan lebih canggih yang bisa diproduksi sendiri oleh anak-anak Bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, bahwa dalam konteks transfer teknologi rudal, Indonesia telah menunjukkan kemampuannya dengan keberhasilan meluncurkan rudal Kartika-1 seberat 220 Kg dari stasiun peluncuran Pamengpeuk, Garut, Jawa Barat pada 14 Agustus 1964, yang disusul peluncuran rudal Kartika-2 seberat 66,5 Kg yang mampu menjangkau sasaran sejauh 50 Km, di mana kedua rudal Kartika itu merupakan modifikasi dari rudal-rudal Surfance to Air Missile (SAM) yang dibeli dari Uni Soviet. Keberhasilan Indonesia dalam transfer teknologi rudal dari Uni Soviet pada dasawarsa 1960-an itu telah menjadikan Indonesia dikenal sebagai Negara pengembang teknologi rudal kedua di Asia dan Afrika setelah Jepang, hendaknya hal itu menjadi dasar kebijakan bagi pemerintah dalam konteks pembelian alutsista berteknologi canggih dari Negara-negara maju seperti rudal ATGM Javelin 1.” DR Turut Dawuh menarik nafas berat. Ia faham betapa dalam kebijakan pembelian rudal ATGM Javelin 1 itu tidak terdapat kemungkinan bagi alih teknologi. Itu sebabnya, ia tidak berani buka mulut untuk berkomentar. Kubah Tank Terhantam ATGM Javelin 1 “Secara teoritis,” ungkap Sufi tua melanjutkan komentarnya, “Pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia harus disandarkan pada kekuatan Angkatan Laut yang didukung Angkatan Udara serta dukungan Angkatan Darat dan rakyat, baik dalam kerangka pertahanan terluar (zona penyangga), sampai pada kemungkinan terjadinya perang yang merambah area kontinen Indonesia (zona pertahanan dan perlawanan). Oleh karena itu, sistem pertahanan Indonesia harus bersifat integral di mana penempatan Kekuatan Maritim dan Udara sebagai kekuatan utama menjadi prioritas dengan ditopang Kekuatan Darat yang didukung kekuatan rakyat. Itu artinya, penempatan alutsista strategis harus didasarkan pada pertimbangan melindungi wilayah territorial Indonesia dengan prioritas area yang paling banyak dihuni warganegara, baik ibukota maupun kota-kota besar dan terutama kota-kota yang berdekatan dengan perbatasan wilayah teritorial Negara lain serta obyek-obyek vital Negara yang harus dilindungi. Kebijakan strategis melindungi rakyat dan obyek vital Negara adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi jika Indonesia adalah Nation State dalam bingkai NKRI Tapi sungguh sangat disayangkan, kebijakan strategis yang ideal itu tidak selalu bisa terwujud dalam kenyataan karena berbagai faktor internal dan eksternal.” “Maaf pakde,” seru Dullah menyela, setelah mendapati DR Turut Dawuh hanya terdiam tidak merespon komentar Sufi tua,”Mohon dijelaskan maksud pakde membuat statemen bahwa kebijakan strategis negara melindungi penduduk dan obyek vital Negara tidak selalu terwujud dalam kenyataan. Apakah menurut sampeyan, kebijakan pemerintah sekarang tidak lagi didasarkan pada prinsip perlidungan terhadap penduduk sipil dan obyek vital Negara? Mohon penjelasan pakde supaya kita semua tahu bagaimana jiwa dan pikiran aparatur Negara kita sekarang ini.Mohon diberi contoh kongkrit pakde.” “Jika kita meminjam pandangan Immanuel Wallerstein tentang system dunia sebagaimana tertuang dalam buku A World Systems Reader: New Perspective on Gender, Urbanism, Cultures, Indigenous Peoples, and Ecology (2000) dan teori yang dikemukakan James O’Connor dalam The Meaning of Economic Imperialism (1981), maka kita akan mendapati bahwa Indonesia yang semula merupakan Negara Bangsa (nation state) telah bergeser menjadi State Capitalism, yaitu Negara Pinggiran (periphery) di dunia ketiga yang dieksploitasi Negara Pusat (Core) di dunia pertama, di mana kebijakan-kebijakan Negara tidak lagi diorientasikan untuk kepentingan warganegara dan Negara melainkan untuk kepentingan Negara asing di dunia pertama,” papar Sufi tua menjelaskan. “Lho apa benar seperti itu, pakde?” sahut Dullah kecewa,”Kalau begitu, kita ini sudah ditipu dsan dibohongi oleh elit penguasa yang kalau pemilihan umum selalu gembar-gembor sebagai abdi Negara dan hamba rakyat, yang ternyata abdi Negara lain dan hamba kapitalisme global.” Tidak bisa mendiamkan komentar-komentar miring Sufi tua, DR Turut Dawuh menyela dengan suara ditekan tinggi,”Pandangan bapak tadi adalah pandangan teoritis berdasar pemikiran pengamat asing seperti Walklerstein dan O’Connor yang belum tentu sesuai dengan fakta. Karena itu, mohon kami diberi contoh kongkrit bahwa kebijakan pemerintah kita tidak lagi untuk rakyat melainkan untuk kepentingan Negara dunia pertama. Mohon contoh kongkrit, bapak.” Sufi tua ketawa. Setelah itu dengan gaya orator, ia memaparkan pandangan dan penilaiannya,”Sebagaimana sudah kita ketahui, bahwa sejak rudal Rapier dipensiunkan oleh TNI AD pada Juni 2007, Arhanud TNI AD telah memilih rudal Grom sebagai pengganti, yakni rudal jenis SHORAD (short range air defence), rudal pertahanan udara jarak pendek/ SAM (surface to air missile) yang dirancang oleh Military Institute of Armament Technology dan diproduksi oleh Mesko, Skarżysko-Kamienna, manufaktur senjata asal Polandia. Namun saat rudal Grom secara bertahap mulai memperkuat arsenal arhanud TNI AD yang mula-mula dilengkapi Grom adalah Detasemen Rudal 003 Kodam Jaya, yang disusul Detasemen Rudal 001 Kodam Iskandar Muda dengan tugas utama mengamankan area kilang Arun dan Detasemen Rudal 002 Kodam Tanjungpura dengan tugas utama mengamankan obyek vital di Bontang serta Detasemen Rudal 004 Kodam Bukit Barisan untuk mengamankan obyek vital di Dumai.” “Penempatan rudal Grom pada Detasemen Rudal 003 Kodam Jaya tentu merupakan keniscayaan bagi perlindungan dan pengamanan ibukota yang dihuni sekitar 10 juta penduduk,” kata Sufi tua melanjutkan,”Tetapi memperkuat Detasemen Rudal 001 Kodam Iskandar Muda dengan tugas utama melindungi area kilang Arun yang merupakan kilang milik perusahaan multinasional Amerika, perlu dipertanyakan relevansinya dalam konteks pertahanan nasional yang berdasar pinsip Hankamrata. Hal yang sama harus juga dilakukan terhadap kebijakan menempatkan rudal Grom di Detasemen Rudal 002 KodamTanjungpura untuk mengamankan obyek vital Bontang dan Detasemen Rudal 004 Kodam Bukit Barisan untuk mengamankan obyek vital di Dumai, yang sudah diketahui sebagai area kilang milik MNC asing.” DR Turut Dawuh tersentak kaget mendengar uraian Sufi tua. Ia menyesal karena telah memberi peluang bagi Sufi tua untuk mengungkap kebijakan yang tidak boleh diketahui publik. Apa boleh buat. Sudah terlanjur. Ia hanya mendengar dengan sesekali menahan nafas karena dicekam ketegangan. Sepintas melihat DR Turut Dawuh nervous, Sufi tua melanjutkan pembicaraan dengan suara naik turun,”Tanpa berpretensi mencurigai secara berlebihan latar pembelian rudal ATGM Javelin 1 dari Amerika Serikat yang disusul pembelian rudal ATGM NLAW dari perusahaan Swedia-Inggris, tetapi sungguh akan sangat disayangkan jika penempatannya kelak diletakkan pada Detasemen Rudal di Kodam yang berdekatan dengan obyek-obyek vital milik perusahaan asing seperti Freeport, Newmont, Exxon Mobile, Caltex, Shell, Amerada Hess, BP. Sebab kalau itu yang terjadi, kita akan benar-benar menjadi bangsa bodoh yang dibodohi oleh negara-negara produsen rudal tersebut. Bagaimana logika warasnya, dalam menetapkan kebijakan menjaga obyek-obyek vital milik perusahaan-perusahaan multi-nasional dan trans-nasional asing, pemerintah Indonesia diharuskan mengeluarkan anggaran militer untuk membeli senjata-senjata yang mereka produksi dan kemudian ditugasi menjaga dan melindungi perusahaan-perusahaan mereka yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia, tentu saja dengan biaya dari pemerintah Indonesia. Sungguh, saya pribadi dan juga para santri di pesantren ini tidak menghendaki kebijakan penempatan rudal Grom diulangi dalam penempatan rudal ATGM Javelin 1 dan ATGM NLAW, karena apa pun yang terjadi, kami tidak ingin pemerintah kami dianggap bodoh dan dibodohi negara lain.”
Posted on: Sun, 25 Aug 2013 17:03:06 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015