Cewek!!! Karya: Esti Kinasih Bab 15 Febi menganggap usaha unjuk - TopicsExpress



          

Cewek!!! Karya: Esti Kinasih Bab 15 Febi menganggap usaha unjuk gigi mereka telah berhasil dengan sangat sukses. Soalnya, sekarang Rangga jadi agak-agak tunduk padanya. Hebat, kan? Turun-temurun, para perempuan dalam keluarga besar Febi harus selalu tunduk, menurut, dan selalu jadi 'yang di belakang'. Betul kata Langen. Ini milenium baru, Mbak, Ibu, Eyang. Dobrak itu tradisi! Tendang itu falsafah kanca wingking jauh-jauh! Berdiri diam di tengah kamar tidurnya yang luas, Febi tersenyum lebar tanpa sadar dan mengangguk-angguk bangga. Dirinya adalah pionir gerakan itu. Canggih sekali, kan? Hidup perempuan! Hidup emansipasi! Hidup Ibu Kita Kartini yang top/ hidup Corry Aquaino! Hidup Megawati! Dan satu lagi..... Hidup Langen! Soalnya setelah berhari-hari diamatinya Langen secara diam-diam (menurut Febi lho. Tapi Langen juga sadar kalau diperhatikan), dilihatnya Langen tetap tetap gagah perkasa. Tetap tegar dan tetap always be happy. Sementara Rei cuma kelihatannya saja tegar. Karena Rangga sudah sempat cerita, bahwa sebenarnya Rei patah hati akut. Alias hampir sarap! 'Febi kenapa sih? Ngeliatinnya kayak gue kena AIDS aja!' ucap Langen pelan. Ketika untuk yang kesekian kali dipergokinya tatapan aneh Febi. Fani tertawa pelan, memutar kunci kontak lalu menginjak gas pelan-pelan. Sekarang menyetir mobil jadi tugasnya. Berangkat dan pulang. Soalnya energi Langen sudah terkuras habis di kampus. Berjam-jam berlagak hidupnya tidak berubah. Dan hari semakin terasa berat kalau dia berpapasan dengan sang mantan dan kelompok yang baru saja dia tinggalkan. 'Si Febi nggak percaya kalo lo nggak kenapa-napa....' Langen merosot di joknya. Menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu menarik napas panjang-panjang. 'Capek banget gue,' keluhnya. 'Jelas aja. Tiap hari lo bohongin orang sekampus.' "Trus apa tadi? Febi kenapa?' 'Dia nggak percaya kalo lo nggak kenapa-napa. Masalahnya, waktu ngerencanain unjuk rasa itu lo kan heboh banget tuh. Ngotot. Nekat ngadepin bahaya. Dan kita berhasil. Kita kalahin mereka! Tapi kok nggak ada luapan seneng yang heboh, gitu lho. Nggak ada pesta atau seremoni buat ngerayain. Makanya dia heran trus jadi ragu kalo lo nggak kenapa-napa.' Mendengar itu, Langen langsung menarik napas panjang lagi. 'Jadi gimana dong?' tanyanya lesu. 'Nggak sanggup gue. Ini aja kalo bisa gue pengen banget ninggalin kampus. Dua minggu atau sebulan. Atau satu semester sekalian!' 'Ya udah kalo gitu. Kita rayain bertiga aja. Yang ini nggak bisa dihindarin. Nanti biar gue yang bikin ekspresi kalo bubarnya elo sama Rei nggak jadi masalah buat elo. Oke?' 'Iya deh.' Langen mengangguk lemah. *** Pesta merayakan keberhasilan mereka mengalahkan Rei cs diadakan di restoran Italia. Langen menumpuk lima potong pizza di piringnya. Makanan bisa mengalihkan pikiran. Itu yang di harapkannya saat ini. Jadi bukan karena rakus apalagi aji mumpung karena Febi yang bayar. 'Gila lo!' Febi terbelalak menatap piring Langen. 'Segitu banyak emang abis?' Sepasang mata Fani mengawasi dari belakang punggung Febi dan segera tahu, Langen butuh pertolongan. 'Abis nggak abis, nggak penting, Feb!' serunya dengan nada riang yang dibuat-buat, yang tidak tertangkap telinga Febi. 'Yang penting kita udah berhasil!' dijentikkannya jari keras-keras. 'Lo inget, nggak?' Fani lalu tertawa cekikikan yang lagi-lagi juga dipaksa. 'Waktu kita lagi di puncak? Wah, waktu itu lo pura-pura tidur sih, Feb. Rugi banget lo nggak ngeliat tampang shock-nya!' Langen tertawa geli. Kesedihannya lenyap mendadak dan dia langsung memeriahkan pembicaraan. Diam-diam Fani menarik napas lega. Tidak berapa lama kemudian, ketiga cewek itu tenggelam dalam obrolan seru dan cekikikan ramau, sama sekali tak peduli sekeliling. 'Toast! Toast!' Langen mengangkat gelas softdrink-nya tinggi-tinggi. Fani dan Febi langsung mengikuti. 'Superman bener-bener is dead now!' *** Tapi sesuatu yang tidak terduga dan akan jadi mimpi buruk Langen cs, terjadi hari ini. Tanpa sengaja, Rangga yang sedang berjalan sendirian di sebuah pusat pertokoan, survei harga beberapa peralatan untuk keperluan Maranon, berpapasan dengan Salsha! Rangga kontan tersentak. Ditatapnya Salsha yang sedang berjalan santai ke arahnya, tajam-taam. Berusaha meyakinkan diri itu memang cewek yang waktu itu pernah datang ke kampus dan membuat semua belangnya terbongkar habis! 'Bener! Desisnya. Dengan langkah cepat, segera dihampirinya Salsha. 'Ketemu lagi kita!' Dicekalnya satu lengan Salsha dan ditariknya ke sudut. Cewek itu langsung kaget. 'Eh!? Apa-apaan nih?' seru cewek itu sambil berusaha melepaskan diri. Jelas Rangga tidak membiarkan. Nah, di sinilah letak masalahnya! Kalau untuk urusan mengenali muka orang, Salsha itu botol asli. Parah! Tuh cewek nggak bakalan ingat kalau belum ketemu minimal tiga kali. Makanya meskipun di depannya Rangga sudah melotot ganas, Salsha masih belum ngeh juga. Malah kemudian dibentaknya Rangga dengan galak. 'Heh! Lo jangan pegang-pegang sembarangan ya? Lepasin tangan gue! Lagian siapa sih lo? Sok kenal gue! Dasar kurang ajar!' Rangga terperangah. 'Lo masih berani ngebentak gue!? Nyali lo boleh juga ya!' dengan berang diketatkannya cengkeraman tangannya sampai Salsha memekik kesakitan. 'Kapok sekarang?' Rangga menggeram puas. Diambilnya ponsel dari kantong baju. Dia berdecak saat HP Rei ternyata tidak aktif. Dicobanya menelepon cowok itu ke rumah, tapi pembantunya bilang sedang pergi. Tapi untungnya Bima ada. 'Bim, lo ke sini, cepet! Ada yang mau gue tunjukin!' 'Apa?' 'Udah ke sini, cepet! Ini bener-bener penting!' 'Iya. Iya. Ini lo di mana?' Rangga menyebutkan lokasi sebuah mal. Dengan kening terlipat karena heran, Bima meraih kunci dan langsung cabut. Baru setelah melihat Bima, Salsha tahu berencana apa yang saat ini sedang menimpanya. Saking terlalu jungle look, jarang orang bisa lupa tampangnya Bima. Yaikh! Kayaknya itu lutungnya Fani! Desis Salsha dalam hati begitu Jeep LC Hardtop Canvas datang dan Bima keluar dari sana. 'Lo kenal nih cewek?' tanya Rangga langsung. Dua alis tebal Bima menyatu. Ditatapnya cewek mungil dalam cengkeraman Rangga. 'Ini bukannya yang waktu itu.....' 'Tepat!' tandas Rangga. 'Emang dia!' 'Ketemu di mana lo?' 'Di sini!' Bima bersiul. 'Akhirnya ketemu juga biang kerok misterius itu. Bagus! Bagus!' Dia manggut-manggut. 'Coba oper ke gue!' 'Nih!' Salsha didorong Rangga ke depan Bima. Cowok itu lalu menarik Salsha semakin dekat ke depannya. 'Karena udah berhasil ditangkep, teroris ini jelas harus kita interogasi!' 'Udah pasti!' tandas Ranga. Salsha semakin ketakutan begitu Bima membungkukkan badan lalu menatapnya lurus-lurus dengan sepasang mata hitamnya yang tajam. Apalagi mata itu dinaungi sepasang alis tebal dengan warna sepekat kedua bola mata hitamnya. 'Siapa nama lo, sayang? Nama asli ya. Jangan coba-coba bohong!' 'Ng....'Salsha langsung panas-dingin. Waduh, gawat! 'Cepet! Jangan lama-lama!' 'Ng.... Sal.... Sal....' 'Sal siapa? Salmon? Saldo? Salep?' 'Mmm.... Sal....' Aduh, gawat banget nih! Desis Salsha dalam hati. Kesepuluh jarinya saling meremas dengan panik. 'Cepet!' bentak Rangga, yang berdiri tepat di belakangnya. 'Iya, sebentar dooong,' jawab Salsha dengan suara memelas. Lalu dia menunduk, pura-pura mau menangis. Tapi tiba-tiba saja dia melancarkan serangan khas cewek. Nyubit! Salsha sampai meringis saking mencubitnya dengan mengerahkan semua cadangan tenaga. Seketika Bima dan Rangga berteriak keas. Sakitnya gila-gilaan! Cekalan Bima terlepas dan kesempatan itu langsung dimanfaatkan Salsha untuk meloloskan diri. Kedua cowok itu sempat terperangah sesaa. Sedetik kemudian langsung mereka kejar sang tawanan yang behasil melarikan diri itu. Salsha berlari terbirit-birit. Lintang-pukang. Pontang-panting. Masuk ke satu department store lewat pintu depan berkelit di antara rak-rak baju, dan bablas lewat pintu belakangnya. Lanjut masuk ke department store di sebelahnya lagi. Berzig-zag di antara barisan rak lagi. Tapi klai ini kurang sukses, sebab dia menabrak pramuniaganya yang sedang membawa setumpuk baju. Pria itu kontan jatuh terkapar setelah sempat tersandung dua kali. 'HEEHHH!!!' bentak pria itu berang. Tanpa menghentikan larinya, Salsha menoleh lalu mengangkat tangan kanannya. 'Aduh! Sori, Mas! Sori banget! Saya nggak sengaja! Beneran! Sumpah samber geledek!' jeritnya. Pramuniagaa itu cuma bisa mendesis marah. Lalu sambil ngedumel sendiri, dikumpulkannya baju-baju yang terserak berantakan di lantai. Tapi baru saja pekerjaan itu selesai dan dia bersiap-siap akan berjalan menuju rak tujuan, tiba-tiba sekali lagi dia dia ditabrak keras-keras. Ini malah lebih parah. Sampai terjengkang! 'Sori, Mas! Sori!' seru Rangga seketika. 'Saya nggak sengaja! Bener!' 'HEH! HEEEHHH!!!!!' teriak si mas pramuniaga. Dia sampai loncat-loncat saking marahnya. Jangan-jangan hari ini hari sialnya. Soalnya belum pernah dia ditabrak sampai dua kali berturut-turut seperti ini. Bima, yang berlari paling belakang, buru-buru mengganti arah saat silihatnya si pramuniaga meraih gantungan baju gara-gara mengira akan ditabrak untuk yang ketiga kali. 'Sori, Mas!' teriak Bima sambil menyeringai. Mirip film action buatan Hollywood, sekarang ketiga orang itu berlarian di sepanjang trotoar yang penuh pedagang, juga mobil-motor yang diparkir berderet. Karena bertubuh mungil dan langsing pula, dengan mudah Salsha berkelit di antara deretan mobil-motor itu, yang karena benda mati, jadi tidak peduli peristiwa itu. Tapi tidak demikian saat cewek itu berkelit di antara pedagang. Langsung ibu-ibu dan mbak-mbak menjerit-jerit ribut. Yang bapak-bapak dan mas-mas berteriak-teriak marah. "Kalo main lari-larian itu dilapangan sana! Jangan di sini!" bentak ibu tukang rujak, begitu Salsha melintas cepat di sebelahnya. "Kalo joging itu mbok ya di Senayan!" hardik bapak tukang minuman. Sementara itu kejauhan, seorang cowok sedang bersiap-siap menstarter motornya. Salsha langsung mempercepat larinya. Menghampiri motor cowok itu dan segera melompat ke boncengannya. "Mas! Mas! Numpang, Mas!' Cowok itu tersentak kaget. "Nggak! Nggak! Ayo turun!" usirnya seketika. Pikirnya, cewek ini pasti cewek nggak benar. Soalnya dikejar-kejar orang di tengah hari bolong begini. "Nanti saya bayar ongkosnya. Bener!" "Nggak! Ayo turun! Emangnya kamu kira ini ojek, apa!?' 'Tolong, Mas. Nggak usah jauh-jauh. Sampe ini aja...." "Nggaaak! Ayo turun! Cepet!" cowok itu ngotot tidak mau memberikan tumpangan. Salsha melompat turun sambil mendesis marah. "Gue doain kecelakaan lo!" kutuknya, lalu langsung lari meninggalkan tempat itu. Cowok di atas motor itu hanya bisa menatapnya tercengang. Karena sudah berlari sekencang-kencangnya dan nyaris tanpa henti selama lima belas menit, Salsha merasa tenggorokannya kering kerontang. Dia belok arah, masuk ke sebuah restoran. Salah seorang pramusaji segera menyambutnya dan dengan sopan bertanya, "Mbak, mau pesen ap....?" tapi dia bengong karena Salsha tetap melesat. Barulah di salah satu sudut yang terhalang tanaman hias, di depan seorang bapak setengah baya yang sedang duduk sendirian, Salsha mampir sebentar. 'Pak! Minta minumnya sedikit, ya? Soalnya saya buru-buru banget. Nggak bisa brenti buat pesen.' Bapak itu menatapnya bingung. Dan tambah bingung lagi begitu tanpa permisi apalagi tunggu jawaban, es kopinya diminum Salsha sampai ludes, meskipun tadi cewek itu ngomongnya minta sedikit. 'Makasih ya, Pak. Semoga Bapak panjang umur dan murah rezeki. Permisi!' setelah memberikan doa singkat itu, Salsha langsung melesat kembali. Bapak itu geleng-geleng kepala. 'Dasar anak-anak sekarang. Tidak tau sopan santun,' gerutunya sambil memanggil pramuasaji. Salsha berlari cepat menuju toko buku. Hampir diterjangnya dua orang yang sedang berdiri di pintu masuk, tapi dia tetap tidak berhenti. Di dalam, dia berzig-zag di antara rak-rak buku, panggung-panggung kecil tempat bertumpuk-tumpuk buku disusun seperti gedung-gedung pencakar langit, dan orang-orang yang berdiri sambil membaca. Seperti orang-orang di luar, mereka kontan menatap Salsha dengan bingung. Mendadak seorang cowok keluar dari sebuah ruangan. Salsha kaget dan seketika berusaha mengerem larinya. Tapi ia tidak bisa karena jaraknya sudah terlalu dekat. Tanpa ampun, cowok itu ditabraknya telak-telak. Dua-duanya terpelanting. Jatuh menimpa membuat buku-buku di atasnya berjatuhan dengan formasi acak lalu berserakan di lantai. 'KAMU!!!?' cowok yang ternyata manajer toko buku itu melotot marah. 'Maaf, Mas! Maaf! Saya nggak sengala! Beneran! Sumpah samber geledek!' jawab Salsha buru-buru sambil berdiri. Dengan napas terengah, cepat-cepat dia menjelaskan menurut ide yang baru saja muncul di kepala. 'Abisnya....itu....saya dikejar.....sama mereka....!' tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Bima dan Rangga, yang berlari mendekat lalu berhenti di depan mereka. 'Kenapa?' tanya sang manajer. 'Saya mau diperkosa!' Semua orang yang berada di ruangan dan bisa mendengar kalimat terakhir Salsha, kontan terperangah. Seketika mereka menatap Bima dan Rangga dengan pandang marah! 'Sebentar! Sebentar!' Bima mengangkat kedua tangannya. 'Biar saya jelaskan!' Sementara itu Salsha bergerak mundur pelan-pelan. Balik badan lalu lari sekencang-kencangnya. 'Kejar dia, Ga! Biar gue yang ngurus di sini!' perintah Bima. Rangga langsung bergerak, melesat mengejar Salsha. Kerumunan orang yang berkumpul di situ mengikuti adegan itu tanpa bisa bicara, saking bingungnya. Salsha lari pontang-panting. Karena dipintu masuk ada begitu banyak orang yang sedang berdiri sambil mengobrol, membaca atau berbicara di ponsel, cewek itu berlari ke atas lewat eskalator. Di sana, sekali lagi diputarinya rak-rak buku. Kali ini sambil membungkukkan tubuh untuk menghindari adanya saksi mata. Tiba-tiba di sudut ruangan dilihatnya sebuah gang sempit yang hampir-hampir tidak terlihat karena tertutup gorden panjang. Buru-buru Salsha berlari masuk ke sana. Tidak peduli dengan tulisan 'Hanya untuk karyawan' di dinding atasnya. Tanpa suara dia lalu meringkuk di balik gorden. Beberapa saat kemudian perlahan disibaknya gorden itu untuk mengintip keluar. Rangga sedang berjalan mondar-mandir sambil melihat ke segala arah. Cowoj itu lalu bertanya pada orang-orang yang ada di ruangan itu, tapi semuanya menggelengkan kepala. Akhirnya setelah lima belas menit memutari ruangan, Rangga pergi dengan wajah kesal. Salsha menarik napas lega sambil mengusap-usap dada. Akhirnya selamat juga. Setelah meyakinkan diri bahwa Rangga sudah benar-benar tidak ada, pelan-pelan dia keluar. Celingukan ke segala arah dulu untuk memastikan keadaan aman, lalu cepat-cepat berlari turun saking nafsunya ingin secepatnya sampai di rumah, tempat yang menurutnya sudah pasti aman, Salsha melesat melewati pintu utama dan menabrak tukang buah yang kebetulan sedang melintas dengan gerobaknya. 'E....e....e....,' tukang buah itu langsung panik. Soalnya buah-buahannya yang sudah disusun membenruk piramida-piramida kecil, bergetar dan siap menggelinding ramai-ramai. 'Sori, Mas! Sori banget!' teriak Salsha tanpa menghentikan larinya. 'Beneran nggak sengaja!' Memasuki sebuah department store yang di teras belakangnya terdapat sebuah halte, Salsha melambatkan larinya. Dia capek banget. Untung sudah berhasil lolos. Tetapi....mendadak saja Rangga muncul di depannya! Salsha terpekik. Secepat kilat dia balik badan. Tapi sial, ternyata Bima sudah menunggu, berdiri cuma tiga meter di belakangnya. Cowok itu sudah mengira Salsha pasti akan berusaha meloloskan diri lagi. Dan dengan jarak yang cuma sebegitu dekat, meskipun Salsha sudah setengah mati mengerem kaki, tapi karena start-nya benar-benar powerful, tanpa ampun Bima tertabrak telak. Dengan gampang cowok itu langsung meringkus sang buronan! Bersambung........ >Sofhie
Posted on: Mon, 16 Sep 2013 12:53:53 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015