Teori Proses Selektif Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat - TopicsExpress



          

Teori Proses Selektif Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat melakukan suatu proses seleksi sehingga masyarakatlah yang secara selektif menentukan, efek apa yang mereka ingin dapatkan dari informasi yang diberikan oleh media. Masyarakat, pada umumnya akan menghindari informasi yang datang dari media, yang secara fundamental kontradiktif dengan nilai-nilai atau ideologi yang selama ini mereka miliki, dan yakin akan kebenarannnya. Sebagai contoh, kelompok masyarakat yang mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak, tidak akan membaca artikel mengenai pembentukan kedamaian di Irak, dan penghapusan perang. Pada tahun 1960, Joseph Klapper berpendapat melalui penelitiannya mengenai efek media pascaperang. Klapper menyimpulkan bahwa media merupakan organisasi yang lemah, media gagal dalam menambah partisipasi politik masyarakat (ataupun Partisipasi dalam pemilu) Teori Sosial Ilmiah : teori yang masuk dalam kategori ini merupakan teori yang didasari oleh penelitian-penelitian empiris. Hipotesis-hipotesis tentang bagaimana komunikasi massa bekerja dan atau bagaimana efek komunikasi massa kemudian diuji melalui pengujian sistematis dan observasi objektif. Teori Normatif : teori yang masuk dalam kategori teori normatif merupakan teori yang menjelaskan bagaimana seharusnya media beroperasi dengan sebuh sistem spesifik dalam nilai-nilai sosial. Teori ini mencakup tentang empat teori pers. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media --kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya. Otak Lama Dibodohi Teknologi BaruUntuk menjelaskan alasan mengapa manusia menanggapi media secara sosial dan alami, Reeves dan Nass menggunakan teori langkah evolusi yang lambat. Menurut mereka, otak manusia terlibat hanya dalam aktivitas dan perilaku sosial, dan melihat semua objek yang dirasakan adalah benda nyata. Apapun yang kelihatan nyata, menjadi benar-benar nyata. Jadi sebenarnya kita belum beradaptasi dengan keberadaan media baru sehingga apapun yang kelihatan nyata, dipersonifikasikan oleh kita.Orang tentu saja bisa berpikir bahwa diri mereka tidak primitif dan tidak dapat begitu saja dikontrol media. Misalnya ketika kita menonton film horror, kita terus berusaha menghilangkan rasa takut atau rasa sedih kita dengan berkata pada diri sendiri, “ini tidak nyata. Ini tidak nyata. Ini bohong”. Namun sayangnya, jarang sekali kita melakukan itu. Kalaupun kita berusaha melakukannya, kita tidak mampu melakukannya secara konsisten atau terus-menerus ketika gambar-gambar dan suara-suara itu ada tepat di hadapan kita.Dalam teori persamaan media ini, media seperti televisi dan komputer diberlakukan layaknya aktor sosial. Aturan yang biasanya berlaku dan mempengaruhi perilaku setiap hari individu-individu dalam berinteraksi dengan orang lain relatif sama ketika orang-orang berinteraksi dengan komputer ataupun televisi. Begitu pula dengan persoalan-persoalan sosial. Ketika orang berinteraksi dengan orang lain karena kesamaan visi misi, keyakinan, status sosial, kebutuhan, atau kepercayaan. Interaksi antara orang dengan media juga berlaku seperti itu. Saat kita menonton televisi, kita cenderung memilih tayangan yang memenuhi kebutuhan kita. Saat kita mengkases internet melalui komputer pun, kita cenderung lebih mementingkan kebutuhan dan kepercayaan kita.Selain hal-hal yang berdekatan dengan kehidupan sosial, secara mengejutkan dalam hasil penelitiannya, sebagaimana dikutip Griffin, Reeves dan Nass menyatakan bahwa, “Media are full partiscipants in our social and natural world.” (Griffin, 2003:405). Bagi Reeves dan Nass, media lebih dari sekedar “tool”. Jika McLuhan mengatakan bahwa media adalah suatu alat, dan kemudian alat itulah yang membentuk kita, namun Reeves dan Nass menyatakan bahwa media lebih dari itu. Bagi mereka yang dinamakan sebagai “tool” sebagai “hardware” yang bisa dibeli di toko. Sedangkan media, selama ini tidak bisa disamakan dengan perangkat keras yang mati. Karena media juga memberikan kontribusi dan pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan manusia. Mereka juga memberikan penekanan bahwa yang diberikan melalui televisi, komputer, dan bentuk-bentuk media lainnya adalah sebuah realitas virtual. Oleh karenanya, media bukan hanya sekedar “tool”. Perubahan Gaya Hidup Akibat Media MassaKeberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup masyarakat. Beragam informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh yang berwujud positif dan negatif. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masyarakat menilai apakah lingkungan mereka sudah layak atau apakah ia telah memenuhi standar tersebut dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang di lihat, didengar dan dibaca dari media. Pesan/informasi yang disampaikan oleh media bisa jadi mendukung masyarakat menjadi lebih baik, membuat masyarakat merasa senang akan diri mereka, merasa cukup atau sebaliknya mengempiskan kepercayaan dirinya atau merasa rendah dari yang lain.Pergeseran pola tingkah laku yang diakibatkan oleh media massa dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud perubahan pola tingkah laku lainnya yaitu gaya hidup. Perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau imitasi secara berlebihan terhadap diri seorang firgur yang sedang diidolakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari media. Biasanya seseorang akan meniru segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya tersebut baik dalam hal berpakaian, berpenampilan, potongan rambutnya ataupun cara berbicara yang mencerminkan diri idolanya (Trimarsanto, 1993:8). Hal tersebut diatas cenderung lebih berpengaruh terhadap generasi muda.Secara sosio-psikologis, arus informasi yang terus menerpa kehidupan kita akan menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perkembangan jiwa, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Pola perilaku mereka, sedikit demi sedikit dipengaruhi oleh apa yang mereka terima yang mungkin melenceng dari tahap perkembangan jiwa maupun norma-norma yang berlaku. Hal ini dapat terjadi bila taayangan atau informasi yang mestinya di konsumsi oleh orang dewasa sempat ditonton oleh anak-anak (Amini, 1993).Dampak yang ditimbulkan media massa bisa beraneka ragam diantaranya terjadinya perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial atau nilai-nilai budaya. Di jaman modern ini umumnya masyarakat menganggap hal tersebut bukanlah hal yang melanggar norma, tetapi menganggap bagian dari trend massa kini. Selain itu juga, perkembangan media massa yang teramat pesat dan dapat dinikmati dengan mudah mengakibatkan masyarakat cenderung berpikir praktis.Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan makin meningkatnya pola hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan munculnya media massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat masyarakat senantiasa diliputi prerasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instant Gaya hidup seperti ini tanpa sadar akan membunuh kreatifitas yang ada dalam diri kita dikemudian hari.Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak unsur-unsur kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat belajar dikalangan generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan pola tingkah laku yang sudah lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai pudar dan sedikit demi sedikit mulai diambil perannya oleh media massa dalam menyajikan informasi-informasi yang berasal dari jaringan nasional maupun dari luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita sebagai bangsa timur.C. Analisis Pengaruh Media Massa Terhadap Gaya HidupAda tiga hal yang dapat menjelaskan pengaruh media terhadap perilaku masyarakat. Pertama, Pesan-pesan komunikasi massa dapat memperkokoh pola-pola budaya yang berlaku. Kedua, media dapat menciptakan pola-pola budaya baru yang tidak bertentangan dengan pola budaya yang ada. Ketiga, media massa dapat merubah norma-norma budaya yang berlaku dimana perilaku individu-individu dalam masyarakat dirubah sama sekali (De Fleur, 1991:8). Media massa, lanjut Hartman dan Husband (1974) biasa menyajikan sejumlah pandangan, tentang mana yang normal, mana yang disetujui atau yang tidak disetujui. Pandangan ini kemudian diserap oleh individu-individu ke dalam cara pandang khalayak.Ø Efek Media dan Gaya HidupEfek media, sebagian besar merupakan efek yang dikehendaki komunikator: efek-efek bersifat jangka pendek (segera dan temporer); efek-efek itu ada kaitannya dengan perubahan-perubahan sikap, pengetahuan maupun tingkah laku dalam individu; efek-efek itu secara relatif tidak diperantarai. Secara keseluruhan, efek-efek tersebut ada hubungannya dengan pemikiran tentang suatu “propaganda” (usaha-usaha sadar atau terencana dalam menggunakan media massa untuk tujuan-tujuan motivasional atau informasional).Suatu gaya hidup yang meluber lewat komunikasi massa ini melahirkan pola kehidupan yang demokratis, artinya, suatu gaya hidup tidak lagi menjadi privilege suatu kelompok dalam stratifikasi sosial. Dalam konteks kebudayaan massa, atau biasa juga disebut kebudayaan populer, masyarakat menjadi homogen. Siapa saja dapat mengambil alihnya, dari strata manapun ia berasal, pada saat ia bermaksud mengidentifikasikan dirinya ke dalam kelompok sosial yang dicitrakan oleh kebudayaan massa tersebut.Sentuhan budaya tidak langsung tetapi sangat kuat pengaruhnya, adalah penyebaran informasi dan jaringan komunikasi yang semakin luas jangkauannya. Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, pengaruh media massa kini tidak terbatas di arena-arena sosial yang terbuka dan bersifat umum,. Melalui siaran radio dan televisi, televisi global, antena parabola, dan internet pengaruh kebudayaan asing bisa menyusup ke kamar tidur, menembus dinding-dinding tembok rumah. Tidaklah mengherankan kalau siaran televisi dan radio maupun media cetak, serta internet yang tidak mengenal batas-batas lingkungan sosial politik, kebudayaan maupun geografis itu mengundang reaksi kuat di kalangan masyarakat umum. Meningkatnya intensitas arus informasi komunikasi itu menimbulkan pertanyaan sampai berapa jauh pengaruhnya terhadap kehidupan sosial kebudayaan masyarakat.Ø Genre Kaum MudaKampus tempat berkumpulnya kaum muda dari berbagai kalangan adalah sebuah miniatur bagi society yang terus berkembang. Perkembangan yang ada di dalamnya layak dicermati guna mendapatkan potret yang lebih jelas tentang pengaruh media pada gaya hidup. Kita tidak pernah mengalami kesulitan manakala hendak melihat mahasiswa/i yang memberi “warna rambutnya”. ”rambut gimbal”, ”rambut acak-acakan tidak disisir rapi.” Tidak jarang kita menjumpai mereka dengan celana “jeans yang robek-robek” dipangkal paha. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang datang kuliah dengan pakaian ala “ibu-ibu atau tante-tante“, dan “berdandan ala pesta”. Hal lain adalah penggunaan bahasa, kosa kata banci ”bergaya lemas dan manja” merebak dalam percakapan harian mereka, itulah gaya kaula muda.Sosiolog humanis, Peter L. Berger dalam Ibrahim (1997:226) menyebut gejala demikian sebagai munculnya “urbanisasi kesadaran”. Fenomena kesadaran yang telah terurbanisasikan tersebut disebabkan kemajuan pesat teknologi komunikasi / informasi yang pada gilirannya telah menciptakan wajah baru industrilisasi dan terus merembes ke alam bawah sadar masyarakat sebagai industri kesadaran yang menurut Dennis McQuaill telah mengendalikan publik massa baru. Orang desa bisa terkotakan gaya hidupnya meskipun mereka tidak pernah ke kota. Orang bisa menjadi Barat atau terbaratkan sekalipun mereka belum pernah ke Barat.Sebuah kelas yang mewariskan suatu genre generasi muda yang memandang bahwa keremajaan atau ke(pe)mudaan merupakan sesuatu yang menarik. Namun mereka menarik bukan karena potensialitas keremajaannya, tapi lebih karena pasar. Mengingat jumlah mereka yang tidak kecil maka semua pemasaran produk budaya massa mulai dari pakaian, makanan, asesoris, bahkan bahasa, dan perangkat artifisial ditujukan pada mahasiswa (kaum yang mewakili pemuda).Menurut Ibrahim (19­97­:227) fenomena kawula muda memang lebih menarik untuk ditonton dan dipertontonkan, seperti kisah-kasih atau percintaan dan sukses mereka yang sering menjadi latar dan setting cerita dalam berbagai lakon sinetron. Latar kehidupan yang dibayangkan sering tanpa kedalaman. Sukses dan prestasi dianggap sebagai sesuatu yang instant seketika. Tak pernah mereka mempermasalahkan kesulitan ekonomi. Keluar masuk rumah dan mobil mewah adalah ciri mereka. Kalau pria, mereka dicitrakan “Inilah pria idaman”: tampan gesit; Kalau wanitanya, dilukiskan “wanita yang lembut”; cantik manja.Kita bangga kalau melihat kawula muda masa kini yang selalu ceria dan tertawa riang. Baru saja mereka saling memikat di pusat perbelanjaan, lalu mereka kencan di pantai, tiba-tiba mereka sudah berdasi di kantor dengan setumpuk map. Sambil tertawa-tawa mendapat tender besar mereka pecahkan semua problem. Seakan-akan dunia ini tanpa masalah. Demikian gambaran suatu cerita sinetron yang menghiasi layar-layar kaca kita.Gaya hidup enak dan kemudahan-kemudahan selalu terlukis kalau melihat “genre” budaya anak muda ini. Sebagai kawula muda yang kebetulan tengah “menganggur” dan kebetulan juga punya banyak waktu dan duit, mereka punya banyak teman. Dunia hiburan seperti dugem, diskotik, karaoke, identik dengan gaya hidup kawula muda.Ø Kosmopolitanisme Gaya HidupKosmopolitanisme dan globalisasi gaya hidup yang sering dinisbatkan sebagai imprialisme budaya atau imprialisme media, telah sering dicap sebagai ciri Amerikanisasi kelompok kelas menengah ini. Gaya hidup seperti tampak pada sejumlah kawula muda sebagai suatu “genre” pendukung budaya massa terus merembes bahkan sampai ke kampus-kampus universitas/institut/akademi yang semula dianggap memiliki pertahanan budaya dan intelektualitas yang prima.Sebab, bagaimana mungkin mahasiswa sekarang sampai merasa perlu menyelenggarakan acara-acara semisal “Gebyar Kampus”, “Rally kampus”, Konser Rock”, “Pekan Promo” (mungkin ini pengaruh Posmodernisme yang dipelesetkan menjadi Promo) atau pemilihan semacam “putra/putri kampus”, yang dengan diam-diam menanamkan kesadaran bahwa kriteria kecerdasan itu berhubungan erat dengan kecantikan/ketampanan. Padahal di balik itu, semua orang tahu, kita tidak usah terlalu cerdas hanya untuk memahaminya bahwa yang beroperasi adalah propaganda pasar kapitalis industrial yang menjadikan tubuh sebagai pusat kesadaran.Media, ungkap Malik dalam Sihabudin (1999: 3), telah menjadi semacam tirani kognitif yang terus memiskinkan elemen-elemen budaya tradisionil, terutama yang berlandaskan agama. Fenomena kolonialisme budaya lewat media massa semakin membuktikan kenyataan itu. Sebagai contoh, acara “realigi” , “termehek mehek,” dan beberapa acara sejenis itu, menarik untuk disimak. Program ini secara sistematis menayangkan kasus-kasus kehidupan keluarga, yaitu kasus istri dipukul suami, suami gemar serong, hidup melajang, perilaku seks menyimpang (gay dan lesbian), dan sebagainya.Melihat majalah Popular, televisi, dan radio yang mengumbar konsultasi seks, yang menganggap hubungan suami istri sebagai instrumen alat-alat mekanis yang harus dipreteli dan dibuka sebebas-bebasnya (Ibrahim, 1997:227).Menurut Jones dalam Singarimbun (1997:210) film, musik, radio, bacaan, dan TV mengajarkan kepada mereka bahwa seks itu romantis, merangsang, dan menggairahkan. Demikian salah satu gaya hidup yang ditawarkan media. Lull (19­98:84) berpendapat, media massa komersial amat mempercepat dan mendiversifikasikan pengaruh kekuasaan budaya.Kekuasaan budaya, yang saya maksudkan di sini kemampuan untuk mendefinisikan suatu situasi secara budaya. Kekuasaan budaya adalah kemampuan individu dan kelompok untuk memproduksi makna dan membangun cara hidup yang menarik bagi indra, emosi, dan pemikiran mengenai diri sendiri dan orang lain.Hal ini menyerupai apa yang Anthony Giddens namakan “politik kehidupan suatu politik pemilihan gaya hidup keputusan dalam hidup.” Kekuasaan budaya dijalankan ketika orang-orang menggunakan tampilan-tampilan simbolik, termasuk asosiasi-asosiasi ideologis dan budaya yang sistematik, struktur otoritas, dan peraturan yang mendasarinya, dalam strategi aksi budaya. Memang benar bahwa citra-citra simbolik melalui media mula-mula dikuatkan secara budaya dengan cara lembaga sponsor mengorganisir dan menyajikan citra-citra itu. Tak heran kalau produksi makna dan nilai-nilai juga dikuasai dan dikondisikan oleh agen-agen tersebut, yang legitimasi kekuasaannya dimotori oleh sistem komunikasi massa. Lull (1998:84).Dalam mendukung gaya hidup baru itu orang butuh figur. Karena itu, para bintang yang disebut Akbar S Ahmed dalam Ibrahim (19­97:26) sebagai “filosof of pop budaya pascamodern” seperti Michael Jackson atau Madonna “disembah” di mana-mana. Madonna adalah contoh ketika komodifikasi tubuh menemukan ruang pemadatannya. Ia menjadi figur fantasi yang memutar balikan relasi tanda-tanda mengenai seksualitas, kekuasaan, dan ambiguitas gender.Jika dikaitkan dengan pokok tulisan ini, tidak menutup kemungkinan ekspose yang dilakukan media mengenai gaya hidup para idola, dan kaum selebritas. Ketika melihat fenomena “berkuasa”nya “icon pop” seperti Madonna, yang daya tarik “tubuh”-nya telah menggairahkan orang yang melihatnya. Langsung tidak langsung dapat menempatkan perilaku yang dianggap menyimpang bisa dapat dipermisifkan oleh gencarnya ekspose media massa.Gerakan dan perkembangan zaman cukup menambah kadar keberanian para kaum muda memperlihatkan eksistensi mereka dalam bentuk icon kultur pop. Pendobrakan itu muncul ke permukaan dalam bentuk komunikasi pergaulan menengah atas, seni desain dan pertunjukkan. Perhatikan saja kosa kata banci yang merebak di kalangan anak muda Jakarta atau Bali, dan gaya “lemas” para performer di panggung-panggung kafe atau restoran.Akhirnya, media, seperti dikatakan Jatman (1997: 127) telah menciptakan estetikanya sendiri. Ia tidak hanya dianggap sebagai agen kebudayaan, tetapi ia adalah kebudayaan itu sendiri. Artinya ketika kebiasaan kaum elit yang dalam hal ini adalah para publik figur masuk dalam media ia menjelma sebagai pop culture. Hal ini diperkuat oleh Ade Armando bahwa media turut menset agenda kehidupan konsumen termasuk mempengaruhi apa yang dianggap penting dan tidak penting, apa yang halal, dan haram, apa yang bisa dinikmati dan tidak, melalui proses pembiasan. Sehingga, gaya hidup secara luas dapat kita katakan terbentuk dari pesan media massa yang masuk secara bertubi-tubi dalam kehidupan masyarakat.PENUTUPA. KesimpulanMedia massa pada umunya merupakan sektor pranata modern, yang sampai batas tertentu adalah asing untuk negara dan kebudayaan negara ketiga. Untuk memasukkannya diperlukan baik oleh alih teknologi maupun kemampuan adaptasinya terhadap kebutuhan dunia ketiga (Tharpe, 1992). Secara umum media massa merupakan sarana penyampaian informasi dari sumber informasi (komunikator) kepada penerima informasi (komunikan).Informasi-informasi yang diterima dari media tersebut mempengaruhi kehidupan sosial budaya suatu masyarakat baik dalam persepsi sikap serta perilaku hidupnya. Dari pejelasan-penjelasan diatas, secara tersirat kehadiran media massa telah memunculkan suatu budaya baru yang menginginkan masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap budaya tersebut. Budaya ini dikenal dengan sebagai budaya populer atau budaya pop (Sugihin, 1991). Penyesuaian sikap masyarakat terhadap budaya populer ini menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat dan menuntut masyarakat untuk beralih dari masyarkat tradisional menuju ke masyarakat dengan pola hidup modern.Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup masyarakat. Beragam informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh yang berwujud positif dan negatif. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.Dampak yang paling kontras dirasakan dikalangan masyarakat ialah perubahan gaya hidup dan pola tingkah laku yang menuntut masyarakat bersikap serba instant sehingga menyebabkan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat. Media massa mempengaruhi gaya hidup masyarakat untuk menjadi serupa dengan apa yang disajikan oleh media. Sadar atau tidak masyarakat pun masuk kedalamnya bahkan menuntut lebih dari itu. Kehadiran media massa dirasakan lebih berpengaruh terhadap generasi muda yang sedang berada dalam tahap pencarian jati diri.Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masyarakat menilai apakah lingkungan mereka sudah layak atau apakah ia telah memenuhi standar tersebut dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang di lihat, didengar dan dibaca dari media. Pesan/informasi yang disampaikan oleh media bisa jadi mendukung masyarakat menjadi lebih baik, membuat masyarakat merasa senang akan diri mereka, merasa cukup atau sebaliknya mengempiskan kepercayaan dirinya atau merasa rendah dari yang lain.Pergeseran pola tingkah laku yang diakibatkan oleh media massa dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud perubahan pola tingkah laku lainnya yaitu gaya hidup. Perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau imitasi secara berlebihan terhadap diri seorang firgur yang sedang diidolakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari media. Biasanya seseorang akan meniru segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya tersebut baik dalam hal berpakaian, berpenampilan, potongan rambutnya ataupun cara berbicara yang mencerminkan diri idolanya (Trimarsanto, 1993:8). Hal tersebut diatas cenderung lebih berpengaruh terhadap generasi muda.Secara sosio-psikologis, arus informasi yang terus menerpa kehidupan kita akan menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perkembangan jiwa, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Pola perilaku mereka, sedikit demi sedikit dipengaruhi oleh apa yang mereka terima yang mungkin melenceng dari tahap perkembangan jiwa maupun norma-norma yang berlaku. Hal ini dapat terjadi bila taayangan atau informasi yang mestinya di konsumsi oleh orang dewasa sempat ditonton oleh anak-anak (Amini, 1993).Dampak yang ditimbulkan media massa bisa beraneka ragam diantaranya terjadinya perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial atau nilai-nilai budaya. Di jaman modern ini umumnya masyarakat menganggap hal tersebut bukanlah hal yang melanggar norma, tetapi menganggap bagian dari trend massa kini. Selain itu juga, perkembangan media massa yang teramat pesat dan dapat dinikmati dengan mudah mengakibatkan masyarakat cenderung berpikir praktis.Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan makin meningkatnya pola hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan munculnya media massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat masyarakat senantiasa diliputi prerasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instant Gaya hidup seperti ini tanpa sadar akan membunuh kreatifitas yang ada dalam diri kita dikemudian hari.Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak unsur-unsur kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat belajar dikalangan generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan pola tingkah laku yang sudah lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai pudar dan sedikit demi sedikit mulai diambil perannya oleh media massa dalam menyajikan informasi-informasi yang berasal dari jaringan nasional maupun dari luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita sebagai bangsa timur.
Posted on: Thu, 20 Jun 2013 18:21:39 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015