Relevansi Konsep Dasar Psikologis Dengan Kompetensi Profesional - TopicsExpress



          

Relevansi Konsep Dasar Psikologis Dengan Kompetensi Profesional Kependidikan OLEH DWI SUSANTI NIM. 10915006047 FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU 1434 H/2013 M BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Guru adalah salah satu contoh dari sekian jenis profesi, Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Menjadi profesional dalam suatu profesi adalah tuntutan yang akhirnya mampu meningkatkan kualitas keprofesian yang kita miliki. Belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang tak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Jika ada proses belajar, maka disitu ada pembelajaran. Dan jika ada pembelajaran berarti disitu ada proses belajar. Begitu seterusnya, saling terkait, tak dapat berdiri sendiri- sendiri. Perbedaan belajar dan pembelajaran terletak pada penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada siswa dan proses yang menyertai dalam rangkan perubahan tingkah lakunya. Ada pun pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk membuat siswa dapat belajar. Peran guru dalam aktivitas pembelajaran tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga memainkan berbagai peran yang bertujuan mengembangkan potensi anak didik secara optimal Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional. B. MASALAH Bagaimana relevansi konsep dasar psikologis dengan kompetensi profesional kependidikan Untuk mengetahui lebih jauh tentang profesi Untuk mengetahui criteria pekerjaan sebagai profesi Mengetahui lebih jauh tentang konsep dasar profesionalisme Bagaimana perkembangan perilaku dan kepribadian seseorang C. TUJUAN Apakah profesi itu? Apa saja Kriteria pekerjaan sebagai profesi? Bagaimana konsep dasar profesionalisme itu? Mengetahui konsep dan mekanisme perilaku manusia Mengetahui tiga domain utama taksonomi perilaku manusia Mengerti indikator peranan dan pengaruh tindakan prilaku dan pribadi manusia Mengetahui tentang proses, tahapan, dan karakteristik perkembangan aspek fisik dan perilaku motorik Mengetahui proses, tahapan, dan karakteristik perkembangan aspek bahasa dan perilaku kognitif Mengetahui perkembangan aspek social Mengetahui aspek moral dan kepribadian BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN PROFESI Pendidikan dalam arti luas Pendidikan dalam arti luas mencakupseluruh proses dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, informal maupun non formal dalam rangka mewujudkan dirinya seseuai dengan tahap perkembangannya secara optimal sehingga ia mampu mencapai taraf kedewasaan tertentu. Dalam konteks ini peranan guru memiliki tugas dan peranan sebagai berikut : Konsenvator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan suber norma kedewasaan dan inovator (pengembang) sistem ilmu pengetahuan; Transmitor (penerus) sistem – sistem nilai tersebut pada sasaran didik; Transformator (penerjemah) sistem – sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dalam prilakunya melalui proses interaksinya dengan sasaran didik; Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan mengeaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan Yang Menciptakannya). Pendidikan dalam arti sempit Pendidikan merupakan salah satu proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran (Instructional), Gage and Berliner menjelaskan bahwa dalam konteks ini guru berperan, bertugas dan bertanggung jawab sebagai : Perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belaja – mengajar (pre- teaching problems) Pelaksana (organizer) yang harus menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar – mengajar sesuai dengan rencana; guru bertindak sebagai seorang sumber (resource person), Konsultan kepemimpinan (leader) yang demokratis dan humanistic (manusiawi) selama proses berlangsung. Penilai (evaluator) mengumpulkan, menganalisis menafsirkan, dan akhirnya memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat keberhasilan belajar – mengajar (PMB) tersebut berdasarkan criteria yang ditetapkan mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produk (output)-nya. Menurut pendapat Gage dan Berliner Berdasarkan kurikulum 1975 dan 1994, perlu ditambahkan (post and during teaching problems) tugas guru sebagai pengubah perilaku (behavioral change) peserta didik. Berdasarkan konsep dasar perilaku ini terdapat beberapa aliran pandangan (paham) Paham holistik (Holisme) Menekankan bahawa prilaku itu bertujuan (pruprosive), yang artinya aspek intrinsik dari dalam diri individu merupakan faktor penentu yang menentukan perangsng (stimulus) yang datang dari lingkungan. Paham Behaviorsitik (behaviorisme) Menekankan bahwa pola – pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan dengan mengkondisikan stimulant dari lingkungan. Mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya suatu perilaku itu dapat dijelaskan secara visual sebagai berikut S – Ratau S->O~>R W-> S->0 ->> R-> W KETERANGAN: S = stimulus O = organism R = respons W = world (lingkungan)Lingkungan disini dapat diartikan sebagai berikut • Lingkungan obyektif • Lingkungan efektif Ada dua kelompok komponen yang penting dalam tiap individu yang mempengaruhi keefektivan mekanisme proses prilaku, ialah receptor effector dan sebagai pelaksana gerak. Dalam pola urutan (sequence) dari mekanisme perilaku dalam konteks ini dapat digambarkan. Pola mekanisme ini tentu pula digambarkan secara siklus (melingkar, yang berate bila kebutuhan yang serupa terasa kembali maka pola mekanisme itu akan di ulang kembali (stereotype behavior) B. PENGERTIAN PROFESI Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi: 1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek. 2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya 3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. 4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis. 5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. 6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. 7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. 8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. 9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. 10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. 11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. `Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE : PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang. Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan “PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan : PROFESI : • Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus. • Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu). • Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup. • Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam. C. Pengertian Profesionalisme Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya. Menurut Supriadi, penggunaan istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya. Konsep profsionalisme, seperti dalam penelitian yang dikembangkan oleh Hall, kata tersebut banyak digunakan peneliti untuk melihat bagaimana para profesional memandang profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka. Konsep profesionalisme dalam penelitian Sumardi dijelaskan bahwa ia memiliki lima muatan atau prinsip, yaitu: Pertama, afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi. Kedua, kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pendangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus. Ketiga, keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. Keempat, dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan tetap untuk melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani dan setelah itu baru materi, dan yang kelima, kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Kelima pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur derajat sikap profesional seseorang. Berdasarkan defenisi tersebut maka profesionalisme adalah konsepsi yang mengacu pada sikap seseorang atau bahkan bisa kelompok, yang berhasil memenuhi unsur-unsur tersebut secara sempurna. PROFESIONAL : Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya. Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu. Hidup dari situ. Bangga akan pekerjaannya. CIRI-CIRI PROFESI Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu : Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas ratarata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu estándar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik D. Kriteria Pekerjaan Menjadi Sebuah Profesi Dalam rangka memahami lebih lanjut tentang profesi perlu diketahui adanya sepuluh macam kriteria yang diungkapkan oleh Horton Bakkington dan Robers Patterson dalam studi tentang jabatan profesi mengungkap sepuluh kriteria: Profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan menggunakan prinsip keilmuan yang dapat diterima masyarakat. Profesi harus menuntut suatu latihan profesional yang memadai dan membudaya. Profesi menuntut suatu lembaga yang sistematis dan terspesialisasi. Profesi harus memberikan keterangan tentang ketrampilan yang dibutuhkan di mana masyarakat umum tidak memilikinya. Profesi harus sudah mengembangkan hasil dari pengalaman yang sudah teruji. Profesi harus merupakan tipe pekerjaan yang bermanfaat. Profesi harus sudah memerlukan pelatihan kebijaksanaan dan penampilan tugas. Profesi harus mempunyai kesadaran ikatan kelompok sebagai kekuatan yang mampu mendorong dan membina anggotanya. Profesi harus dijadikan batu loncatan mencari pekerjaan lain. Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta anggotanya memenuhi kode etik yang diterima dan dibangunnya. Dari kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjan dapat dikatakan pekerjaan profesi apabila memenuhi ciri-ciri: Memenuhi spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas (pengetahuan dan keahlian). Merupakan karir yang dibina secara organisatoris (keterkaitan dalam organisasi profesi, memiliki kode etik dan pengabdian masyrakat). Diakui masyarakat sebagai suatu pekerjaan yang mempunyai status profesional (memperoleh dukungan masyarakat, perlindungan hukum dan mempunyai persyaratan kerja dan jaminan hidup yang layak). Sesuai dengan pengertian profesi dan ciri-ciri yang diungkapkan di atas, maka pekerjaan guru adalah tugas keprofesian, mengingat hal-hal sebagai berikut: • Diperlukan persyaratan akademis dan adanya kode etik. • Semakin dituntut adanya kualifikasi agar tahu tentang permasalahan perkembangan anak. Abudin Nata menambahkan tiga kriteria suatu pekerjaan profesional: • Mengandung unsur pengabdian Setiap profesi dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat. Setiap orang yang mengaku menjadi pengembang dari suatu profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa dirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. • Mengandung unsur idealism Setiap profesi bukanlah sekedar mata pencari atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi saja melainkan dalam profesi itu tercakup pengertian pengabdian pada sesuatu yang luhur dan idealis, seperti mengabdi untuk tegaknya keadilan, kebenaran meringankan beban penderitaan sesama manusia. • Mengandung unsur pengembangan Setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus-menerus. Secara teknis profesi tidak boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknik ini terjadi profesi itu dianggap sedang mengalami proses kelayuan atau sudah mati. Dengan demikian, profesipun manjadi punah dari kehidupan masyarakat. Menurut Mukhtar Lutfi ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi yaitu: Panggilan hidup yang sepenuh waktu. Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian . Kebakuan yang universal. Pengabdian Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif Otonomi Kode etik Klien. Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan itu dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang yang luas. 2. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris. 3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional. Rahman Nata wijaya mengemukakan beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi: 1) Ada standar kerja yang baku dan jelas. 2) Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program pendidikan yang baik. 3) Ada organisasi yang memadai pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya. 4) Ada etika dan kode etik yang mengatur prilaku para pelakunya dalam memperlakukan kliennya. 5) Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku . 6) Ada pengakuan masyarakat (profesional penguasa dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi. D. Kompetensi Profesionalisme Guru Barlow berpendapat bahwa kompetensi professional guru adalah kemampuan dan kewewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang profesional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas keguruannya dengan kemampuan tinggi sebagai profesi atau sumber kehidupan. Dalam menjalankan kemampuan profesionalnya, guru dituntut untuk memiliki berbagai kompetensi yang bersifat psikologi, meliputi : • Kompetensi Kognitif Guru Guru hendaknya memiliki kapasitas kognitif tinggi yang menunjang kegiatan pembelajaran yang dilakukannya.Yang dituntun dari kemampuan kognitif adalah fleksibilitas kognitif, yang ditandai dengan adanya keterbukaan guru dalam berpikir dan beradaptasi. Bekal pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menunjang profesinya secara kognitif . • Kompetensi Afektif Guru Guru hendaknya memiliki sikap/perasaan yang menunjang proses pembelajaran yang dilakukannya, baik terhadap diri sendiri atau anak didik. • Kompetensi Psikomotor Guru Kompetensi psikomotor guru merupakan keterampilan yang bersifat jasmaniah yang dibutuhkan oleh guru untuk menunjang kegiatan profesionalnya sebagai guru. Peran Guru dalam Aktivitas Pembelajaran. Peran guru dalam aktivitas pembelajaran tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga memainkan berbagai peran yang bertujuan mengembangkan potensi anak didik secara optimal. Djamarah merumuskan peran guru sebagai berikut: • Korektor • Inspirator • Informator • Organisator • Motivator • Inisiator • Fasilitator • Pembimbing • Demonstrator • Pengelola Kelas • Mediator • Supervisor • Evaluator E. TAKSONOMI PERILAKU MANUSIA Riwayat adanya taksonomi seperti zaman Plato dan Aristoteles yang awalnya dikenal sebagai dikotomi (dua kategori) kemudian menjadi trikotomi (tiga kategori) ialah afektif, kognitif, dan konaktif (psikomotor). Menurut Ki Hajar Dewantara istilah tersebut diartikan cipta, rasa, karsa dan dewasa ini orang sering menggunakan penalaran, penghayatan dan pengalaman yang mungkin memiliki maksud yang serupa. Dalam konteks pendidikan Bloom (1974) merinci sistematikanya di susun secara meningkat dalam rangka mengembangkan perangkat tujuan – tujuan pendidikan yang berorientasi pada prilaku (behavioral objectives) yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable) secara ilmiah mengenai ketiga kategori atau domain perilaku diatas secara garis besar taksonomi prilaku dari Bloom itu ialah sebagai berikut Kawasan kognitif (the Cognitive domain) Kawasan Afektif ( the affective domain ) Kawasan Konatif ( the psikomotor domain ) • Knowledge • Comprehension • Application • Analyzed • Synthesis • Evaluation • Receiving responding • Valuing • Organization • Characterization by value or value complex • Gross body movement • Finally coordinate movement • Non verbal communication sets • Speech behavior E. PERANAN DAN PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN PRILAKU DAN PRIBADI MANUSIA Pendidikan itu bersifat normatif yang bersumber pada tugas – tugas dan criteria kedewasaan. Norma – norma ini merupakan seperangkat pengatahuan, fakta, system nilai, procedure dan teknik sikap – sikap etis, estetis, social, ilmiah, religius serta ketrampilan dan kemahiran gerakan tindakan pembicaraan dsb yang ruang lingkup dan urutan disusun berdasarkan tahapan perkembangan sesuai dengan konteks, jenis lingkungan pendidikan yang bersangkutan dan sekaligus pula merupakan perangkat kriteria keberhasilannya. Konsep dasar psikologis khususnya dalam konteks pandangan behaviorsime kita dapat menyatakan bahwa praktek pendidikan itu pada hakikatnya merupakan usaha Conditioning penciptaan seperangkat stimulus yang diharapkan menghasilkan pola prilaku seperangkat response tertentu. 1. Perkembangan Fisik Dan Perilaku Psikomotorik a. Perkembangan fisik Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi. Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut: Perkembangan anatomis Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan. Perkembangan fisiologi Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan. Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya. b. Perkembangan perilaku psikomotorik Loree (1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working). Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah : (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan yang sederhana kepada yang kompleks, (2) dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements). Keterampilan berjalan diawali dengan gerakan-gerakan psikomotor dasar (locomotion) yang harus dikuasainya selama tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu berlangsung secara sekuensial, sebagai berikut: keterampilan bergulir (roil over) dan telentang menjadi telungkup (5 : 8 bulan), gerak duduk (sit up) yang bebas (8,3 bulan), berdiri bebas (9,0 bulan) berjalan dengan bebas (13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75). Bermain dan Bekerja,Mulai usia 4-5 tahun bermain konstruksi yang fantastik itu dapat beralih kepada berbagai bentuk gerakan bermain yang ritmis dan dinamis, tetapi belum terikat dengan aturan-aturan tertentu yang ketat. (3) Proses Perkembangan Motorik Di samping faktor-faktor hereditas, faktor-faktor lingkungan alamiah, sosial, kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan merupakan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik? dan perilaku psikomotorik. Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitis a. Perkembangan Bahasa Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut: Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya). Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut. 1. Eqocentric Speech 2. Socialized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban). Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “sociaized speech” mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment). Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972). Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif. Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Loree.(1970:77), dapat dideskripsikan dengan dua cara dua ialah secara kualitatif dan secara kuantitatif. Perkembangan Fungsi-Fungsi Kognitif secara Kuantitatif perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan basil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970:78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut. • Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai ,masa remaja awal, setelah itu kepesatan nya berangsur menurun. • Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja akhir (sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya berangsur menurun (deklinasi). • Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu. Perkembangan Perilaku Kognitif secara Kualitatif Piaget membagi proses perkembangan fungsi dan peri itu ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda: • Sensorimotor periode (0,0 – 2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang obyek kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab-akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain: • menyadari dirinya berbeda dan benda-befl sekitarnya; • sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya; • mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik; • mendefinisikan objek/benda dengan manipulasinya; • mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah. Preoperational. period (2,0 – 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 – 7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain: self-centered dalam memandang dunianya; dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya; dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu; dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan dua benda yang tidak her sentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama. Concrete erational (7,0 – 11 or 12,0) Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah: rnengklasifikasikan angka-angka atau bilangan. Dalam periode mi anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret. Formal operational period (11,0 or 12,0 – 14,0 or 15,0) Periode ini ditandai dengan kernampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Pen laku kognitif yang tampak pada kita antara lain: kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking); kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis); kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui (proportional thinking) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang beragam. Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke dalam tiga periode ialah: enactive stage, merupakan suatu masa ketika individu berusaha memahami lingkungannya. tahap mi mirip dengan sensorimotor period dan Piaget; iconic stage, yang mendekati kepada preoperational period dan Piaget; symbolic stage, yang juga mendekati ciri-ciri formal operational peniode dan Piaget. Dari telaahan kita terhadap perkembangan bahasa dan perilaku serta fungsi-fungsi kognitif itu, jelaslah mempunyai implikasi yang sangat penting bagi pengernbangan sistem dan praktik pendidikan seperti yang disarankan oleh Gage & Berliner (1975:375-378), antara lain para pendidik seyogianya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut: • intellectual empathy • using concrete objects; • using inductive approach; • sequencing instruction; • taking amount of fit of new experience; • applying student self-regulation principles; • developing cognitive values of interaction. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan a.Perkembangan Perilaku social Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa). Proses sosialisasi dan perkembangan sosial Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi. Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya. Kecenderungan Pola Orientasi Sosial Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa. b. Perkembangan Moralitas 1. Perkembangan Moral Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. 3. Proses Perkembangan Moral Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya). Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya. 4.Perkembangan Penghayatan Keagamaan Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagarnaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatifl, mengalami perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya per kembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. 5. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian a. Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan manusia itu berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar biologis) sampai kepada yang bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya. Di dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya, itensitasnya, dan sebagainya. b. Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks ( a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum /sesudah terjadinya perilaku. Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable). Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut: Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir. Bersifat fluktuatif (tidak tetap) Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis). Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar. Emosi psikis, di antaranya adalah: Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral. Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian. Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. c. Perkembangan Kepribadian Pengertian Kepribadian Kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tamj alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap ling kungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut. Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika pen laku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu). Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya tersinggung marah, sedih atau putus asa. ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi. Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain BAB III PENUTUP KESIMPULAN Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relative permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Tingkah laku yang dikategorikan sebagai aktivitas belajar memiliki ciri-ciri : terjadi secara sadar, kontinyu dan fungsional, positif dan aktif, permanent, bertujuan atau terarah, mencakup seluruh aspek tingkah laku. Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi belajar ada dua macam, yaitu faktor internal (jasmani dan rohani) dan faktor eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat). Ada empat golongan motivasi belajar siswa, antara lain : instrumental, social, berprestasi, instrinsik. Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja olah pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan effisien serta dengan hasil optimal. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal, antara lain : metode ceramah, latihan, tanya jawab, karyawisata demonstrasi, sosiodrama, bermain peran, diskusi, pemberian tugas dan resitasi, eksperimen, proyek Peran guru antara lain : korektor, inspirator, informator, organisator,motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator. Kompetensi professional guru adalah kemampuan dan kewewenangan guru dalam menjalankan Kesimpulan Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang. Konsep dasar profesionalisme adalah kunci dalam suatu profesi, karena hal inilah yang mendasari seseorang untuk bisa menjadi profesional dalam menjalankan profesi yang dimiliki. Guru adalah salah satu dari profesi, dewasa ini memiliki profesi haruslah mampu menjadi profesional. Karena tuntutan perkembangan dan hal ini sejalan dengan dinamisasi sistem pendidikan. Menjadi seorang guru harus profesional karena nantinya guru’lah yang akan melahirkan generasi profesionalisme melalui profesinya itu.profesi keguruannya, meliputi : kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik. DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin M., (2000), Psikologi Kependidikan, Bandung: Remaja R. Sugihartono, dkk. (2007) Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press google Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud google. com Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, hal. 897. Sjafri Sairin, Membangun Profesionalisme Muhammadiyah, (Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi [LPTP], 2003), hal 37. Sumardi, Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja, Tesis, Undip, 2001. Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Danim, Sudarbuan. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai.2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. S. Sadiman, Arief, dkk. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers Harjanto. Perencanaan pengajaran. Rineka cipta
Posted on: Sun, 16 Jun 2013 12:33:18 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015