--kisah pilu seorang gay -- APA KAMU GAY!? JAWAB!!” Hidupku - TopicsExpress



          

--kisah pilu seorang gay -- APA KAMU GAY!? JAWAB!!” Hidupku yang sebelumnya indah, hidupku yang sebelumnya menyenangkan, hidupku yang sebelumnya damai, hidupku yang sebelumnya sejahtera, semua hanya tinggal ‘sebelum dan sebelum’ karena kini sudah berubah. Berubah. Ya, berubah total. Kini tak tau lagi mau ditaruh dimana mukaku.Entah apa yang menyebabkan mereka tau.Kepalaku pusing. Sungguh ini di luar dugaan. Ga pernah sebelumnya aku akan coming out dengan cara begini dan dengan reaksi seperti ini. Saat itu aku baru pulang sekolah dan baru menginjakan kaki di rumah. Kulihat semua keluargaku, mama, papa, kak Gary berkumpul di ruang keluarga. Ya, itu adalah hal yang aneh menurutku karena jarang sekali mereka dapat berkumpul bersama. Dan yang bikin aku tambah bingung adalah melihat ekspresi mereka semua. Wajah yang murung, atau amarah? Atau kecewa? Entahlah, mereka bagai punya seribu wajah. Tak bisa ku lukiskan dengan kata-kata. Entah mengapa saat itu juga jantung ku bekerja tiga kali lipat dari biasanya. Tubuhku panas mendadak. Aku tak tau mengapa. Apakah karena aura yang diciptakan mereka atau bagaimana. Feelingku mengatakan bahwa there’s something wrong and maybe the ’wrong’ –thing is me. “cepat ke kamar mu, ganti baju dan cepat kembali ke sini! Ada yang mau kita bahas!” ujar mama dingin. Perasaan ga enak itu semakin kuat.Semakin dapat ku pastikan bahwa, yea the problem is on me. Aku hanya mengangguk. Berjalan ke kamarku seakan berjalan sangat cepat, oh Tuhan hentikanlah waktu, dan apanbila Engkau ijinkan, maka putar baliklah waktu. Tapi sepertinya Tuhan sedang tidak berpihak padaku. Hikshiks Sesaat kemudian aku sudah berada di ruang keluarga dimana mereka berkumpul. Suasana mencekam sangat kentara di ruangan ini. ”a..ada apa..ma?” suaraku bergetar, berbisik hampir ga kedengeran. ”kamu gay?” DEG…. ”apa ma?” ulang ku seolah tak mendengar. ”APA KAMU GAY??! JAWAB!!” Tanya mama mengejutkan ku dengan suara yang menggelegar. Sudah bisa dipastikan wajahku sangat pucat.Mulutku terbuka, terlihat seperti akan menjawab. Padahal tak ada satukata pun yang terlintas di kepalaku. Saat mendengar mama bertanya seperti itu, serasa aku terjatuh hingga lebih dalam dari dasar lautan. Tubuhku lemas seperti ada yang meloloskan tulangku. ”a.aaah..apaan sih ma” ujarku sambil mencoba untuk relax dan tersenyum. ”JAWAB SAJA YA ATAU TIDAK!!” Kali ini papa yang angkat bicara. Sungguh, aku tak pernah membuat orangtuaku semarah ini. Sungguh, ingin sekali aku menangis. Rasanya kelenjar air mataku bekerja lebih cepat. ”jika kamu tidak mengatakan apa-apa maka kami simpulkan ya, kamu GAY!” sekarang kakakku yang ambil alih pembicaraan. Sungguh terasa aku disudutkan. Aku hanya bisa menunduk. PPLAAKKK!!! Pipiku panas. Ku raba pipiku. Papa kembali ke tempat duduknya setelah menamparku sambil memegang dada sebelah kirinya. Oke, kali ini aku tak bisa lagi membendung air mataku. Air mataku dengan lancarnya mengalir bak air yang mengalir dari hulu ke hilir. ”kenapa dy? Kenapa?!” Aku hanya menggelengkan kepala. Ya aku tak tau ma kenapa aku bisa seperti ini. Seandainya aku bisa memilih jalan hidup, aku tak akan memilih hidup sebagai gay. Ingin sekali aku menjawab itu atas pertanyaan mama, namun, lidahku kelu, aku tak ingin lagi menyakiti hati mereka dengan jawaban-jawabanku. Biarlah aku yang tanggung, cukup aku saja yang merasakan sakit. Jangan mereka. ”kenapa kamu hanya menggeleng!?” Aku bingung mau menjawab apa. Entah, apakah karena aku gay mereka sampai semarah itu? Ya aku tau, mereka benci sekali gay. Saat itu aku sedang berkumpul bersama di malam yang cerah sambil menonton TV kabel. Dan kebetulan menayangkan film yang berbau homoseksual. Saat itu juga mama nyeletuk. ”tuh lihat, gay memang kotor, dengan gampangnya mereka bercumbu, bersetubuh. Apa mereka tak kenal dosa? Haha mereka memang kotor sekali! Dasar makhluk bejat!” ”betul banget ma! Ada teman kuliahku yang gay, benci sekali aku, sampe-sampe aku sering mengerjai dia karena ketahuan suka ngelirik aku!” timpal kak Gary. ”duh! Kamu hati-hati nak, jangan dekat-dekat sama orang seperti itu. Jauhi mereka! Nanti kamu tertular. Mereka itu seperti virus” sahut papa. Aku yang posisinya di atas sofa hanya bisa tertunduk, terdiam. Ingin sekali aku mengatakan, aku tak begitu ma, pa, kak. Aku tak begitu! Ga semua gay seperti itu . Saat itu aku hanya bisa kembali ke kamar dan tidur ditemani isakan tangis miris dari bibirku. - – - ”sudah! Lama-lama papa bisa kena serangan jantung kalau disini terus!” ” ya sudah pa, ayo kita ke kamar saja!” ”ma, pa, Gary ke rumah teman dulu ya” Mama dan papa mengangguk, lalu mereka masuk ke kamar, sedang kak Gary keluar menuju pintu. Sebelum keluar, sempat ku lihat dia melirikku dengan tatapan sinis. Hatiku miris. Serasa teriris. Rasanya ingin lagi ku menangis. Ku berjalan lunglai menuju kamar. Ku tutup pintu, dan ku kunci. Sejenak ku berdiri di depan pintu, melihat sekeliling kamarku. Lemariku yang berisi banyak piala, piagam, dan penghargaan serta sertifikat dari lomba yang ku ikuti baik itu akademik maupun non akademik. Dada ini sesak. Ku berjalan pelan ke arah meja belajar. Ku tatap sendu tiap foto yang kupajang disitu. Ada foto saat aku ulang tahun yang ke 4. aku tersenyum. Aku ingat sekali aku mendapatkan banyak hadiah dan kak Gary ngiri sekali hingga sepanjang acara ulang tahunku, ia cemberut dan setelah acara ulang tahunku selesai, aku memberikan sebagian mainanku padanya yang waktu itu berumur 7 tahun. Lalu ku tatap lagi foto di sebelahnya dimana saat kakaku berumur 17 tahun. Saat itu kami membuat acara pesta ulangtahun kecilkecilan di rumah. Saat itu suasana sangat gembira dan penuh suka cita. Dan masih banyak lagi foto-foto yang ada di meja belajarku dan kutatapi satusatu. Kenangan masa lalu. Hatiku pilu. Tak terasa sudah hampir satu jam aku tatapi foto-foto itu sehingga habis sudah tenagaku.Ku rebahkan badanku. Ku tertidur. - – - Ku bangun, ku lihat jam sudah menunjukan pukul 6 pagi. Tumben mama dan papa tidak membangunkanku. Apa mereka masih marah? Ku harap tidak. Ku keluar kamar dengan suatu perasaan ganjil. Perasaan yang tidak pernah ada dalam hidupku saat aku keluar kamar. Ya, rasa takut. Aku takut sekali untuk keluar kamar. Namun ku beranikan diri untuk keluar kamar. Ku berdiri di depan ruang makan. Mereka bertiga tengah asik tertawa ria menikmati sarapannya tanpa aku. Namun aku senang, setidaknya sepertinya mereka telah melupakan kejadian kemarin. Ku berjalan menuju meja makan. Saat mereka melihat aku datang, mereka langsung menatapku terdiam, lalu dengan segera mereka menyelesaikan makannya dan pergi satupersatu meninggalkan aku di ruang makan. Aku tertegun dalam duduk diamku. Ku segera mengambil piring dengan gamang dan mengambil nasi goreng. Astaga. Sedikit sekali. Apa mama hanya memasakan sarapan untuk mereka saja? Sedih hatiku. Ku ambil sarapan dan ku makan sendiri. - – - Hari hariku tak sama lagi. Mereka menjauhiku, seakan aku ini virus mematikan. Mereka memarahiku, seakan aku selalu membuat kesalahan yang sebenarnya tak ku perbuat. Mereka bahkan terkadan tak memandangku, seakan aku tidak ada di rumah ini. Hampir setiap hari, setiap aku pulang sekolah, aku hanya berjalan menuju kamar, berdiam diri dan menulis buku harian. Ya, dulu aku sangat menjauhi kegiatan menulis buku harian, karena menurutku itu sangat useless. Tapi, sekarang malah aku senang menulis buku harian atau diary. Karena hanya dengan buku itulah aku dapat menuangkan perasaan-perasaan yang sedang aku rasakan saat itu dan apa yang aku alami selalu ku tulis di buku itu. Buku itu menjadi teman baru bagiku. Ohya, ternyata di sekolahku juga sudah tersebar bahwa aku gay. Aku sendiri sampai sekarang belum tau siapa sebenarnya yang menyebarkan rahasia bahwa aku gay. Hhhh seingat aku aku tidak pernah mengatakan pada siapapun bahwa aku gay. Sekarang, di rumah maupun di sekolah aku mulai dijauhi.Hanya dua temanku yang mau menerimaku apa adanya. Jason dan Lindsey. Aku sering curhat padanya. - 7 tahun kemudian – Aku sudah semakin dewasa, aku pun sudah lulus sebagai mahasiswa kedokteran umum di sebuah universitas negeri terkemuka di Yogyakarta. Sedihnya, keluargaku masih belum mau menerimaku. Sampai wisudaku pun mereka tidak datang. Sedihnya :’( bayangkan bagaimana perasaanku saat itu. Sekarang aku sudah bekerja, mengumpulkan uang untuk mengambil S2 spesialis ortopedi. Sekarang aku sedang berada dalam ruang kerjaku.Kriiiiinnnnggggg…..Teleponku berdering. Ku angkat, ”hei! Cepat datang ke Rumah Sakit XXX di ruangan 312! Kakak mu kecelakaan!!” suara perempuan entah siapa di telepon. ”OKE!”Panik sekali aku saat mendengar hal itu. Aku tak bertanyatanya lagi siapa perempuan itu, aku langsung bergegas ke rumah sakit, sebelumnya aku meminta sekretarisku untuk membatalkan jadwalku pada hari ini dengan alasannya. Sesampainya di rumah sakit aku langsung menuju ke kamar dimana kakakku di rawat. Ada mama disitu, tak ada papa, mungkin masih di kantor. Satu kata yang terlintas di kepalaku saat melihat kakakku terbaring tak berdaya di ranjang. Parah. Di perban di bagian mata, dan di perban di tangan. Kaki disangga, kanan dan kiri. Tiba-tiba tulang-tulangku sangat sakit. Sakit sekali. Hingga aku meringkuk di lantai. Mama terlihat kaget, tetapi ia tak bergeming, hanya menatapku. Tulangku seperti remuk menjadi kepingan! Sakit bukan main!Aku hendak keluar kamar. ”mau kemana kamu! Kakakmu sedang sakit begini, kamu bukannya menyapa, malah main datang dan pergi begitu saja” Aku menahan rasa sakitku, dan duduk di bangku dekat kasur. Aku tetap meringis kesakitan. Mama memandangku aneh. ”apakabar kak?” ”bodoh! Sudah jelas ia sedang sakit!” Aku hanya tersenyum kecut sambil menahan sakit. - 4 bulan kemudian – Semenjak hari itu, tulangku sering terasa sakit yang amat sangat. Oh ya, kakakku sudah mendingan tetapi dokter mengatakan bahwa kinerja matanya hanya 7%. Kakakku di vonis buta. Akibat kecelakaan itu Aku memutuskan untuk periksa ke rumah sakit. Terdengar aneh bukan? Seorang calon dokter spesialis tulang malah bertandang ke rumah sakit spesialis tulang. Tapi mau di kata apa lagi aku ga bisa periksa tubuhku sendiri, itulah sebabnya manusia tidak bisa tinggal dan hidup sendiri. Manusia tetap membutuhkan orang lain untuk menjalani hidupnya. Dan betapa kagetnya aku setelah mendapatkan hasil tesku. Sungguh, lemas aku di buatnya. Ya Tuhan, apalagi yang mau kau beri kepadaku? Cobaan apa lagi? Semenjak itu aku seperti tak selera hidup. Kerjaku di rumah sakit juga sedikit terbengkalai karena aku lebih suka melamun sampai aku hampir kena pecat karena kerja ku yang kurang baik pada pasien. Tapi aku akan mencoba untuk tetap konsisten. - – - Tiba-tiba saja aku mendapatkan ide sangat cemerlang menurutku. Ya, dari pada sia-sia, lebih baik di gunakan! Lagipula rasa sakit yang menderaku sudah tak sanggup lagi aku bendung. Aku resign dari kerjaku sebagai dokter. Aku menuliskan surat kepada orangtuaku bahwa aku ada kerja di luar pulau sekurang-kurangnya dua tahun. Ya, selama dua tahun itulah aku akan terus berbaring di tempat tidur.Betul sekali apa yang ada di pikiran Anda. Aku berbohong.Yaa, do a little white lie hehe i think it is not a big deal. Sebenarnya aku samasekali tidak ada di luar pulau. Aku hanya berpindah kota saja. Disana aku dirawat, selagi aku masih bisa, aku akan terus menulis diary.Karena tubuhku semakin lama semakin lemah dan rasa sakit ini terkadang membuat aku tak bisa lagi menulis. Mau aku beri tau apa itu hasil tesku? Saat itu aku terkena kanker tulang stadium 3. dan sekarang, aku sudah di rawat di rumah sakit ini kurang lebih 1 tahun. Dan memasuki stadium 4 dan dokter ku bilang, aku divonis hanya dapat hidup sekurang-kurangnya dua tahun. - – - Dua setengah tahun sudah aku mengendap di rumah sakit. Aku berterima kasih kepada Tuhan yang di kesepianku masih mau menemaniku dan masih mau memberiku waktu setengah tahun untuk hidup lebih panjang lagi. -THE OTHER SIDE, Gary Point of View- ”kemana itu anak!? Dasar gay tak berguna! Sudah kerja tak pernah sedikitpun mengantarkan uang pada orang tua! Kakaknya sedang sakitpun ia tak pernah pulang sekadar menjenguk!”Mama meracau. Yah, semenjak aku kecelakaan, aku tak bisa pungkiri lagi bahwa aku memang kangen dengan adikku satu-satunya itu . Terkadang aku sering merasa bersalah. ”sudah lah ma, mungkin ia sedang sibuk” Aku buta sekarang. Tak ada lagi yang dapat ku lihat. Huruf braille jadi makananku setiap hari. Mama dan papa masih belum mau menerima adikku sepertinya. Sedangkan aku sudah merindukannya. Aku rindu saat kita bermain bersama. Dimana kamu Ardy? I miss you brother :’( I’m sorry for everything. Kriiiinnnnnggggg….”ma, can you help me? Tolong angkat teleponnya” “oke” Aku sedikit menguping pembicaraan mama. ”ya, betul” ”…..” ”apa??!” ”…..” ”oh terima kasih Tuhan! Terima kasih pak! Kapan bisa dilakukan?” ”….” ”baik pak! Baik! Terima kasih!”Mama menutup teleponnya. ”ada apa ma?” ”kamu…kamu mendapatkan donor mata sayang!” terdengar suara mama bergetar. Hatiku pun bergetar. Sungguh bahagianya! Ya memang semenjak aku di vonis buta, mamaku meminta dokter untuk mencarikan donor mata untukku, sayangnya tidak ada yang cocok hingga akhirnya setelah menunggu sekian lama, aku akhirnya mendapatkan juga donor mata itu. Aku menangis.Aku jadi ingat adiku. Kembalilah Dy, kakak ingin melihatmu! :”) dan kembali mendengar suaramu dan bermain bersama lagi. Ya walaupun aku sudah tunangan, tapi aku kangen sekali bermain dengan dia. ”kapan aku bisa operasi ma?” ”minggu lusa sayang”
Posted on: Sat, 24 Aug 2013 09:35:29 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015