Definisi Jamban Sehat Hingga saat ini belum dijumpai adanya - TopicsExpress



          

Definisi Jamban Sehat Hingga saat ini belum dijumpai adanya definisi jamban di tingkat peraturan pemerintah dalam sistem perundangan di Indonesia. Dengan demikian tidak ada pula istilah itu dalam tataran undang-undang. Bisa jadi dengan akan dirampungkannya rencana undang-undang (RUU) tentang Air Limbah Permukiman maka definisi jamban, kakus, WC, toilet, atau apapun nama lainnya akan terwadahi secara formal dalam sistem regulasi di Indonesia. Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman tidak disebutkan adanya istilah jamban. Namun di dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor 534/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal disebutkan adanya sarana sanitasi individual dan komunal berupa jamban beserta MCK-nya. Lebih jauh lagi di dalam Buku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk RPIJM 2007 disebutkan adanya pengumpulan data primer tentang jamban keluarga. Di dalam Petunjuk Teknis Tata Cara Pembuatan Bangunan Jamban Keluarga dan Sekolah 1998 dari Departemen Pekerjaan Umum, disebutkan bahwa jamban mencakup bangunan atas yang antara lain terdiri: plat jongkok, leher angsa, lantai, dinding, dll, tetapi tidak termasuk bangunan bawahnya. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 715/2003 tentang Persyarakan Hygiene Sanitasi Jasaboga disebutkan bahwa usaha jasaboga harus menyediakan WC Umum dengan fasilitas jamban dan peturasan sesuai dengan jumlah karyawannya. Cukup menarik karena disebutkan di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24/2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah disebutkan adanya fasilitas jamban yang harus disediakan sekolah sebagai tempat untuk buang air besar dan/atau air kecil. Jamban harus mempunyai dinding, atap, dst yang disediakan untuk peserta didik pria, wanita, dan guru. Lebih menarik lagi adalah Standar Toilet Umum Indonesia dari Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2004 yang justru tidak menyebutkan sama sekali istilah jamban dan menggantinya dengan ruang buang air besar (WC) dan ruang buang air kecil (urinal). Toilet dalam hal ini mencakup pembuangan dan pengolahan limbahnya, baik secara setempat (on-site) ataupun terpusat (off-site). Tidak kalah menariknya adalah istilah tempat buang air besar (bukan jamban) yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik di dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) guna mendapatkan informasi tentang kepemilikan dan kualitas fasilitas BAB tersebut. Adanya ketidaksamaan istilah tentang jamban ini tentu saja tidak akan mengganggu proses masyarakat untuk membuang hajatnya. Namun ketidakseragaman istilah ini sangat menggambarkan ketidakseriusan penanganan sanitasi di lapangan. Buruknya pelayanan publik tentang sanitasi ini dapat dilihat dari hasil SUSENAS itu sendiri. Kepemilikan tempat buang air besar secara nasional menurut SUSENAS 2007 baru 59,86%. Dari 59,86% itupun yang mempunya kloset tipe leher angsa-pun baru 71,5%. Di dalam laporan tersebut tidak disebutkan bagaimana sebenarnya kualitas dari tempat buang air besar yang ada di lapangan. Dari 59,86% itupun baru 49,13% yang memiliki tangki septik. Lagi-lagi tidak disebutkan bagaimana pula sebenarnya kualitas dari tangki septik yang ada di lapangan. Apalagi menurut Laporan Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISSDP, 2004) disebutkan bahwa masyarakat Indonesia yang masih melakukan buang air besar sembarangan masih lebih dari 40%. PBB pun menyebutkan kalau masih ada lebih dari 2,6 milyar orang di dunia yang tidak punya akses sanitasi yang memadai (PBB, 2004). Berbagai informasi ini tentu saja menggambarkan bagaimana sebenarnya buruknya pelayanan publik untuk sanitasi. Untuk itu tidak saja harus dibuat keseragaman pengertian tentang jamban atau apapun tentang kesepakatan namanya, tetapi juga harus adanya sosialisasi dan kesepakatan yang jelas tentang ini agar kerugian yang hingga Rp 56 trilyun/tahun karena sanitasi yang buruk ini dapat segera diselesaikan. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat Buang air besar (BAB) sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai jenis penyakit ditularkan. Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya yakni di jamban. Hanya saja harus diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut : 1. Tidak mencemari air. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. 2. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut. 3. Tidak mencemari tanah permukaan. 4. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian. Bebas dari serangga. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup. 5. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodic. 6. Aman digunakan oleh pemakainya. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100 7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan. Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan. Abstract Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dan kehidupan yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Air dalam tubuh manusia berkisar 50%-70% dari seluruh berat badan. Berdasarkan peraturan menteri Kesehatan No: 416/Permenkes/Per/IX/1990, air harus memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas. Apabila air secara kualitas tidak memenuhi syarat kesehatan maka akan berakibat mengganggu kesehatan. Hasil pengamatan dan pemantauan Direktorat Penyehatan Air. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan 78% Sumur gali, pada sumur gali penduduk menunjukan coli tinja positif. Dalam waktu 3 tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah kasus diare di desa Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Kenyataan tersebut mendorong penulis untuk meneliti hubungan jarak sumur gali dengan jamban keluarga yang ada.Tujuan penelitian ini adalah mengukur jarak antara sumur gali dan jamban keluarga, mengetahui bakteri E.coli dalam air serta menganalisa. Metodologi penelitian dengan metode diskriptif analitik yaitu : menggambarkan kondisi dukuh Bangsri Gede, Jarak sumur gali dengan jamban, untuk mengetahui adanya bakteri coli mempergunakan statistik Korelasi Produk Moment. Drai hasil penelitian diperoleh hasil :1)Dari 38 kepala keluarga yang memepunyai sumur gali dan jamban . Ynag tidak memenuhi syarat 29 (76,63%), Ynag memenuhi syarat 9 (23,7%) pada bulan April 2005. 2)Dari uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan antara jarak terhadap kandungan E.coli dengan angka signifikan 0,000 (0,05) Ada hubungan antara jarak sumur gali dan jamban keluarga dengan kulitas air, semakin pendek jarak antara sumur gali dan jamban keluarga berdasarkan hasil penelitian laboratorium terbukti lebih banyak bakteri E.colinya melebihi standar (50/100ml air). Agar memperbaiki konstruksi sumurnya dan khlorinasi air sumur. Pembuatan sumur baru minimal berjarak 11,5m dari jamban. Kata Kunci: Jarak sumur gali dan jamban, kualitas air bakteriologi (E.coli) THE CORRELATION BETWEEN DISTANCE WELL LATRINE WITH WATER QUALITY IN BACTERIOLOGIS COMPARATION IN BANGSRI GEDE SUB VILLAGE, KRIWEN VILLAGE, SUKOHARJO DISTRICT, SUKOHARJO REGENCY Water is fundamental need for human life and other creatures life in every living day. Wafer in humans body gyrate 50%-70% from all body weight. Based on regulation of health minister number 416/PERMENKES/PER/IX/1990. Water have top be up to standart of quality and quantity. If water in the ineligible quality of health, will causes bad effect to our health. The result of observation and monotoring of Direktorat Penyehatan air Departemen Kesehatan Republik Indonesia express 78% of residents shallow show E.coli Posistive. During 3 of the last years, had been happened the increase of the diarrhea cases in Bangsri Dede sub Village, Kriwen Village, Sukoharjo District, Sukoharjo Regency. This fact make researcher interested to research the relation between distance latrine. The aim of the research are measuring distance between shallow and the latrine, knowing the existence of E.coli bacteria in water and also analyze it. The research method used desc5riptive analytic method to know the condition of Bangsri Gede Sub Village, apart shallow with Families latrine. To know the existence E.coli Bacteria used statistic of moment product correlation. The result of research obtained results : 1) From 38 families who have shallow latrines, at Month April 2005, 29 Famillies (76,63%) are ineligible, 9 famillies (23,7%) are up to standard. 2) From statistical test showed there is relation between apart of shallow and family latrine and the existence of E. coli Bacteria with significant numbers 0,000 (P 11 M (2) Tinggi bibir sumur 0,8M dari lantai (3) Dinding sumur minimal sedalam 3M dari permukaan tanah (4) Lantai harus kedap air minimal 1M dari sumur (5) Jika menggunakan timba, harus selalu digantung tidak boleh di letakkan di lantai. b. Sumur Pompa Tangan (SPT) Sumur pompa tangan yaitu jenis sarana air bersih yang digunakan untuk diambil dan di manfaatkan air tanah dengan cara membuat lubang di tanah dengan menggunakan alat baik secara manual meupun bor mesin. (Sanropie, 1984). Persyaratan kulaitas sumur pompa tangan menurut Sanropie dalam buku pedoman bidang studi penyediaan air bersih akademik penilik kesehatan teknologi sanitasi, yaitu : (1) Jarak minimal 11M dari pencemar (2) Lantai harus kedap air minimal 1M dari sumur (3) Pipa penghisap dilindungi dengan coran air minimal 3M dari permukaan air (4) Ujung bawah pipa dipasang drop, bagian luar saringan kerikil dengan diameter 2-3M (5) Klep dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar tidak memerlukan air pancingan (6) Dudukan harus kuat, rapat air dan tidak retak dengan katinggian 50-60Cm. 5. Perbaikan Kualitas Air Melalui Tingkah Laku Terdapat beberapa tahap agar air bersih yang diperoleh dapat dikonsumsi (Depkes RI, 1992), yaitu : a. Tahap pengambilan air dari sarana air bersih Pengambilan air dari sumur gali dapat memakai timba, sumur pompa tangan dapat memakai pompa, kran atau selang dan lain - lain. Perbaikan kualitas air dimulai tahap ini karena bila pengambilan tidak memenuhi syarat kesehatan, maka air bersih akan tercemar sehingga menimbulkan penyakit. b. Tahap pengankutan air dari tempat SAB ke rumah Pengangkutan air dalam rumah biasanya menggunakan ember, gentong yang selalu tertutup, pipa atau selang yang digunakan untuk mengalirkan air boleh bocor dan tak terendam air yang kotor. c. Tahap penyimpanan di rumah dan pengambilan dari tempat penyimpanan Penyimpanan air dalam rumah biasanya menggunakan ember, gentong yang harus mempunyai tutup yang rapatdan mudah dibersihkan, minimal seminggu sekali tempat air dibersihkan atau dikuras. Tempat diletakkan di tempat yang tak mudah tercemar, lebih tinggi dari lantai dan jauh dari tempat sampah. d. Berfungsi untuk membunuh kuman patogen. Untuk pemasakan harus digunakan bahan yang tak mudah berkarat atau larut. e. Tahap penyimpanan air masak Alat penyimpanan air harus selalu tertutup, dan bersih serta tidak mudah dicapai serangga atau binatang lainnya. f. Tahap penyajian air masak Jangan mengambil dengan cara diciduk, tetapi dengan cara di tuangkan. Gelas atau cangkir yang digunakan harus selalu bersih. Tangan atau benda kotor jangan mengenai air masak jangan dicampur dengan air mentah atau dingin. C. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) 1. Definisi Perilaku Sehat Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyrakat. Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Notoatmodjo, 1985). Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap hanyalah suatu kecendrugan untuk mengadakan tindakan tehadap suatu objek dengan adanya rasa serangan terhadap objek tersebut. Secara operasionalperilaku dapat diartika suatu respon organisasi atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut. Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk respon ada dua macam yaitu bentuk aktif dan bentuk Pasif. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara langsung, perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan yang nyata (over behavior). Sedangkan bentuk pasif yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain misalnya : berpikir, tanggapan atau sikap batin. Perilaku yang seperti ini masih (cover behavior). Bentuk operasional perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar subjek. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah baik, berupa perbuatan (action) terjadap situasi rangsangan dari luar. 2. Definisi perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, dan Dehat/Asuransi Kesehatan/JPKM. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare, antara lain : a. Tidak memberikan ASI eksklusif penuh 4-6bulan pada awal menyususi. b. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol oini memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak. d. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumber atau pada saat di simpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja atau sebelum makan dan pada saat menyuapi anak. f. Tidak membuang tinja di dalam (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah bernbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain tiu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 3. Komponen PHBS Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan komponen PHBS yang meliputi: 1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2) Memberi bayi ASI eksklusif 3) Menimbang bayi dan balita 4) Menggunakan air bersih 5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6) Menggunakan jamban sehat 7) Memberantas jentik nyamuk 8) Makan buah dan sayur setiap hari 9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10) Tidak merokok di dalam rumah 1. Manfaat PHBS a. Bagi keluarga : 1) Menjadikan anggota keluarga lebih sehat dan tidak mudah sakit 2) Anggota keluarga lebih giat dalam bekerja 3) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga. b. Bagi masyarakat : 1) Mampu mengupayakan lingkungan sehat. 2) Mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan. 3) Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. 4) Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), arisan jamban, ambulan desa. 5. Kriteria penilaian PHBS Rumah tangga termasuk kriteria sehat apabila memenuhi nilai 10 (sepuluh) atau mempunyai perilaku positif pada setiap komponen PHBS dan dikatakan tidak sehat apabila salah satu dari sepuluh komponen PHBS ada yang nilai 0 (nol) atau perilaku negatif (DepkesRI, 2010). 6. Sasaran Indonesia Sehat 2010 Pada Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat Dan pemberdayaan Masyarakat adalah : a. Tersusunnya kebijakan dan konsep peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal, regional, dan nasional dengan kesepakatan lintas sektoral tentang tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. b. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial dan budaya mesyarakat dengan memaksimalkan potensi sumber daya secara mandiri. c. Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara lingkungan yang sehat. d. Meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang memenuhi syarat kualitas kesehatan dan sesuai dengansanitasi lingkungan perkotaan dan pedesaan. e. Tercapainya pemukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di perkotaan dan pedesaan. f. Terpenuhinya persyaratan kesehatan di Tempat-Tempat Umum (TTU) termasuk sarana dan cara pengelolaannya. g. Terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai dan kondusif untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung perilaku hidup sehat. h. Terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat pekerjaan, perkantoran, dan industri bebas radiasi. i. Terpenuhinya persyaratan kesehatan diseluruh rumah sakit. j. Terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun sarana transportasi. k. Menurunnya tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja pertanian dan industri. Serta pengawasan terhadap produk-produknya untuk keamanan konsumen. 7. Kesehatan Lingkungan akan tercapai apabila telah mencapai target yang telah di tetapkan secara Nasional, Propinsi dan Kabupaten secara standar yaitu : a. Sarana Air Bersih (SAB) target mencapai 75% b. Penggunaan jamban keluarga target mencapai 60% c. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) target mencapai 58% d. Penggunaan rumah yang memenuhi syarat kesehatan/rumah sehat dengan target 60% e. Pemeriksaan pada tempat-tempat umum target mencapai 100% f. Tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan target 75% D. Jurnal Penelitian Penelitian ini pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, sehingga penelitian terdahulu menjadi acuan untuk peneliti melakukan penelitian lebih lanjut. Berikut adalah jurnal yang berhubungan dengan judul pada penelitian ini : 1. Jurnal “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo yang disusun oleh Erin Afriani Program Studi Kesehata Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakata tahun 2008. Hasil dalam penelitian ini menujukkan bahwa ada hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo. Dengan jumlah responden 76 orang. Hal ini berhubungan dikarena pendidikan masyarakat yang rendah sehingga masyarakat tidak terlalu memperdulikan kesehatan khususnya penyakit diare. Proses perembesan bahan pencemar kedalam sumur gali, seperti pencemaran oleh tinja (bakteri coliform), antara lain ditentukan oleh struktur fisik bangunan saran sumur gali. Syarat kesehatan pada sarana air bersih khususnya sumur menurut Departemen Kesehatan RI (1995) harus diberi beberapa komponen untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada air sumur. Adapun fungsi dari beberapa komponen sumur gali adalah sebagai berikut (Depkes, RI, 1998): a. Bibir sumur gali berfungsi sebagai pelindung keselamatan bagi pemakai dan untuk mencegah masuknya limpahan air/pencemaran ke dalam sumur. b. Dinding sumur berfungsi mencegah merembesnya pencemar yang berasal dari permukaan tanah maupun dari samping, juga sebagai penahan tanah supaya tidak terkikis atau longsor. c. Lantai sumur berfungsi untuk mencegah merembesnya air buangan ke dalam sumur dan sebagai tempat untuk melakukan aktifitas di sumur. d. Saluran pembuangan air limbah berfungsi untuk menyalurkan air limbah ke tempat pembuangan yang jauh dari sumur. Kritera sumur yang memenuhi syarat kesehatan ialah : 1. Dinding sumur minimal sedalam 3 m dari permukaan lantai/tanah, dibuat dari tembok yang tidak tembus air/bahan kedap air dan kuat( tidak mudah retak/longsor) untuk mencegah perembesan air yang telah tercemar ke dalam sumur. Ke dalaman 3 m diambil karena bakteri pada umunya tidak dapat hidup lagi. 2. Kira-kira 1,5 m berikut ke bawah, dinding dibuat dari tembok yang tidak disemen, tujuannya untuk mencegah runtuhnya tanah. 3. Diberi dinding tembok (bibir sumur), tinggi bibir sumur ± 1 meter dari lantai, terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air untuk mencegah agar air sekitarnya tidak masuk ke dalam sumur, serta juga untuk keselamatan pemakai. 4. Lantai sumur disemen/harus kedap air, mempunyai lebar di sekeliling sumur ± l,5 m dari tepi bibir sumur, agar air permukaan tidak masuk. Lantai sumur tidak retak/bocor, mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air, kemiringan 1-5% ke arah saluran pembuanagan air limbah agar air bekas dapat dengan mudah mengalir ke saluran air limbah. 5. Sebaiknya sumur diberi penutup/atap agar air hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk ke dalam sumur, dan ember yang dipakai jangan diletakkan di bawah/lantai tetapi digantung. 6. Adanya sarana pembuangan air limbah. Sarana pembuangan air limbah harus kedap air, minimal 2% ke arah pengolahan air buangan/peresapan. 7. Sebaiknya air sumur diambil dengan pompa. Article source Azwar (1996). See more at: inspeksisanitasi.blogspot/2012/01/syarat-fisik-sumur-sesuai-standard.html#sthash.uEImAzD0.dpuf Air yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain : 1. Air harus jernih atau tidak keruh. Kekeruhan pada air biasanya disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat yang sangat halus. Semakin keruh menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya. 2. Tidak berwarna. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air rawa berwarna kuning , air buangan dari pabrik , selokan, air sumur yang tercemar dan lain-lain. 3. Rasanya tawar. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.Tidak berbau. Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang sedang didekomposisi (diuraikan) oleh mikroorganisme air. 4. Derajat keasaman (pH) nya netral sekitar 6,5 – 8,5 . Air yang pHnya rendah akan terasa asam, sedangkan bila pHnya tinggi terasa pahit. Contoh air alam yang terasa asam adalah air gambut (rawa) 5. Tidak mengandug zat kimia beracun, misalnya arsen, timbal, nitrat, senyawa raksa, senyawa sulfida, senyawa fenolik, amoniak serta bahan radioaktif. 6. Kesadahannya rendah. Kesadahan air dapat diakibatkan oleh kandungan ion kalsium (Ca2+)dan magnesium (Mg2+) . Hal ini dapat dilihat bila sabun atau deterjen yang digunakan sukar berbusa dan di bagian dasar peralatan yang dipergunakan untuk merebus air terdapat kerak atau endapan. Air sadah dapat juga mengandung ion-ion Mangan (Mn2+)dan besi (Fe2+) yang memberikan rasa anyir pada air dan berbau, serta akan menimbulkan noda-noda kuning kecoklatanpada peralatan dan pakaian yang dicuci. Meskipun ion kalsium, ion magnesium, ion besi dan ion mangan diperlukan oleh tubuh kita. Air sadah yang banyak mengandung ion-ion tersebut tidak baik untuk dikonsumsi. Karena dalam jangka panjang akan menimbulkan kerusakan pada ginjal, dan hati. Tubuh kita hanya memerlukan ion-ion tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit sedikit sekali. Kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi, mangan dan magnesium merupakan zat yang membantu kerja enzim, besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah.Batas kadar ion besi yang diizinkan terdapat di dalam air minum hanya sebesar 0,1 sampai 1 ppm ( ppm = part per million, 1ppm = 1 mgr/1liter). Untuk ion mangan ; 0,005 – 0,5 ppm, ion kalsium : 75 – 200 ppm dan 1on magnesium : 30 – 150 ppm. 7. Tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti Escheria coli , yaitu bakteri yang biasa terdapat dalam tinja atau kotoran, serta bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan penyakit usus dan limpa, yaitu kolera, typhus, paratyphus, dan hepatitis. Dengan memasak air terlebih dahulu hingga mendidih, bakteri tersebut akan mati. filterpenyaringair/7-indikator-tanda-air-yang-sehat/
Posted on: Mon, 25 Nov 2013 13:51:25 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015