Strategi Kita: Satu Bulan, Enam Pejuang - TopicsExpress



          

Strategi Kita: Satu Bulan, Enam Pejuang Baru Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Shalom. Om Swastyastu. Namo Buddhaya. Saudara-saudara sekalian, sahabat-sahabatku dimanapun engkau berada. Terima kasih kau bergabung sama saya pada kesempatan ini. Di tengah bulan puasa yang kita jalankan bersama, ada beberapa hal yang saya ingin sampaikan kepada saudara-saudara sekalian. Pertama tentunya saya berterima kasih dan saya berbangga hati, juga berbesar hati, bahwa saudara-saudara menjadi sahabat-sahabatku melalui media ini, melalui halaman Facebook kita, sekarang kita bisa saling menyapa, kita bisa saling berkomunikasi, dan kita bisa saling menukar pandangan. Pandangan-pandangan saudara, pendapat-pendapat saudara sangat berharga bagi saya. Seringkali bisa mengoreksi sikap, pendirian, bahkan pendapat-pendapat saya sendiri, juga ikut menentukan keyakinan-keyakinan politik saya, sikap-sikap yang harus saya ambil sebagai pimpinan partai kita, Partai Gerakan Indonesia Raya. Sahabatku sekalian, engkau sekalian bergabung dengan saya di Partai Gerindra tentunya karena engkau memiliki ketertarikan dengan pandangan-pandangan saya, dengan sikap politik saya, dengan hal-hal yang saya perjuangkan. Tentunya sebagian dari saudara, atau seharusnya sebagian besar dari saudara sama komitmen bersama saya, sama dedikasi bersama saya, sama cinta kita bersama terhadap negara kita, terhadap bangsa kita, terhadap budaya kita, terhadap rakyat kita. Hal itu adalah wajar. Cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Itu adalah ajaran ustad-ustad kita pada saat kita kecil. Pantaskah seorang anak bangsa tidak cinta kepada negaranya sendiri? Sungguh aneh, adakah sebuah bangsa dimana warganya tidak hormat kepada sejarahnya sendiri, tidak hormat kepada pendiri-pendiri bangsanya sendiri, tidak kagum kepada sejarahnya sendiri? Sungguh aneh, sungguh kerdil bangsa itu, tidak mungkin bangsa itu mencapai cita-citanya. Saudara-saudara sekalian, apa cita-cita kita sebagai bangsa? Cita-cita kita sebagai bangsa tidak lain dan tidak bukan, untuk mencari keamanan bersama, untuk mencari perdamaian bersama, untuk mencari kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia ini. Itulah cita-cita kita sebagai sebuah bangsa. Karena itu kita harus jujur kepada diri kita sendiri. Kita harus berani mengoreksi diri kita sendiri. Sebagian besar elite kita, bahkan sebagian besar dari kita semua cenderung selalu mencari kesalahan di pihak lain. Kalau tidak beres, selalu orang lain yang salah, bukan kita. Kalau kehidupan bangsa kita seolah-olah kalah dengan bangsa-bangsa lain, cenderung kita menyalahkan pihak lain. Kadang-kadang atau seringkali bahkan kita selalu menghindari kesempatan untuk mengoreksi diri kita sendiri. Saya mengajak seluruh keluarga besar Gerakan Indonesia Raya, mari kita berani jujur kepada diri kita sendiri, berani melihat kekurangan-kekurangan kita. Mari kita berani mengoreksi diri kita sendiri, berani berfikir dengan cerdas, berfikir dengan inovatif, mencari jalan keluar dari persoalan-persoalan bangsa, mencari solusi, mencari hal-hal yang bisa meringankan kesulitan-kesulitan rakyat dan bangsa kita. Saudara-saudara, Gerakan Indonesia Raya yang saya pimpin, Gerakan Indonesia Raya yang kita besarkan bersama, telah berjalan dengan pesat, telah berkembang dengan cukup membesarkan hati. Bayangkan, baru lima tahun yang lalu kita mulai, bisa dikatakan dari nol. Dalam waktu kurang dari satu tahun kita sudah lolos bisa ikut pemilihan umum. Pemilihan umum bagi suatu bangsa 250 juta manusia. Ini bukan prestasi yang kecil. Dari puluhan partai bahkan ratusan partai kita lolos menjadi peserta pemilu. Dari puluhan peserta pemilu kita lolos akhirnya jadi partai kedelapan terbesar di Indonesia. Saudara-saudara sekalian sekarang banyak survei-survei yang terus menerus mau mengkerdilkan Gerindra, tapi survei-survei itu pun tidak bisa mengingkari bahwa Partai Gerindra sudah menempati posisi tiga besar di Indonesia. Saudara-saudara dalam lima tahun menjadi partai tiga besar dalam sebuah negara bangsa 250 juta orang, saya kira ini sesuatu yang perlu kita syukuri, perlu kita besar hati. Jangan kita menjadi takabur, jangan euforia, jangan sombong, tapi kita harus percaya diri. Saudara-saudara sekalian, salah satu kelemahan bangsa Indonesia adalah bahwa elite kita sering sekali dikuasai oleh kaum komprador. Apa itu komprador? Komprador adalah orang-orang yang bersedia bekerja sama dengan pihak-pihak asing untuk kepentingan pihak asing, bukan membela kepentingan rakyat sendiri. Bisa dikatakan mereka-mereka ini lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri, mengutamakan keuntungan yang bisa didapat daripada kepentingan rakyat. Saudara-saudara sekalian, selalu saya ajarkan kawan-kawan saya, sahabat-sahabat saya, anak buah saya kalau kita tidak boleh benci orang. Kita tidak boleh benci orang asing sekalipun. Justru saya belajar dari manapun, kita sebagai bangsa harus belajar dari semua bangsa-bangsa lain. Dan kalau mereka lebih berhasil, jangan kita benci mereka, belajarlah dari mereka. Tetapi jangan pula kita naif, janganlah kita jadi pribumi-pribumi yang bisa ditaruh dalam taman-taman mereka, disuruh hidup dengan damai, sebagai tontonan atau bahkan sebagai tamu di negara kita sendiri. Bukan itu yang kita kehendaki. Kita ingin jadi bangsa yang merdeka. Kita ingin menjadi bangsa yang berdaulat. Kita ingin menjadi bangsa yang terhormat. Kita ingin duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain. Kita tidak mau macem-macem. Saudara-saudara, saya percaya dan saya yakin saudara-saudara hanya ingin mencari kesejahteraan yang layak. Saudara-saudara hanya ingin mencari pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang cukup. Cukup untuk memberi nafkah bagi istri dan anakmu, cukup untuk bisa sekolahkan anakmu, cukup untuk berobat kalau sakit, cukup untuk punya rumah yang layak sehingga terlindung dari keganasan alam. Saudara-saudara sekalian itulah cita-cita setiap anak bangsa. Kita terkenal sebagai bangsa yang ramah, bangsa yang damai. Kita tidak ingin mendominasi bangsa lain. Kita tidak ingin menjajah bangsa lain. Kita tidak ingin menginjak-injak hak orang lain. Kita tidak ingin mencuri kekayaan orang lain, tetapi apa yang terjadi pada bangsa kita saat ini, kita lihat kekayaan yang berlimpah-limpah ternyata sebagian besar mengalir ke luar negeri. Saya bahkan mengatakan dari angka-angka, dari fakta-fakta yang kita bisa kumpulkan, justru data-data dari pemerintah Indonesia sendiri menunjukkan bahwa sudah sejak belasan tahun kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia. Pakar-pakar yang membantu saya menghitung bahwa kerugian kita, kebocoran kita tiap tahun adalah sekitar 70 milyar dolar tiap tahun, atau 700 triliun rupiah. Kalau hal ini telah berjalan 10 tahun, berarti bangsa ini sudah hilang 7.000 triliun. Kalau ini terus berlangsung 10 tahun kedepan, kita akan hilang lagi 7.000 triliun lagi. Tidak mungkin Indonesia sejahtera, tidak mungkin kita punya pemerintah yang bersih dan berwibawa kalau gaji semua PNS kecil. Tidak mungkin kita punya tentara yang kuat dan tangguh, yang bisa melindungi segenap tumpah darah Indonesia kalau uangnya tidak ada. Tidak mungkin buruh dapat upah yang layak kalau uangnya tidak ada. Tidak mungkin jalan-jalan baik, tidak mungkin ada kereta api yang layak untuk rakyat, tidak mungkin jalan-jalan yang bagus, jembatan-jembatan yang bagus, bandara-bandara yang bagus, pelabuhan-pelabuhan yang memadai, karena uangnya tidak pernah akan cukup. Bahkan kita akan hutang, hutang, dan hutang terus. Bangsa kita akan terus menjadi bangsa yang tidak mandiri, tidak berdaulat, dan tidak kuat. Kita tidak akan dihormati, karena sebagian besar rakyat kita dibawah garis kemiskinan. Bukan itu tujuan kemerdekaan Indonesia. Kita butuh berdiri diatas kaki kita sendiri, kita butuh rakyat kita mendapat penghasilan yang layak, pekerjaan yang baik, keahlian yang memadai. Anak-anak muda kita harus mendapat pendidikan yang bagus, sehingga mereka bisa nanti dapat pekerjaan yang baik, dapat bersaing di dunia ini dengan layak. Saudara-saudara sekalian, itulah tujuan kita. Untuk itu kita butuh perobahan. Perobahan yang bukan sekedar perobahan. Yang kita butuh adalah transformasi bangsa. Transformasi itu adalah perobahan besar, perobahan hakiki, perobahan mendasar, perobahan strategis, perobahan sampai ke akar-akarnya. Kita butuh perobahan itu, kita butuh transformasi itu, itu saudara-saudara sekalian kita berjuang. Saudara bersama saya saat ini, adalah tugas dan panggilan sejarah. Kita bukan sekedar cari kursi di DPR, kita bukan sekedar cari kekuasaan. Kita minta mandat dari rakyat untuk memimpin bangsa ini. Kita ingin memimpin perobahan mendasar, kita ingin memimpin kebangkitan kembali bangsa Indonesia. Saudara-saudara sekalian itu adalah perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, itu adalah perjuangan saudara-saudara saya bersama saya. Kalau saudara-saudara terus bersama saya, mari janganlah kita gentar, janganlah kita takut dengan tantangan. Kita akan terus diblokir dimana-mana, bahkan pasti kita akan dicurangi. Kita kadang-kadang terlalu naif, karena kita bukan ahli-ahli politik. Kita terjun ke politik karena keharusan keadaan, karena keharusan sejarah. Saudara-saudara, tidak mungkin ada perobahan tanpa perobahan politik. Apa itu arti politik? Selalu saya katakan politik itu artinya adalah kehendak dan upaya untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Tidak mungkin kita memperbaiki kehidupan rakyat, tidak mungkin kita memperbaiki bangsa kita kalau kita tidak memiliki mandat politik dari rakyat. Kalau kita tidak memiliki kekuasaan politik. Saudara-saudara sekalian, sekarang saudara-saudara bersama saya di halaman Facebook Partai Gerindra ini (fb/gerindra) sudah berjumlah 1,5 juta. Ini adalah fenomena yang sangat membesarkan hati. 1,5 juta sahabat pejuang yang bersama saya, hal ini menuntut bagi kita keputusan-keputusan yang mendasar. Saudara-saudara, kalau sekedar saudara bergabung dalam halaman ini, dalam Facebook ini, sekedar untuk menghabiskan waktu, atau sekedar memenuhi ketertarikan, atau sekedar untuk berinteraksi sosial itu juga baik. Tidak ada salahnya. Tapi tentunya engkau sudah tahu bahwa saya, Prabowo Subianto berada di gelanggang politik karena tujuan lebih dari sekedar mencari kursi. Saya di gelanggang politik karena merasa bahwa bangsa kita harus menjadi lebih daripada apa yang sekarang. Kita harus akui, sebagai bangsa masih banyak yang harus kita capai. Bahkan saat ini kita dikatakan bangsa yang kalahan. Di hampir semua bidang kita kalahan. Dalam sepak bola saja kita tidak bisa kita menjaga kehormatan kita. Apakah ini mau kita teruskan? Tidak. Kita perlu transformasi bangsa, kita perlu perobahan. Untuk itu saya mengajak saudara-saudara, kawan-kawan saya, sahabat-sahabat saya yang sudah menyatakan dukungan bagi Partai Gerindra. Mari kita bergerak bersama. Kita sudah bisa menjadi kekuatan yang berarti. Kita sudah bisa menjadi kekuatan transformasi. Kita sudah bisa menjadi kekuatan yang tidak dapat dibendung. Saudara-saudara sekalian, saya yakin saudara-saudara pasti punya sahabat, lingkaran kekerabatan minimal sekitar 60 orang. Saya percaya itu. Saudaramu, kakak-kakakmu, adik-adikmu, orang tuamu, ipar-iparmu, kawan-kawanmu, tetangga-tetanggamu, dan di lingkungan kerjamu. Kalau seandainya setiap bulan saja kita bisa, saudara bisa, membujuk serta meyakinkan enam orang saja, enam orang dalam setiap bulan, dalam bulan pertama kekuatan kita menjadi 9 juta, bulan kedua 18 juta, bulan kedelapan dari sekarang - yakni pada hari pemilu legislatif kekuatan kita sudah akan 72 juta. Dengan kekuatan seperti itu, kita tidak bisa dibendung. Pada saat itu, apapun rekayasa usaha kecurangan tidak bisa berhasil. Saudara-saudara sekalian, kelompok origarki yang suka Indonesia selalu seperti sekarang, yang suka kondisi korupsi, yang suka Indonesia dalam keadaan seperti ini, yang suka kekayaan kita terus diambil keluar, mereka pasti akan dengan segala cara, dengan segala akal-akalan berusaha terus membajak demokrasi yang sudah kita bangun dengan susah payah. Mereka akan membuat demokrasi kita sebuah demokrasi lelucon, demokrasi yang seolah-olah demokrasi, demokrasi yang prosedural tetapi tidak esensial. Demokrasi yang memiliki bentuk tapi tidak punya isi. Saudara-saudara, mereka akan membuat daftar pemilih yang penuh dengan nama-nama hantu, nama orang-orang yang tidak ada, atau bahkan satu nama akan diulang-ulangi puluhan bahkan ratusan kali. Atau, bahkan mencoba apa yang mereka sudah lakukan di masa lalu, yakni anak 6-7 tahun akan dipasang namanya, atau orang yang sudah mati 100 tahun yang lalu dipasang lagi namanya. Hal-hal semacam itu harus kita waspadai, dan itu hanya bisa dibendung, hanya bisa diatasi, hanya bisa digagalkan apabila seluruh 1,5 juta dari saudara-saudara sekalian mau bergerak dari sekarang sampai delapan bulan lagi. Dari sekarang, saudara setiap bulan menambah enam orang lengkap dengan nama mereka, dengan nomor KTP mereka, dengan alamat mereka, dengan nomor HP mereka. Pada waktunya, informasi ini tolong dikirim kepada kami. Kalau ini saudara lakukan, enam orang tiap bulan berarti dua orang setiap minggu, kurang bahkan. Kalau 2 orang setiap minggu, cukup 3 minggu saudara-saudara mencapai target enam orang setiap bulan. Ini akan menjadi awal dari suatu gelombang perobahan, awal dari suatu gelombang transformasi bangsa. Kita akan buktikan kepada dunia bahwa Indonesia memang bisa, dan Indonesia memang akan bangkit. Kita akan menjadi Macan Asia kembali, bahkan lebih dari itu, kita menjadi Garuda yang bangkit, Garuda yang terbang dengan kehormatan, bangsa yang aman, bangsa yang damai karena kuat bukan damai karena dijajah. Bangsa yang berdaulat dinegerinya sendiri, berdaulat dibidang ekonomi, berdaulat dibidang politik, berdaulat dibidang kebudayaan. Bangsa yang hormat kepada leluhurnya, bangsa yang bangga kepada sejarahnya, kepada budayanya, kepada adat istiadatnya. Bangsa ber-Bhinneka Tunggal Ika. Bangsa yang saling hormat menghormati, semua suku saling menghormati, semua agama saling menghormati, semua ras saling menghormati. Bangsa yang makmur, dimana sumber-sumber ekonomi digunakan dengan arif dan bijaksana untuk kemakmuran sebesar-besarnya rakyat, bukan segelintir elit saja. Bangsa yang akan menjaga lingkungan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan merusaknya. Bangsa yang sejahtera. Itu cita-cita kita. Saudara-saudara sekalian, terima kasih saudara telah bersama saya. Terima kasih dedikasimu. Sekarang kita harus pandai, jangan hanya sekedar kita bersosialisasi, jangan sekedar kita bertatap muka, marilah kita berbuat sisa hidup kita untuk anak dan cucu kita, untuk masa depan kita, demi mereka-mereka yang berkorban untuk bangsa dan negara kita. Saudara-saudara sekalian, berapa hari yang lalu saya berkeliling. Kemarin saya ada di Kabupaten Karawang, besok saya ada rencana untuk ke Kabupaten Bekasi. Pada kesempatan ini, saya teringat sebuah sajak Karawang-Bekasi karya dari Chairil Anwar, seorang penyair dijaman perjuangan. Saya ingin menutup pesan saya ini dengan membacakan kepada saudara-saudara puisi ini, sajak ini, karena sajak ini mengandung pesan kepada kita semua dari mereka-mereka yang telah gugur untuk bangsa kita. Izinkanlah saya membacakan karya Chairil Anwar. Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi. Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami. Terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi. Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak. Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa. Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa. Kami sudah beri kami punya jiwa. Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa. Kami cuma tulang-tulang berserakan. Tapi adalah kepunyaanmu. Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan. Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan. Atau tidak untuk apa-apa. Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata. Kaulah sekarang yang berkata. Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi. Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak. Kenang-kenanglah kami. Menjaga Bung Karno. Menjaga Bung Hatta. Menjaga Bung Syahrir. Kami sekarang mayat. Berilah kami arti. Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian. Kenang-kenanglah kami. Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu. Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi. Chairil Anwar, 1948 Saudara-saudaraku sekalian, kita bisa menangkap pesan daripada mereka-mereka yang berbaring antara Karawang-Bekasi dan di ratusan kota-kota lain. Mereka telah berkorban. Sekarang, apakah kita bisa memberi arti kepada perjuangan mereka? Apa kita rela menjadi bangsa yang kalah? Rela menjadi bangsa yang selalu diinjak-injak bangsa lain? Relakah kita melihat kekayaan kita diambil terus, dan kita menjadi penonton bahkan kita menjadi tamu di negara kita sendiri? Kita jadi pelayan, kita jadi tukang sapu, kita jadi kuli, dan kekayaaan kita terus mengalir kelaur dihadapan mata kita sendiri? Saudara-saudara sekalian, berjuanglah untuk mereka-mereka yang sekarang tinggal tulang-tulang berserakan. Berjuanglah memberi arti nilai kepada perjuangan mereka. Demi harga diri kita, demi anak-anak kita dan cucu-cucu kita, demi rakyat kita yang masih miskin. Sahabat-sahabatku, kader-kader Partai Gerindra, simpatisan Partai Gerindra, nasib bangsa kita harus kita tentukan sendiri. Kita harus bisa melakukan perobahan ini. Kita harus bisa melakukan transformasi bangsa ini. Tidak ada pilihan lain. Kita harus memimpin kebangkitan bangsa Indonesia. Kita harus jadikan bangsa Indonesia bangsa yang patut dihormati. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera. Shalom. Om Shanti Shanti Om. Namo Buddhaya. Selamat berjuang. Merdeka! Sekali merdeka tetap merdeka! Prabowo Subianto facebook/PrabowoSubianto July 31 at 9:01am •
Posted on: Wed, 20 Nov 2013 01:47:11 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015