Salam PKS 3 Besar Cuplikan Kisah Santriyah Penghafal Quran - TopicsExpress



          

Salam PKS 3 Besar Cuplikan Kisah Santriyah Penghafal Quran "Zahra Mengejar Surga" pkssumut.or.id, Hanya kalimat ini (Innalillahi: sesungguhnya kita milik Allah) yang dapat kami ucapkan dari Medan, ketika mendengar ananda tercinta almarhumah Zahra (Millia Az Zahra) dipanggil Allah keharibaan Nya. Ini merupakan musibah yang menjadi pilihan taqdir terbaik dari Allah buat Zahra, adiknya Nadwa yang sekamar dengannya, juga kami yang berada di Medan. Antara percaya dan tidak, seakan air mata tak tertahan lagi berhamburan menetes dan lidah terasa kelu untuk berucap, karena anak pertama ini sudah melalui pendidikannya lima tahun di Pesantren Al Muqaddasah, hanya tinggal setahun lagi, tepatnya pada saat hari kedua ujian tahfiz quran, ia menghembuskan nafas terakhir. Tak sampai satu jam di rumah sakit umum Ponorogo, Zahra wafat. Diagnosa dokter terakhir, Zahra terserang demam panas, melemas tiga hari, hingga dehidrasi dengan tanda kekurangan cairan di seluruh tubuh. Sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan kepada ananda Zahra yang berjuang menghafal Quran hingga 20 juz lebih, rasa hormat kami kepada Pak Kiai Hasan Abdullah Sahal, dan segenap Pondok Muqaddasah serta semua yang terlibat mendidik Zahra hingga membantu pemakamannya di Medan, kami tulis buku kecil ini semoga menjadi catatan sejarah bagi almarhumah Zahra, yang susah payah membahagiakan orang tuanya. Usai malam ketiga tahlilan di rumah almh Zahra di Medan, hari ke empat kami berziarah ke maqam almarhuma, terlintas di benak kami untuk menuliskan beberapa kalimat terima kasih buat Almarhumah Zahra dan kawan-kawannya, serta siapa saja yang pernah membantu Zahra semasa hidupnya, khususnya lima tahun di almamaternya Muqaddasah. Semoga buku kecil ini menjadi cacatan emas dan bukti sejarah, bahwa masih ada anak gadis yang berusia 17 tahun kurang 4 bulan, mau dengan serius menghafal Quran di Muqaddasah hingga hafal 20 juz lebih, duduk di kelas dua SLTA. Bulan lalu, tepatnya 24 April 2013 yaitu sebulan sebelum wafatnya Zahra, saya masih berjumpa dengan ananda tercinta di pondoknya Al Muqaddasah. 24 jam bersamanya, tidak ada yang tampak dari wajahnya bahwa 30 hari berikutnya ajal menjeputnya. Sekali lagi, Wafatnya Zahra ini adalah pilihan Allah terbaik buat kita semua. Karena, ajal pasti datang tepat pada waktunya. Terkadang, yang sehat bisa menjadi sakit, sebaliknya tak jarang yang sakit bisa sembuh dengan izin Allah semata. Masih banyak cita-cita Zahra yang tertunda, mengkhatamkan hafalannya 30 juz, mendirikan pondok Tahfiz Quran, mengajak semua adik-adiknya menghafal Quran. Semoga Nadwa dan Fatiya serta adik Zahra yang sedang dalam kandungan umminya enam bulan, mampu melanjutkan cita-cita yang mulia ini. Inysaallah. Medan, 1 Juni 2013 Salam ta’zim kami, Ummi dan Babah Zahra Riwayat Singkat Al Marhumah : Millia Az Zahra Nama Lengkap : Hj. Millia Az Zahra Lahir di : Medan, tgl 29 September 1999 Wafat di : Ponorogo, tgl 28 Mei 2013 TK di TK ABA Sleman, Jogja TK Nurul Azizi, Palem Kencana. SD: Tekad Mulia, Puji Mulio, Sunggal. SLTP: Al Muqaddasah SLTA: Al Muqaddasah (Hingga kelas Dua) Negara yang pernah dikunjungi: Malaysia, India, Yordania, Arab Saudi. Kota yang pernah dijalani: Medan, Jakarta, Jogja, Bandung, Surabaya, solo, Malang dll. *** Mengejar Surga di Muqaddasah Setelah diumumkan pada yudisium kelas tiga SLTP Muqadasah, dengan hafal 13 juz Quran, ia segera menelpon ortunya di medan. Dalam percakapan telp itu, sang ortu mengatakan agar pindah ke pondok tahfiz lain atau masuk ke Gontor Putri. Tapi, si zahra sangat menyakinkan orang tuanya agar menyempurnakan hafalan Quran nya di Muqaddasah, dengan perkiraan tiga tahun lagi akan khatamlah hafalannya hingga 30 juz. Malam yudisium itu sebagai wali si Zahra adalah pak Sanusi, yg juga menjadi saksi akhir ajal zahra di r.s Ponorogo. Tangan beliaulah yang mengangkat Zahra dalam kondisi ‘koma’ ke RSU Ponorogo. Kelas satu SLTA ia lalui dengan sukses, walau pertukaran cuaca terkadang berpengaruh dengan kesehatannya, tetapi ia tetap menghafal Quran, sekaligus mengikuti program SMU. Terlihat, ia telah menikmati hafalan itu. Tekun, gigih dan ulet utk menghafal Quran. Walau pernah masuk ke rumah sakit Aisyiah karena demam panas, ia tetap tegar, khususnya setelah Pak Kiai mendoakan dan ia terus mengenang ucapan sang Kiai bahwa menghafal Quran sangat banyak cobaannya. Terjadi banyak dialog di kelas, bagaimana pendapat anak-anak jika ada orang tua yang menjodohkan anaknya setamat SLTA. Apakah nikah dan kuliah mengganggu masa depan atau tidak. Dengan berani, Zahra mengatakan bahwa bapaknya sendiri menikah belum tamat dari kuliah di al Azhar Cairo. Klimaks cerita, Zahra tiba-tiba sakit. Dipindah sekamar dengan adiknya Nadwa. Ia tetap menhafal Quran sambil di atas kasurnya. Pak Pos di medan yg selalu mengantarkan surat dari teman-teman zahra terkejut spontan mengatakan zahra yang anak gadis 17 tahun? Yang di pondok Muqaddasah? Seakan tukang pos sudah sangat paham dan mengenal si Zahra. Inilah Zahra Kecil Zahra lahir di RS.Sundari, Pinang Baris, Medan. Tgl 29 September 1996. Nama lengkapnya Millia Az Zahra (Millia dalam bahasa Urdu artinya agama, dan Az Zahra artinya bunga). Gabungan dua universitas, yang Babahnya kuliah. Al Azhar di Cairo dan Millia di New Delhi, India. Sebulan setelah lahir, ia ditinggalkan Babah menuju New Delhi, mengambil S.2 magister di Jamia Millia Islamia. Zahra Ikut ke India Zahra dibawa ke India ketika usianya setahun. Dalam usia dua tahun ia ikut melaksanakan ibadah haji. Tinggal di Mekkah di kawasan Misfallah Dua. Di mana-mana banyak orang menyapanya, karena sejak kecil ia dibiasakan Umminya untuk berjilbab dan menutup aurat dengan sempurna. Di New Delhi, Zahra kecil tinggal di rumah sewa Prof.Dr. Dhiaul Hasan Nadwy. Ana terkecil sang Professor itu bernama Najla, selalu menjadi ingatan kami hingga kini. Beberapa kata dan kalimat bahasa India sangat mudah diucapkannya. Dari Jeddah Menuju Medan Bersama Umminya Hj.Herlina Mukhtar, MA, ia ke Medan via penerbangan Garuda , transit di Jkt, kemudian mendarat di Polonia Medan. Disambut atok Haji Mukhtar. Karena ia cucu pertama yang berjalan jauh, naik pesawat terbang dan sudah haji kecil. Begitulah sang Atok selalu membahagiakannya. Sementara sang Babah hanya tinggal mengikuti ujian akhir Magister, dan setelah ujian kembali ke Medan tahun 1999 setelah mendaftarkan diri di program s.3 phd di University of Lucknow, UP, India. Zahra di Jogja Pada akhir tahun 1999, itu juga, Zahra di bawa ke Jogja. Karena Babahnya mengikuti program Pembibitan Dosen di Depag, kerjasama dengan IAIN Jogjakarta. Adiknya Nadwa sudah berusia satu tahun. Zahra masuk TK ABA kelas B di Ngemplak, Widomartani, Sleman, Jogja, sekitar satu semester. Zahra kecil sudah dibawa ke berbagai universitas keliling Jogja dan menikmati TK ABA beberapa bulan. Kemudian TK beliau pindah ke Medan, Jalan Binjai Km.11, Palem Kencana, TK Nurul Azizi. SD Tekad Mulia Di SD ini Zahra banyak menghabiskan waktu anak-anaknya. Karena kelas satu hingga kelas enam ia tamatkan di SD yang dipimpin oleh Drs. Parno Kartawi. Disini, ia sangat akrab berteman dengan Tasya, teman sebangkunya dari kecil selalu duduk dan bermain bersama hingga tamat. Sejak kelas tiga, di sore hari, zahra masuk MDA Aljawahir, yang belajar di sore hari. Empat tahun ia di MDA al jawahir hingga tamat MDA yang dibawah pimpinan H. Safril Usman, SpdI. Keinginan Sekolah di Pesantren Setamat dari SD dan MDA, ketika kelas lima usai, ia dibawa oleh Babah dan Umminya keliling Jawa. Melihat berbagai pesantren, mulai dari Darul Arafah dan Raudhatul Hasanah di Medan hingga Gontor Puteri di Ngawi, Jawa Timur dan Al Muqaddasah di Ponorogo. Setamatnya dari SD tekad mulia, ia memutuskan untuk mencoba masuk Muqaddasah. Pilihan ini juga didukung oleh sanak saudara, dengan singkat cerita pada acara arisan keluarga besar Ummi di rumah, ia siap ke Jawa dan saat itu ditepung tawari. Satu hal yg sangat mengharukan semua sanak saudara. Mengharukan, karena zahra merupakan cucu pertama dari keluarga besar Ummi yang di pesantren Tahfiz Quran di Pulau Jawa. Usia Zahra saat itu baru sekitar 12 tahun. Ikut Testing di Muqaddasah Bersama Nadwa dan Babahnya ia ke Jawa Timur. Dari jakarta naik bus. Sampai di Ponorogo pagi. Langsung ke muqaddasah dan beberapa hari di Wisma Darusalam Gontor bersama dengan Amila anak Ust.Miftah Junaidi dan Mahmuddin Nasution. Tahun berikutnya, anak ust Malik: Fathimah dan Anas juga masuk ke pondok itu. Selama di SLTP Muqaddasah, sanak keluarga sangat sering berkunjung dan melihat perkembangan Zahra. Ada kak Raihan yang Ustazah di Gontor Puteri selalu mengontrolnya, ada bang Haris di Gontor Satu, juga Ummi, Babah dan Neneknya datang silih berganti. Semua sangat senang melihat Zahra di Muqaddasah menghafal Quran. SMP Al Muqaddasah Kelas satu hingga tamat kelas tiga dilalui Zahra dengan lancar. Nilainya di atas rata-rata dan selalu disayang guru-gurunya. Hingga ia dapat menuntaskan hafalannya sekitar sepuluh juz lebih dengan sangat baik. Sang Babah memperhatikan hafalannya ketika liburan. Keinginannnya yang sangat kuat untuk mengkhatamkan hafalannya hingga 30 juz semakin menguat. Walaupun sangat banyak teman-teman sekelasnya yang pindah ke SLTA lain, ia tetap berkeinginan utk melanjutkan sekolah SLTA nya di Muqaddasah. karena ia sebagai anggatan kedua SLTA di Al Muqaddasah. Ingin Bahagiakan Orang Tua Tidak ada paksaan dari orang tua Zahra untuk melanjutkan SLTA di Muqaddasah. Di sini, terlihat dengan jelas keteguhan semangat Zahra utk membahagiankan Umi dan Babahnya. Ia sangat tahu bahwa uminya merindukannya menjadi hafizah. Zahra juga selalu mengatakan ingin bahagiakan Nenek nya, yang sangat sayang kepadanya dan selalu diistimewakan. Sang Babah selalu membujuknya agar bisa saja pindah ke tempat lain agar jangan jenuh. Babahnya selalu mengatakan, sesuai dgn pengalaman Babah di Gontor, rasanya jika lebih dari tiga tahun sudah terasa kejenuhan yang tak terbendung. Jika ditanya, mengapa Zahra terus bertahan di Muqaddasah tanpa ada keluhan. Disamping ia ingin adiknya si Nadwa juga masuk kelas satu SLTP Muqaddasah, ia di kelas satu SLTA, maka akan mudah bagi orangtuanya untuk mengunjunginya. Zahra Selalu Dikunjungi Selama di SLTP Muqaddasah, Zahra tergolong selalu dikunjungi Nenek, Ummi dan Babahnya. Setiap semester dan jika ada penjualan ticket yang murah, Zahra selalu dikunjungi oleh orangtuanya. Babah Zahra juga sering menyempatkan mengunjungi Zahra pada saat ada kegiatan di Jkt, dan sekitarnya langsung melihat anaknya di Muqaddasah. Pak Sanusi Ketika di SLTP Muqaddasah, babahnya berkenalan dengan salah seorang masyarakat, asal Medan, yg memiliki warung nasi di desa Gandu. Makanan yang disukai Zahra hanya tinggal pesan. Biasanya, jika nafsu makan Zahra menurun, sang Babah selalu menelpon pak Sanusi agar dikirim ke zahra makanan yg ia sukai. Seperti opor ayam, sambal ayam, ikan , sayur bening dll. Pak sanusi juga yang mengangkat jenazah Zahra dari asrama, menuju rumah sakit Ponorogo, dengan hasil diagnosa dokter dehidrasi, kurang dan kehabisan cairan tubuh. Akhirnya tak terbantu dan pilihan Allah terbaik baginya: zahra wafat dan kembali kepada Allah. Jasa Pondok Buat Zahra Ia selalu berbicara tentang kenyamanan hidup di pondok. Dalam catatan hariannya, ia menulis: Tulisan tangannya di agenda tertanggal 23 Februari 2013, ia menulis: Dari kehidupan yang banyak ku lalui di pondok ini Aku banyak belajar ketulusan Aku banyak belajar tentang arti kehidupan Aku banyak belajar tentang kasih sayang Aku banyak belajar tentang pengorbanan.... Ini menjadi bukti bahwa zahra sangat merasakan jasa pondok mendidiknya dan mendidik adiknya si Nadwa yang masih di kelas dua SLTP (2013) sangat terasa dengan nyata. Mungkin, Zahra melihat sikap dan akhlak si Nadwa jauh berubah, jika dibanding ketika di Medan atau Awal Masuk Pondok Zahra juga selalu mengatakan bahwa pondok sangat berjasa baginya. Sosok Kiai Hasan Abdullah Sahal yang sangat disegani, serta sederet ustaz dan ustazah yang penuh tulus ikhlas mendidik dan mengasuh santri dari tingkat SD hingga SLTA yang tiada duanya, menjadikan Zahra sangat mencintai Muqaddasah. Kondisi Zahra Ketika Sakit Terakhir Memang sudah sering Zahra terserang demam, batuk dan flu. Penyebab utamanya adalah kondisi cuaca yang ekstrim bagi Zahra di Ponorogo. Demam panas ini selalu berakhir dengan kurang gairah minum dan kurang selera makan. Demikian juga semangatnya untuk minum suplemen tambahan juga sangat terbatas. Akibatnya, tubuhnya semakin kurus, tetapi memiliki semangat pantang menyerah utk menghafal Quran dan belajar tak kenal lelah. Penuturan Nadwa (Adik Zahra) Adiknya yang satu kamar dengannya mengatakan bahwa kak Zahra terserang demam panas biasa, dan memang kurang nafsu makan. Tapi, tak menyangka jika kondisi ini mengantarkannya untuk kembali keharibaan Allah. Pada saat kronis, boleh dikatakan pingsan dan kejang, tak ada yang tahu. Karena sang adik sedang ikut ujian tahfiz. Karena antrian ujian tahfiz, maka si nadwa tak mengetahui kakanya telah menghembuskan nafas terakhir. Sejak zuhur sampai dengan ashar ia tinggalkan kakaknya di kamar sendirian, ternyata sanga kakak pingsan dan kejang hingga shalat ashar. Ketika shalat ashar tiba, santriyah kembali ke kamar melihat zahra sudah tertidur dan wafat, meninggal dunia. Hanya tingga sisa-sisa panas badan yang ada. Pada saat itu, pak sanusia langsung mengangkatnya dan membawanya ke Rumah Sakit Ponorogo. Setibanya di RS, sang dokter dan perawat marah kpd ustazah asrama. Mengatakan bahwa zahra kritis dan wajib masuk ICU. Tekanan darah si zahra hanya tinggal sisa-sisa, drop dan habis tak tertolong. Jadi di rumah sakit hanya tinggal sakaratal maut dan wafat, sekita 15 menit di rs ponorogo. Si Nadwa tau bahwa sang kakak seperti demam biasa, dua hari kemudian baik dan sehat. Tapi, ketika shalat isya ia melihat ambulance pulang pergi ke pondok. Ia bertanya, siapa yang akan dibawa ambulan? Pada detik itu juga, masjid menggunakan mikropon besar keluar: "Innalillahi wainnailaihi raajiuun, telah wafat Hj. Millian Azaahra, 17 tahun, kelas dua SLTA muqaddasah.menjelang magrib di RS ponorogo." Pada saat yang sama ust Fikri dan ust lainnya sangat terkejut. Khusus ust Fikri, pada paginya masih menerima candaan Zahra yang mengatakan bahwa adiknya si Fatiya sangat senang dengan boneka besar warna biru. Lantas, zuhur ust Fikri ke Ponorogo, mengirimkan ke alamat rumah Zahra di Medan. Laksana putus cinta, ust Fikri menghubungi umminya di Medan. Menyesal dan merasa bersalah krn sudah seminggu tak sempat berjumpa Zahra. Agif Selalu Bantu Zahra Karena pertimbangan suasana ujian sudah dimulai , Ummi Zahra menelpon pak sanusi agar Zahra dibawa saja ke rumah sakit, sesuai anjuran ustazah Afi, karena berobat di Rumah Sakit mungkin lebih baik bagi zahra daripada sekedar diterapi, sebagaimana yang dilakukan ustazahnya dalam seminggu ini. Pada saat yang sama, umminya menelpon si Agif (keponakan yg jadi ustaz di Gontor ) agar segera menuju rumah sakit umum Ponorogo. Dengan harapan si Agif memberikan motivasi agar Zahra kerasan di rumah sakit dan ada teman yang memberikan berita ke Umminya. Pada saat itu juga, babahnya menghubungi pihak travel agar terbang pakai psawat Lion menuju Solo dengan umminya. Dengan harapan, selama ujian akan ditemani oleh Umminya yg sedang hamil enam bulan. Karena, zahra tgl 16 juni tepatnya setelah ujian akan dibawa pulang. Ticket tanggal 16 Juni untuk Zahra pulang ke medan sudah disiapkan. Bang Rahmat dari Solo Cemas dengan kondisi Zahra di rumah sakit, maka bang Rahmad yang di Solo disuruh Babahnya utk berangkat ke Ponorogo. Dengan maksud, agar si Zahra merasakan bahwa malam itu ada famili dekat yang datang. Pak rahmad adalah sepupu Umminya Zahra. Arifin dan Widia menemui Kiai Muqaddasah Mendengar kabar zahra telah wafat, maka Babahnya membatalkan ticket ke Solo. Hanya berharap kepada Haji Arifin dan Haji Widia yang punya anak di Gontor, berkenan ke Muqaddasah menjumpai Kiai Hasan, pimpinan dan pendiri Muqaddasah, menyampaikan pesan kami dari Medan: Musibah wafatnya Zahra adalah pilihan Allah yang terbaik. Eluarga di Medan sudah menerima musibah ini dengan ikhlas dan sabar. Dengan segera Pak Widia dan Arifin menuju Ponorogo dengan dibantu oleh Haji Gazali, MA pemilik Asia Tour. Pondok Muqaddasah Berduka Seisi Muqaddasah berduka. Pal Kiai, Ustaz dan Ustazah tak sanggup lagi memilih kalimat bertutur kata. Melalui masjid diumumkan bahwa zahra wafat. Jenazah akan dishalatkan setelah shalat isya di masjid Muqaddasah. Adiknya si Nadwa mengetahui berita ini melalui pengumuman di masjid Muqaddasah berulang kali. Pembaca pengumuman itu – kata Nadwa – menangis dengan suara terisak-isak mengumumkan tiga kali. Ketika ambulan tiba, suasana duka tak terbendung. Disisi lain, ust.Fikri sangat kaget, karena siangnya baru mengirim paket dari Pos Ponorogo, buat adik si Zahra yang sangat suka dengan boneka. Seakan tak pecaya, Ust Fikri menghubungi ummi zahra dan derai air mata kesedihan terlihat di semua wajah. Jenazah ke Juanda, Surabaya Babah zahra sangat bermohon agar Muqaddasah mengirimkan jenazah Zahra ke bandara Juanda di Surabaya. Turut bersama almarhumah adik Zahra yaitu Nadwa. Ustazah Afi dan wali kelas Zahra: ust. Rudi. Tepat jam 12 malam, jenazah Zahra menuju Bandara Juanda. Pondok menjadi hening tiada terkira, tiap sudut bersedih dan berita duka menyebar ke mana-mana. Bersama pesawat Lion Air, Muqaddasah Mengutus Ust. Rudi dan Ustazah Afi. Disambut di Polonia Medan Chandra di Polonia yang sering mengantar Zahra di Polonia juga sangat terpukul dengan berita duka ini. Terlihat, segala lobby dan usaha ia lakukan agar peti jenazah Zahra cepat keluar dari kargo Lion. Bang Kasman dan Ust. Malik juga sudah siap menjemput ust Rudi dan ustazah Afi. Serta dari IKPM bang Yulizar membawa mobil foredes, agar jenazah cepat sampai ke rumah duka. Isak Tangis di Medan Rabu kelabu, Jam 12. 50 setelah transit di Batam, jenazah Zahra tiba di rumah duka. Jalan binjai km.11, suka bumi baru no 177. Sekitar seribu lebih pelayat berduka dan jalan penuh sesak. Hanya beberapa orang saja yang sempat menyaksikan wajah Zahra ketika dibuka dari peti jenazah yang berwarna putih itu. Zahra Laksana ‘Artis’ sehingga semua pentakziyah datang dan turut berduka. Sebelumnya Prof. Dr. Ramli Abdul Wahid, Ketua Majelis Ulama Sumatera Utara memberikan tausiyah turut berduka, kemudian Dr. Sukiman, MSi Dekan Fak. Ushuluddin, mewakili IAIN Sumut. Turut hadir tokoh masyarakat terkemuka di Sunggal Pak Drs. H. Malik dari Yayasan Amaliyah. Hadir dalam acara itu juga Ketua MUI Medan Prof. H. M. Hatta dan Ketua majelis Taklim Jabal Noor KH. Zulfikar Hajar, Lc membacakan doa di depan jenazah Zahra. Acara yang dipandu oleh Drs Armianto itu penuh duka dan tetes air mata. Berjam-jam alunan tilawah quran murattal dibacakan oleh Ust. Zainul Akmal,M.A, Qori Juara Satu Internasional Ust. Jakfar Hasibuan serta para aktifis muda seperti Sariman Sag, Agus dan Ust Cece Ramli. Shalat Jenazah Zahra Berulangkali Menurut berita bahwa Zahra telah disholat jenazahkan di Muqaddasah, di BKSM di Gontor. Juga disholatkan di mushalla di belakang rumah duka, dan di Masjid Raya Gebang, kabupaten Langkat, dipimpin oleh ketua MUI H. Mahfuz. Di rumah duka diimami oleh babah Zahra sendiri. Sholat Ghoib di Madinah dan Mekkah Pada saat yang sama, beberapa teman Babah Zahra yang sedang berumrah juga mensholatkan Zahra di Mekah dan Madinah seperti ust. Fajrul Hak, MA dan ust Latif Khan, Sag. Lebih seribu sms turut berduka masuk ke hp.Babah Zahra dan ke Umminya. Prosesi pemakaman oleh MUI Langkat Di Lokasi pemakaman di halaman Masjid Raya Gebang, pemakaman keluarga, sekitar 1,5 jam dari rumah duka, Zahra juga disholatkan dengan imam Haji Mahfuz, ketua MUI kab. Langkat hadir juga ketua ICMI Langkat H. Saiful Abdi, SE,SH,MA dan lain-lain, khususnya sanak keluarga zahra yang di kabupaten Langkat. Keluarga Memahami Kondisi Pondok Ummi Zahra, Babah Zahra dan semua keluarga memahami kondisi musibah ini. Ini adalah pilihan terbaik dari Allah. Tidak ada siapapun yang bisa disalahkan. Karena jika ajal telah tiba, ia tak dapat dipercepat atau diperlambat barang sedetikpun. Manusia hanya berencana dan terus berada dibawah rencana terbaik yang sudah disiapkan oleh Allah buat Zahra. Ada yang mengatakan, ibarat padi yang siap untuk dipanen, tiba-tiba Allah memilih untuk mengambil Zahra karena Allah adalah pemilik asli nyawa ini. Nadwa Tetap Melanjutkan Misi Zahra Sudah tiga hari almarhumah Zahra meninggalkan kita semua. Tapi, sang adik yang masih duduk di kls dua SP Muqaddasah tetap ingin meneruskan perjuangan sang Kakak. Tidak ada rasa kecewa sedikitpun dari raut wajahnya. Ia tetap ingin menamatkan sekolahnya di SLTP Al Muqaddasah. Sebuah sikap patriotisme bagi sang adik yang masih duduk di kelas dua SMP. Menanti Hikmah Wafatnya Zahra Semua kita menanti hikmah dari wafatnya bunga agama ini. Zahra artinya bunga. Millia dalam bahasa urdu artinya agama. Millia Az Zahra adalah Bunga Agama. Sesuai dengan namanya, ternyata Zahra benar-benar menjadi Bunga Agama. Semoga menebar harum semerbak bagi keluarga, pondok dan siapa saja yang mengenalnya. Zahra wafat dengan meninggalkan dua adiknya. Nadwa (14 thn) dan Fatiya (8 thn), serta umminya sedang hamil enam bulan. Semoga, bayi yang dikandung ini akan mampu meneruskan perjuangan Zahra yang hanya pernah duduk di kelas dua akhir Pondok Muqaddasah. Meninggalkan kita pada saat ujian akhir semester empat. Sudah lima tahun zahra melewati masa santriyah di Muqaddasah, hanya tinggal setahun, Allah memilihkan taqdir terbaik buat anak pertama pasangan Muhammad Sofyan dan Hj. Herlina, MA ini. Setelah Malam Ketiga Tahlilan: Babah terus terbayang wajah zahra. Kebiasaan babah asala pulang dari tugas, menanyakan dimana ummi dan zahra. Terkadang, si zahra bersembunyi di belakan pintu, mengejuti sang babah. Itu dilakukan zahra lebih dari tiga kali pada saat liburan semester bulan januari lalu. Ketika masuk pintu kamar, terkadang sang babah sangat hati-hati dan terbayang dengan kejutan zahra dari belakang pintu. Gambar zahra yang masih di turunkan dari dinding, sellau ia pandangi dalam-dalam, seakan zahra muncul dan datang. Dalam mobil, sangat sering sang babah teringat ketika melintas di toko sepeda, saat ia belikan zahra sepeda dengan membawanya di belakang pesva. Juga membawa zahra ke toko sepeda terbaik, sepeda yang berwarna merah, yang sangat disukai zahra. Kenangan ketika kecil terus mematri pikiran sang babah tentang zahra yang cerdas, berani pidato dan ikut membangun rumah, mengangkat batu bata bersama umminya. Sebagai anak yang tertua, zahra sangat care dan menjaga dua adiknya dengan setia. Pemuda Masuk Keranda Zahra: Pemandangan yang lucu dilakonkan oleh si Ari dan Fahmi. Yang suka azan dan membersihkan mushalla di belakang rumah. Tanpa merasa takut, ia masuk ke dalam keranda Zahra yg berwarna putih di masjid, sebelum keranda itu diwakafkan utk STM masjid istiqamah dan di simpan dalam gudang. Demikian juga dengan si Fahmi, ia masuk ke dalam peti jenazah itu. Mereka sekana serentak mengatakan: lebih baik kami yang cepat dikuburkan, karena kami jelas lebih banyak dosa daripada si Zahra. Tiga hari peti jenazah yang dari muqaddasah itu, selalu mengingatkan sang ummi dan babah dengan jenazah zahra dari ambulance PKS Binjai, yg menjemputnya dari Polonia. Sebuah pemandangan yang sangat menyedihkan di luar pikiran waras manusia biasa. Seminggu Zahra Wafat Sang adik Nadwa terserang batuk parah. Demam panas. Dibawa ke dokter fuad. Tiga hari baik. Keesokan harinya adiknya si Fatiya juga sakit demam. Kata dokter spesialis anak Dr.Fuad, fatiya terserang demam, kurang istirahat dan juga terlalu lelah ketika ribuan pelayat datang tiada henti. Kemudian umminya yang hamil tujuh bulan, juga terserang demam. Ketika makan malam dengan kesukaan zahra, sang bapak teringat dan melihat foto zahra, sambil menangis. Di kamar nadwa mendengarkan hafalan qurannya ke umminya. Sementara si fatiya juga berlinang air mata, mengingat jasa baik sang kak zahra kepadanya, setiap menelpon ke rumah. Dua minggu sudah zahra wafat. Setiap selasa menjelang magrib sangat terasa bagi si babah kepiluan dan kesedihan yang mendera. Teman sejawat dari kampus datang. Memberikan kalimat penyemangat dengan kata-kata: zahra anak surga. Zahra menjadi tabungan ummi dan babahnya. Zahra anak yang belum kenal dgn dunia maksiat dan dosa. Pak Dekan Fakultas ushuluddin IAIN Sumut, Dr sukiman membacakan sebuah hadist qudsi: "Man istaslama liqhadhaai, wayardha lihukmi, wayasbiru ala balaai, baastuhu yaumalqiyamati ma’alanbiyaai wassiddiqiin wa syhuhadaa washaalihiin" Artinya: siapa saja yang pasrah dengan keputusan Allah, rela dengan hukum allah dan shabar dengan musibah yang datang dari Allah, maka ia akan dibangkitkan dengan para orang jujur, para shuhada dan shalihin..... Nadwa Seakan Trouma Walau si nadwa sangat tegar dan tabah, tapi ketika tidiur tanpa ia sadari ia mimpi dan spontan mulutnya menangis dan mengeluarkan air mata. Berkali-kali di tengah malam, sang babah terbangun dan menghitung anaknya, sekan masih tiga, zahra masih hidup. Tapi, godaan syaithan itu ia tepis dengan mengambil air wudhlu dan tahajjud. Si nadwa tak mau dikatakan stres. Hanya saja jika umminya bertanya kepadanya tentang si zahra, bagaimanakondisi si zahra aeminggu terakhir, maka si nadwa tak mau menjawab. Ia sedih dan enggan berkomentar. Terus, sang babah mengatakan: nadwa, itulah namanya stres. Pikiran kita tak mau menceritakan kondisi ‘musibah’ kak zahra. Siangnya, ia berdiskusi dengn ummi dan nadwa, agar nadwa cukup hanya dua tahun di muqaddasah. Istirahat dan berobat dengan serius. Jika sehat, kembali mengikuti tahfiz quran dengan guru privat yang didatangkan teman umminya. Dan mengikuti ujian kelas tiga SMP di MTS pulau banyak, tanjung pura, di sekolah yg babahnya sendiri sebagai ketua yayasannya. Seakan Zahra Tau Bahwa Ajal Menjeputnya: Sebulan sebelum wafat, si zahra masih berjumpa dengan babahnya. Babahnya sangat heran ketika anak sulung ini mengatakan sengan sangat serius: inilah kunjungan babah terakhir buat zahra. Nanti zahra akan kembali dengan nadwa aja. Skrg barulalh sang babah sadar, bahwa ucapan itu isyarat bagi nya bahwa naka kesayangannya akan mendahuluianya mengejar surga. Sang babah juga teringat ketika zahra meminta makanan yg sangat aneh, yaitu ayam utuh panggang dua ekor. Satuu untuk temannya sekamar dan satulagi utk makan dengan babahnya di kamar dgn banna, imad, agif yg sedang nyantri di gontor putra. Sang babah juga teringat dengan ucapan zahra, bahwa ia sangat gembira jika dikunjungi babah. Dan hampir setiap minggu ada saja kawan babah yg datang melihat si zahra di ppondoknya. Si babah juga teringat telp zahra terakhir, via telp temnanya ia mengatakan sangat rindu dgn babah dan ummi. Karena hp umminya off, maka ia telp babahnya. Ini terjadi sebulan slm wafat. Zahra juga engatakan kpd si nadwa bahwa ia merasa bahwa ia akan meninggal dunia. Ia mengatakan,”Nadwa, kakak rasanya mau meninggal dunia. Mau mati rasanya ini”. Dengan nada ringan nadwa mengatakan,”kakak sakit apa?” kan ada ASKES Babah, ayo kita ke rumah sakit. Si zahra mengatakan,”kakak sudah mau wafat, meninggal dunia. Sama aja, di sini mati dan di rumah sakit juga akan mati, Nadwa”. Ini terjadi pada hari minggu, senin dan selsa sebelum zuhur. Khusus pada hari minggu, hari biasanya zahra dan nadwa menerima telpon dari umminya, tidak ada tanda-tanda bahwa zahra akan meninggal dunia pada hari selasa. Baik zahra dan nadwa hanya meminta doa dari ummi dan babahnya, agar keduanya lulus dalam ujian tahfiz quran yang akan dimulai besok: senin. Setelah menelpon kedua anaknya, sang babah dan ummi mencari fhoto zahra siang dan malam, mengumpulkannnya dengan maksud bahwa kedua anak ini akan mengukir sejarah keluarga besar dalam menghafal quran dan mencintai pesantren. Meneruskan perjuangan babah yng sudah mulai sering terserang masuk angin dan batuk sera pegal-pegal. Sangat lama mata sang babah dan ummi tertegun, melihat tulisan zahra yang ditunjukkan oleh si fatiya di FB nya, ketika liburan semester: Tulisan Zahra di Facebook, Januari 2013: Andai daun tak pernah marah dengan ‘angin’ yang menjatuhkannya, akankah aku harus marah dgn ‘takdir’ yang akan menggugurkan ku... Sang babah dan ummi membuat album khusus zahra, ia buat judulnya, Foto Pengobat Rindu Buat Zahra: Zahra dan Keluarga Zahra Kecil Zahra di New Delhi, India Zahra di Jeddah, Arab Saudi Zahra di TK ABA Jogja Zahra di SD Tekad Mulia Zahra di MDA Al Jawahir Zahra bersama Nenek dan Atok Zahra Lebaran Bersama Nadwa dan Fatiya (tahun 2011) Zahra bersama Nadwa di Batu, Malang (Februari 2013) Zahra Lebaran di Danau Toba (2012) Wajah Zahra di kelas dua SLTA Al Muqadasah Semua gambar dan foto ia lihat lantas ia kumpulkan. Tapi, ia sangat heran ketika ia cari satu foto kesayangan babahnya yang tak ditemukan. Yaitu: fhoto zahra ketika ditepungtawari, akan berangkat ke Muqaddasah. Mengejar Surga Tulisan di atas adalah kisah nyata, bagaimana seorang anak tertua Zahra yang sangat ingin menjadi Hafizah Quran dan sangat ingin membahagiakan orangtuanya, dipanggil Allah dengan mudah. Ia kembali keharibaan Allah dengan tersenyum ceria, sementara semua orang yg melihatnya berderai airmata. Menangis sedih, mengapa begitu cepat Allah memanggil kekasih Nya ini. Ternyata, Zahra mengejar surga di Muqaddasah. Ia kejar surga yg dijanjikan Allah dengan Quran. Menghafal dan mengamalkannya secara maksimal tidak ada dibenaknya, kecuali menjadi hafizah quran khatam 30 juz dan menggembirakan orangtuanya ketika wisuda tahun depan dengan panggilan: Hafizah Hajjah Millia Az Zahra, penghafal 30 juz quran. Itulah yg diharapkannya. Takdir dan pilihan keputusan Allah ternyata lain. Allah sang penentu masa depan Zahra memilihkan taqdir yang terlebih baik dan terlebih indah. Zahra wafat sambil tertidur. Di asrama pondoknya, Muqaddasah. Visum dokter di Rumah sakit. Ponorogo hanya mengatakan bahwa Zahra kekurangan cairan. Karena terlalu lelah dan kurang istirahat serta kurang banyak minum dan makan buah. Yah, inilah keputusan Allah. Zahra mengejar surga Allah dengan caranya. Dan Allah memilihnya menjadi pengejar surga di pondook pesantren Muqaddasah. Semoga! Muhammad Sofyan Saha Ayah Almarhumah Zahra (Millia Az Zahra)
Posted on: Fri, 14 Jun 2013 16:16:49 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015