Harian Kompas | Kompas TV Rabu, 19 Juni 2013 News Ikuti Tur | - TopicsExpress



          

Harian Kompas | Kompas TV Rabu, 19 Juni 2013 News Ikuti Tur | Register Get Personalized Here! | Sign In Go NEWS EKONOMI BOLA TEKNO ENTERTAINMENT OTOMOTIF HEALTH FEMALE TRAVEL PROPERTI FOTO VIDEO FORUM KOMPASIANA Nasional Regional Megapolitan Internasional Olahraga Sains Edukasi Infografis Surat Pembaca News Nasional Sepuluh Tahun, Dua Perubahan Rabu, 19 Juni 2013 | 08:48 WIB Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjawab pertanyaan wartawan dalam acara silaturahmi bersama wartawan, di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (13/2/2012). Dalam silahturahmi selama satu setengah jam tersebut, presiden menjawab belasan pertanyaan terkait permasalahan yang terjadi di Indonesia belakangan ini, seperti kasus GKI Yasmin di Bogor, rencana pembelian pesawat kepresidenan, penuntasan kasus Bank Century hingga penanganan korupsi. | KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES 0 0 0 Oleh Rhenald Kasali Hanya dua tahun berkuasa (1999- 2001), Presiden Abdurrahman Wahid melakukan 10 perubahan. Sebaliknya, hampir 10 tahun memimpin (2004-2014), Presiden SBY baru menggulirkan dua perubahan. Abdurrahman Wahid—akrab dipanggil Gus Dur—tak menjanjikan perubahan, tetapi tergelincir perubahan-perubahan besar yang ia gerakkan. Sebaliknya, SBY menjanjikan perubahan, tetapi lebih banyak menghindari konflik sehingga perubahan butuh waktu lebih lama. Setiap pemimpin punya janji dan cara berbeda untuk memenuhi janjinya dan punya cara yang khas. Namun, pemimpin yang hebat tidak sekadar melakukan perubahan, tetapi juga mengelolanya dengan manajemen perubahan. Apa yang saya maksudkan adalah perubahan mendasar, yang mengubah cara dan kebiasaan. Gus Dur membubarkan dua kementerian (Departemen Penerangan dan Departemen Sosial), menghapus larangan menjalankan tradisi budaya Tiongkok, dan mengganti nama Irian dengan Papua. Ia membangun Kementerian HAM, reformasi TNI, menggilir jabatan panglima TNI, dan menjadikan Imlek sebagai hari libur resmi. Ia juga mengusulkan hubungan diplomatik dengan Israel dan menghapus Tap MPRS No XXIX/MPRS/1966 yang melarang segala bentuk ajaran Marxisme-Leninisme. Seperti layaknya sebuah perubahan, era itu ditandai dengan lebih dari 1.000 kegaduhan, perlawanan, bahkan pemberontakan dan kematian. Ada panglima yang mati mendadak, ada keributan besar di Maluku, pengunduran diri dan pemecatan menteri secara mendadak, harga- harga berguncang, dan seterusnya. Namun, seperti kata ilmuwan Kurt Lewin, perubahan besar memerlukan tahap pencairan karena ”orang-orang yang berpikiran lama” ingin mempertahankan kekuasaan, wewenang, dan rasa nyamannya. Pada tahap ini terjadi pembusukan, pelepasan ikatan-ikatan, tetapi yang dilepaskan tak membiarkan hal itu terjadi sehingga muncul ledakan-ledakan. Namun, terlepas dari segala ketakteraturannya, Gus Dur adalah sosok perubahan yang berani. Tanpa keberanian itu sulit dibangun sesuatu yang baru. Adapun perubahan besar di era SBY terjadi pada lima tahun pertama kabinetnya: perdamaian Aceh (2005) dan konversi minyak tanah ke LPG (2009). Tak ada yang menyangkal kedua perubahan itu berdampak sangat besar dan tak lepas dari peran pendamping presiden, Jusuf Kalla, yang gigih memanajemeni dan memimpin perubahan secara konsisten. Setelah itu sebenarnya ada banyak ide perubahan yang digulirkan, tetapi tak sedikit yang kandas di tengah jalan. Pengurangan subsidi BBM, misalnya, hampir selalu kandas di tengah jalan. Berbagai frustrasi dirasakan publik seputar impor pangan yang berlebihan, hilangnya produk- produk pangan berulang-ulang, ancaman korupsi, konflik horizontal, dan pembiaran terhadap ancaman kebebasan beragama. Namun, SBY juga dapat pujian dan pengakuan internasional. Mengalah dan kompromi Sebenarnya Presiden SBY masih bisa menambah daftar perubahan penting di sisa satu tahun kabinetnya, yaitu mempercepat proses reformasi birokrasi, menggencarkan pemberantasan korupsi, memperbaiki industri pertanian, dan penerapan kurikulum pendidikan yang lebih berkualitas. Keempat bidang itu menyangkut kepentingan bangsa yang luas dan terkait dengan bidang-bidang lainnya. Tak dapat dipungkiri perubahan selalu menimbulkan kegaduhan dan kritik. Manusia ingin berubah, tetapi tidak mau diubah. Ada yang bisa ”melihat”, ada yang ”tak mau” melihatnya. Ada yang mengkritik untuk memperbaiki, tapi banyak yang langsung menolak dan menyatakan tak bernalar, pasti gagal, dan seterusnya. Kritik tak saja menimbulkan disharmoni, konflik, dan emosi, tapi juga ide-ide baru. Ada yang menyatakan ”ini sulit tapi bisa”, ada yang menyatakan presiden lelet, tetapi begitu direspons cepat dikatakan ”tergesa-gesa”. Saat berada dalam pusaran perubahan, manusia lebih merasa heroik jadi penentang ketimbang kawan. Berkata ”no” kepada penguasa jauh lebih terhormat daripada berkata ”yes”. Apalagi bila pemerintah kehilangan kredibilitas karena perbuatan negatif kelompok internalnya. Menjadi pertanyaan, mengapa lima tahun pertama kabinet SBY berhasil melakukan perubahan- perubahan besar? Bahkan, 56 juta rumah tangga bisa diubah kebiasaan memasaknya hanya dalam tiga tahun? Jawabnya adalah karena ada kepemimpinan Jusuf Kalla yang meneguhkan, membuat pemerintahan jadi kuat. Dalam buku Memimpin di Era Perubahan, H Pandjaitan mengutip SBY yang banyak mengalah, berkompromi, dan lebih memilih konsensus: ”Saya tidak ingin makin menjadi-jadi konflik dan benturan politik itu yang akhirnya membawa negara kita persis seperti 10, 11, 12, 13 tahun yang lalu...” Catatan saya, ketika kelompok penentang perubahan membaca kalimat ini, mereka pun berkata, ”Kita tekan terus sampai ia berkompromi dan perubahan gagal dijalankan.” Bila itu terjadi, kita hanya menjadi bangsa yang complancent dan tidak maju. Sebab, perubahan memang belum tentu menjadikan sesuatu lebih baik. Akan tetapi, tanpa perubahan, tak akan ada pembaruan, tak akan ada kemajuan. Rhenald kasali Pendiri Rumah Perubahan; Guru Besar FEUI Sumber : Kompas Cetak Editor : Inggried Dwi Wedhaswary Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: Geliat Politik Jelang 2014 Berita Terkait Sepuluh Tahun, Dua Perubahan Menantikan Kehadiran Sang Negarawan Telkomvision Dilego ke Trans, Ekonomi atau "Bau" Politik? Kanibalisasi Antarcaleg Sabar, Momentum Jokowi Tahun 2019 Pilpres, Partai Demokrat Harus Siapkan Skema Selain Konvensi Topik Pilihan: Harga BBM Naik PKS Versus Koalisi Piala Konfederasi 2013 Wartawan Tertembak dalam Demo BBM Gebrakan Jokowi-Basuki Pemerintah Amerika Sadap Warganya Baca Juga Jika Tak Dilepas, TelkomVision Bebani Telkom China Ciptakan Super Komputer Tercepat di Dunia Dira Sugandi Merasa "Dikerjain" Erwin Gutawa Iran dan Korsel Lolos ke Piala Dunia 2014 Pangeran Saudi Berambisi Bangun Gedung Setinggi 1,6 Km Ada 0 komentar untuk artikel ini Terpopuler + indeks 1Inilah Hasil Voting Paripurna BBM 2PKS Hargai Hasil Paripurna BBM 3Tolak BBM, PKS Dicemooh Partai Koalisi 4Syarief Hasan: Satu Kali Kau Sakiti, Masih Ku Maafkan... 5Jelang "Voting", PKS Sampaikan Surat Cinta untuk SBY Terbaru + indeks Sepuluh Tahun, Dua Perubahan Jelang Sidang Perdana, Luthfi Sakit Wasir Stadium 3 Irjen Djoko Bantah Minta Uang Sumbangan Rp 12 Miliar Ini Alasan Wahyu Muradi Mundur dari Forum Pemred TKI Pulang Tak Harus Lewat Terminal Khusus
Posted on: Wed, 19 Jun 2013 01:59:38 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015