Jackson F Tiago Dan Pola Pikir Pemain Sepakbola Indonesia Pada - TopicsExpress



          

Jackson F Tiago Dan Pola Pikir Pemain Sepakbola Indonesia Pada tanggal 14-Juli-2013 kemarin, timnas Indonesia di jajal oleh tim elit liga Inggris, Arsenal. Tim Indonesia yang di beri nama Tim Impian Indonesia( Indonesia Dream Team) bukanlah lawan yang sepadan buat Arsenal. 7-0, Indonesia di libas habis oleh tim London Utara. Sejak menit-menit awal tim Indonesia selalu di kurung setengah lapangan. Hanya sesekali melalui serangan balik, tim Indonesia dapat memasuki setengah lapangan daerah Arsenal. Dan hasilnya tak sebiji golpun dapat di sarangkan oleh pemain Indonesia. Di babak kedua permainan tim Indonesia ada tensi peningkatan, setelah masuknya Titus Bonai dan Vendri Mofu. Beberapa kali dapat menembus daerah pinalti, walau hasilnya juga sama, tak sebiji golpun dapat di lesakan ke gawang tim asuhan Arsene Wenger. Di rencanakan, dua tim lagi, dari liga utama Inggris akan mengunjungi dan bertanding dengan tim Garuda. Timnas Indonesia memanfaatkan momen ini untuk di persiapkan melawan China Oktober mendatang. Tim liga utama Inggris yang akan menyusul dan berkunjung kemudian adalah Liverpool dan Chelsea.Sesama tim liga elit Inggris lainya. Mungkin ini sudah kesekian kali, tim Indonesia mendapatkan pembelajaran dari tim-tim kelas dunia, bahkan hajaran maupun tamparan jika kita menilik hasil akhirnya. Namun, tetap, timnas Garuda tidak mendapatkan pencerahan untuk menuju pembaharuan yang di inginkan, yakni ingin ke prestasi dan pentas yang lebih tinggi. Animo suporter sudah tak di ragukan lagi. Fasilitas, sudah beberapa stadion Indonesia bertaraf Internasional. Potensi antusiasme anak-anak generasi berikutnya juga sudah tak terbendung, ingin jadi pemain bola profesional. Sudah beberapa anak-anak Indoonesia yang berprestasi Internasional di kalangan umur di bawah 15 tahun. Namun, ini suatu ironi, kenapa sejak memasuki usia produktif profesional, pemain kita selalu kalah dalam persaingan. Tim Indonesia menjadi babak belur di hajar oleh tim-tim asing dari luar negara. Sedangkan dari kawasan Asia tenggara lainya, Thailand, kemarin dapat menjungkalkan tim dengan level setingkat di atas Arsenal. Manchester United. Sang juara liga utama, yang satu kompetitor dengan Arsenal di Liga Premier Inggris. Walau mungkin MU (Manchester United) ada sedikit masalah intern karena baru ganti estafet kepelatihan dari Alex Ferguson ke David Moyes. Namun, adalah suatu kebanggaan buat Thailand All Star dapat mengalahkan tim sekelas MU, tim yang sistemnya sudah terbangun seratus tahun lebih. Selain kompetisi di Thailand mungkin lebih baik daripada Indonesia, mungkin di sana pemupukan daya pikir pemain-pemain Thailand sudah berada di jalur yang betul. Dari penduduk sebanyak Indonesia dengan animo suporter yang begitu besar sudah seharusnya dapat mengembangkan sepakbola di Indonesia. Salah satu kendala yang selalu di keluhkan oleh setiap pelatih di Indonesia adalah masalah fisik, jika bertanding dengan tim luar negeri. Dan itu bukanlah masalah yang baru buat pemain Indonesia, persoalan ini sudah lama di rasa oleh pelatih-pelatih tim Indonesia. Karena masalah fisik ini menjadi bagian dari tanggung jawab pelatih. Maka dari awal ia sudah tahu kelemahan tim Indonesia tinggal bagamana ia dapat mengatasinya. Mungkin saja di perlukan gebrakan -gebrakan yang berani beda, demi prestasi yang di inginkan. Dan pelatih sekelas Jakson Tiago akan gagal jika melakukan hal yang sama, namun, mengharapkan hasil yang berbeda. Karena permainan sepakbola selain permainan fisik di lapangan adalah permainan otak. Siapa yang berhasil berpikir lebih jernih dia akan menguasai lapangan. Dan filosofi itu sangat berlaku di permainan sepak bola. Faktor komunikasi antara pemain harus lekat, jika bisa, seperti saudara kandung yang tahu apa kemauan teman di lapangan. Mungkin yang sangat perlu di rubah di persepak bolaan Indonesia adalah pola pikir. Dan itu bisa di mulai dari pelatih, di lapangan. Penguasaan situasi di lapangan sangat di butuhkan oleh seorang seorang pelatih seperti Jakson F Tiago. Kita lihat pelatih tersukses di liga Inggris. Alex Ferguson. Dia selalu terlihat mengunyah permen karet saat di lapangan. Dan memang dari hasil penelitian, seseorang yang mengunyah permen karet, akan dapat mempertahankan kecerdasanya lebih lama daripada yang tidak mengunyah permen karet. Jika di hadapkan pada keadaan yang sama, yaitu mengerjakan soal ujian. Hasilnya, dapat di lihat tim MU saat di manajeri oleh Alex Ferguson yang sangat sulit terkalahkan. Jika ia tertinggal lebih dulu selalupun, ia dapat membalas di babak kedua. Jika kalah, ia tak akan dapat tertinggal dengan banyak gol. Dan itu memang pelatih sepakbola yang baik. Jika menang tak banyak gol yang di buat, mungkin selisih 1,2, mungkin paling banyak 4 gol. Dan jika kalahpun tak lebih dari selisih 1 atau 2 gol. Karena jika kebobolan, dengan selisih banyak gol akan sangat berpengaruh pada mental pemainya, terutama pemain muda. Dan keadaan ini juga di buat oleh pelatih Arema, saat tim Singo Edan di bawah asuhan pelatih asal Belanda. Robert Rene Albert. Walau saat itu tim Arema menghadapi masalah keuangan serius di dalam manajemen. Sampai hampir di usir oleh hotel tempat menginap karena telat membayar. Namun ia dapat membawa Arema ke peringkat Jawara. Tidak itu saja, ia yang meminta mengubah nama tim Arema, dari Arema Malang menjadi Arema Indnesia. Karena logikanya yang kuat, kebiasaan orang-orang dari Eropa Barat. Dia malu terhadap tim luar negeri bila tim Arema berkunjung ke luar negeri. Arema, yang kependekan dari Arek Malang. Jika Arema bernama Arema Malang maka bila di panjangkan akan menjadi Arek Malang Malang. Dan itu, jika di lihat oleh orang serasional dari Eropa Barat akan terlihat kelucuan dan kebodohan logika. Keadaan ini menunjukan identitas yang punya nama, dari segi daya logika dan intelektual seseorang, atau kelompok orang di sebuah wilayah. Nama-nama seperti ini, masih di gunakan sebagian besar tim-tim elit liga di Indonesia. Ini juga sebetulnya salah satu faktor pertunjukan kontra produktif , ketidak rasionalitasan pelaku sepakbola di Indonesia. Ada nama-nama : Persija Jakarta, Persib Bandung, PSM Makasar, Persebaya Surabaya dan masih banyak lagi tim yang katanya elit di Indonesia. Dan itu menunjukan daya kreativitas, daya logika, dan daya intelektual orang-orang yang mengelola di dalamnya, termasuk juga pelatih. Dalam hal ini salut buat Robert Rene Albert telah memulai memberi contoh pola pikir Eropa pada persepak bolaan Indonesia. Jika Timnas Indonesia di topang oleh liga yang tim-timnya seperti di atas, kedepanya, sebagai pemasok utama pemain. Dengan logika yang kurang, kita tidak bisa berharap banyak. Bahkan pencanangan Indonesia mengikuti Piala Dunia pada tahun 2022 yang di gaungkan oleh Nurdin Halid saat jadi Ketum PSSI dulu, mungkin bak punguk merindukan bulan. Dan Indonesia dengan 235 juta penduduknya akan selalu menjadi penonton di pinggir lapangan. Jika kita bandingkan masalah fisik sebagi satu alasan. Kita dapat mengambil contoh Diego A. Maradona sang mega bintang dunia, ia tak lebih tinggi juga dari rata-rata pemain Indonesia pada umumnya, 165 cm. Maka dari itu dengan material yang sama, ada manusia, ada kaki, ada bola, di lapangan dan juga jumlah pemain yang sama. Kenapa kita harus malu dan terus menjadi pecundang. Catatan: Jika ingin merubah persepakbolaan Indonesia, jangan rubah bolanya, jangan rubah lapanganya, jangan rubah bentuk fisik pemainnya sebagai utama namun rubahlah daya rasionalitasnya, jika mengharap pemain Indonesia berada di posisi yang tepat, saat di butuhkan di lapangan. acd
Posted on: Tue, 16 Jul 2013 10:20:07 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015