cahaya dalam kegelapan 0inShare Bila “Suka” Tumbang di Pilbup - TopicsExpress



          

cahaya dalam kegelapan 0inShare Bila “Suka” Tumbang di Pilbup Majalengka? OPINI | 04 September 2013 | 13:41 Dibaca: 143 Komentar: 0 0 1378274876681700044 Oleh : Jejep Falahul Alam Bila Pemilihan Bupati Majalengka tahun 2013 ini dimenangkan Sutrisno-Karna (Suka), itu berita yang tidak aneh dan memang peluangnya terbuka lebar. Tapi sebaliknya, akan membuat gempar jagat perpolitikan di tanah Sindang Kasih Sugih Mukti ini ketika pasangan incumbent yang menamakan diri “Suka” Jilid II tumbang. Isu semacam ini beredar luas di kalangan politisi, masyarakat, pasar, pegawai, dan tempat keramaian lainnya meski hanya sebatas obrolan di warung kopi. Termasuk ketika penulis berkumpul bersama kawan-kawan. Dari diskusi itu, bakal banyak terjadi malapetaka yang menimpa “Suka” dan elemen terkait lainnya. Pertemuan itu juga menganalisa penyebabnya, dikarenakan kekalahan Suka menerapkan strategi dan tidak maksimalnya mesin partai dalam mendukung pasangan”Suka”menuju Pendopo untuk kedua kalinya. Terlalu percaya diri (overconfidence) dari hasil survei dan memandang sebelah mata kekuatan rival politik menjadi bagian penyebab kekalahanya. Sedangkan dari sudut pandang agama, nasib itu sudah merupakan guratan takdir yang tertera di Lahulmahfudz, bahwa bupati dan wakil bupati Majalengka Periode 2013-2018, sudah ada di tangan Nya. Kalah Keterlaluan Bila incumbent sampai finish di urutan kedua apalagi di urutan underdog, sungguh sangat memalukan. Mengapa demikian? coba bayangkan selama 5 tahun berkuasa tentunya incumbent sudah menguasai beragam hal. Pertama, akses ekonomi. Dengan kedudukanya sebagai bupati dengan posisinya sebagai raja kecil di daerah. Incumbent memiliki kesempatan yang lebih besar mengusai akses ekonomi dibanding kandidat lainnya. Akses ekonomi dimaksud, memudahkan incumbent mendapatkan beragam suntikan dana pembiayaan kampanye dari berbagai sumber. Bahkan sering kali incumbent kewalahan ketika banyak tawaran dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan, akan memberikan bantuan dana. Dengan anggaran yang melimpah itu, tentunya pihak incumbent bisa melakukan beragam hal, termasuk memainkan uang rakyat (APBD). Kedua, incumbent mengusai akses sosial. Penguasaan terhadap akses sosial sangat penting karena akan mendongkrak tingkat popularitas dan elektabilitas. Sejak hari pertama incumbent dilantik, ia akan memiliki akses bertemu dengan rakyatnya. Tentunya keadaan ini dengan menggunakan fasilitasnya sebagai kepala daerah. Bahkan, incumbent bisa menghadiri acara atau bahkan menciptakan kegiatan, untuk bisa bertemu dengan rakyatnya sebagai bagian dari kampanye secara tidak langsung. Ketiga,incumbent mengusai akses politik. Dengan memegang remot kontrol, tentunya incumbent bisa membunuh ruang gerak parpol oposisi yang bakal menggangu singgasananya. Dengan segala kemudahanan tersebut, maka tidak heran bila sangat sedikit incumbent yang kalah dalam mempertahankan kekuasaannya. Tapi hanya incumbent yang”keterlaluan” yang kalah dalam Pilkada. Memang betul, bila mengukur kekalahan dalam Pilkada tidak bisa serta merta meneropong dalam beberapa sudut pandang. Tapi harus melibatkan variabel lainnya karena saling mempengaruhi. Tapi yang utama, kekalahan di medan pertempuran bisa dikarenakan tidak mengetahuinya kekuatan sendiri, kekuatan lawan, medan pertempuran, maupun iklim (isu/propoganda) (Baca : Strategi Politik Sun Tzu). Tapi misal Suka, kalah memang bukan barang baru di alam demokrasi saat ini. Jokowi-Ahok mampu menumbangkan Fauzi Bowo di Pilgub DKI Jakarta, Ganjar Pranowo sukses menjungkalkan Bibit Waluyo di Pilgub Jateng, dan Ahmad Heriyawan menggulingkan Dani Setiawan di Pilgub Jabar 2008 serta sederetan nama lainnya. Tapi kemenangan di Pilgub Jatim, KarSa baru-baru ini, dalam mempertahankan kedudukanya melawan rival terberatnya, Khofifah, setidaknya harus dijadikan pelajaran berharga bagi petahana untuk menirunya.Jangan sampai nasibnya terperosok ke dalam jurang kekalahan. 13782752571090263702 Kasus Hukum Bukan hanya kekalahan memalukan, berkaca pada pengalaman kepala daerah yang tak lagi menjabat karena terjungkal dalam kompetesi. Biasanya, semua kasusnya bakal dibongkar dan diseret ke aparat penegak hukum. Fakta ini seperti dialami Mantan Gubernur Jawa Barat, H. Danny Setiawan dan Mantan Wali Kota Bandung, Dada Rosada kemarin. Ketika keduanya menjabat sebagai penguasa daerah, nyaris tidak tersentuh hukum. Tapi ketika pihaknya menanggalkan jabatanya, ia harus mendekam di”Hotel Prodeo”. Kondisi semacam ini bakal terjadi kepada siapapun kepala daerahnya, yang terkapar dalam peperangan. Pertanyanya? apakah nasib itu bakal terjadi di Kabupaten Majalengka? Kabupaten Cirebon? Kota Cirebon? Kab. Sumedang? Semua itu tidak ada yang tahu, terlebih jika aparat penegak hukumya sudah “masuk angin” semuanya selesai. Tapi kecil kemungkinanya bila kasus itu berakhir di meja hijau. Terlebih jika pelanggaran hukum yang melibatkan kepala daerah dinikmati secara berjamaah dan semua orang kecipratan dana haram tersebut. Karena bila satu orang terseret, maka akan memakan korban lainnya.Tapi siapapun orangnya, apalagi kepala daerah terpilih ketika berhasil menduduki kursinya, maka kesempatan untuk melakukan korupsi atau merampok uang rakyat sangat terbuka lebar. Kondisi semacam itu sulit dihindari, karena kesempatan dan celah bagi para penguasa ada. Jadi, saha bae bupatina korupsi mah pasti aya!!!. Jabatan Terancam Beda bupati, beda kepala dinas, lain pula camatnya. Kenyataan ini lumrah terjadi dimana-mana. Sehingga ketika masa kampanye berlangsung, pejabat lebih memilih bersikap netral atau tiarap sambil mengamati konstelasi perpolitikan yang terjadi. Tapi ketika hasil perhitungan suara sudah diketahui, maka para pejabat bakal berani langsung merapat dan mengucapkan selamat ke kediaman bupati terpilih.Termasuk pejabat yang dekat di lingkaran penguasa sekalipun. Bila tidak dilakukan, ancaman jabatan. Sehingga bukan tidak mungkin, akan memberikan”sesajen”kepada para raja barunya, maupun kepada para punggawanya yang dianggap telah memenangkan pertempuran di medan perang he.. he.. he.. Padahal jabatan Bupati Sutrisno belum habis dan akan selesai pada akhir Desember 2013. Apa yang dilakukanya para pejabat itu sesuatu yang wajar, meski akan melukai perasaan pasangan Suka dan dicap kurang baik. Maka tidak menutup kemungkinan, Suka bakal melakukan mutasi besar-besaran terhadap para pejabat eselon II, III, dan IV di penghujung jabatanya. Ini diperkirakan sebagai bentuk”hukuman”bagi pejabat yang tidak loyal atau pembangkang. Tapi usia pejabat yang dimutasi tak akan lama. Bupati dan wabup terpilih akan melakukan rotasi pejabat baru. Ia akan menempatkan orang-orang kepercayanya untuk membangun rezim terbarunya. 13782758901487561407 “Ceurik Geutih” Menang dalam setiap perebutan kekuasaan merupakan keinginan semua pasangan calon. Sebagai buahnya, kebahagian akan dirasakan selama 5 tahun manggung. Tapi bagaimana bila tersungkur? yang dirasakan ceurik getih, leuleus, nyeri hate kabina-bina, dan kesedihan itu tak akan terobati dalam beberapa tahun mendatang. Sehingga tangisan bagi orang yang kalah itu tidak ada arti apa-apa. Nasib kader moncong putih di percaturan perpolitikan Pemilu 2014, akan berubah drastis. Baik itu caleg di dapil Majalengka, Caleg Provinsi dan Caleg DPR RI. Para calegnya akan mengalami guncangan psykologis yang hebat karena kekalahan sebelum bertarung, karena masih trauma di Pilbup Majalengka. Mereka bakal dicekal agar tidak banyak menguasai kursi di dewan karena akan mengganggu kebijakan bupati terpilih. Bila tidak dibendung, PDIP akan menjadi partai oposisi yang paling keras menolak kebijakan bupati terpilih. Korban lainnya, sayap partai PDIP yang dulu bersinar akan layu dengan sendirinya. Termasuk kekalahan incumbent di Majalengka merupakan kekalahan PDIP dan kemenangan parpol oposisi hasil produk pemilu 2009. Ancaman bakal memerahkan Majalengka bakal kandas di tengah perjalanan. Kekalahan “Suka” juga bakal menambah deretan nama dan merontokan superior jagoan asal PDIP di Provinsi Jawa Barat, seperti halnya yang terjadi di Kab. Sumedang dan Kota Cirebon. Bahkan anekdot di masyarakat, bila pemenangnya Abah Encang maka Majalengka yang semula berwarna merah, akan berganti loreng ditambah hitam dan kuning sebagai variasi. Bila Apang yang unggul, warna Majalengka bakal menjadi pelangi. Kalau Yeyet yang diuntungkan putih yang bakal didominasi. Pengecatan warna di kantor pemerintahan bisa saja terjadi, karena bupati terpilih memiliki kewenangan atas kebijakannya sepanjang tidak melanggar peraturan hukum yang berlaku.Para pengusaha yang dulu dekat dengan incumbent, mereka akan berhamburan berlarian merapat kepada penguasa barunya. Sambil menjilat agar kedepan ke bagian jatah kue pembangunan alias proyek. Agar berjalan mulus, tentunya tidak cukup dengan “ngacapruk” alias “ngabudah”, tapi sambil harus menyosodorkan upeti untuk memuluskan maksud dan tujuanya (itung-itung ngaganti modal kampanye). Bagaimana nasib penguasa yang lama? tentunya petunjuk dan petuahnya tidak akan lagi digubris. Lalu akan keluar nada kalimat tidak enak yang dialamatkan kepadannya. Bagaimana keberhasilan pembangunan yang sudah dilakukan seperti Bunderan Munjul? Taman Dirgantara? dan Patung Bupati Sutrisno di Jatiwangi ? bukan tidak mungkin, hal itu bakal dibongkar tapi tidak dalam waktu segera. Tujuan jangka panjangnya, untuk menghilangkan memori jejak keberhasilanya sebagai investasi politik di masa mendatang. Dengan kondisi demikian, bukan tidak mungkin akan berdampak pada psyikologis serta jiwa raga Sutrisno-Karna itu sendiri. Kondisi itu sangat manusiawi, dan akan dialami semua pasangan calon yang menelan kekalahan. Dan banyak lagi yang akan terkena imbasnya lainnya. 1378276273589755998 Nasib Karna Dampak kekalahan bakal dirasakan keluarga besar maupun para kader Persatuan Umat Islam (PUI), karena diakui atau tidak, Karna merupakan kader PUI tulen seperti layaknya Gubernur H. Ahmad Heriyawan. Orang-orang PUI bakal bangga ketika melihat gubernurnya dari PUI termasuk bila Karna jadi Wabup kembali. Apalagi Majalengka sebagai basis ormas PUI terbesar, ternyata keropos keberadaanya. Kader dianggap tidak maksimal memperjuangkan ketuanya untuk menjadi orang nomor dua di Kota Angin ini. Kekalahan Karna juga kelahan komunitas ormas Islam yang selama ini dekat dengan dirinya. Karir politiknya Karna diprediksi bakal tenggelam seiring dengan kekalahanya. Kemenangan dan kekalahan Karna Sobahi, disadari atau tidak, itu merupakan representasi dari kalangan tenaga pendidik. Karna pasti akan berkata, padahal kemenangan saya juga akan mengangkat nama harum PUI, Kec. Malausma (putra daerah), warga Majalengka di wilayah selatan sebagai tanah kelahirnya sebagai putra daerah. Terkait nasib guru, apa yang dilakukanya bukan tidak ingin berbuat mensejahterakan nasib para guru, tapi karena bukan seorang kepala daerah selaku pemegang kebijakan. Tapi penyesalan itu tidaklah ada artinya, karena semua dan harapan itu sia-sia saja. Apa yang telah dilakukan Karna memang tidak sempurna, karena dia manusia bukan malaikat yang tidak punya salah dan dosa.Tapi semua itu akan menjadi debu yang tertiup angin. Penutup Tapi siapapun yang menang dalam Pilbup Majalengka itu, sudah menjadi takdir Allah SWT sudah menghendaki. Tidak ada yang tidak mungkin bila Allah sudah menghendaki Nya. Manusia hanya mampu berusaha dan berdoa, selebihnya Allah SWT yang menentukan hasilnya. Walau secara nalar logika, kekuatan finansial yang melimpah, bila tuhan tidak menghendaki, tidak akan mampu melawan kehendak Nya. Ini pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa kita tidak boleh sombong dan takabur. Kalah memang menyakitkan, tak seorang pun yang akan menelan kegagalan. Maka jadikan kekalahan sebagai bagian cobaan, hadapi dengan ikhlas, dan lapang dada, karena Allah SWT tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya bila tidak mampu mengatasinya. Tapi ini baru predeksi bila Suka belum beruntung, kita lihat nanti pada Minggu, 15 September 2013 mendatang siapa yang sudah menjadi guratan nasib Allah SWT, yang harus menang Suka? Sopan? Hati? atau Yes? silahkan memohon dan berdoa kehadirat illahi rabbi agar diberikan kemenangan. Tapi penulis baru menyadari, yang menciptakan kegaduhan politik di Majalengka menjadi panas atau tidak, selain elit parpol dan timses, ternyata anda sendiri ikut meramaikan gonjang-ganjing perpolitikan di bumi pasundan ini. Selamat bertarung para putra terbaik Majalengka, jaga kondusifitas dan jangan bohongi rakyat.*** Jejep Falahul Alam, alumni Jurusan Komunikasi IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Majalengka (Himmaka) Cirebon, urang Cipeundeuy-Bantaruje
Posted on: Wed, 04 Sep 2013 14:19:33 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015