Dari Membuat Film, Mereka Bisa Membangun Masjid Eko Junianto, - TopicsExpress



          

Dari Membuat Film, Mereka Bisa Membangun Masjid Eko Junianto, siswa SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah tak bisa menyembunyikan kegembiraan di wajahnya. Dengan bangga, ia menyerahkan uang sebesar Rp 15 juta ke sekolahnya. Uang hasil menang lomba festival film itu rencananya akan digunakan untuk membangun masjid di sekolahnya. Alhamdulillah, kini sekolah kami bisa punya masjid, kata Eko, usai menyerahkan uang ke sekolahnya, Sabtu, 26 Oktober 2013. Film yang disutradarai Eko, Tuyul, berhasil menang dalam Festival Sagamovie di Jakarta September lalu. Nunik, rekan sekolah Eko, juga menjadi pemenang di kategori yang lain melalui film besutannya yang berjudul Cermat Menabung. Festival film dengan dewan juri Subagjo Budisantoso (Institut Kesenian Jakarta), Eugene Panji (sutradara), Nina Tamam (Aktris) menilai kedua film itu pantas menjadi juara. Eko mengatakan, uang yang diterimanya sebagai hadiah akan digunakan untuk membangun masjid berukuran 15 x 15 meter. Selama ini mereka belum memiliki masjid sehingga tak bisa melakukan ibadah jamaah sholat Dhuha dan Zuhur. Pelajar SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol selama ini sering merajai berbagai gelaran festival film di Indonesia. Meski sekolah mereka berada di lereng Gunung Slamet, ide pembuatan film mereka selalu segar. Rata-rata siswa SMPN 1 Atap berasal dari desa. Sebut saja Misyatun, dari generasi pertama sineas sekolah itu yang filmnya sudah sering menjadi juara di berbagai festival. Beberapa film besutan Misyatun di antaranya, Baju Buat Kakek, Pigura, Langka Receh dan Lawuh Boled. Setelah generasi Misyatun, muncul generasi adik-adik kelas yang dimotori oleh Yasin Hidayat. Ia memproduksi Sang Maestro dan Hanacaraka yang menjadi jawara di International KidsFfest, Finalist Festival Film Solo dan Festival Film Purbalingga. Yasin juga terlibat dalam pembuatan film Pigura dan Langka Receh. Film pendek yang terakhir disebut menjadi karya yang cukup fenomenal. Film yang digarap Eka Susilawati dan Miftakhatun itu panen penghargaan di ajang festival nasional maupun international. FFI 2012, Jambore Film 2012, Tiri Tv Integritas, Festival Film Solo, International KidsFfest, Asia International Film Festival and Award, dan terakhir Local Culture Film Festival 2013. Kepergian Darti, Yasin, dan Eka kini digantikan oleh generasi Eko Junianto yang telah menyelesaikan empat buah film. Diantaranya, satu film fiksi, satu film dokumenter, dua karya video iklan layanan masyarakat dan satu film animasi. Eko Junianto dan kawan-kawannya aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler film Sawah Artha Film di SMP kami. Mereka ingin meneruskan jejak para pendahulunya seperti Darti, Misyatun, Yasin dan Eka, kata guru pembing ekskul film, Aris Prasetyo. Tak hanya menggarap film fiksi dan dokumenter, generasi sineas selanjutnya mulai coba-coba membuat film animasi. Untuk belajar film animasi, kami biasa menginap di perpustakaan sekolah, kata Darminto. Film animasi pertamnya berjudul Booster. Karakter di film itu dibuat oleh Rusmati, yang banyak mengadopsi tokoh-tokoh pewayangan. Animasi berdurasi lima menit ini menceritakan tentang perilaku wayang (manusia) yang tidak sabar menghadapi proses alamiah sebuah pohon. Sehingga manusia memaksa dengan pemberian pupuk berlebih dan tidak tepat waktu. Akibatnya malah menimbulkan kerusakan alam. Lama produksi film ini sekitar 3 minggu, ujar guru pembimbing ekskul film, Aris Prasetyo, yang selalu sabar mendampingi siswanya. Berbekal laptop hasil kejuaraan Jambore Film Pendek di Bogor belum lama ini, Darminto dan kawan-kawan menggarap film animasi ini. Sebagai orang desa yang baru pertama kali memegang laptop, Darminto mengaku puas dengan hasil karyanya. Kami akan membuat lagi dengan hasil yang lebih bagus, ujarnya. tempoco/read/news/2013/10/27/111525083/Dari-Membuat-Film-Mereka-Bisa-Membangun-Masjid
Posted on: Sun, 27 Oct 2013 14:02:17 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015