Fatwa Terbaru Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi tentang Syiah SAYA - TopicsExpress



          

Fatwa Terbaru Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi tentang Syiah SAYA telah mengikuti berbagai seminar pendekatan antara Sunni dan Syi’ah di Rabbat-Maroko, Bahrain, Damaskus dan Doha. Saya juga pernah berkunjung ke Iran dan bertemu dengan presiden Iran, seorang cendikiawan bernama DR. Muhammad Khatami. Saya juga telah bertemu dengan banyak Mullah dan Ayatullah di beberapa kota di Iran. Pada semua kesempatan ini, saya selalu menekankan kepada mereka beberapa perkara penting, di antaranya: Pernyataan tegas dari pihak Syi’ah bahwa Al-Qur`an itu (sebagaimana yang tertera di mushaf kaum muslimin saat ini) adalah firman Allah SWT yang diturunkan (untuk manusia). Al-Qur`an ini terpelihara, tidak ada pengurangan dan tidak ada penambahan sedikitpun. Tidak ada hal-hal rancu di dalamnya. Berhenti mencela para sahabat. Karena para sahabat lah yang telah menukil Al-Qur`an untuk kita, meriwayatkan As-Sunnah, melakukan penaklukan damai dan Allah SWT dan Rasul-Nya telah memuji mereka. Berhenti melakukan penyebaran sebuah madzhab di sebuah negara yang dihuni pemeluk madzhab tertentu. Seperti yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Mahdi Syamsuddin dari Libanon, ”Berhenti menyebarkan faham sebuah madzhab di negara bermadzhab lain”. Mengakui hak-hak minoritas, baik Sunni maupun Syi’ah. Walaupun saudara-saudara kami dari Syi’ah membenarkan ucapan saya ini secara teori, akan tetapi mereka tidak menepati janji mereka dalam prakteknya. Khususnya poin nomor 3, yaitu berhenti melakukan penyebaran madzhab Syi’ah di negeri-negeri Sunni. Kami melihat mereka bersikap masa bodoh. Mereka menerobos masuk ke masyarakat Sunni dengan memanfaatkan kekaguman Ahlu Sunnah atas sikap Syi’ah di bidang politik dan militer. Mereka menjadikan hal tersebut sebagai alat propaganda. Dahulu Mesir merupakan negara yang seratus persen dihuni oleh Ahlu Sunnah. Demikian juga dengan Sudan, Libya, Al-jazair, Tunis, Maroko, dan Mauritania. Tidak ada Syi’ah di sana walaupun hanya seorang, meski dahulunya Mesir dan Afrika Utara dikuasai oleh Daulah Bani Fathimiyah (Daulah Syi’ah). Akan tetapi hal ini tidak membuat rakyat Mesir menjadi penganut Syi’ah walaupun ada banyak iming-iming materi yang ditawarkan kepada rakyat Mesir. Pada saat itu, di Mesir ada slogan seperti ini, ”Barangsiapa yang berani melaknat para sahabat, maka dia akan menerima satu dinar dan kacang!” Maksudnya barangsiapa yang berani melaknat para sahabat, maka dia akan mendapatkan satu Dinar uang emas dan hadiah kacang-kacangan atau gandum (sembako). Pada saat Shalahuddin Al-Ayyubi berkuasa di Mesir, penganut madzhab Sunni di Mesir adalah 100 %. Pada saat itu, Al-Azhar menjadi mercusuar madzhab Sunni sampai beberapa abad lamanya. Sampai akhir tahun-tahun yang penuh ujian ini, orang-orang dikagetkan – sebagaimana yang dikatakan oleh penanya-, ada orang yang terang-terangan mengaku sebagai Syi’ah dan mendakwahkannya! Tentu, masalah ini perlu diklarifikasi dan inilah saatnya dan jangan sampai terlambat. Pada saat inilah saya berkewajiban menjawab pertanyaan saudara penanya. Apakah ada perbedaan yang mendasar antara madzhab Sunni dengan madzhab Syi’ah? Apa saja bentuknya? Kami jawab: Kami melihat bahwa ada dari sebagian orang-orang Syi’ah yang tidak mempunyai perbedaan yang mendasar dengan kami (Ahlu Sunnah). Baik dalam masalah ushul maupun di dalam masalah furu’. Contohnya adalah Syi’ah Zaidiyyah yang tersebar di Yaman. Mereka mengakui kitab-kitab Ahlu Sunnah seperti Kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan Kutubus Sittah (Kitab 6 Imam) yang lainnya, juga Al-Muwaththa, Musnad Imam Ahmad dan seluruh para pengarang kitab hadits. Sebagian kitab-kitab Syi’ah Zaidiyah sama dengan kitab-kitab Ahlu Sunnah, baik di dalam hal sumber maupun isinya. Contohnya kitab Ar-Raudhu An-Nadhir yang menjelaskan seluruh hadits kumpulan Imam Zaid bin Ali RA. Tapi terdapat pula perbedaan di dalam cabang-cabang akidah, seperti perbedaan yang terdapat antara Ahlu Sunnah dengan Mu’tazilah. Akan tetapi Syi’ah Zaidiyyah tidak pernah mencela para sahabat dan juga mereka meyakini bahwa Al-Qur`an tidak terjadi pengurangan maupun penambahan dan lain-lainnya. Perbedaan yang dimaksud di dalam pembahasan kali ini adalah perbedaan antara Sunni dan Syi’ah Imamiyah Itsna ’Asyariyyah. Karena mereka itulah, ada sebuah pertanyaan yang menuntut agar dibedakan antara madzhab Sunni dengan madzhab Syi’ah. Jawabannya, sudah jelas dan gamblang. Di dalam masalah fiqih dan furu, secara praktis tidak ada perbedaan mencolok antara Sunni dan Syi’ah Imamiyah atau Ja’fariyah. Perbedaan fiqih kita dengan mereka sama halnya dengan perbedaan antara madzhab-madzhab yang ada di kalangan Ahlu Sunnah. Kita lihat Imam Asy-Syaukani menyebutkan madzhab Ahlul Bait di dalam kitabnya Nailul Authar. Akan tetapi, tidak ada seorang pun dari kalangan Sunni yang keberatan atas hal ini. Karena tidak ada perbedaan yang mendasar di antara madzhab-madzhab tersebut. Akan tetapi, secara fiqih ada beberapa bentuk amaliyah munkarah (perbuatan munkar) yang dilakukan oleh orang-orang Syi’ah. Misalnya masalah ucapan tasyahud di dalam adzan yang ditambah menjadi 3, dengan ucapan, ”Aku bersaksi bahwa Ali Wali Allah!” benar para ulama Syi’ah telah sepakat bahwa penambahan ini tidak ada dasarnya di dalam ajaran (fiqih) mereka. Akan tetapi hal ini dibiarkan saja karena mereka takut orang-orang awam akan marah besar! Sesungguhnya perbedaan yang mendasar di antara kedua madzhab ini (Sunni dan Syi’ah) adalah perbedaan di dalam masalah ushuluddin (pokok-pokok agama) dan bukan di dalam masalah furu’. Oleh karena itu, sebutan untuk perbedaan ini adalah perbedaan di antara dua golongan, yaitu Ahlu Sunnah di satu sisi dan Syi’ah di sisi yang lainnya. Perbedaan ini bukan di antara dua madzhab fiqih. Sikap Ahlu Sunnah terhadap firqah Syi’ah terbagi ke dalam tiga golongan. [sumber: ar risalah-institute] bersambung....
Posted on: Tue, 19 Nov 2013 08:55:40 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015