Setahun Subak Jadi WBD (1) Hanya Kebanggaan Semu bagi - TopicsExpress



          

Setahun Subak Jadi WBD (1) Hanya Kebanggaan Semu bagi Bali Setahun lebih, subak di Bali ditetapkan sebagai warisan budaya dunia (WBD) oleh UNESCO. Namun, perjuangan belasan tahun komponen masyarakat Bali bersama pemerintah agar subak menyandang gelar WBD hanya menjadi kebanggaan semu. STATUS subak menjadi WBD hanya menjadi stempel tanpa hasil bagi Bali. Sebab sejauh ini belum ada penataan, perlindungan, serta pelestarian yang signifikan bagi subak. Malahan subak kian terancam oleh maraknya alih fungsi lahan. Ironisnya pendanaan dari pemerintah pusat belum ada dan pendanaan dari Pemprov Bali maupun pemerintah kabupaten/kota masih sangat minim. Bahkan, ada kesan tak serius melindungi subak. Demikian terungkap dalam diskusi terbatas dengan topik 'Setahun Subak Jadi WBD' di Denpasar, Rabu (2/10). Hadir sebagai pembicara yakni guru besar Fakultas Pertanian Unud Prof. Made Merta, Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Bagiasih, Ketua Umum Masyarakat Agrobisnis dan Agroindustri (MAI) Bali A.A. Ngurah Alit Wiraputra, Wayan Swastika dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultur Pemkot Denpasar, serta Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali A.A.N.B. Kamandalu. Lanksekap budaya Bali yang masuk WBD mencakup Situs Pura Ulun Danau Batur dan Danau Batur, Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, Kawasan Catur Angga Batukaru, dan Situs Pura Taman Ayun. Situs tersebut memiliki luasan total mencapai 20.974,70 hektar dan di dalamnya terdapat puluhan subak. Guru besar Fakultas Pertanian Unud, Prof. Made Merta, menilai, status subak jadi WBD hanya menjadi kebanggaan semu, tempelan dan stempel belaka bagi Bali. Sebab, dalam setahun ini tidak ada program yang signifikan sebagai konsekuensi atau keuntungan subak masuk WBD. Kawasan subak yang masuk WBD tetap saja terancam alih fungsi lahan. Tidak ada penataan dan pelestarian yang riil. Contohnya di Jatiluwih. Kondisinya sama saja seperti sebelum masuk WBD. Ancaman alih fungsi lahan masih tinggi. Tidak ada penataan. Mestinya di jalan masuk menuju subak Jatiluwih dibuatkan gapura besar dan papan nama bahwa subak Jatiluwih telah masuk WBD, kata Prof. Merta. Ia menilai, belum ada keseriusan pemerintah pusat, Pemprov Bali, maupun pemerintah kabupaten/kota untuk melestarikan subak dan menerjemahkan status subak masuk WBD dengan program dan aksi riil. 'Harus ada ide bernas, program yang jelas, tindakan nyata subak mau dijadikan apa setelah masuk WBD. Ini penghargaan tingkat dunia masak diabaikan,' kata pria asal Penebel, Tabanan itu. Ditambahkan, eksistensi dan implementasi Tri Hita Karana dalam subak semakin tergerus. Dari aspek palemahan, lahan subak makin banyak yang beralih fungsi. Bahkan banyak subak tinggal papan nama sebab lahannya sudah habis. Dari sisi pawongan, dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah petani Bali kian berkurang. Hasil Sensus Pertanian 2013 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlah petani tersisa 408.229 orang. Jumlah ini turun hingga 83.496 orang dibanding tahun 2003 lalu yang mencapai 491.725 orang. Yang miris, penurunan jumlah petani terjadi hampir di seluruh kabupaten di Bali. Rata-rata, penurunannya mencapai 1,84 persen. 'Dua komponen dasar THK yakni palemahan dan pawongan dalam kehidupan subak atau pertanian di Bali sudah lumpuh, lalu bagaimana parahyangan-nya. Apakah kita masih kuat mempertahankan subak dan pertanian Bali,' tegasnya. Sementara itu, Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Bagiasih mengakui sejauh ini memang belum ada perubahan signifikan dalam upaya pelestarian subak pascamasuk WBD. Masih banyak kendala untuk implementasi program pelestarian subak. Salah satunya minimnya anggaran. Untuk di tahun 2013, belum ada dana bantuan dari pemerintah pusat. Namun di tahun 2014 direncanakan tiap subak yang masuk WBD mendapat dana Rp 500 juta. Sementara anggaran dari Pemprov Bali masih sangat kecil hanya Rp 300 juta. 'Anggaran dari Pemprov untuk WBD di tahun 2013 hanya dapat Rp 300 juta. Untuk tahun 2014, kami usulkan Rp 1,5 M tetapi hanya dapat Rp 350 juta. Dana itu untuk program penataan dan perbaikan saluran irigasi, sosialisasi, membuat data base subak, dan lainnya,' ungkapnya. Dari sisi kelembagaan, pengelola subak masuk WBD, diakui juga belum optimal. Lembaga yang mengelola yakni Dewan Pengelola Warisan Budaya Bali yang terdiri atas unsur pemerintah (SKPD) terkait seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Pertanian), tokoh masyarakat, LSM, serta akademisi. Perlu revitalisasi Dewan Pengelola Warisan Budaya Bali dan akan kami kuatkan kelembagaannya agar berjalan efektif, katanya. Menurutnya, menata dan melestarikan subak memang pekerjaan berat, perlu komitmen berbagai pihak serta perlu ada program yang menyentuh pemberdayaan masyarakat subak, misalnya perbaikan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga sudah menyiapkan kawasan WBD sebagai kawasan strategis nasional sehingga penataan dan pelestarian bisa lintas instansi/kementerian. 'Peran aktif masyarakat juga kami harapkan untuk ikut menjaga dan melestarikan subak,' tandasnya. (kmb29
Posted on: Sun, 06 Oct 2013 08:25:38 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015