Kerjasama Militer Indonesia-Australia Dihentikan, Siapa - TopicsExpress



          

Kerjasama Militer Indonesia-Australia Dihentikan, Siapa Merugi? SBY murka. Ia pun memutus hubungan kerjasama dengan Australia. PM Australia Tony Abbott dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono Aries Setiawan, Nila Chrisna Yulika, R. Jihad Akbar | Rabu, 20 November 2013, 21:14 WIB VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah tegas atas aksi penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Australia, yakni dengan menghentikan sejumlah kerjasama yang selama ini sudah terjalin. Sikap tegas itu disampaikan Presiden di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 20 November 2013. Penghentian kerjasama ini bersifat sementara, sambil menunggu penjelasan resmi dari Pemerintah Australia soal penyadapan yang dilakukan terhadap Presiden SBY, Wakil Presiden Boediono, dan sejumlah pejabat tinggi Indonesia lainnya. Termasuk Ibu Negara, Kristiani Herawati Yudhoyono. [Baca: Daftar Pejabat RI dan Jenis Ponselnya yang Disadap Australia] Penghentian kerjasama dengan Australia yang disampaikan Presiden yakni, pertama, Indonesia akan menghentikan kerjasama pertukaran informasi dan pertukaran intelijen. Yang jelas, untuk sementara atau saya meminta dihentikan dulu kerjasama yang disebut pertukaran informasi dan pertukaran intelijen di antara kedua negara, kata Presiden. Kedua, Indonesia akan menghentikan kerjasama latihan militer dengan Australia, baik angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, maupun latihan militer gabungan. Tidak mungkin kita melakukan itu jika ada penyadapan terhadap tentara atau terhadap kita semua, katanya. Ketiga, Indonesia akan menghentikan kerjasama terkait masalah penyelundupan manusia. Menurut Presiden, selama ini Pemerintah Australia dan Indonesia berkoordinasi tentang persoalan people smuggling yang selama ini membuat repot kedua negara. Saudara tahu menghadapi problem people smuggling yang merepotkan Indonesia dan Australia, kita punya kerja sama militer. Ini saya minta dihentikan dulu sampai semuanya jelas. Untuk meminta penjelasan Pemerintah Australia, Presiden SBY akan menyampaikan surat protes ke Perdana Menteri Tony Abbott. Kata SBY, berdasarkan hukum yang berlaku pada kedua negara, kegiatan penyadapan tidak diperbolehkan. Selain menabrak hak-hak asasi manusia, aksi spionase tentu juga berkaitan dengan moral dan etika sebagai sahabat, tetangga dan rekan kerja. Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengharapkan sekali lagi penjelasan dan sikap resmi Australia atas penyadapan tersebut. [Baca selengkapnya: Presiden SBY Kirim Surat Protes ke PM Tony Abbott] Presiden SBY mengaku heran dengan aksi penyadapan yang dilakukan Australia. Pada era Perang Dingin, kata SBY, kegiatan saling menyadap dan mengintai antara blok-blok yang berhadapan memang biasa dilakukan. Tapi masalahnya, saat ini dunia tidak lagi seperti itu. Sebagai negara sahabat, seharusnya aksi tidak terpuji itu tidak dilakukan. Kalau ada yang mengatakan intelijen bisa melakukan apa saja, saya mempertanyakan itu. Intelijen itu arahnya ke mana? Kenapa harus menyadap mitranya? ujar SBY. Langkah Presiden SBY itu mendapat dukungan luas. Wakil Ketua Komisi I bidang Luar Negeri dan Pertahanan DPR Tubagus Hasanudin mengapresiasi sikap tegas Presiden. Purnawirawan TNI berpangkat Mayor Jenderal ini menilai, penghentian kerjasama militer tidak akan berpengaruh pada Indonesia. Militer kita, kita yang membangun. Sementara militer Australia hanya bersandar pada Amerika. Militer Australia itu tidak ada apa-apanya dibanding militer Indonesia, kata dia. [Baca: Komisi I DPR: Militer Indonesia Lebih Hebat Dibanding Australia] Berdasarkan data Global Firepower terbaru, militer Indonesia berada di peringkat 15, dari 68 negara di dunia yag disurvei. Sementara Australia berada di peringkat 23. Lihat perbandingan kekuatan militer kedua negara di tautan ini. Soal intelijen, dengan penghentian kerjasama, Australia dinilai menjadi pihak yang paling merugi. Coba lihat Bom Bali I dan II, yang menjadi target kan mereka. Secanggih apapun alat yang mereka gunakan, tetapi kalau tidak bisa menginjak tanah Indonesia, akan sulit, ujarnya. Apresiasi juga disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Namun Tjahtjo menambahkan, seharusnya bukan hanya kerjasama militer dan intelijen, tapi seluruh kerjasama dengan Australia harus dihentikan. Setop dulu seluruh kerjasama militer, dagang dan lainnya, katanya. Bentuk kerjasama Bukan baru kemarin Indonesia dengan Australia menjalin kerjasama militer dan pertahanan. Sejarah membuktikan, kedua negara sudah menjalin hubungan di bidang itu selama lebih dari 60 tahun silam. Hubungan itu dimulai tahun 1947. Kala itu, pengamat militer Australia datang ke Indonesia sebagai utusan PBB untuk mengawasi gencatan senjata antara pasukan Indonesia dan Belanda. Sampai saat ini, kerjasama militer kedua negara masih terjalin. Latihan militer, kerjasama pertahanan dan forum dialog kedua negara sering digelar. Kerjasama dalam bentuk operasi bersama juga sering dilakukan. Di bidang pendidikan militer, pertukaran pelajar baru, logistik, juga dijalin kedua negara. Salah satu kerjasama forum dialog adalah forum Indonesia-Australia. Forum dialog yang terbentuk pada tahun 2001 ini awalnya bernama Pertemuan Informal Indonesia-Australia. Tapi pada pertemuan ke-2 di Yogyakarta, kedua delegasi sepakat untuk memberi nama Indonesia-Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD). Forum digelar secara bergantian, di Indonesia dan Australia. Selain itu ada perjanjian bilateral antara Indonesia-Australia yang dirumuskan dalam Traktat Lombok tahun 2008. Perjanjian ini meliputi 10 bidang, antara lain kerjasama bidang pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, anti-terorisme, dan keamanan maritim. Perjanjian ini menegaskan prinsip-prinsip saling menghormati dan mendukung kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan bangsa dan kemerdekaan politik setiap pihak, serta tidak campur tangan urusan dalam negeri masing-masing. Terkait terorisme, tragedi Bom Bali I, menjadi awal kerjasama kedua negara. Peristiwa itu menyebabkan banyak korban tewas berasal dari Australia. Sebagai negara tetangga, Australia sangat berkepentingan untuk melakukan kerjasama antiteror dengan Indonesia. Soal penanganan terorisme, pemerintah Australia dan Amerika Serikat ikut serta memberi bantuan dalam pembentukan dan operasional Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Australia sangat terbantu oleh operasi aparat keamanan Indonesia dalam membasmi jaringan teroris yang mengancam warga mereka di Indonesia. Kerjasama Polri dengan Australia saat ini adalah berupa peralatan dan perlengkapan milik Polri. Barang-barang tersebut adalah Jakarta Center for Law Enforcement (JCLEC) yang terletak di Semarang. Program penanggulangan trans national crime, people smuggling, trafficking in person, dan terorisme. Program itu semua itu dibantu oleh Australia. Polri dan Australian Federal Police (AFP) juga memiliki program pelatihan dan dukungan laboratorium cyber crime Bareskrim dan laboratorium DNA di Cipinang guna pengungkapan kasus. Indonesia Police Watch (IPW) mengimbau Polri segera mengevaluasi berbagai peralatannya, terutama alat-alat sadap bantuan dari Australia. Sebab, bukan mustahil lewat bantuan alat sadap buat Densus 88 antiteror ini, intelijen Australia menyadap komunikasi pejabat Indonesia, kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane. Pane menilai, Pemerintah Indonesia dan kalangan intelijen perlu mencek alat sadap bantuan asing, terutama Australia. Apakah selama ini Australia menyadap lewat alat bantuan tersebut. Kata dia, jika terbukti penyadapan lewat alat sadap bantuan itu, berarti sudah waktunya semua alat tersebut diblokir, dinonaktifkan dan tidak perlu difungsikan lagi. Wakil Ketua Komisi I Bidang Pertahanan dan Luar Negeri DPR, Tantowi Yahya, juga meminta Polri untuk menghentikan penggunaan alat intersepsi dari Australia. Tantowi menduga, masuknya penyadapan berasal dari peralatan Australia yang diterima Polri. Jadi tidak mustahil peralatan itu sudah dibuat terkoneksi dengan sistem mereka di sana. Jadi patut diduga salah satu sumber kebocoran dari situ, kata dia. Hal senada dikatakan Ketua Komisi Hukum DPR, Pieter Zulkifli. Untuk itu dia meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali semua bantuan Australia untuk Polri, terutama Densus 88 Antiteror. Jika memang ada hubungan Polri tentang hal itu dengan Australia, sebaiknya pemerintah kembali mengkaji, kata Pieter. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Sutarman, sudah menyatakan siap menghentikan semua program kerjasama dengan Australia bila diperintahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Polri punya kerjasama dengan Australia, tapi kalau Presiden memerintahkan dihentikan, akan laksanakan, kata Sutarman, Selasa 19 November 2013. Anggota Komisi Hukum DPR Eva Kusuma Sundari menilai langkah keras yang diambil Pemerintah Indonesia jelas akan merugikan Australia, terutama di bidang penanganan terorisme yang selama ini menjadi perhatian utama Australia. Meskipun Australia memberikan bantuan pada Detasemen Khusus Anti-Teror 88, tapi mereka sangat butuh informasi dari RI. Jadi Indonesia tak perlu bernyali kecil, kata Eva, Rabu 20 November 2013. Menurutnya, Australia bahkan bergantung pada Indonesia soal penanganan terorisme. Eva berpendapat, Indonesia lebih ahli dalam hal pemberantasan terorisme, sebab Kepolisian RI sudah banyak menangani dan menangkap pelaku terorisme. Di sini Australia hanya user, yang bergantung pada Indonesia untuk memperoleh informasi, kata dia. Soal penghentian kerjasama masalah penyelundupan manusia, juga dinilai akan merugikan Australia. Menurut Eva, Australia sangat butuh Indonesia dalam menangani imigran gelap atau manusia perahu yang sering memasuki wilayah Australia. RI selama ini dipakai sebagai tanggul untuk menahan gelombang ribuan imigran yang hendak masuk ke Australia, kata politisi PDIP itu. Dalam keterangan pers yang disampaikan Pusat Penerangan Mabes TNI, terhitung sejak keluarnya pernyataan Presiden, Rabu 20 November 2013, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menghentikan seluruh kerjasama dalam bidang informasi dan intelijen dengan Australia. Selain itu, latihan bersama militer kedua negara juga dihentikan. Latihan bersama yang saat ini berlangsung yakni, latihan bersama Kartika Bura dan Latihan Bersama Down Komodo antara TNI AD dan Royal Australian Army. Menghentikan latihan bersama TNI AL dan Australian Navy, seperti Latma New Horizon TTX, Initial Planning Conference KAKADU dan Observer Ex Black Carilion. Serta menghentikan latihan bersama Elang Ausindo antara TNI AU dengan Royal Australian Air Force (RAAF) yang sedang berlangsung di Darwin Australia dengan menarik pulang 5 (lima) pesawat tempur F-16 berikut seluruh personel pendukungnya serta kegiatan Air Man to Air Man Talk. Seluruh latihan bilateral yang akan dilaksanakan TNI, baik TNI AD, TNI AL, maupun TNI AU dengan Angkatan Bersenjata Australia juga dihentikan sampai dengan waktu yang tidak ditentukan
Posted on: Wed, 20 Nov 2013 15:17:41 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015