Dylan, I love you penulis : stephanie zen part 5 MADAM FORTUNE & - TopicsExpress



          

Dylan, I love you penulis : stephanie zen part 5 MADAM FORTUNE & PACAR SELEBRITI AKU mengerjap mencari Grace. Anak itu seenaknya aja menghilang begitu kami sampai di sini. Stadion Lebak Bulus memang penuh banget sore ini. Alasannya sudah jelas, selain karena pensi anak-anak SMA 93 yang memang selalu sukses dan gaungnya terdengar di mana-mana, bintang tamunya juga ngeto-ngeto pbanget. Selain Skillful, yang bakal tampil malam ini adalah Nidji dan The Upstairs. Jejeran bintang tamu yang oke itu ditambah lagi dengan booth-booth lucu yang berjajar sepanjang jalan masuk sampai di pinggir-pinggir stadion. Aduh... booth-nya keren-keren! Nggak cuma booth produk-produk yang jadi sponsor acara pensi ini aja, tapi juga booth keren hasil kreasi anak-anak SMA 93 sendiri. Tadi aku sempat melihat booth Madam Fortune (yang pastinya stand tempat ramal-meramal), booth make-over, dan booth yang berjualan aksesori-aksesori imut yang murah meriah! Duh, aku suka banget pensi ini! Tapi teteup dong ya... tujuan utamaku datang ke sini kan buat nonton Dylan. Mau sejuta cowok keren melintas di depan mataku juga aku nggak bakal peduli. Hmm... kecuali ada yang mirip Orlando Bloom, mungkin aku... “Lice! Alice!” Aku mendengar teriakan yang kukenali sebagai suara Grace, lalu menoleh mencari si pemilik suara cempreng itu. Ternyata dia lagi enak-enakan duduk di stan penjual burger, dan di meja di hadapannya bertebaran plastik pembungkus burger dan tisu bekas. Aku mendatangi Grace dengan tampang cemberut. Sial, aku bingung mencari dia, ehhhhh dia malah enak-enakan makan di situ! “Jahat ya lo! Gue bingung nyariin, taunya lo malah enak-enakan makan di sini!” omelku begitu aku sudah duduk berhadapan dengan Grace. “Sori mori deh... Tadi soalnya gue ketemu temen les gue di dekat booth peramal situ, terus gue samperin dia. Pas gue mau balik ke tempat gue pisah sama lo, eh lo-nya udah nggak ada.” “Ya lo pergi nggak bilang-bilang! Emangnya lo kira gue patung Pancoran, bakal diam terus di situ?” gerutuku sewot. “Iya deh iya, gue salah. Maapin yah...” Grace setengah merengek, tapi aku sama sekali nggak mendengar nada bersalah dalam suaranya. Dasar anak tengil! “Iya gue maafin, asal lo nggak kayak gitu lagi!” “He-eh!” Grace mengacungkan dua jarinya. Aku memesan burger dan teh botol, lalu menghabiskannya dalam waktu singkat. Buset, lapar banget! Ternyata mencari Grace di arena pensi yang luas kayak gini bisa juga dikategorikan sebagai olahraga yang menguras energi! Setelah puas makan, aku dan Grace berkeliling stadion. Baru para opening band yang unjuk gigi di atas panggung, dan, seperti kataku tadi, aku sama sekali nggak tertarik, soalnya kan aku ke sini cuma buat nonton Dylan, hehe... Aku iseng-iseng ke Madame Fortune, dan langsung menyesal karena ternyata ramalannya sama sekali nggak membawa fortune alias keberuntungan buatku. Si Madam Fortune, yang ternyata seorang cewek berpakaian gipsi yang menggunakan kartu tarot sebagai medianya untuk meramal, bilang berdasarkan kartu-kartu tarotnya, aku sedang berada di masa-masa gelap. Ihhh... plis deh! Madam Fortune (bagusnya namanya diganti Madam Bad Luck aja deh!) itu juga bilang, aku nggak bakal mendapatkan hal-hal yang aku inginkan dalam waktu dekat. Bakal banyak halangan, juga celaan dari orang-orang. Dan, katanya lagi, kalaupun aku berhasil mendapatkan apa pun yang aku mau itu, bakal lebih banyak lagi cobaan yang akan menimpaku. Alamakjan! Untungnya (ini yang membuatku mengurungkan niat untuk menyambit si Madam Fortune dengan sandalku), dia bilang bakal ada satu keberuntungan kecil yang menghiburku, dan—bisa jadi—keberuntungan itu akan memuluskan jalanku meraih apa yang kuinginkan, kalau aku bisa memanfaatkannya dengan baik. Heloooo... memangnya apa sih keberuntungan “kecil” itu??? Dan karena keinginan utamaku saat ini tuh adalah nggak jadi cewek separo bule yang jelek, apa keberuntungan itu bakal datang dalam wujud seorang dokter bedah plastik yang sanggup mengoperasiku sampai jadi cantik kayak Cathy Sharon tanpa biaya apa pun? Kalau iya, yah... bolehlah... “Aduh! Kalau jalan pakai mata dong!!” Ada sesuatu yang basah menciprati kausku. Aku mendongak dan melihat seorang cewek yang menatapku dengan marah seakan dia gunung berapi yang hampir meledak. Kayaknya aku tadi jalan sambil melamun deh, lalu tanpa sadar menabrak cewek itu... dan membuat milk tea yang dipegangnya tumpah membasahi baju kami berdua. Oh, maksudku menciprati bajuku sedikit, dan membuat tank top putihnya basah kuyup dan penuh bercak cokelat menjijikkan. “Sori... Gue...” Aduh, tolongin dong! Aku benar-benar nggak tau harus ngapain! Kejadian kayak gini nih seharusnya cuma ada di sinetron! Atau di acara Playboy Kabel, waktu si korban termakan rayuan penggoda dan si pelapor menyiramnya dengan minuman yang kebetulan ada di dekat mereka, bukannya di dunia nyata, apalagi di duniaku! Cewek itu nggak mengucapkan apa-apa lagi, tapi dia melengos dan pergi dengan marah. Aduh... kok hari ini aku udah bikin susah orang sih? Ini gara-gara si Madam Bad Luck itu! Parahnya, Grace sudah menghilang lagi! Aku nggak tahu dia ke mana, mungkin dia lihat satu cowok ganteng dan tanpa sadar membuntuti cowok itu dan berpura-pura lupa dia datang ke pensi ini sama aku. Yah, sudahlah, aku jalan-jalan saja. Kalau dia ada juga nanti dia bakal terusterusan mengoceh. Dan bagus juga karena dia nggak ada, jadi dia nggak melihat tampang tololku sewaktu menumpahkan milk tea cewek tadi. Aku berjalan dari satu booth ke booth lainnya. Booth aksesori, nail-art, photobox, dan stan-stan games sudah aku datangi semua, tapi acara di panggung masih juga diisi para opening band. Aduh, lama amat sih Skillful munculnya? Aku kan kepengin lihat Dylan! Dan waktu aku sudah kecapekan berjalan dan sedang terduduk lemas di salah satu bangku di stan Japanese food, aku melihat satu booth yang sangat mencolok. Dekorasinya didominasi warna kuning terang dan pink. Papan namanya terbuat dari font melingkar-lingkar yang cantik, bertuliskan Pacar Selebriti. Ah, stan acara TV. Kalau nggak salah ini kan... Aku bengong. Ya ampun! Aku kan bisa aja mendaftar ikut acara ini dan punya kesempatan jadi pacar seharinya Dylan! Ya Tuhan, betul banget! Aku berjalan dengan nggak sabaran ke arah stan program TV yang terang benderang itu, seperti pengembara padang pasir yang baru menemukan oase. Jangan-jangan ini yang dimaksud “keberuntungan kecil” sama si Madam Fortune itu! Stan itu bising, dengan lampu neon yang menyilaukan, dan foto-foto selebriti bersama peserta-peserta Pacar Selebriti yang dulu. Ada Fauzi Baadilah, Dwi Andhika, Andien, Dhini Aminarti, Alam (hah?!), dan banyak banget foto selebriti lainnya. Nggak ada foto Dylan Siregar di situ, yang berarti Dylan belum pernah terpilih jadi selebriti yang dijadikan pacar di acara ini! Yihaaaa...! Aku menoleh ke sekelilingku, dan melihat seorang cowok gendut duduk di balik meja di sudut kanan stan. Cepat-cepat aku duduk di kursi yang berhadapan dengan cowok itu, dan memasang tampang paling friendly yang kupunya. “Hai,” sapaku riang. Cowok itu mendongak sebentar, lalu menunduk lagi. Sial, aku dicuekin! “Mmm... di sini bisa daftar untuk jadi peserta acara Pacar Selebriti, kan?” aku mencoba lagi. Si cowok mengangguk pelan. “Okeee... kalau gitu, aku mau daftar. Ada formulir yang harus kuisi atau gimana?” Cowok itu mengambil selembar kertas dari laci mejanya, lalu menyerahkannya padaku. “Isi semua ya,” katanya, lalu dia menunduk lagi. Hei, aku jadi bingung, sebenarnya cowok ini jenis orang minder yang selalu menunduk dan nggak berani menatap mata lawan bicaranya, atau aku memang jenis orang yang pantas dicuekin sih? “Nggak boleh pilih seleb-seleb yang udah pernah ditampilkan di acara Pacar Selebriti ini,” kata cowok itu lagi seraya menunjuk deretan foto yang terpasang di dinding. Aku mengangguk. Tenang saja, Mas, saya nggak minta jadi pacarnya Alam kok! Aku meraih formulir itu dengan bete. Huh, penjaga stan harusnya ramah dan menyenangkan, kenapa penjaga stan yang ini malah menyebalkan?! Kulirik kolom-kolom isian di formulir ber-background kuning itu. Nama: Alice Henrietta Hawkins Umur: 16 Alamat: Jl. Camar, Bintaro E-mail: alice_hawkins@yahoo Hobi: (Tunggu dulu... apa hobiku? Aku senang berkhayal ketemu jin Aladdin yang bisa memberiku tiga permintaan, tapi apa itu bisa disebut hobi? Dan aku juga suka... makan. Ihhh... hobi-hobi yang nggak bonafid! Akhirnya aku memutuskan menuis yang gampang saja: mendengarkan musik. (Haha!) Sekolah/Kampus: SMA Harapan Selebriti yang ingin dijadikan pacar: (Hihi... sudah jelas dong!) Dylan Siregar (aku menulis dengan hati-hati. Dan untuk memastikan pihak Pacar Selebriti nggak salah orang kalaukalau aku menang nanti, aku menambahkan: vokalis band Skillful di belakang nama Dylan. Yeah, kayak di Indonesia ada banyak selebriti cowok yang namanya Dylan saja!) Alasan: (Alasan apa? Ohh... alasan kenapa aku memilih Dylan? Ya sudah jelas lah, dia ganteng gitu lho! Tapi aku menulis: . Aku pernah ketemu dia sekali, dan biarpun dia nggak kenal aku, dia orangnya baiiiikkk... banget! Low-profile dan mau ngobrol-ngobrol, nggak kayak cowok selebriti kebanyakan yang gayanya selangit, padahal tampangnya paspasan. Satu lagi, Dylan is so... friendly! Dia murah senyum dan nggak keberatan menjawab macam-macam pertanyaan dari fans. Dia juga wangi banget! Pokoknya, nggak ada deh selebriti lain yang se-oke Dylan! Aku menghela napas lega setelah mengisi semua kolom jawaban di formulir itu. Tapi mataku langsung membelalak begitu melihat sebuah kolom tempat memasang foto ukuran postcard di formulir itu. Ya ampun, memangnya siapa yang bawa-bawa foto ukuran postcard ke pensi kayak gini? “Mas? Ini beneran harus dikasih foto ukuran postcard nih di sini?” tanyaku sambil menunjuk kolom foto itu persis di depan mata si cowok gendut. “Ya iyalah,” cowok itu menjawab dengan nada bosan dan angkuh, seperti gaya para bodyguard selebriti yang sudah biasa menghadapi fans-fans psycho yang tingkah lakunya aneh-aneh. “Tapi aku lagi nggak bawa foto nih. Apa formulirnya boleh dibawa pulang dan dikembalikan besok aja?” “Silakan, tapi nanti dikembalikannya langsung ke bagian produksi Pacar Selebriti di kantor TOP Channel.” Aku menepuk dahiku. Aduuhhh... kantornya TOP Channel itu jauh banget dari rumahku! Ibaratnya tuh kalau di peta DKI Jakarta, rumahku di pojok kiri bawah, sementara kantor TOP Channel ada di pojok kanan atas! Tapi tiba-tiba aku ingat sesuatu. Bukannya di sini ada stan photobox? Iya! Betul banget, dan jaraknya juga nggak terlalu jauh dari sini. Aku harus ke sana sekarang! “Mas, titip sebentar ya formulirnya, aku mau pergi foto dulu!” Aku meninggalkan formulir itu di si cowok gendut, dan langsung melesat menuju stan photobox. Tapi sesampainya di sana, aku membelalak. Ya ampun, antreannya apa nggak bisa lebih panjang dari ini ya? Kayaknya banyak banget nih yang mau menggunakan photobox! Akhirnya mau nggak mau aku antre juga. Tenang... tenang... stan Pacar Selebriti nggak bakal menghilang ke mana-mana kok. Setengah jam lagi aku bakal bisa balik ke sana dan... “Inilah dia... Nidjiiii...!” Orang-orang yang mengantre di depanku sontak menoleh ke arah panggung begitu mendengar suara MC yang menggelegar tadi. Sebagian besar dari mereka langsung cabut meninggalkan antrean, memutuskan batal ber-photobox, dan malah menyemut di depan panggung. Aku jadi maju sampai urutan antrean ketiga dari mesin photobox. Thanks God! Thanks juga Nidji! Kalian penyelamatku! Cup cup muah! Sepuluh menit kemudian, aku masuk mesin photobox dengan napas terengah-engah. Aku duduk dan langsung mendengar suara begitu memasukkan koin yang sudah kubayar dengan uang dua puluh ribu perak sebelum masuk ke mesin ini tadi. “Selamat datang di Chic n’ Style Photobox! Pilihlah warna foto yang Anda inginkan...” Ada tiga pilihan: berwarna, hitam-putih, dan klasik. Aku memilih yang berwarna. “Pilihlah ukuran foto yang Anda inginkan...” Hmm... 1x2 (12 foto, 4 gaya), 3x4 (6 foto, 3 gaya), 4x6 (4 foto, 2 gaya), atau postcard (1 foto, 1 gaya). Absolutely postcard. “Anda telah memilih ukuran postcard. Anda akan difoto pada hitungan ketiga. Satu... dua... tiga...” Kilatan blitz menyala, dan aku bengong saking kagetnya. Hah? Nggak salah nih? Kok cepat banget sih, langsung difoto gitu? Aduuhhh... fotoku pasti jelek banget! Tenang, tenang... pasti bisa diulang fotonya. Dua detik kemudian, fotoku yang bengong gaya tolol itu terpampang di layar. Jerawatku juga terlihat semua di situ! Hii... amit-amit deh fotonya! Aku bener-bener kelihatan jelek! “Tekan NEXT untuk mencetak foto yang terlihat di layar, atau tekan BACK untuk mengulang.” Back... Back...! Aku memencet tombol berwarna kuning. “Terima kasih, foto Anda sedang dicetak.” Hah?! Arrggghhh... aku keliru menekan tombol NEXT! Tombol BACK itu yang berwarna biru, bukannya kuning! Arrghhh... jadi, mau nggak mau, aku harus menyertakan foto itu di formulir peserta Pacar Selebriti-ku? Lebih baik nggak usah daftar sekalian deh kalau fotonya kayak gini! Aku keluar dari mesin photobox itu dengan langkah gontai. Apa aku harus kembali ke stan Pacar Selebriti dan memberikan foto terjelek-seumur-hidupku ini, atau aku nggak perlu kembali? Tapi sayang banget, kan aku sudah membuang dua puluh ribu buat foto ini, apalagi aku kepengin banget bisa muncul di acara itu sama Dylan... Oke, aku bakal kembali ke stan Pacar Selebriti itu. Biar saja fotoku ditertawakan. Siapa tahu nanti kalau melihat foto ini, Dylan malah bakal menganggapnya unik dan akhirnya memilihku untuk jadi pacarnya hari itu. Ya ampun, tolong deh! Unik? Ini namanya JELEK! Tapi aku sendiri nggak tahu kenapa kakiku tetap melangkah menuju stan Pacar Selebriti. Beberapa cewek cantik ada di stan itu, kelihatannya sedang mendaftar juga. Dan nggak tahu ini cuma perasaanku atau memang kenyataan, tapi kayaknya si cowok gendut itu jadi bertingkah super-ramah kalau di depan cewek-cewek cantik itu. Menyebalkan! Aku melangkah menuju meja tempatku mengisi formulir tadi. “Tolong formulirku yang tadi, Mas. Ini aku udah ada fotonya.” Cowok itu kelihatannya merasa terganggu banget dengan kedatanganku. Dengan enggan dia meninggalkan kerumunan cewek cantik di dekatnya dan mengambil formulirku dari meja. “Ini fotonya.” Aku menyerahkan fotoku yang memalukan itu. Dan ekspresi si cowok sungguh ajaib. Dia sampai mencopot kacamatanya dan mengelap lensa kacamata itu dengan ujung bajunya sebelum memakainya lagi. Lalu dia menatapku lekat-lekat. “Kamu beneran mau pakai foto ini?” tanyanya heran. Cewek-cewek cantik di stan itu menoleh memandangku. Duh, tolong deh, kalau nanya bisa pelanan dikit nggak suaranya? Aku jadi tontonan nih! “Iya, aku mau pakai foto yang itu, kenapa memangnya?” “Kamu... Mmm... kamu tau kalau foto bakal jadi salah satu pertimbangan artis yang bersangkutan untuk memilih pesertanya?” Eh? “Oh... Iya, aku tau...,” jawabku sok tahu. “Jadi... kamu bakal tetap mau pakai foto ini?” Aku mengangguk pasti. Sebodo amat lah, cuek aja, beybeh! “Oke,” ujar si cowok gendut, setengah nggak percaya, lalu menjepit fotoku dengan klip ke formulir yang tadi kuisi, dan memasukkannya ke sebuah map yang sudah penuh formulir juga. “Thanks,” kataku, lalu berlalu pergi dari stan itu. * * * Setengah jam kemudian, aku menemukan Grace di stan nail-art. Kukunya baru saja dicat dengan motif pink stripes dan bunga-bunga mungil, dan dia nyengir begitu melihatku. “Grace! Lo kan udah janji nggak akan menghilang tiba-tiba lagi!” desisku di telinganya. Biarpun lagi emosi, aku berusaha nggak membuat Grace jadi tontonan di stan ini gara-gara suaraku. Aku kan nggak kayak cowok gendut penjaga stan Pacar Selebriti itu, yang suka mempermalukan orang dengan sengaja. Huh! “Sorrriiii... tadi gue lihat stan ini, terus gue pengin banget ke sini. Gue kira lo masih jalan di belakang gue. Taunya pas gue noleh ke belakang, eh... lo udah nggak ada!” Aku terdiam. Mungkin gara-gara insiden milk tea yang kutumpahkan di baju cewek tadi itu, makanya aku terpisah dari Grace. Tadi itu kan aku sempat berhenti sebentar untuk meminta maaf ke cewek itu, dan mungkin waktu itu Grace berjalan terus dan akhirnya aku ketinggalan. Yah, sudahlah, yang penting kan sekarang aku sudah ketemu anak ini lagi. “Masih lama tu kuteks keringnya?” tanyaku. Nidji sudah selesai tampil, dan kalau aku dan Grace nggak cepat-cepat cari tempat yang enak di dekat panggung, bisa-bisa kami nggak bisa nonton Skillful dari dekat! “Ayo cepat, Skillful udah mau main tuh!” Aku menarik tangan Grace nggak sabaran, dan cewek itu buru-buru mengeluarkan uang untuk membayar ongkos nail art-nya. Kami berjalan melalui kerumunan orang yang sudah mulai memadat di sekitar panggung, dan aku menemukan tempat yang enak banget di bibir panggung sebelah kiri. Dari sini aku bisa melihat dengan jelas stand mike yang kelihatannya bakal dipakai Dylan nanti. Itu berarti aku juga bakal bisa dengan jelas melihat Dylan. Sip dah! Setelah waktu yang rasanya berjam-jam dan langit mulai gelap, akhirnya MC cabut dari panggung. Asap buatan mulai membubung keluar dari sisi-sisi panggung. Omigod, semua bulu kudukku langsung merinding mendengar intro lagu Masa Itu milik Skillful. Ini salah satu lagu Skillful favoritku selain Tetap Sahabatku! Lirik lagu ini ciptaan Dylan, tapi melodinya digarap Ernest, pemain keyboard Skillful. Kayaknya Dylan nggak bisa main musik deh, karena lagu-lagu di album Skillful sebagian besar aransemennya dibuat Ernest. Tapi kalau lirik, wah... nyaris semuanya Dylan yang bikin! Jadi, aku bisa menarik kesimpulan dia nggak bisa main musik, sama kayak aku, hehe... Dan sepertinya aku tiba-tiba mendapat semburan adrenalin begitu melihat Dovan muncul di panggung. Ernest, Rey, dan Dudy juga muncul satu per satu. Cewek-cewek di sekitarku menjerit histeris dan aku bisa merasakan orang-orang yang berada di belakangku berusaha merangsek maju ke depan dengan cara dorong-mendorong. Bagus, aku tergencet! Tapi itu semua belum apa-apa. karena teriakan paling histeris baru terdengar begitu Dylan muncul di panggung. “Selamat malam semuanya...!” sapa Dylan dari panggung, dan dia mendapat sambutan teriakan histeris. Dylan kelihatan amat-sangat-super-duper-cakep dengan kaus hitam bersablon emas dan celana jins. Rambutnya disisir model biasa, dan agak basah karena gel rambut. Lagu Masa Itu mengalun cepat. Jenis lagu upbeat yang memang sanggup membangkitkan semangat penonton sebagai lagu pembuka konser. Cowok-cowok di sekelilingku sibuk berjingkrak-jingkrak, sementara aku memutuskan memotret dengan santai. Kesempatan buat dapat foto Dylan sebanyak-banyaknya nih! Dan aku juga sudah siap tempur dengan digicam yang kapasitasnya kira-kira cukup untuk seribu foto lagi, yang baterainya sudah ku-charge penuh tadi malam. Ini semua untuk menebus kegoblokanku yang nggak sempat minta foto bareng Dylan waktu kami ketemu kemarin di SMA 93. Haduh, aku memang bego banget! Tapi, siapa yang nggak berubah jadi bego mendadak kalau berada di depan cowok seganteng Dylan? “Terima kasih! Selamat malam!” sapa Dylan sekali lagi setelah dia menyelesaikan lagu Masa Itu. Gemuruh tepuk tangan bercampur teriakan membalas sapanya. “Senang banget Skillful bisa manggung di Cheerful Paradise, pensi anak-anak SMA 93! Tepuk tangan dong buat SMA 93!” Sekali lagi terdengar tepuk tangan yang riuh. “Terima kasih juga buat semua fans Skillful yang sudah datang di sini...” “Dylanders...!” teriak seorang cewek tiba-tiba, dan aku bisa melihat, meskipun dari jauh dan hanya sekilas, Dylan jadi salting mendengar teriakan cewek itu. Kayaknya Dylanders adalah sebutan untuk fans Dylan. Hmm... aku baru tahu... “Berikut ini, lagu dari album terbaru kami, Terlalu Indah...” Dylan menghilang sebentar ke belakang panggung untuk minum dan mengelap keringat yang membanjir di dahinya. Sementara itu intro lagu Terlalu Indah yang mellow mulai mengalun. Kepalaku bergoyang mengikuti lagu itu, mulutku komat-kamit menyenandungkan lirik lagu yang sudah kuhafal di luar kepala. Ku pernah mengenal satu cinta Rasa indah tak pernah terduga Seluruh belai manja dan sayang Berikanku sentuhan nirwana... Masih kurasa pesona ceria Hari berganti bagai tak terasa Hadirmu berikan tawa Bagai cerita teruntai bianglala... Dirimu sungguh terlalu indah... Aku terpana... Terbuai... Jangan pergi tinggalkan kisah Ku tak mau semua ini usai... Deg! Ya Tuhan! Ya Tuhan! Dylan menunjukku! Dia menunjukku waktu menyanyikan “dirimu sungguh terlalu indah”! Aku!!! Aduh, ternyata dia masih ingat sama aku! Waktu melihatku tadi dia kayaknya kaget, tapi langsung tersenyum maniiissss... banget dan menunjukku! Mampus, aku rasanya mau pingsan! Kakiku lemas, dan cewek-cewek di sekitarku, yang nggak terima melihat aku ditunjuk, langsung menggencetku dari segala arah. Tolooonggg!!! * * * Panggung sudah kosong, dan sekelilingku sudah sepi, tapi aku masih lemas. Kakiku kayaknya gemetar dan nggak sanggup menopang berat tubuhku. Skillful baru aja selesai tampil, yang sekaligus menutup pensi ini, tapi aku masih berdiri terbengong-bengong di sini. Bukan, aku lemas bukannya karena aku digencet atau apa tadi, tapi gara-gara sepanjang di atas panggung tadi. Dylan terus-menerus menunjukku! Dia menunjukku waktu menyanyikan “sayangku... hanya dirimu...” di lagu Sayangku, juga di waktu menyanyikan “karena hanya kau yang ada di hati...” di lagu Akhir Penantian, dan bahkan hampir di setiap lagu yang dinyanyikannya tadi dia menunjukku! Aduh, Tuha, sekarang aku tahu yang membuat vokalis-vokalis band di Indonesia punya banyak fans! Hal-hal kecil seperti menunjuk seorang fans dari panggung, yang mungkin dianggap sepele oleh orang lain, bisa jadi kenangan yang nggak mungkin dilupakan fans yang ditunjuk itu! Aku bener-bener cinta mati sama Dylan! Dan aku harus mencari cara supaya aku bisa dekat sama dia! Tapi gimana... “Mau sampai kapan bengongnya?” tanya Grace mengagetkanku. Suara ingar-bingar di stadion sudah lenyap, dan tinggal sedikit banget orang yang ada di dekat kami. Booth-booth juga sudah mulai dibongkar. Aku baru mulai berpikir lagi tentang bagaimana caranya mendekati Dylan, tapi Grace sudah keburu menarik tanganku keluar dari stadion, menuju tempat mobilnya diparkir. * * * Aku duduk di depan komputerku, sama sekali nggak konsen mengerjakan laporan percobaan Kimia yang seharusnya dikumpulkan besok. Duh, memangnya siapa yang peduli sih H2O itu terdiri atas hidrogen dan oksigen?! (Eh, benar hidrogen dan oksigen kan, ya?) Gilanya lagi, waktu aku membolak-balik buku teks Kimiaku, yang terlihat di mataku bukannya gambar molekul-molekul zat dan penjelasan penuh kata-kata yang biasanya malah membuatku semakin nggak jelas, tapi justru wajah Dylan! Aduuhh... kalau kayak gini caranya, aku bakal nggak naik kelas nih! Aku berusaha berkonsentrasi lagi ke soal-soal yang harus kujawab dan penjelasan-penjelasan di buku Kimia-ku, tapi ternyata aku sama sekali nggak bisa. Parahnya, bukannya semakin berusaha konsen mengerjakan laporan, aku malah mengambil kertas dan mulai mencorat-coret. Cara-cara biar aku bisa dekat sama Dylan: - Ikutan Pacar Selebriti (tapi nggak jamin aku bakal kepilih jadi pesertanya, apalagi dengan foto sejelek itu) - Ikut pemilihan model majalah remaja dan berharap aku menang dan akhirnya jadi bintang sinetron/bintang iklan, dengan begitu jalanku buat dekat sama Dylan bakal lebih lebar, secara kami sama-sama seleb, gituuu... (yang ini lebih nggak mungkin lagi) - Ikutan Indonesian Idol atau AFI, alasannya sama seperti kenapa aku mau ikut pemilihan model majalah remaja, siapa tau aku bakal jadi seleb (yeah, pura-pura lupa saja bahwa Indonesian Idol dan AFI ini kontes menyanyi untuk orang-orang yang BENARBENAR bisa menyanyi, bukannya vokalis band amatir yang cuma pernah tampil di acara kelulusan seniornya) - Aktif di OSIS, dan berusaha merayu Pak Wondo, si pembina OSIS itu, supaya pihak sekolah mau bikin pensi dan mengundang Skillful. Kalau aku bisa jadi ketua panitianya, pasti aku bisa dekat juga sama Skillful sebagai bintang tamunya! (Haha... mengingat aku yang nggak punya prestasi apa-apa, kayaknya nggak mungkin deh aku terpilih sekalipun) - Minta Daddy mem-booking Skillful di pesta ultah Sweet 17-ku tahun depan (Oh yaaaaa?? Bagaimana kalau saat itu tarif Skillful sekali manggung sudah mencapai dua ratus juta???) - Pergi ke dukun dan minta guna-guna untuk memelet Dylan atau pasang susuk di wajahku (Iiiihhh... nggak banget deh!) Jadi, semuanya sudah jelas, jalanku menuju Dylan buntu total. Benar apa yang dibilang si Madam Fortune sialan itu, aku punya terlalu banyak halangan dan cobaan untuk mencapai mimpiku yang satu ini. bersambung *wiedey*
Posted on: Wed, 21 Aug 2013 12:39:39 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015