OBSESSION >Mizuira kumiko Ch.8 Kedua mata aquamarine itu - TopicsExpress



          

OBSESSION >Mizuira kumiko Ch.8 Kedua mata aquamarine itu masih saja menatap punggung tegap seorang pemuda berambut merah darah di depannya. Tak mengindahkan pertanyaan sama sekali dari gadis di sampingnya. Seorang gadis berambut indigo yang berdiri di samping gadis bermata aquamarine itu hanya menatap was-was pada teman di sampingnya. Ino! panggil Hinata dan menyentuh pundaknya. Apa? jawab Ino tanpa menengokan kepala sama sekali pada orang yang bertanya padanya. I-itu… kita sudah sampai di depan kelas. Eh? Ino baru tersadar jika dia melewati sedikit yang menjadi kelasnya. Ino… apa kau ada perlu dengan Gaara? Kau sampai mau mengikutinya ke kamar mandi khusus laki-laki, tanya Hinata dan menatap wajah Ino yang sedikitnya sudah ada semburat merah tipis di kedua pipinya karena sedikit malu. Bu-bukan seperti itu, Hinata, jawab Ino gelagapan. Dia juga sedikit tak enak hati pada sahabat di sampingnya ini, sebab dia sudah merahasiakan sesuatu darinya. Rahasia mengenai masalah satu sahabat mereka yang lain. Lalu apa? Nggg… bukan hal yang penting. Kau menatap Gaara seperti dia sudah melakukan tindak kejahatan saja. Be-benarkah aku menatapnya seperti itu? Tanya Ino dan berjalan masuk ke dalam kelasnya. Gadis berambut indigo itu mengikuti sosoknya di belakang. Apa kau benci padanya, Ino? Tidak. Sama sekali tidak. Sudahlah Hinata… jangan bahas hal ini lagi! pinta Ino dan langsung saja duduk di tempat duduknya sendiri dan melipat kedua lengannya di atas meja lalu sedetik kemudian kepalanya dia sembunyikan di lipatan tangannya sendiri. Ino sama sekali tidak tahu apa yang akan diucapkannya pada Hinata. Dia bingung di antara pilihan cerita atau tidak mengenai masalah Sakura. Dan alasan dia menatap Gaara dengan pandangan dingin, penuh selidik dan benci. Kedua mata lavender Hinata menatap Ino bingung. Apakah dia menyembunyikan sesuatu darinya atau tidak? Namun, dia maklum saja jika Ino tak mau membagi sesuatu yang dirahasiakannya itu sebab, sebagaimana pun hubungan persahabatan dirinya dengan Ino ada hal-hal yang bersifat sangat pribadi untuk tidak diketahui sahabatnya sendiri. Maka dengan pendapat seperti itu Hinata dengan segera duduk di bangkunya sendiri dan membuka-buka buku pelajaran jam pertama. Lagi pula bel masuk sudah berbunyi hanya tinggal tunggu gurunya masuk saja. Dan tiba-tiba saja pintu kelas itu terbuka menampakan sosok dua orang pemuda yang sama-sama memiliki warna rambut merah. Sekilas mereka terlihat kembar namun bukan. Pagi! sapa Sasori pada Hinata ketika dia melewati bangku Hinata. Sebuah senyuman ramah terpeta di wajah baby facenya. Hinata mengangkat wajahnya dari buku pelajaran dan balas tersenyum ramah pada Sasori. Pagi! Setelahnya Hinata kembali berkutat dengan buku karena Sasori langsung berjalan menuju bangkunya tepat di samping Gaara. Di karenakan juga guru pengajar untuk pelajaran pertama sudah masuk sedetik setelah Sasori dan Gaara masuk. Beruntungnya mereka karena jika sampai guru pengajar tersebut sudah ada di dalam kelas, tak boleh ada seorang pun yang masuk lagi. Kedua mata lavender milik Hinata melirik Ino di sampingnya, dia tengah mengeluarkan buku pelajaran dengan sama sekali tak bersemangat. Hinata memandangnya sangat khawatir dan penasaran. Namun, sedetik kemudian perhatiannya teralih kembali karena guru pengajarnya sudah berbicara di depan kelas untuk memulai pelajaran. Permainan baru saja akan dimulai, batin seseorang dan menyeringai memandang punggung Ino dengan tatapan menusuk dan membunuh seperti hewan yang akan mencabik-cabik lawannya dengan penuh nafsu. . . Seorang gadis berambut merah jambu itu kini tengah mengalami yang dinamakan dengan perasaan rindu. Beberapa kali tubuhnya yang terbaring di atas tempat tidur itu berganti posisi, dari terlentang, miring ke kanan, ke kiri bahkan tengkurap pun sudah dia lakukan. Namun, ke semua posisi tidurnya itu sama sekali tak terasa nyaman dan tak bisa dinikmati. Hatinya kini tengah diserang perasaan cemas dan khawatir. Sebelah tangannya terulur ke atas buffet kecil di samping tempat tidurnya untuk mengambil sebuah telephon genggam. Ditatapnya lama layar handphone tersebut yang menampilkan wallpapers dirinya sendiri bersama seorang pemuda berambut emo yang statusnya sebagai kekasihnya itu. Sasuke… aku rindu padamu, gumam Sakura dan memiringkan tubuhnya ke kanan menghadap balkon kamarnya sendiri. Semilir angin sejuk masuk ke dalam kamar itu melewati jendela besar yang terbuka dan menggerak-gerakan gorden dengan gradasi warna hijau-putih. Dan sekaligus menerpa wajah Sakura membuat beberapa anak rambutnya dan poninya ikut bergerak karena terkena angin. Kedua mata emeraldnya memandang bentangan langit yang luas dan biru di atas sana dari tempat tidurnya, keuntungan tersendiri untuk Sakura memilih kamar di sini karena langit di atas sana dapat terlihat, sekali pun dia tengah tiduran di atas tempat tidurnya sendiri. Kedua mata emeraldnya kini beralih menatap kaki kanannya yang masih diperban. Dia menghela nafas lega sebab rasa sakit yang dialami kakinya akibat terkilir sudah tak parah lagi. Ya, walaupun terkadang masih menimbulkan sesemutan sedikit jika terlalu lama berdiri atau berjalan. Tapi, setidaknya sudah jauh lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya. Ingin rasanya cepat kembali bekerja dan sekolah, pikir Sakura. Karena di sekolah dia pasti akan bertemu dengan teman-temannya, sahabat baiknya dan tentunya sang kekasih tersayang. Di tatapnya kembali layar handphone-nya dan sedetik kemudian jari-jari tangannya bergerak lincah menari-nari di atas digit-digit angka. Sedetik kemudian dia menempelkan handphone-nya sendiri ke telinga kiri dan menunggu telephone-nya di angkat oleh yang bersangkutan. Namun, tak berapa lama kemudian sambungan telephone yang belum tersambung dengan orang yang diinginkan Sakura tiba-tiba saja terputus, mati. Dan pada saat Sakura menelphone-nya lagi yang menjawabnya adalah operator dengan melantunkan kata Nomor yang Anda tuju sedang tak aktif membuat Sakura kesal setengah mati. Padahal tadi nomornya aktif. Kenapa sekarang nomor Sasuke jadi tidak aktif? Tanya Sakura pada dirinya sendiri. Seketika perasaan tak enak menyerang relung hatinya, dan dadanya serasa sedikit sesak. Dia khawatir jika terjadi sesuatu dengan Sasuke. Sudah cukup dia ditinggalkan oleh orang yang berharga bagi dirinya. Semoga kau baik-baik saja, Sasuke, batin Sakura dan kemudian menutup kedua mata emeraldnya sejenak. Setelahnya dia bangkit duduk dari kegiatan berbaringnya dan dengan perlahan menurunkan kaki-kakinya bergantian. Dia mencoba berdiri seperti biasa tanpa menggunakan kruk yang sebelum-sebelumnya dia kenakan terus kemana pun dia pergi. Fiuh~ syukurlah sudah baikan. Aku tak perlu lagi memerlukan kruk menyebalkan itu, gerutu Sakura dan dengan perlahan melangkahkan kedua kakinya ke pintu kamarnya untuk keluar. Telephone genggam miliknya dia masukan ke dalam saku celana pendek bagian depannya. Dia menaikan resleting jaket merah marunnya sebatas dada. Kedua mata emeraldnya memandang sekeliling yang terlihat sangat, sangat sepi. Akh, Sakura… kau sudah bisa berjalan tanpa menggunakan kruk lagi? Tanya Kushina ketika sosoknya keluar dari pintu ruangan bersantai. Sakura membalikan badannya menghadap Ibunya dengan sebuah senyuman polos tercipta di wajahnya. Begitulah, Bu. Syukurlah.. Ibu mau kemana dengan pakaian seperti itu? Tanya Sakura ketika dirinya baru sadar bahwa Ibunya kini berpenampilan elegan dan rapi seperti akan menghadiri sebuah acara penting sekali. Sakura menautkan kedua alisnya bingung dan sedikit tak suka, sebab dia sudah memilik pemikiran jika Ibunya akan meninggalkan dirinya lagi hanya demi sebuah bisnis belaka. Ah, ini... sebenarnya Ibu mau menghadiri sebuah launching produk baru usaha Ibu. Dan… Kushina menggantung ucapannya. Pergi saja! Aku tidak apa-apa, keadaanku juga sudah jauh lebih baik, Bu. Eh? Baiklah. Terima kasih untuk pengertianmu, Sakura. Ibu sangat menyayangimu, ucap Kushina dan cup dia mencium kening Sakura dengan lembut dan ke-ibuan. Dia mengusap-usap belakang kepala Sakura dan setelahnya dia pergi meninggalkan Sakura begitu saja untuk pergi ke kamarnya sendiri. Kushina tak menyadari jika kini di wajah Sakura terpeta sebuah perasaan kecewa. Kecewa dengan janji Ibunya sendiri yang akan menemaninya seminggu penuh dan merawatnya. Tapi apa sekarang? Ibunya mengingkari janjinya sendiri begitu saja tanpa beban. Sakura juga tak dapat menyalahkan sepenuhnya kesalahan pada Ibunya, sebab Ibunya berhak punya kehidupan sendiri yang disukainya yaitu bisnis. Begitu pun dirinya yang mempunyai kehidupan sendiri sebagai seorang model papan atas. Tak ingin larut dalam rasa kekecewaan Sakura kembali melangkahkan kakinya menuju lantai bawah. Kedua kakinya menapaki anak tangga dengan pelan dan hati-hati. Bagaimana pun juga Sakura tak mau jika dia salah melangkah karena terburu-buru dan memperburuk keadaan kakinya. Maka, dengan itu Sakura sangat hati-hati melangkah menuruni anak tangga, sebelah tangannya memegang erat kayu penyangga. Tiba-tiba saja indra pendengarnya mendengar sebuah mesin mobil yang sepertinya parkir di depan rumahnya. Tak ambil pusing Sakura terus melanjutkan langkahnya sampai di anak tangga terakhir. Dan ketika kedua mata emeraldnya menatap lurus ke depan dia nampak sangat terkejut dengan kehadiran tiba-tiba seseorang di depan pintu masuk. Di depan pintu masuk berdiri seorang pria berbadan jangkung dan tegap, berpakaian sedikit formal yaitu dengan menggunakan bawahan celana panjang hitam dengan kedua kaki yang juga dibalut dengan sepatu hitam, atasannya kaus kemeja putih polos yang kerah lehernya terlilit sebuah dasi berwarna merah marun, sedangkan jas hitamnya dia pegang di atas bahunya. Rambut hitam legam pendek dan kedua mata onyx-nya memandang rindu sosok Sakura. Dan sebuah senyuman lembut dan manis tercipta di bibirnya yang tipis dan pucat. Kedua matanya sedikit menyipit karena senyumannya. Dan sebelah tangannya dia masukan ke dalam saku celana bagian depannya. Hallooo… bagaimana kabarmu, Sakura? tanyanya. SAI! ##Obsession## Pemuda berambut raven itu menggerutu kesal sambil melihat layar handphone-nya. Baterai ponselku habis,lantunnya kesal. Punggungnya yang besender di samping mobil MBW abu-abu itu dan sebelah kakinya yang terangkat, belum kedua mata onyx yang hitam legam seperti batu obsidian, wajahnya yang sangat tampan, membuat suasana di lapangan parkir itu ribut. Mengapa ribut? Sebab banyak yang berlalu lalang, terutama kaum hawa yang melewati sosoknya pasti akan berwajah bersemu kemerahan dan cekikikan sendiri, sambil bibir-bibir mereka menggumamkan kata keren, manis, lucu dan kata-kata pujian lainnya sambil menunjuk sosok pemuda berambut raven itu. Sasuke mendengus sebal jika sudah terjadi seperti ini dan mendeathglare semua kaum hawa di dekatnya. Tetapi, hal itu tak mempan sama sekali, sebaliknya kaum hawa itu semakin cekikikan melihat ekspresi dingin Sasuke. Menurut mereka hal itu sangat keren dan menambah nilai ketampanan bagi dirinya sendiri. Tidak ingin menjadi tambah ramai akhirnya Sasuke memutuskan untuk masuk ke dalam mobil dan menaikan kaca mobilnya. Lebih baik berada di dalam mobil yang dingin dan sejuk karena pengaruh AC daripada di luar yang terasa sangat panas dan membakar kulit. Sinar matahari di Kota Suna bisa berkali-kali lipat panasnya dari pada di Kota Konoha. Jika bicara dengan Kota Suna, saat ini Sasuke memang tengah berada di sini, tak di Konoha. Dia ke sini karena akan menyelidiki sesuatu yang sangat penting demi permintaan kakak satu-satunya. Sebuah permintaan yang sangat penting melebihi hidup kakaknya sendiri, sebab di kota inilah orang yang terpenting bagi kakaknya di dalam hidupnya menghilang. Sasuke masih ingat sosok seorang wanita cantik layaknya seorang malaikat yang turun dari langit, yang selalu membelanya jika ada sesuatu yang dia inginkan namun Itachi tak mengizinkannya, dia yang selalu membujuk Itachi dengan berbagai macam cara jitu untuk membuat Itachi menyetujui apa yang Sasuke inginkan. Semua kebaikan wanita itu yang masih melekat di ingatan Sasuke, tak akan pernah terlupakan sampai sekarang. Dan saat ini sosok wanita itu memang sudah benar-benar pergi jauh ke atas langit sana. Menemui Sang Pencipta-Nya sendiri. Mati. Ya, sosok wanita yang di maksud Sasuke sudah mati dua tahun yang lalu tepat satu hari sebelum pesta tunangannya di adakan bersama kakaknya, Itachi. Sasuke mengerti sama sekali kegalauan, kebencian dan kesakitan yang di derita oleh kakaknya. Walaupun dia belum pernah kehilangan orang yang dia sayangi, namun dia sudah mengerti arti dari kata kehilangan itu sendiri. Yang paling tak bisa di terima oleh Itachi adalah penyebab kematian kekasihnya itu. Dibunuh. Ya. Kekasih Itachi sudah di putuskan oleh pihak kepolisian adalah kasus pembunuhan. Dan pembunuh yang telah menghilangkan nyawa kekasihnya itu sampai sekarang belum di temukan. Sebab, proses penyelidikan kasus pembunuhan kekasihnya itu terhenti di tengah jalan karena kehilangan jejak dan bukti-bukti yang akan mengarah pada pembunuh itu. Dan kini bukti itu kembali muncul kembali di kota ini, berdasarkan identifikasi dari korban yang di temukan mengambang di Sungai Sapporo kemarin malam yang pola cara membunuhnya hampir sama dengan yang di alami kekasih kakaknya. Dan fakta yang lain bahwa korban itu merupakan warga asli Kota Suna. Entah bagaimana caranya korban bisa sampai dibeda kota yang memang jaraknya cukup jauh. Tak mau ambil pusing sebelum kakaknya kembali dari Kesatuan Team-nya, Sasuke mengambil handphone milik kakaknya yang diletakan didekat tuas gigi. Sasuke menatap layar handphone kakaknya yang menampilkan wallpapers sosok kakaknya sendiri dengan seorang wanita cantik berambut biru dengan hiasan bunga di kepalanya. Sasuke tersenyum miris melihatnya dan tak mau kembali mengingat-ingat kejadian suram yang dulu-dulu akhirnya dia memutuskan untuk segera menekan-nekan beberapa digit angka. Setelahnya dia dekatkan handphone tersebut ke telinga sebelah kanannya, dan menunggu dengan sabar sang kekasih mengangkat telephone-nya. Ayolah angkat telephone-nya, Sakura! gumam Sasuke dan mengetuk-ngetukan jari telunjuknya ke stir kemudi tak sabar. Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu mobil Sasuke dan masuklah seorang pemuda tampan yang juga bermata onyx teduh. Aku ingin kau lihat jasad korban itu, Sasuke! ucapnya langsung dan menatap kedua mata onyx Sasuke dengan tatapan memerintah. Dan jasadnya sudah di kirim kemari. Sekarang berada di kamar jenazah untuk di identifikasi lebih lanjut. Kapan aku harus melihatnya? Tanya Sasuke dan langsung saja menutup telephone-nya. Sepertinya perhatiannya teralikan lagi dan menyebabkan dia lupa jika tadinya dia sedang menelephone kekasihnya sendiri. Dia menaruh kembali telephone genggam Itachi di tempatnya semula. Sekarang saja jika kau ingin cepat-cepat menemui kekasihmu! tegas Itachi. Ada sedikit nada menyindir dalam kata-katanya ketika menyebut nama kekasih. Sasuke mendengus tak suka dan memutar bola matanya bosan. Baiklah, baiklah. Aku akan membantumu sampai selesai kali ini. Aku janji. Sasuke berkata dengan penuh penekanan di setiap suku katanya. Dan dia mulai menghidupkan mesin mobilnya dan memasukan gigi dua untuk mobilnya supaya bisa maju dan berjalan, juga membawa mereka ke tempat tujuan mereka. Kali ini memang giliran Sasuke yang menyetir, sebab Itachi sudah agak lelah untuk mengemudikan mobil dengan jarak yang jauh. Karena Itachi bertugas sebagai detective di Kota Suna bukan Konoha. Jadi, ketika dia mendengar ada kabar kasus pembunuhan di Konoha yang korbannya adalah warga Kota Suna segera saja dia berangkat pulang-pergi dari Kota Suna-Konoha dan sebaliknya. Aku tahu Sakura pasti tidak akan berselingkuh dengan laki-laki lain, ucap Itachi dan melirik Sasuke dengan ekor matanya. Sasuke langsung mendeathglare Itachi yang duduk santai sambil bersiul-siul ria. Itu sudah pasti. Dia hanya mencintai seorang laki-laki saja. Dan laki-laki itu adalah aku, Uchiha Sasuke yang baik hati dan tampan, ucap Sasuke dan pada akhirnya bernarsis sendiri dengan memuji dirinya sendiri tampan. Tapi, memang kenyataannya juga bahwa Uchiha Sasuke yang tengah menyeringai ini tampan, sangat tampan malah. Itachi terkekekeh kecil mendengarnya dan langsung mengacak-ngacak rambut pantat ayam Sasuke, yang mendapat balasan deathglare kembali dari kedua mata onyx miliknya.Hei hentikan, Itachi! Kau sangat beruntung bisa menjadi kekasih gadis secantik dan sebaik Sakura, puji Itachi dan tersenyum lebar, kedua matanya sedikit menyipit karena senyumannya. Apa yang dikatakan Itachi tak bisa membuat Sasuke tak tersenyum menanggapinya. Hn. Akh, andai saja Sasuke tahu jika yang sudah hampir menabrak Sakura yang nyaris kehilangan nyawanya adalah kakaknya sendiri. Juga menyebabkan kaki kanan Sakura terkilir dan membutuhkan waktu yang cukup lama demi kesembuhanya. Dan andaikan juga Sasuke tahu jika Itachi menyimpan satu photo seksi Sakura yang hanya memakai pakaian dalam saja di dompetnya, walaupun secara tak sengaja ketika dia menginjaknya di lantai rumah sakit. Andaikan Sasuke tahu maka pastinya Itachi tak akan mempunyai kesempatan untuk menyelidiki kematian kekasihnya, karena kedua mata onyx-nya tak akan mampu untuk melihat matahari terbit lagi. Sebab riwayat hidupnya akan berakhir setelah Sasuke mengetahui semuanya. Berdoa sajalah kau Itachi agar Sasuke tak mengetahuinya dan apabila jika Sasuke sudah tahu, persiapkanlah mentalmu dan sebuah alasan yang logis. Hn. . . . SAI! pekik Sakura terkejut dan mendekati sosok pemuda berambut hitam dengan kedua mata onyx yang lembut. Reflex Sakura langsung memeluknya ketika sudah bisa menjangkau tubuhnya. Membuat tubuh pemuda itu hampir terjengkang ke belakang jika tak segera ditahan oleh dirinya sendiri. Whooaa! Pelan-pelan, Sakura! ucap orang yang di panggil Sai oleh Sakura tadi. Kau kemana saja? Tanya Sakura yang suaranya sedikit teredam di dada bidang Sai. Sai tertawa kecil mendengarnya dan melepaskan pelukan reflex Sakura. Kedua mata onyx-nya memandang penuh rindu dan kagum pada kedua mata emerald di depannya. Aku tidak kemana-mana, Sakura. Tapi, hanya sibuk mengurusi berbagai macam tawaran melukis dari kolega-kolega bisnis Ayah, jawabnya. Kau sudah terkenal rupanya, ucap Sakura dan tersenyum. Ya, begitulah. Kau pun sama, balas Sai dan tersenyum sangat manis. Membuat pipi putih Sakura merona. Ayo, duduklah! Akan kubuatkan air dingin dan segar untukmu, ucap Sakura dan segera menarik tangan Sai untuk mengikutinya berjalan ke ruang tamu. Nah, tunggulah sebentar! Setelah itu sosok Sakura pun melesat pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum untuk Sai. Kedua mata onyx milik Sai menjelajahi setiap sudut ruangan tamu tersebut dan sedetik kemudian berdecak kagum. Sai meraba sofa yang dia duduki yang terasa sangat nyaman dan lembut, jelas karena harga sofa itu pastilah mahal. Dan lampu kristal besar yang menggantung di langit-langit sebagai sumber cahaya di ruangan tersebut juga terlihat sangat cantik, seperti berlian putih. Kau sangat beruntung menjadi bagian keluarga ini, Sakura, gumam Sai dan tersenyum bangga. Dan tepat ketika dia melihat ke bawah kakinya, dekat dengan rak kecil di bawah meja di ruang tamu, kedua mata onyx-nya melihat sebuh album yang besar. Sedetik kemudian dia tersenyum lembut dan mengambil album besar itu, memangkunya di kedua pahanya dan sedetik kemudian membukanya lembar demi lembar. Di lembar pertama yang di buka oleh Sai, menampakan siluet seorang gadis kecil berambut bublle gum yang wajahnya memerah tidak tahu karena apa. Tapi, Sai sudah tahu wajah Sakura memerah karena apa. Itu karena Sakura habis menangis setelah boneka teddy bear kesayangannya disembunyikan oleh Sai tepat satu minggu sebelum dia pergi dari panti asuhan itu. Akh, betapa rindunya Sai mengingat memori-memori baik indah maupun menjengkelkan di panti asuhan itu. Dan dia jadi tersenyum sendiri mengingat betapa jahilnya dia ketika menjahili Sakura sampai menangis semalaman. Apa yang kau lihat? Tanya Sakura tiba-tiba dari arah dapur. Di kedua tangannya memegang nampan yang berisi dua gelas tinggi jus tomat dingin, yang satu untuk dirinya sendiri dan yang satunya untuk Sai. Akh, Sakura… kau masih ingat kejadian apa yang membuatmu berwajah seperti ini? Tanya Sai dan memperlihatkan sebuah photo Sakura ketika dirinya masih kecil. Blush. Wajah Sakura berubah warna drastis dari putih menjadi merah padam. Jangan ungkit-ungkit masalah yang sudah lalu, ucap Sakura dan berjalan mendekat pada sosok Sai yang tengah memegang perutnya dengan kedua tangan seperti menahan tawa. Tertawa saja sesukamu! Ahaahah… maaf, maaf, Sakura. Aku selalu ingin tertawa jika ingat kejadian itu. Sakura memutar bola matanya bosan dan sedetik kemudian di bibirnya tercipta sebuah senyuman. Aku rindu sekali pada panti asuhan itu, gumam Sakura. Kau mau kesana? Tanya Sai tiba-tiba setelah dia rasa cukup puas untuk menertawakan Sakura. Eh? Sakura sedikit kaget dengan tawaran Sai. Kenapa? Mau tidak pergi ke tempat kita dibesarkan? Tanya Sai sekali lagi. Bisakah? Tentu saja bisa. Kalau begitu aku mau sekali. Tolong ajak aku ke sana, Sai! pinta Sakura dengan wajah berseri-seri. Ok. Ayo, pergi! Hah? Sekarang? Tanya Sakura. Lalu mau kapan? Kau juga sedang punya banyak waktu senggang jika kulihat. Ta-tapi… Pergi saja, Sakura! Tidak apa-apa. Ibu mengizinkanmu karena kau pergi dengan Sai, sambung Kushina tiba-tiba didekat tangga sambil tersenyum. Be-benarkah, Bu? Kushina menganggukan kepalanya sebagai jawaban iya. Sakura melirik Sai dan tersenyum. Ayo pergi! ajaknya. Minum dulu jusnya Sakura! ucap Kushina tiba-tiba. Hehehe.. aku sampai lupa. Sai, kau juga minum jusnya! Iya, iya. Dan setelah Sakura juga Sai menghabiskan minumannya segera saja keduanya pamit pada Kushina. Jaga Sakura baik-baik! Kakinya sedang sakit, nasihat Kushina pada Sai sambil menepuk-nepuk bahunya yang dibalas anggukan oleh Sai sebagai tanda mematuhi nasihat Kushina. Kami pergi! seru Sakura dan Sai berbarengan. Blamm! Pintu itu tertutup setelah sosok Sakura dan Sai pergi dari hadapan Kushina. Dengan pandangan menerawang ke arah pintu Kushina bergumam. Bersenang-senanglah, anakku! ##Obsession## Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Dan sekarang ini di koridor dipenuhi oleh berbagai angkatan kelas membuatnya terlihat seperti di pasar. Lebih di dalam kantin yang hampir sepertiga murid di Konoha High School ini berada. Mereka di sini dengan satu tujuan yang sama, yaitu memuaskan perut yang sudah meronta minta untuk diisi. Bahkan kantin yang terlihat luas ini jika melihat keadaan sekarang sangatlah terlihat sempit. Lupakan mengenai luas atau tidaknya kantin! Sekarang mari kita sorot salah satu meja yang tengah dihuni oleh tiga gadis belia dipojok kanan dari pintu masuk. Ketiga gadis belia itu nampak sibuk menghabiskan masing-masing jatah makan siang mereka dengan santai dan tidak ribut. Karena ketiga gadis belia ini sangat menjunjung tinggi tata krama di meja makan, yaitu tidak ada boleh yang berbicara selagi makan. Mereka bisa memutuskan untuk mengobol seusai mereka menghabiskan makanan siang mereka. Dan ketiganya selesai bersamaan menghabiskan makanan mereka lalu mengumpulkannya tepat di tengah-tengah meja mereka. Sakura sakit, eh? topic obrolan pertama kali dibuka oleh seorang gadis keturunan chiness. Kedu mata coklat agak kehitam-hitaman miliknya melirik gantian kedua gadis dihadapan mereka. Ya, begitulah, jawab Ino tak semangat. Kedua mata aquamarine-nya memandang ke sekeliling dan berhenti tepat pada sosok seorang pemuda berambut merah yang seperti tengah menelephone atau menerima telephone dari seseorang. Lalu kenapa hanya aku saja yang tidak diberi tahu lebih awal? Tanya Tenten sedikit sebal karena dirinya yang terakhir yang mengetahui keadaan sahabat baiknya, Sakura. Hinata meringis menyesal melihat raut wajah kejengkelan Tenten di depannya. Kami hanya tak ingin membuat kau khawatir saja. Huh! Alasan apa itu? Dengar, ya, Hinata… bagaimana pun juga aku ini sahabat baiknya. Sa-ha-bat, ucap Tenten dan memutar bola mata bosan. Dan juga rival terberatku, tambah Tenten dalam hati. Hinata tersenyum melihatnya dan kedua mata lavendernya beralih memandang Ino yang tiba-tiba saja berdiri dari duduknya. Aku duluan, ucap Ino dan secepat kilat meninggalkan Tenten dan Hinata yang menatapnya dengan dahi terlipat. Tenten menatap Hinata meminta penjelasan atas sikap tak biasa Ino yang dibalas dengan kedua bahu terangkat oleh Hinata. Hei, Hinata… aku pikir Ino sedang merahasiakan sesuatu dari kita. Aku juga berpikir seperti itu. Tapi kita juga tak bisa memaksanya bercerita jika dia sendiri tak ingin membaginya pada kita. Tapi aku sedikit khawatir dengannya, ucap Tenten dengan nada khawatir dan kedua matanya melirik makanan yang dipesan Ino masih menyisakan banyak makanan. Lihat! Dia tidak menghabiskan makanan favoritenya. Yeah! Kau benar, aku juga sangat mengkhawatirkannya. Lalu apa yang harus kita lakukan? Tanya Tenten. Uhm~ sepertinya perubahan sikap Ino ada hubungannya dengan Gaara. Apa? Gaara? Siapa itu? Akh, jelas kau tidak tahu. Gaara itu murid pindahan di sini. Sekitar satu minggu yang lalu. Heeeee~ aku baru tahu bahwa ada murid pindahan. Satu minggu kemarin kau tak ke kelas kami karena kau sibuk dengan club karatemu itu, ingat? Tenten nyengir kuda mendengarnya. Akan ada pertandingan persahabatan antar Karateka se-SMA. Sudah jelas aku sebagai ketua sangat sibuk. Ya, ya, aku mengerti. Lalu? Sepertinya kita harus membuntuti Ino sepulang sekolah nanti. Ya, Tuhan, kemana Hinata yang polos? Kau apakan Hinata kami? Tanya Tenten dengan mata membulat. Hinata mendengus tak suka melihatnya. Kau sangat berlebihan, Tenten. Habisnya kau tadi berbicara seperti bukan Hinata saja. Haaahh~ kau ini ada-ada saja. Sudahlah, ayo kita ke kelas! ajak Hinata dan beranjak berdiri diikuti oleh sosok Tenten setelahnya. . . . Aku rasa tadi aku melihatnya menuju kemari, batin seorang gadis berambut blonde. Kedua kakinya nampak ragu menapaki anak tangga yang menuju ke atap ini. Tak bisa dia kendalikan jantungnya kini entah kenapa berdetak lebih cepat dari biasanya seperti mau copot keluar. Dan sebutir keringat mengalir di pelipisnya lalu turun ke dagunya dan berakhir di bawah kakinya. Ino dengan ragu memutar knop pintu atap itu yang tidak di kunci. Bunyi krett nyaring terdengar dan menyapu gendang telinganya ketika dia mendorong ke depan pintu besi itu. Kedua mata aquamarine-nya menyapu sekeliling atap yang terbilang cukup luas ini. Langkah-langkah pendeknya mendekati sebuah pagar pembatas sebatas pinggang yang terbuat dari jeruji besi bentuk kotak-kotak dan berdiri didekatnya. Blam! Bunyi pintu yang seperti ditutup itu berhasil membuat Ino dengan segera membalikkan badannya, dan kedua mata aquamarinenya nampak sedikit terkejut dan membulat karena kehadiran seseorang di depan pintu yang tertutup rapat itu. Tangan putih itu masih memegang knop pintu. Dan kedua mata jadenya menatap tajam dan penuh menyelidik sosok Ino yang sedikit gemetaran seperti ketakutan. Dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku pemuda berambut merah itu berjalan santai mendekati Ino.Bisa kau beri alasan kenapa kau mengikutiku? A-aku… tak mengikutimu. Ino menjawab dengan suara yang sedikit bergetar. Karena jujur saja kini Ino merasa sangat takut melihat sosok pemuda berambut merah darah di depannya. Dengan kedua lutut yang entah kenapa terasa sangat lemas Ino melangkah dengan mengitari sosok pemuda itu. Kedua mata aquamarine-nya menatap intens sosok Gaara dengan was-was dan waspada. Kau tak pandai untuk berbohong… Ino. Gaara berbicara dengan nada mengejek dan penuh dengan penekanan pada saat menyebut namanya. Ayolah! Bicara terus terang saja. Ino mulai berkeringat dingin lagi. Kedua matanya memandang gelisah saat Gaara mulai berjalan mendekatinya. Tak bisa menyangkal lagi apa yang ditanyakannya, pikir Ino. Ka-kau… apa tujuanmu melakukan itu pada Sakura? Gaara menaikan kedua alisnya bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh gadis seperti barby dihadapannya sekarang. Apa yang kau bicarakan? Aku tak mengerti sama sekali. Jawabnya. Bohong. Kau… kau lah yang sudah meneror Sakura dengan surat ancaman dan photo pribadi dirinya. Kedua mata jade itu sedikit terkejut dan terlihat menusuk mendengar pernyataan Ino barusan. Namun, selang beberapa detik kemudian kedua mata jade itu kembali ke semula. Tiba-tiba saja bibir pemuda berambut merah darah itu nampak meneyeringai dingin, namun tak dapat Ino lihat karena saking tipis dan cepatnya pemuda itu menyeringai dan kembali seperti biasanya. Apa buktinya? Aku sendiri. Kau sendiri, eh? Ya. Apa kau tak salah menyebut kata sendiri? Memangnya ada yang salah dengan ucapanku tadi? Tidak ada. Kata sendiri itu berarti tak ada saksi lainnya bukan? Memang benar begitu. Aku sendiri yang melihat kau masuk ke dalam halaman rumah Sakura dan bersembunyi di atas pohon tepat di depan balkon kamarnya. Tepat tengah malam kemarin. Sekarang kutanya… apa yang kau lakukan di sana jika selain untuk memphoto Sakura? Tanya Ino. Aku tidak melakukan hal serendah itu. Yamanaka Ino. Kau sudah keterlaluan menilai diriku. Gaara berucap sangat dingin dan penuh dengan penekanan. Kedua langkah kakinya kembali mendekati Ino. Ino kembali melangkah mundur setiap sosok Gaara maju mendekatinya. Dia sungguh tak menyadari punggungnya sudah hampir menyentuh pagar pembatas itu. Dia terlalu memusatkan perhatiannya pada sosok Gaara. Tarik kembali ucapanmu sebelum ada kejadian buruk yang menimpa dirimu. Yamanaka Ino. Kau berkata seperti itu berarti memang benar apa yang kukatakan. Kau tak mendengar kata-kataku tadi, eh? Mundur. Jangan dekat-dekat! Ino sedikit berteriak dan merentangkan tangannya ke depan seperti menyuruh Gaara untuk berhenti mendekatinya. Kau takut padaku? Jangan mendekat kubilang, dasar psychophat! hardik Ino. Bagaimana jika kuberi tahu kau sesuatu yang menyenangkan. Apa? Tanya Ino dengan mimic wajah takut. Kau akan mati dalam waktu dekat di tangan seorang psychophat. Kedua mata aquamarine Ino membulat sempurna dan tanpa sadar dia terus mundur ke belakang dan punggungnya sukses menabrak pagar pembatas. Dorongan yang terlalu kuat oleh punggungnya membuat pagar pembatas itu terlepas dari bautnya. Ino yang tak menyangka jika pagar itu terlepas ikut terbawa sebab sebelah tangannya memegang gagang besi pagar itu. Grep! Berkat reflex bagus yang dimiliki oleh tubuhnya membuat Ino selamat untuk sementara. Sebelah tangannya segera bergantung pada palang tembok. Dan kedua mata aquamarinenya memandang ngeri pagar pembatas yang jatuh menghantam lantai, hancur dan menimbulkan bunyi berdebum keras di bawahnya. Bulir-bulir keringat sudah bermunculan di pori-pori dahi dan terlebih tangannya yang menahan berat tubuhnya. Dengan tenaga yang di keluarkannya Ino menggapai palang tembok tersebut dengan tangannya yang lain. Kini kedua tangan Ino menahan berat tubuhnya sendiri. Sedangkan tubuhnya menggantung bebas di atas atap itu. Tolong! rengek Ino yang mulai menangis karena takut, apalagi saat kedua mata aquamarine-nya memandang ke bawah lapangan. Kyaaaa~ terdengar teriakan melengking dari seseorang di bawah sana yang melihat sosok Ino menggantung bebas di atas atap. Selang beberapa detik saja banyak siswa maupun siswi yang berdatangan mendatangi seseorang yang berteriak histeris seperti itu. Anak tersebut saat ditanya kenapa berteriak malah menunjuk ke atas atap gedung sekolahnya dengan jari telunjuk kanannya sambil menangis karena kaget dan takut. Ketika semua mata semua orang mengikuti arah tunjuk orang itu semuanya juga dibuat terkejut dan shock. Para anak perempuan hanya bisa menahan nafas mereka takut dan menutup mulut mereka sendiri. Sedangkan para anak laki-laki sebagian ada yang langsung masuk ke dalam dan menuju atap gedung sekolahnya. Semua guru sudah berkumpul di bawah menyaksikan tubuh salah satu anak murid mereka menggantung bebas tanpa pengaman. Dua guru laki-laki yaitu Kakashi dan Iruka segera menyusul anak laki-laki yang akan menuju tangga ke atas atap. Pegang tanganku! ucap Gaara dan mengulurkan sebelah tangannya dengan raut wajah khawatir. Dengan kedua mata yang berlinangan air mata dan kedua pipi yang sudah basah Ino memandang wajah Gaara di atasnya. Perasaan ragu hinggap di hatinya ketika melihat uluran tangan itu. Ino merasa takut jika dia menerima uluran tangan itu maka dengan segera Gaara akan melepaskannya. Dan membiarkan tubuhnya jatuh terjun bebas ke bawah. Berakhir dengan dirinya pergi untuk selama-selamanya dari dunia fana ini. Merasakan apa yang dipikirkan Ino, Gaara membentuk sebuah senyuman tulus dan berkata. Bukan aku yang meneror Sakura. Percayalah! Ta-tapi… aku takut kau akan melepaskan tanganku dan membiarkan aku jatuh. Tidak akan. Percayalah padaku jika aku tidak akan melepaskan tanganmu dan membiarkanmu jatuh, Ino. Ino tertegun sejanak mendengar ucapan pemuda berambut merah di depannya. Kedua mata aquamarine-nya memandang jauh ke dalam kedua mata jade milik pemuda itu seolah mencari kebenaran apa yang diucapkannya. Jujur dan teduh. Ino melihat hal itu pada kedua mata jade di depannya. Seketika rasa ragunya dan asumsi buruk mengenai sosok di depannya menghilang, lenyap begitu saja tak berbekas. Ino melepaskan satu pegangan tangannya pada palang tembok itu dan akan meraih tangan kekar di hadapannya ketika tangan satunya lagi sudah merasa kesemutan dan tak kuat menahan tubuhnya lagi. Namun, hanya tinggal lima centi meter lagi tangan Ino menyentuh tangan Gaara satu tangannya sudah tak kuat lagi dan terlepas begitu saja. Kedua mata Ino dan Gaara membulat sempurna di tambah dengan serentetan teriakan melengking dari bawah. Kyaaaa~ Aaarrgghh~ Grep! Satu tangan Ino satu lagi yang akan menggapai tangan Gaara tiba-tiba ada yang menahannya dan menariknya ke atas. Membuat Ino menengadahkan kepalanya dan melihat wajah Gaara yang dibuliri keringat dan sebelah mata terpejam menahan berat tubuh Ino dan juga dirinya. Da-pat. Ucapnya terputus. Dan membuat yang berada di bawah menghela napas lega dan was-was. Ga-Gaara… lirih Ino yang melihat sosok Gaara yang tengah berusaha menaikan tubuhnya ke atas. Su-dah kubilang kan? Aku tidak akan membiarkanmu jatuh. Gaara berucap di sertai sebuah senyuman manis. Sekarang berikan tanganmu yang satunya dan bantu dirimu sendiri untuk naik! Uhm.. baiklah. Ino balas tersenyum pada Gaara dan meraih tangannya dengan tangan yang satunya lagi. Dengan susah payah Gaara sedikit demi sedikit menaikan tubuh Ino ke atas di bantu dorongan kekuatan oleh Ino sendiri. Sedikit lagi. Ayolah berusaha, Ino! Ugh~ Bruk! Tubuh Gaara jatuh ke belakang karena kelelahan menarik tubuh Ino dan Ino sendiri menjatuhkan dirinya tak jauh dari sosok Gaara. Hah… hah… hah… nafas Ino terengah-engah. Hah… hah.. hah.. Boleh kuberi tahu sesuatu padamu? Ap-apa.. hah.. hah… Jangan marah! Jujur saja… kau berat. Ino mendengus mendengarnya dan kemudian tersenyum. Merangkak mendekati tubuh Gaara dan memandang wajahnya. Kedua mata jade itu tertutup sempurna. Gaara? panggil Ino. Hn? Gaara membuka matanya dan duduk dengan memandang wajah Ino yang tengah tersenyum lembut padanya. Terima kasih sudah menyelamatkan hidupku, ucap Ino tulus. Gaara ikut tersenyum mendengarnya. Aa… Hei! Kalian tidak apa-apa? Tanya tiba-tiba guru Kakashi dan mendekati sosok Ino dan juga Gaara. Nampak beberapa anak laki-laki dari kelas Ino di belakang guru Kakashi dan Iruka bahkan ada juga Naruto yang beda kelas dan tingkatan dengannya datang menghampiri. Kami tidak apa-apa, Guru Kakashi, jawab Ino. Kalian harus ke UKS sekarang! perintah Iruka dan membantu Ino berdiri juga dibantu oleh Naruto. Sedangkan Gaara dia memilih untuk berdiri sendiri dan berjalan mengikuti sosok Ino juga yang lainnya yang sudah akan meninggalkan atap sekolah ini. Semua orang yang berada di depan pemuda berambut merah darah itu tak menyadari jika di bibir pemuda tersebut, kini menyunggingkan sebuah seringai menyeramkan. Kedua mata jadenya memandang tajam sosok Ino dan juga dengan tatapan sangat berbahaya. Kau bisa lolos dari Dewa Kematian hari ini. Yamanaka Ino. Tetapi lain kali kau tidak akan lolos dariku. Dari seorang Dewa Kematian berwujud manusia sepertiku. Batinnya dan terkekeh kecil. Tbc
Posted on: Mon, 11 Nov 2013 12:24:44 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015