cerpen “TIUPAN PLUIT CINTA” - TopicsExpress



          

cerpen “TIUPAN PLUIT CINTA” Oleh:Mustika Telaga Biru Perempatan lampu Merah selalu membuat jengah untuk di lewati.Yang lengkap surat-surat kendaraan ikutan ogah,apalagi yang perlengkapan berkendaranya serabutan.Makin senewen bila motornya minjam, yang kebetulan lupa juga minjam esteenka-nya.Ketika melewati persimpangan rumah hantu itu kalau dapat dihindari lebih baik tidak lewat ke sana.Helm yang bukan salah pasangpun sering diperiksa jangan-jangan ini penyebab pluit Alang Bondo itu berbunyi,dan penyebab mereka memberi hormat dengan ucapan ,”Selamat siang,Pak,Boleh lihat surat-surat kendaraannya?” Sebenarnya sapaan ramah dan cukup simpatik itu sangat tak diingini oleh semua yang pernah mengendarai kendaraan.Meskipun ditanya seperti itu belum tentu akan menandatangani surat tilang,atau seperti kata Iwan Fals tawar menawar tancap gas.Tetapi tetap saja menjadi sesuatu yang perlu untuk dihindari.Padahal yang ada di situ manusia dan yang datang manusia. Manusia ketemu manusia adalah silaturahmi. Begitu lampu hijau berakhir berganti dengan kuning sebelum berganti merah ,sebuah motor nyelonong cuek bebek tanpa ada helm pelindung menancap di kepalanya.Rambut sebahu nampak meriap-riap diterjang angin. Sangat kentara t-shir warna putih dimasukkan ke celana jean tidak ketat.Tas hitam keriting menyilang di punggungya ke pahanya yang patah siku ke injakan motornya.Saat itulah....itulah saat-saat pluit Alang Bondo berseragam lengkap berbunyi. “Priit...Priiiit.......”yang meniup pluit nampak mengacung-acungkan telunjuk memberi isyarat untuk ke pinggir menepi dan berhenti. Si Cewek yang ditiupi pluit jangankan berhenti,menoleh pun tidak.Tetap melaju santai seakan tidak ada kejadian apa-apa, kecuali memandang ke depan yang dibuat seperti hati-hati sekali. Sedikit tersinggung, si Alang Bondo yang meniup pluit tancap gas mengejar,merasa tak diambil peduli. jiwa Valentino Rossi-nya muncul tiba-tiba.Emang yang di kejar tidak lari, dua kali menukar gigi motor pemburunya dia berhasil menghentikan sang buronan. “Berhenti..!” kemudian turun dari Kuda Besinya lalu memberi hormat,”Ada bawa surat- surat kendarannya,Dik?” Yang ditanya tak bergeming dibalik kaca mata cokelatnya.Tak nampak bahwa Ia gugup atau takut,entah kerena matanya mesih tertutup kaca mata,hanya dari gurat bibirnya terlukis kemanjaan yang tak perlu dinampakkan dihadapan petugas,apalagi ini Polisi..!! “Anda tidak dengar? Dari tadi dikasih Peringatan malah lari segala,” Tangan si Alang Bondo nampak merogoh ke arah Pahanya yang tertumpang tas hitam keriting,gerak tangan seperti itu jelas untuk mencabut kunci kontak motornya.Cewek misterius ini malah berteriak hesteris “Tolong....tolong,ada jambret!!Ada pelecehan........Toloooong.” pekiknya melengking. Tidak sampai lima kali hitungan kerumanan massa terjadi.Jalan raya tumpah ruah.Klakson angkot dan bis kota bersahutan seakan melerai kerumunan.Tukang semir,tukang sampah,pemulung dan segala jenis golongan manusia bersileweran di tempat kejadian peristiwa,tak terkecuali kuli tinta ikut jepret-jepret entah tahu dari mana. Melihat ini kerumun-an agaknya tak kan lerai sampai setahun perang. Sayup-sayup terdengan bunyi sirine pejeer,memacu lari kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Tepat diujung kerumunan mobil doble cabin bak terbuka itu berhenti. Tanpa ba-bi-bu cewek berkaca mata itu dinaikkan ke atas mobil tanpa perlawanan.Sebelum mobil melaju lagi cewek pemberani sempat barkata, “Si jamberet itu ikutkan bersamaku.Ku tak mau diadili tanpa dirinya” Cewek gila...cewek nekat...cewek pemberani,hanya ungkapan seperti itu yang terdengar dari mulut-mulut yang terganggu perjalanannya karena memacetkan arus lalu lintas. ****** Aduh...!Bagaimana aku harus memulai menceritakannya kembali.Karena aku sendiri juga geli dan merasa aneh melihat kenekatan Ranti berbuat seperti itu.Pernah kutanyakan; “Untuk alasan apa kamu melakukan semua itu,Ran..? “Penasaran aja.” “Penasaran apanya.” “Nenekku pernah bilang,”Kelak bila memilih suami jangan Polisi,dengan siapapun boleh asal seiman dan sekeyakinan.Mengerti tentang kehidupan kita dan kamu dapat memahami kehidupanya,tapi, asal jangan polisi,” “Memangnya kenapa,Nek,” “pertanyaan itu kau jawab sendiri setelah engkau dewasa nanti,” “Kenapa,Nek” “Tidak semua pertanyaan musti dijawab saat bertanya. Nanti Kamu akan menemukan jawabannya.” Jadi Papa bukanlah polisi pertama yang menjadi korban kepenasaranku.Polisi paling sangar yang kumisnya segede pisang goreng pernah kurasai kesangaran-nya. Polisi Abu-abu,Polisi baik ngak- jahat ngak.Polisi baik sekali;waktu itu ada razia,aku ketangkap,surat-surat lengkap,kendaraan seperti keluar dari pabrik,Helm tinggal di rumah.Papa tahu ngak apa kata polisi baik itu?” “Mama bilang aja belum, bagaimana Papa bisa tahu.” “Katanya begini, ”Dik untuk kali ini Kamu boleh jalan,tapi lain kali kalau kedapatann lagi melakukan kesalahan yang sama, Sim-nya kami tilang,kapan perlu motornya dikanadangkan sekalian.Helm itu untuk melindungi dirimu sendiri,untuk keselamatanmu. Kamu pasti tahu,aspal itu tidak akan melu-nak ketika kecelakaan terjadi pada siapapun.Akuu tandai di wajahmu ada tahi lalat kecil diatas bibirmu.Sekarang jalanlah..!!” “Kalau demikian untuk hal apa ucapan nenek,dapat dibenarkan?” tanyaku ingin tahu soal kekwatiran nenek,kesal juga polisi dicuekin! “Nenek itu benar belaka,Tidak polisi,tidak tentara, pegawai,kuli, nelayan,wartawan pengusaha atau apa saja statusnya,tidak lebih dari dari dua sisi; Sisi Iblis dan sisi Malaikat, yang melekat pada manusia.Sisi apa saja yang melekat lebih dominan maka jadilah Ia budaknya.Sebab belum terjadi Malaikat dan Iblis kompromi untuk sebuah perbuatan.” “Lalu kenapa Mama memilih Polisi? Padahal nenekmu bilang ,”Asal bukan Polisi,” potongku menyela “Seperti kata Nenek,”tidak semua pertanyaan musti dijawab saat bertanya.” “Istimewakan Aku,Tolong Jawab...pleas!?” “Nanti tersinggung! “Aku janji,Aku tidak akan tersinggung,benar.” “Karena cintaku berlabuh hanya untuk satu dermaga,kebetulan orangnya berpredikat polisi.Seandainya bertepan dengan Pemulung sekalipun Cintaku tetap Akan merapat.” “Pemulung sekalipun,? Walaupun engkau seorang Bidan terkenal disini?” “Pemulung itu bukan bawaan sejak lahir,belum satupun bayi yang kubantu persalinannya yang berpredikat pemulung,maling atau koruptor.Yang aku tahu setia Bayi itu dilahirkan Merdeka! Zalimlah kita jikalau menjajah fitrahnya. Jikalau dibelakang hari berubah menjadi sesuatu, bertanya-lah kepada siapa penyebab Ia di lahirkan. Papa Kucintai bukan karena polisinya,meskipun besok pagi Papa mengundurkan diri jadi Polisi,Cintaku tidak akan ikut mengundurkan diri.Atau Papa akan kawin lagi menduakan Mama,cintaku tidak akan berlabuh di lain dermaga.Walau tidak semua laki-laki tahu bahwa cinta seorang permpuan hanya untuk satu kecintaanya.Bagi Mama,Cukuplah Papa sebagai kecintaan Hati,meskipun seorang polisi.” Kalah! Aku telah Kalah.Kalau ada polisi yang jarang naik pangkat,aku salah satunya.Bayang kesucian dan kejernihan hati Istriku selalu menyertai langkahku.Jangankan menuntut sesuatu menanya berapa sebenarnya penghasilanku tidak pernah.Cewek usil berkacama cokelat itu telah menyetel frekwensi gelombang kepolisianku.Servis lahir bathinya membuat hidupku menjadi teduh dan indah. Anak-anakku sangat menghormatiku,sekalipun aku jarang sekali menyediakan waktu untuk merka. Namun ada satu keperihan hatiku bila anak-anakku mengadu,bahwa mereka disishkan teman-temannya,karena anakku yang nomor tiga matanya agak juling, kerena ia anak seorang polisi.Lain dari itu pernah sampai ketingaku orang mengatakan bahwa aku seorang polisi bodoh,langganan tidak naik pangkat,dan kurang disukai sesama polisi. Hadir di kegiatan sosial,ada dan tidak adanya aku sama saja.Berbuat baik sesekali hanya diterima sebagai basi-basi pemanis bibir.Kalau tidak beradu muka tidak banyak yang mau bertegur sapa. Kehampaan seperti itu sangat kurasakan sepuluh tahun belakangan,tepatnya enam tahun setelah pernikahanku dengan Ranti,Istriku. Kalau kucari kesalahan ke dalam diriku,tidak payah menemukannya.Kuakui itu memang kealfaanku. Diantara para kenalan dan tetangga tiap kali minta bantuanku,nyaris tak bisa ku bantu,Ada motor anaknya tertangkap,SIM-nya kena tilang.Warga kampung main judi kena garuk.Suaminya ketangkap nyabu; semua yang kusebut itu mereka minta tolong aku bebaskan dan jeratan persolan.Inilah kekuranganku yang menjadi kebenggaan istriku. Pernah suatu ketika diadakan Tujuh belasan Kemerdekaan RI,terjadi perkalahian antar penonton organ Tunggal,terjadi persis disebelah aku berada yang aku sendiri sebagai keamananya.Kutahu Pasti siapa biang keributannya,dan diamankan dengan urasan di kantor polisi.Mereka memintaku menyelesaikannya dengan cara kongkalingkong.tetapi aku tidak kuasa. Maka jadilah aku salah satu orang yang tidak disukai,orang yang dianggap tidak mempunyai rasa sosial. Manusia es yang tak inginkan. Sampai juga ke telinga keluarga kami,bahwa berteman dengan yang namanya polisi,tidak keuntungannya.Rugi melulu.Untunglah Ranti membujukku; “Jangan bersedih,Pa.Hidup itu bukan untuk menjual cacian dan membeli pujian dari siapapun. Kalau Papa masih menganggap Tuhan masih ada, jadilah salah satu ummat pilihan-Nya karena Taqwa. Papa akan jadi Polisi kebanyakan akan salah,jadi Polisi Khusus juga salah.Tidak jadi Polisi belum tentu akan dianggap benar.Kalau Jalan Allah yang diturut cukup Allah Yang menjadi sekutu bagi kita.” Hanya inilah satu-satunya keuntunganku sebagai polisi menjadi suami sesorang yang dilarang bersuamikan Polisi. Keteduhan dari belahan jiwaku,Ranti istriku. ***** Diantara kidung manis yang yang pernah kulalui sepanjang haluan hidupku,adalah bagaimana aku mengenal Ranti.Dibawa ke kantor sebagai pesakitan yang diteror cewek manis semampai sebagai copet,Disemproti atasan karena dianggap gegabah dalam bertugas.Berhubungan tidak ada pengadilan untuk urusan kasus seperti ini,aku mesti menyelesaikannya secara kekeluargaan dalam dua kali dua puluh empat jam. Bagai Belut jatuh ke lumpur.Penyelesaian kasus yang satu ini tidak banyak menemui kesulitan dengan Ranti, ”Kamu cewek jahat! Gara-gara kamu aku disemprot atasanku.Kamu tahu bagaimana aku mesti menyelesaikannya?.” Cecarku begitu sampai diluar “kalau hanya memaki-maki,kasusmu tidak akan pernah selesai.Aku yang bukan polisi aja tak merasa panik.”jawabnya enteng. “Untukmu apa panikya? Coba kalau kamu jadi Aku.” Kataku melangkah besar-besar. “Kalau aku jadi Kamu pasti yang pertama kali aku tanyai, siapa namamu,Dik?setelah itu kubawa kesuatu tempat yang mendukung pencairan masalah.Bukannya marah-marah tak karuan.Memang yang sudah terjadi akan berbalik seperti semula hanya dengan marah-marah.Priiiit....priiiit....!!” godanya mengelikan. ***** Subuh menjelang berangkat ke kantor.Ranti sudah menungguku dengan sarapan pagi seperti biasanya. Tapi pagi sekali ini raut wajahnya menunjuk akan menyampaikan sesuatu.Namun aku tak mau bertanya.Percuma mengajukan pertanyaan apa pun kalau di lihatnya aku belum selesai sarapan.Baginya tak ada yang lebih penting selain sarapan sebelum segala aktivitasku dimulai.Begitu juga dengan Anak-anak. Ardian anak sulungku paling susah kalau bicara soal sarapan pagi. Tapi kok ndak kelihatan puncak hidung orang pertama yang memfotocopy wajahku itu,ya? “Ardian Sudah berangkat lebih awal,katanya kelasnya giliraran pelaksaan upacara bendera.” Jelas Ranti tanpa harus kutanya lebih dahulu,Anak yang satu itu kurang suka berhadapan denganku.Kalau aku naik dia turun,kalau aku turun Dia naik Rumah.Bila tak bertemu saling menanyakan.Apa segala keinginannya pasti lewat Mamanya. “Katanya, Ardian Mau Masuk Polisi ,” kata Istriku begitu aku selesai sarapan. “Apa..?? ingin masuk Polisi? Tidak,Ma.Cukup Papa saja yang mengecap pahit manisnya menjadi Polisi...” *** “Priiiiit....Priiiiiit...?” itu pluit tiupan Ardian.
Posted on: Wed, 17 Jul 2013 14:25:59 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015