KETIKA HARUS MENGASUH ANAK SENDIRI Perceraian, pasangan wafat, - TopicsExpress



          

KETIKA HARUS MENGASUH ANAK SENDIRI Perceraian, pasangan wafat, suami pergi jauh untuk bekerja atau sekolah, menuntut ibu rumah tangga mampu mengemban multiperan, terutama masalah pengasuhan anak. Suka atau tidak, semua harus dijalani dengan keyakinan pasti ada pilihan yang paling baik di antara yang tidak ideal. PERPISAHAN, MEMBEKAS DALAM PADA ANAK Dalam keadaan sendiri tanpa pasangan dan perasaan dihinggapi rasa tak berharga, anaklah harta kita yang paling bernilai. Di matanya, orangtua adalah tumpuan harapan. ‘Sebelah hidupnya’ lenyap ketika satu orangtuanya pergi. Jangan biarkan jati dirinya makin lenyap ketika orangtua yang tinggal satu-satunya tak peduli kebutuhan fitrahnya. Hal ini ditekankan psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Ratih Zulhaqqi, M.Psi. Anak yang kehilangan salah satu figur orangtua, misalnya ayah, bisa mengalami gangguan fisik dan kelainan psikologis. Anak jadi gampang sakit karena kehilangan nafsu makan, prestasi di sekolah menurun, sering cemas, yang tadinya ceria jadi pemurung dan minder. Ini muncul terutama ketika orangtua bercerai. Apalagi jika anak sebelumnya dekat sekali dengan sang ayah. “Efek ini beragam, tidak semua anak otomatis jadi buruk setelah perpisahan orangtuanya. Yang berprestasi dan tetap bersosialisasi dengan baik juga ada. Nah, yang broken home biasanya karena kurang dukungan terhadap perkembangan mentalnya ketika ada masalah di keluarga,” ungkap lulusan Magister Profesi Psikologi UI ini. Dan inilah yang banyak terjadi. Menghadapi beratnya perpisahan orangtua, setiap anak mempunyai respons berbeda. Ada yang fight, bisa menerima masalah, ada yang juga yang flight atau lari dari masalah sehingga jadi broken home. Di sinilah pentingnya membangun komunikasi yang baik dengan anak sesuai usianya. Lebih utama lagi komunikasi yang jujur untuk menjelaskan kondisi perpisahan yang sebenarnya. “Jangan sekali pun berbohong, seolah ayah sedang ke luar kota. Jika bercerai, lebih baik anak tahu dari kita, bukan dari orang lain,” tegas Ratih. JANGAN ‘CERAIKAN’ ANAK Permasalahan sering timbul kala faktor ekonomi menjadi penyedot utama perhatian ibu. Ibu harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup. Tumpukan pekerjaan di kantor kerap membuat perhatian ibu tidak maksimal ke anak. Anak yang kurang perhatian biasanya malah berperilaku nyleneh demi mendapat perhatian. Akibatnya, ibu merasa tertekan, anak pun frustasi. Bentrok bisa tak terhindarkan, terutama jika anak sudah remaja. Dalam kondisi seperti ini, ibu sebagai orang yang paling paham kondisi global rumah tangga seyogyanya lebih maklum akan psikologis anak yang belum dewasa. Ibu harus bisa meyakinkan bahwa orangtua tetap mencintai anak walau telah bercerai. Ia tidak akan bercerai dari ayahnya, karena seumur hidup hubungan darah tak akan terputus. Ratih mengatakan, trauma anak akan perpisahan orangtuanya terpulihkan seiring waktu, dan juga pembiasaan untuk fight dengan masalah. “Untuk memulihkannya mereka mereka harus menyadari walau tidak tinggal bareng tapi tetap bisa bertemu,” imbuhnya. * Damai Bersama Anak Indahnya ketika bisa tertawa riang bersama anak, melihat ia tetap bahagia, walau kondisi orangtuanya tidak ideal. Itu mungkin tak mudah diraih. Namun percayalah badai pasti berlalu. Orangtua tunggal bisa tetap bahagia dengan memperjuangkan kebahagiaan anak melalui hal berikut. * Tenangkan anak bahwa perceraian bukan salah mereka. Anak kadang terpukul dan berpikir bahwa merekalah penyebab perpisahan orangtuanya. Sampaikan fakta yang sebenarnya tanpa menjelekkan salah satu orangtua. Seburuk apapun akibat perceraian, jangan sampai anak berpikir negatif dan jadi tidak menghargai orangtua. * Luangkan waktu rutin bersama anak Waktu bagi orangtua tunggal lebih sedikit dibanding tanggung jawab yang ada. Namun kebersamaan dengan anak adalah hal yang mutlak diupayakan dengan tidak hanya mengalokasikan waktu sisa. Keintiman dan menjadikan anak sebagai sahabat adalah modal untuk mengurangi potensi konflik yang mungkin terjadi ketika anak semakin besar. *Hindari membebani anak Ada kecenderungan orangtua tunggal memberi beban lebih kepada anak yang lebih tua. Misalnya, si sulung harus mengurus adik-adiknya, harus lebih mengalah dari yang lain, tidak banyak bermain supaya tugas rumah cepat selesai. Jangan dewasakan ia terlalu dini karena ia belum sanggup memikirkan peliknya masalah kehidupan. Tanggung jawab untuk menumbuhkan kemandirian tetap penting selama tidak menghilangkan fitrah kanak-kanaknya. * Tumbuhkan sikap pengertian dan memaafkan Jangan enggan meminta maaf ketika Anda mudah marah dan emosional. Ini akan membuat anak juga biasa meminta maaf ketika berlaku di luar batas. Namun jangan sampai karena rasa bersalah yang tinggi, orangtua jadi mentolerir anak melakukan apa saja yang ia inginkan. Aturan di rumah tetap ditegakkan untuk mengasah kemandiriannya. * Berikan figur ayah dan lingkungan yang kondusif Ketiadaan figur ayah dapat diminimalisir dengan memunculkan pengganti, misalnya kakek, paman, pakde, atau ayah teman si anak. Dari situ ia akan melihat seperti apa sosok ayah yang baik. * Kenali teman-teman anak Untuk anak yang tidak ekpresif atau pendiam, orangtua harus lebih peka apa yang diinginkannya. Jika sulit melakukan pendekatan langsung, dekatilah teman karibnya. Anak, terutama remaja, biasanya lebih percaya berbagi rahasia kepada teman ketimbang orangtuanya. (Sumber : website ummi-online)
Posted on: Wed, 21 Aug 2013 23:14:30 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015