Zamroni Salim: Ekonomi Indonesia Stabil dan Kuat Krisis ekonomi - TopicsExpress



          

Zamroni Salim: Ekonomi Indonesia Stabil dan Kuat Krisis ekonomi global yang terjadi sejak 2008 lalu, meluluhlantakkan perekonomian dunia. Meskipun berbagai upaya sudah dilakukan untuk memperbaiki kondisi ekonomi, kelesuan ekonomi masih terjadi Uni Eropa, Amerika Serikat, dan sebagian negara di Asia. Tidak banyak negara yang survive di tengah krisis global 2008 lalu. Indonesia adalah salah satu negara yang mampu bertahan dan justeru tumbuh positif di tengah terjangan gelombang krisis. Menurut peneliti ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zamroni Salim, Ph.D, perekonomian Indonesia cukup stabil dan kuat. Ini menjadi kunci, kenapaIndonesia mampu bertahan dari krisis. Dengan kondisi tersebut, perekonomian Indonesia memiliki prospek yang bagus, selama dikelola dengan baik. Sejauh mana peluang dan prospek ekonomi Indonesia di bawah kendali Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, berikut ini wawancara hatta-rajasa.info dengan Zamroni Salim. Secara umum bagaimana Anda melihat kondisi makro ekonomi Indonesia di tengah resesi global saat ini? Kondisi perekonomian Indonesia cukup stabil dan kuat di tengah melesunya perekonomian dunia sejak 2008 hingga saat ini dimana negara-negara sumber krisis seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa belum menunjukkan perubahan ke arah perbaikan ekonomi yang signifikan. Bahkan, sejumlah negara Uni Eropa masih mengalami masalah defisit anggaran dan menurunnya kepercayaan investor asing. Tingkat kestabilan perekonomian Indonesia bisa dilihat dari masih relatif tingginya pertumbuhan ekonomi yang bearada di atas 6% per tahun dalam kurun waktu tersebut. Kondisi makro, seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar, di Indonesia cukup terkendali untuk mengawal pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun, gejolak perekonomian global seringkali mengganggu kondisi perekonomian kita melalui jalur pasar finansial, khususnya melalui pasar saham, obligasi dan perbankan pada umumnya. Jadi, dalam rangka untuk tetap menjaga kestabilan ekonomi kita, dari aspek makro ekonomi, gejolak kecil di pasar finansial harus selalu diperhatikan, jangan sampai mengganggu aktivitas di sektor riil. Dalam krisis global sekarang ini, kemampuan pemerintah dalam manjemen anggaran juga harus kuat, transparan dan terdistribusi dengan baik untuk mendukung sektor yang ada secara proporsional. Di kuartal pertama target pertumbuhan ekonomi kita tidak sesuai harapan. Bagaimana Anda melihat hal ini dalam konteks pertumbuhan ekonomi? Melesetnya pertumbuhan ekonomi dari target yang telah diprediksi sebelumnya adalah lebih disebabkan oleh tidak terpenuhinya kondisi atau persyaratan yang seharusnya ada (sesuai prediksi). Di sini dalam melihat prediksi atau estimasi mungkin terjadi over estimation atau under estimation. Namun dari pengalaman kita, kita cenderung melakukan over estimation terhadap pertumbuhan ekonomi kita (juga dunia), karena kita terlalu percaya diri. Saat pengesahaan APBN 2013 pemerintah memprediksikan pertumbuhan ekonomi 6,8%, kemudian direvisi menjadi 6,3% dalam APBNP 2013. Sekarang setelah satu kuartal lewat, dan satu semester berjalan, dipekirakan perekonomian kita hanya bisa tumbuh antara 5,9% - 6,2%. Hal ini terjadi karena sejumlah kondisi dasar tidak terpenuhi sampai pertengahan tahun 2013, seperti angka inflasi yang sudah melampaui target, nilai tukar Rupiah yang over estimated, lifting minyak yang terus menurun. Kesemuanya akan menyebabkan beratnya pencapaian angka pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, meskipun angka tersebut sudah direvisi menjadi 6,3%. Kemampuan pemerintah dan jajarannya dalam mengawal asumsi dasar tersebut sangat menentukan keberhasilan pencapaian pertumbuhan ekonomi sesuai target yang diinginkan. Apa persoalan utama sebab target pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama meleset? Beberapa penyebab melesetnya pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun 2013 diantaranya adalah cukup besarnya defisit neraca perdagangan kita yang kita alami sejak 2012 dan terus berlanjut hingga awal semester 2013 ini. Investasi juga belum menunjukkan performa yang baik, bahkan untuk investasi pasar modal masih di warnai oleh adanya pelarian modal (cital outflow) yang cukup besar sehingga mampu mengganggu nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Bayang-bayang inflasi dan tingkat inflasi yang terjadi di kuartal pertama, bahkan, sampai pertengahan tahun, angka inflasi sudah sampai level 5,9% dari sebesar 7,2% yang diperkirakan untuk tahun 2013. Demikian juga melambatnya sektor produksi karena masalah dan isu kenaikan harga BBM sampai pertengahan tahun, efek domino kenaikan harga BBM dan pangan turut memberikan andil yang besar dalam mengoreksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk tahun 2013, apakah target pertumbuhan ekonomi masih dapat terpenuhi mengingat target di kuartal pertama tidak tercapai? . Akan cukup berat untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% di akhir tahun (sesuai APBNP 2013), khususnya dari sisi investasi dan sektor ekspor impor. Yang mungkin cukup memberikan efek perbaikan, diharapkan hanya sektor konsumsi dan belanja pemerintah. Konsumsi dan belanja pemerintah mungkin bisa tumbuh lebih baik karena adanya peningkatan konsumsi dan belanja pemerintah dengan kondisi menjelang pemilu 2014. Sektor tersier seperti perbankan dan insurance serta jasa lain diprediksi masih akan cukup siginifikan pertumbuhannya. Belanja pemerintah diharapkan juga masih bisa menyumbang perbaikan pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun. Dibandingkan dengan negara lain Indonesia menjadikan konsumsi rumah tangga sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Bagaimana Anda melihat hal tersebut? Ya, memang harus diakui bagi sebagian negara, konsumsi domestik –terutama konsumsi rumah tangga– seringkali dianggap sebagai penyelemat perekonomian tidak hanya di negara berkembang tetapi juga negara maju dalam kondisi perekonomian global yang tidak stabil. Dalam beberapa kali krisis ekonomi, dampak negatif cenderung bisa diredam diantaranya adalah karena masih signifikannya pertumbuhan dan pengaruh konsumsi domestik di suatu negara, termasuk Indonesia. Namun demikian, perbaikan dan pertumbuhan ekonomi yang hanya mendasarkan pada konsumsi domestik, khususnya konsumsi rumah tangga tidak bisa menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Harus ada sektor lain yaitu produksi, khususnya investasi dan kegiatan ekspor impor yang juga harus digalakkan. Salah satu kekhawatiran Menko Perekonomian Hatta Rajasa, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kesempatan, gambaran konsumsi rumah tangga yang sangat meningkat tersebut akan membawa Indonesia masuk ke dalam middle income trap. Kira-kira apa yang harus dilakukan untuk menghindari middle income trap? Memang benar, pertumbuhan ekonomi yang didukung hanya oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga akan menjadikan kita masuk ke dalam kondisi pembangunan yang tidak berkelanjutan. Kita hanya bisa survive dalam jangka waktu yang relatif pendek, kurang dari lima tahun. Mengapa bisa seperti ini? Tumbuhnya perekonomian dengan hanya didukung oleh konsumsi tidak akan bertahan lama, karena daya beli masyarakat lama kelamaan akan menurun,tanpa adanyan dukungan dari sekor lain yaitu produksi dan investasi, sebagai sumber pendapatan masyarakat dan negara. Bila middle income trap ini terjadi, maka kita cenderung hanya sebagai pasar/konsumen dengan tingkat daya beli (purchasing power) yang terus menurun, dan cenderung hanya sebagai penonton dalam kancah global. Bagaimana untuk keluar dari middle income trap ini? Ada beberapa instrumen yang bisa kita jadikan alat untuk melakukan lompatan ke luar dari perangkap ini. Produktivitas dan Inovasi adalah dua diantara akunci yang bisa kita pakai untuk mencapai pembangunan yang lebih dinamis. Produktivitas dan inovasi bisa kita raih bila kita mempunyai sumber daya manusia yang kompetitif. Kedua alat ini akan membentuk perekonomian yang lebih kuat, dinamis dan berkelanjutan di tengah persaingan global yang terus meningkat. Bagaimana pendapat Anda mengenai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang digadang-gadang akan menjadi panduan pembangunan ekonomi Indonesia menuju negara maju? MP3EI merupakan perencanan yang bersifat strategis untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia dalam upaya untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dalam lingkup global. Pembangunan berkelanjutan tersebut haruslah merata di seluruh wilayah tanah air sehingga manfaaat pembangunan bisa dirasakan oleh seluruh penduduk Indonesia. Dengan demikian, untuk mewujudkannya banyak hal yang harus diperhatikan, banyak kondisi yang harus diciptakan diantaranya adalah masalah konektifitas, khususnya konektivitas fisik yang menyangkut aspek infrastruktur, logistik, dan lain-lain. Selain itu, aspek sumber daya manusia juga memegang peranan kunci untuk memeratakan hasil pembangunan, peningkatan nilai tambah di dalam negeri serta peningkatan daya saing yang berkelanjutan. Inovasi juga penting dalam mencapai sasaran strategis MP3EI ini ditengah persaingan global yang makin meningkat, sehingga inovasi yang ditunjang kemajuan teknologi akan lebih memudahkan Indonesia mencapai pembangunan yang berkeadilan bagi masyarakatnya. Bagaimana Anda melihat pencapaian MP3EI setalah berjalan selama dua tahun ini? Belum terlihat pencapaian berarti dalam menerapkan MP3EI. Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah indikator fisik pembangunan infrastruktur dan jaringannya di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama wilayah yang selama ini belum tersentuh oleh pembangunan seperti wilayah timur Indonesia. Biaya ekonomi masih cukup tinggi di wilayah timur tersebut, yang berakibat pada mahalnya barang input/faktor produksi, barang jadi dan lainnya. Akibat lain adalah masih enggannya investor untuk menanamkam modal di wilayah tersebut. Indikator lain adalah masih terbatasnya jaringan produksi, logistik dan pemasaran yang masih terkonsentasi di wilayah Jawa. Ini menunjukkan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi belum tercipta dan aspek integrasi belum kelihatan. Padahal dengan berhasilnya MP3EI perekonomian kita diharapkan aakan lebih terintegrasi di dalam negeri melalui serangkaian pusat- pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Dari sisi pemahaman terhadap masalah-masalah ekonomi, bagaimana Anda menilai kinerja pak Hatta sebagai menteri koordinator perekonomian? Dari sisi ekonomi makro, apa yang sudah kita raih selama ini seperti pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dari tahun ke tahun yang didukung oleh berbagai kondisi makro seperti terkendalinya inflasi, nilai tukar, politik anggaran terutama dalam melewati masa krisis global patut diapresiasi. Hal ini tentu tidak terlepas dari peranan kementerian yang bergerak dalam lingkup ekonomi di bawah komando Menko Perekonomian yang dipegang oleh pak Hatta. Pencapaian berikutnya adalah tergantung bagaimana kita menata perekonomian ke depannya. Rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang tergantung pada bagaimana kita merencanakannya. MP3EI merupakan salah satu guidance kita dalam menyelaraskan kegiatan perekonomian kita menuju bangsa yang lebih besar dengan daya saing yang lebih kuat. MP3EI ini juga tidak terlepas dari sumbangsih dan koordinasi kementerian perekonomian pimpinan pak Hatta. Namun demikian, ada yang perlu dikritisi terutama menyangkut aspek industri, yang selama ini terkesan masih berorientasi pada industri ekstraktif berbasis sumber daya alam. Kita harus mampu meningkatkan nilai tambah di dalam negeri dengan penguatan industri manufaktur dan dukungan sumber daya dalam negeri. Penciptaan nilai tambah harus lebih besar untuk mengurangi ketergantungan kita pada produk asing, baik itu barang konsumsi maupun bahan baku/barang modal sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saat ini menuju pemilihan presiden tahun 2014 ada banyak tokoh yang akan menjadi calon presiden, seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Gita Wirjawan, dan Hatta Rajasa, bagaimana Anda melihat visi ekonomi para capres tersebut? Visi ekonomi mereka belum tampak jelas karena berbagai hal, antara lain pencapresan belum resmi dimulai. Lalu visi ekonomi yang ada dan beredar baru sebatas visi yang bersifat makro meski terkesan merakyat, seperti pro rakyat kecil atau pro petani. Visi seperti itu memang lebih dipahami masyarakat sebagai kebijakan pengutamaan subsidi yang pada akhirnya hanya akan memberatkan pemerintah dari sisi pengelolaan anggaran yang secara politis akan merepotkan dan mendapatkan tantangan besar dari pasar global. Visi seperti itu sah-sah saja, tapi akan lebih baik kalau visi itu bersifat multidimensi yang tidak hanya memperhatikan sekelompok masyarakat saja, melainkan lebih bersifat umum dan strategis dalam rangka meningkatan daya saing perekonomian Indonesia dalam berbagai dimensi, baik yang menyangkut unsur produksi, konsumsi, investasi dan juga distribusi hasil pembangunan. Visi strategis seperti ini memang mengandung kelemahan karena mungkin tidak populer di kalangan masyarakat awam. Namun, sebenarnya lebih memiliki keunggulan dalam penerapannya dan lebih realistis dalam konteks nasional maupun global. (BK)
Posted on: Thu, 25 Jul 2013 17:51:08 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015