Ketika Berbisnis Tidak Diizinkan Orang Tua June 25, 2012, by Arry - TopicsExpress



          

Ketika Berbisnis Tidak Diizinkan Orang Tua June 25, 2012, by Arry Rahmawan 21 comments Kemarin merupakan salah satu hari yang spesial di keluarga saya, yaitu adalah hari ulang tahun ibu. Sudah menjadi kebiasaan dari tahun ke tahun bahwa setiap ada anggota keluarga yang milad, maka kita semua satu keluarga harus berkumpul. Terutama saya yang paling sering tidak ada di rumah, hehe. Ketika sudah kumpul, biasanya kita akan berjalan-jalan atau sekedar makan di luar sambil mendoakan yang berulang tahun agar diberkahi usianya dan diberikan kesehatan serta usia yang panjang untuk berkarya. Saya jadi teringat salah satu doa ibu yang merupakan balasan ketika saya mendoakan beliau adalah, “Semoga Arry selalu lancar dan dipermudah hidupnya, lancar rezekinya, semakin berbakti sama orang tuanya, semakin berprestasi kuliahnya, dan bisnisnya terus tumbuh dan berkembang.” Keadaan seperti ini benar-benar berbeda sekali dengan kondisi saya 2 tahun lalu di mana saya dilarang keras oleh orang tua saya untuk mengikuti dan membuka usaha sendiri. Saya hanya bisa tersenyum dan mengamini doa ibu saya itu. Saya selalu yakin, sangat yakin bahwa ridha Allah itu juga ada pada ridha orang tua, khususnya ibu. Maka, alhamdulillah sekali dengan didoakan oleh ibu saya seperti itu semakin kuatlah keyakinan bahwa insyaAllah usaha saya yang dirintis oleh teman-teman di CerdasMulia dan CerdasKreasi akan semakin berkembang pesat. Tetapi sungguh jika sahabat tahu kondisi saya dua tahun yang lalu, maka itu semua sungguh berkebalikan 180 derajat celcius! Dua tahun yang lalu, saya pernah bercita-cita ingin menjadi seorang pengusaha. Seorang pengusaha yang masih kuliah. Ibu dulu seringkali mengingatkan bahwa, “kuliahlah yang benar, kalau bisa dapet Cum Laude, jangan lupa berorganisasi untuk meningkatkan softskill agar kamu nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan gaji yang layak dan besar.” Saya bisa mengerti ini karena pasti ibu mencontoh sosok ayah sebagai role model. Saya sendiri kagum dan merasa malu jika sudah berhadapan dengan ayah saya. Dulu, ayah saya lahir dari keluarga yang sederhana dan serba kekurangan. Ayah merantau ke Semarang dari Salatiga untuk belajar dengan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Kemudian merantau ke Jakarta untuk kuliah dan mencari kerja. Masalahnya, kuliah ayah tidak pernah selesai karena harus disambil kerja dan perjenjangan karir. Saya terlahir ketika kondisi ekonomi keluarga masih sulit. Saya diajarkan hidup sederhana dan prihatin waktu itu. Sampai suatu saat titik saat ini, ayah saat ini sudah ditawari posisi-posisi paling penting dalam struktur BUMN di Indonesia. Hebatnya tidak pernah ada yang berubah dari ayah. Shalat wajib selalu di masjid (bahkan subuh-subuh), setiap hari membaca Quran, disiplin terhadap waktu, dan sederhana. Ibu ingin saya seperti ayah. Mapan secara finansial dan ekonomi, tetapi juga sederhana dan shaleh. Ayah selalu berusaha untuk mencukupi anak-anaknya secara materi, tetapi mungkin hanya saya yang selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup saya sendiri. Inilah yang tidak disukai ibu, karena (mungkin) saya adalah anak yang tidak tahu diuntung. Tinggal pakai semua fasilitas, eh malah ngeyel buka bisnis dan cari uang sendiri. Bisa dibilang saat itu mindset ibu adalah seperti orang tua kebanyakan saat ini. Ketika anaknya kuliah, harus masuk ke jurusan dan perguruan tinggi yang kece, dan nantinya mendapatkan pekerjaan yang bagus. Jadi karyawan, kerja 8 jam sehari, kemudian mendapatkan gaji bulanan. Masalahnya saya adalah orang yang tidak suka diam, ingin bisa berinovasi dan mengembangkan diri dengan bebas. Saya pernah merasakan pengalaman kerja kantoran seperti itu dan…. saya tidak suka! Tidak nikmat aja gitu pekerjaannya. Sangat berbeda dengan ayah yang sebenarnya mendukung dan berpikiran lebih terbuka (saya bisa paham karena ayah adalah leader teladan di BUMN-lebih openmind), asalkan IPK saya bagus dan kuliah saya selesai. Sampai suatu saat saya mengetahui bahwa salah satu passion hidup saya adalah mengajar dan menjadi trainer. Menjadi seorang trainer, motivator, dan seorang pengajar adalah menuntut kita untuk selalu belajar, berkembang, dan berinovasi. Tetapi yang saya pikirkan adalah, bagaimana ya caranya agar orang tua mengizinkan saya untuk memulai bisnis? Karena menurut ibu, belum saatnya mencari uang ketika orang tua masih membiayai. Tugas kita hanya belajar yang tekun agar berhasil, seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Saya cukup terganggu dengan paham itu, jujur saja. Kalau bisa mencari uang selagi muda, kenapa tidak? Banyak teman saya yang ingin menjadi seorang wirausahawan juga terbentur hal yang sama. Orang tua TIDAK SETUJU! Belajar saja yang benar! Berwirausaha hanya membuat konsentrasi terpecah dan prestasi menjadi turun. Hanya ada dua pilihan untuk melanjutkan hidup yang seperti ini (Ciee..), pertama adalah proaktif, kedua adalah reaktif. Sayangnya teman-teman saya yang senasib lebih memilih untuk reaktif daripada proaktif. Reaktif yang dimaksud bisa jadi benar-benar menuruti apa kata orang tua. Ya sudah, sekarang kuliah dulu, bisnis nanti saja kapan-kapan. Atau reaktif di mana kita tetap ngeyel yang akhirnya terjadi perang terbuka dengan orang tua dan malah membuat bisnis, usaha, dan kuliah kita menjadi tidak berkah. Banyak sekali contoh-contoh seperti ini yang saya temui. Atau kita mau proaktif? Proaktif dalam mencari jalan keluar. Proaktif adalah memutuskan untuk mencari solusi yang memenangkan keduanya. Maka, dari hasil diskusi saya dengan ayah dan ibu dua tahun yang lalu, saya mendapatkan kesimpulan seperti ini: 1. Saya tidak boleh berwirausaha karena dikhawatirkan IPK turun dan kuliah tidak selesai 2. Wirausaha adalah profesi yang penuh dengan ketidakpastian dalam pembayaran rezekinya (iyalah, gaji kita kan berasal dari profit yang kita dapet – beda sama karyawan perusahaan yang punya gaji tetap). Hanya ada dua sumber pokok masalah ternyata. Maka saran saya jika sahabat semuanya tidak diizinkan oleh orang tua untuk berbisnis, tolong hal pertama kali yang harus dilakukan adalah mendefinisikan masalahnya dengan jelas dan benar. Jangan main tarik urat dulu, ga baik sama orang tua. Oke, masalahnya sudah tahu. Sekarang mencari solusinya. Intinya berarti saya harus membuktikan 3 hal: 1. Setiap semester saya harus melaporka IP saya ke orang tua dengan catatan Cum Laude 2. Saya menjadikan ibu sebagai manajer keuangan saya 3. Saya setoran ke ibu setiap bulan dengan catatan nominal uang yang sama atau lebih besar dari pendapatan ayah. Menantang bukan? Dan itu saya tetapkan di semester 2 saya kuliah! Sekarang saya semester 7, berarti sudah dua tahun yang lalu. Masih ada tuh catatan kumalnya, hehe. Mimpi yang menurut saya waktu itu gila, memang. Tetapi hidup akan lebih bergairah jika kita selalu hidup dalam tantangan bukan? Coba nih baca catatan saya: Challenge Yourself! Jadilah akhirnya saya terobsesi dengan tantangan itu. Setiap semesternya saya laporan ke ibu bahwa IP dan IPK saya (pastikan) baik-baik saja. Ibu senang sekali. Padahal, di satu sisi saya sedang mempersiapkan grand planning untuk membangun perusahaan CerdasMulia Training yang alhamdulillah berdiri pada 2 Mei 2011. Ibu tidak tahu sampai saat itu. Perjuangan yang berat kemudian dimulai dari situ. Saya hanya tidur 2-3 jam sehari, merumuskan konsep, mencari partner, membuat materi training, menjajakan proposal, bertemu investor, dan banyak sekali hal lainnya. Untungnya, ilmu-ilmu T.Industri yang saya pelajari sangat membantu mengembangkan bisnis. Jadilah waktu itu saya mulai sering sakit karena jarang tidur. Belum lagi tugas kuliah dan praktikum-praktikum. Sebagai anak teknik, jelas materi-materi pelajaran kuliah cukup berat sekali rasanya. Tetapi saya selalu mengingat ada satu hukum yang penting di dunia ini, yaitu You’ll Become what You Think About. Saya hanya berpikir, kuliah dan wirausaha bukan hal yang terpisah. Keduanya saling mendukung. Saya membaca ribuan buku, ikutan seminar sana sini, mengerjakan proyek, ikut lomba dan kompetisi, benar-benar berdarah-darah, gagal di sana sini, ditipu orang, ditipu partner, benar-benar masa yang gila! Ibadah juga diperbanyak. Yang tadinya jarang shalat dhuha, semenjak komitmen jadi wirausahawan, jadi lebih kuat lagi. Tahajud juga demikian, kalau shalat wajib ga usah ditanya. Hehe.. Sahabat bisa membuka catatan Shalat Dhuha, Shalatnya Pengusaha. Tapi hal itu dibayar manis saat saya di semester 5 dan 6 kuliah. Saya bilang ke ibu saya, bahwa mulai sekarang, Arry minta izin buat ngajar sambil kuliah. Ibu saya setuju, karena pasti yang beliau pikir saya ngajar bimbel atau mengajar privat. Akhirnya saya bilang ke ibu, mau ga jadi manajer keuangan saya? Atau, setiap keuntungan bersih dari hasil saya ngajar, saya setor ke ibu saya untuk disimpan. Ibu juga setuju, karena katanya itu bisa untuk bekal masa depan. Yang ibu tidak tahu adalah, saya sebenarnya memberikan training ke wilayah-wilayah di Jabodetabek dan seluruh Indonesia. Misalkan saja di Gebyar Studenptreneur UNDIP Semarang. Bulan pertama, kedua, ketiga, dan sekarang bulan keempat. Ibu mulai merasa ada yang aneh terhadap aliran uang yang masuk ke rekening saya. Jika ditanya, “kamu mengajar apa sih? Kok uangnya banyak gini?”. Saya bilang saya mengajar untuk sekolah-sekolah dan mahasiswa saja. Sering dipanggil sana-sini buat mengajar atau privat. Bahkan sekarang karena ada CerdasKreasi, pendapatan saya bisa semakin besar setiap bulan. Permintaan pembuatan web dan online store semakin banyak. Saya mengerti kenapa ibu bingung. Sebagai gambaran, jika seseorang mengajar privat selama 2 jam, satu sesi paling mahal dibayar adalah 200 ribu – 250 ribu. Itu biaya guru les privatnya Fauzan, adik saya. Saya sering bilang ke ibu untuk mengajar privat (motivasi), 4 jam. Logikanya paling hanya dibayar 300 – 400 ribu. Mana ada orang yang ingin membayar hingga lebih mahal dari itu? Tapi setiap saya bilang saya habis ngajar, minimal saya setor 1 juta, pernah sekali ngajar saya setor 3 juta rupiah. Apalagi kalau ada training reguler dan besar bisa dalam dua minggu saya setor lebih dari itu. Akhirnya saya jelaskan pelan-pelan ke ibu bagaimana kondisi usaha saya yang sekarang. Bagaimana alhamdulillah saat ini CerdasMulia sudah Go National. Bagaimana saat ini saya sedang mengkader trainer-trainer muda, bagaimana sekarang saya punya tim pembuat web paling solid sejagad di CerdasKreasi. Tetap dengan melaporkan perkembangan akademik saya ke ibu. Alhamdulillah, dengan seperti itu, usaha saya didukung penuh karena sudah menghasilkan sesuatu. Saya secara pribadi berterima kasih kepada @KakBeky selaku pembina Komunitas TDA Kampus yang selama ini membimbing saya di jalur kewirausahaan yang lurus. Beliau adalah mentor wirausaha saya yang paling mantap dan tiada duanya yang membuat saya berkembang seperti sekarang ini. Juga tim yang ada di CerdasMulia dan CerdasKreasi yang selalu menjaga nilai-nilai profesionalitas dan memberikan kinerja terbaiknya. Tulisan ini saya persembahkan khusus untuk orangtua saya, khususnya ibu (You’re very incredible and inspiring mom for me), sahabat di CEDS dan TDA Kampus. Semoga dapat menginspirasi bagi sahabat yang masih belum diperbolehkan membuka bisnis oleh orang tua. Intinya adalah definisikan masalahnya dengan jelas, berpikirlah proaktif, kreatif, dan solutif. InsyaAllah selalu ada jalan di setiap masalah, dan yakinlah bahwa setiap masalah yang Allah berikan bisa diselesaikan. Ridha Allah, adalah ridha orang tuamu juga. ^^ Salam CerdasMulia! Ingin berkomunikasi lebih lanjut? Follow @ArryRahmawan untuk yang dirumah :) :D
Posted on: Thu, 14 Nov 2013 02:59:39 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015