Tinjauan Kritis Sonny Mumbunan Untuk Pameran BUMI BUAT GENERASI - TopicsExpress



          

Tinjauan Kritis Sonny Mumbunan Untuk Pameran BUMI BUAT GENERASI JINGGA Sungai emas kemerahan membelah bentang alam yang dipenuhi bukit dan gunung. Rantai petani membelah bentang lahan hitam legam antara yang kosong dan yang dipenuhi vegetasi. Ada bulan dan mentari, keduanya merah, menggantung di langit dalam dua lukisan ini. Dua karya ini merupakan bagian dari pameran karya lukis Andreas Iswinarto di Galeri WALHI bulan Oktober 2013. Andreas Iswinarto pernah bergiat di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dari 1998 sampai 2007, dan kini aktif di Sarekat Hijau Indonesia. Ia mulai melukis dan menggambar secara intens sejak pertengahan 2010 menggunakan media kertas, dengan cat minyak, akrilik, cat tembok, polycrayon, tinta cina atau arang. Setahun belakangan ini ia mulai menggunakan media kanvas selain kertas yang terus ditekuninya. Andreas kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan memutuskan berhenti setelah mendapati bahwa gerakan lingkungan lebih menggetarkan jiwanya dibanding bidang ekonomi. Seni rupa Andreas bergumul dengan nilai-nilai yang tidak terbatas hanya pada ihwal estetis. Tema-tema yang ia pilih dan angkat – yang akan didekati dengan kerangka metabolisme sosial dan diuraikan nanti – lebih besar dibanding tema seni itu sendiri. Esensi dalam karya-karya Andreas sangatlah menonjol, ditampilkan dengan cara ungkap yang dirumuskan atau spontan, secara realis atau tak jarang secara abstrak dan ekspresionis. “Boemi boeat generasi jingga” dipilih sebagai tajuk pameran. Jingga adalah nama putri dari sahabat Andreas. Jingga dipandang sebagai wakil dari generasi masa datang, mereka yang bakal menanggung biaya dan beban ekologis masa kini seperti disingkap dalam karya-karya Andreas. Jingga dapat juga bermakna sebuah upaya sadar untuk mendekatkan isu-isu lingkungan. Dengan menyebut satu identifikasi spesifik yang akrab dan personal seperti “Jingga”, maka soal lingkungan yang dianggap rumit, jauh, kolektif dan anonim, sejurus menjadi soal sederhana, dekat, privat dan bernama.[1] Ini bukan lagi tentang nasib beruang putih di kutub utara atau hutan gambut terbakar di Riau sana, melainkan tentang persoalan “anak sahabat karib saya.” Metabolisme sosial Bicara metabolisme sosial bicara tentang hubungan antara manusia dan alam. Secara lebih persis lagi, metabolisme sosial ialah tentang interaksi terus menerus yang berlangsung antara sistem sosial-ekonomi dengan sistem biologis melalui pertukaran energi dan materi. Di sini, aliran energi dan materi yang diambil dari (atau dilepaskan ke) alam dipahami sebagai bagian dari proses produksi dan konsumsi sosial-ekonomis. Energi dan materi bisa dialihbentuk misalnya melalui kerja. Kerja dapat kita definisikan baik sebagai aktivitas manusia yang ditujukan untuk menghasilkan nilai-tambah, seperti yang kita pahami dalam pembicaraan tentang ekonomi, maupun sebagai aktivitas manusia yang dimaksudkan untuk stabilisasi metabolisme energi sebuah masyarakat.[2] Karena terkait energi dan materi, di dalam metabolisme sosial berlaku hukum termodinamika ini: tidak mungkin menciptakan sesuatu dari yang tiada dan mustahil menciptakan ketiadaan dari sesuatu. Apa akibatnya? Di dalam metabolisme sosial, produksi ekonomi pasti, sekali lagi pasti, menggerus sumberdaya dari alam dan menciptakan sampah.[3] Dalam aliran materi dari sebuah perekonomian, ekstraksi dan penggunaan sumberdaya menciptakan dampak ekologis. Kecuali itu, ini juga melibatkan konflik sosial di sepanjang rantai nilai sebuah komoditas, baik di sisi produksi maupun konsumsi. (Perhatikan gadget Anda, misalnya Blackberry atau IPad. Dari penambangan timah di Bangka-Belitung untuk merekat sirkuit elektronik di dalamnya, pekerja di Cina atau Hungaria yang merakitnya, pengapalan lintas samudra yang mengantarnya ke antero dunia, sampai waktu Anda yang dipakai untuk berkomunikasi di media sosial dengannya, semuanya melibatkan proses transformasi energi dan materi serta konflik.) Sebagaimana halnya metabolisme tubuh manusia yang mesti dijaga baik agar tidak sakit atau supaya tetap bertahan hidup, begitu pula metabolisme sosial perlu dijaga agar stabil. Saat tulisan ini Anda baca, perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati merupakan dua proses biofisik paling gawat yang telah melewati ambang batas dan mulai merongrong kemanusiaan kita.[4] Karya lukis Andreas merupakan artikulasi artistik dari hubungan antara manusia dan alam. Dalam artikulasi ini, ia menitikberatkan pada dimensi politis dari relasi tersebut. Karya-karyanya ibarat paparan atas tema-tema tertentu yang bila dirangkul dalam kerangka metabolisme sosial, kita seolah menyaksikan sebuah bejana berhubungan skala raksasa yang menghadirkan parade kontradiksi sosial dalam ruang biofisik kita. artikel selengkapnya t.co/m7nG9BPbx3 pameran masih berlangsung di GALERI WALHI hingga 18 Oktober 2013 - Jl Tegal Parang Utara No 14 Mampang Prapatan Jakarta Selatan 12790 ke depan kami akan menghadirkan pembacaan kritis lengkap dolorosa sinaga, sonny mumbunan, ruth indiah rahayu dan bjd gayatri serta seluruh karya Bumi Untuk Generasi Jingga secara online. Semoga akan memperkaya kita dengan apresiasi seni serta pemahaman tentang soal lingkungan hidup sebagai isu bersama
Posted on: Wed, 09 Oct 2013 17:17:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015