Imam Ali menyatakan bahwa Umar dan Abu Bakar Tahu Betul Hak Beliau - TopicsExpress



          

Imam Ali menyatakan bahwa Umar dan Abu Bakar Tahu Betul Hak Beliau atas kekhalifahan .. Posted on Maret 29, 2011 by syiahali Sikap ‘Ali terhadap pengangkatan Abu Bakar di Saqifah, diucapakan sekaligus dengan sikapnya terhadap pengangkatan ‘Umar dan ‘Utsman, dalam khotbahnya yang terkenal sebagaiasy-Syiqsyiqiyyah, yang diucapkannya di ar-Rahbah. Khotbah ini dicatat oleh Syarif ar-Radhi dalam Nahju’l-Balaghah yang terkenal itu, yang memuat khotbah-khotbah, pidato-pidato, surat-surat serta ungkapan-ungkapan ‘Ali bin Abi Thalib SA. Khotbah itu sebagai berikut: “Demi Allah, putra Abu Quhafah (Abu Bakar) telah mengenakan busana (kekhalifahan) itu, padahal ia mengetahui dengan yakinnya bahwa kedudukan saya sehubungan (kekhalifahan)itu sama seperti hubungan sumbu dengan roda. Air bah (kebijaksanaan) mengalir ke bawah saya, dan burung (siapa pun) tidak dapat melampaui (ilmu) saya. Saya memasang tirai terhadap kekhalifahan itu dan melepaskan diri daripadanya. Saya pun mulai berpikir, apakah saya akan menyerangnya ataukah saya harus menanggung cobaan sengsara kegelapan yang membutakan itu sampai orang dewasa menjadidaif, orangmuda menjadi tua, dan Mu’min yang saleh hidup dalam kungkungan sampai ia menemui Allah (di saat kematiannya). Saya pun berpendapat bahwa adalah lebih bijaksana untuk menanggungnya dengan tabah.Saya lalu menempuh jalan kesabaran, kendati pun mata rasa tertusuk-tusuk dan kerongkongan rasa tercekik. Saya menyaksikan perampasan terhadap warisan saya hingga yang pertama (Abu Bakar) sampai pada ajalnya; namun ia menyodorkan kekhalifahan itu kepada Ibnu Khaththab sendiri. (Lalu ‘Ali mengutip syair A’isya:) ‘Hari-hariku kini dilewatkan (dalam keresahan) di atas punggung unta, sedang dahulu hari-hari (kesenangan) kunikmati sambil berkawan dengan Hayyan, saudara Jabir’. Aneh, semasa hidupnya ia ingin terbebas dari jabatan khalifah, tetapi ia mengukuhkannya kepada yang lain itu (‘Umar) setelah kematiannya. Tidak syak, kedua orang ini hanya berbagi tetek susu di antara keduanya saja. Yang satu ini (‘Umar) mengungkung kekhalifahan itu rapat-rapat, ucapannya congkak dan sentuhannya kasar. Kekeliruan sangat banyak, dan karena itu maka dalihnya pun sangat banyak. Orang yang berhubungan dengan kekhalifahan itu ibarat penunggang unta binal. Apabila ia menarik kekangnya, moncongnya akan robek; tetapi apabila ia membiarkannya maka ia akan jatuh terlempar. Sebagai akibatnya, demi Allah, rakyat terjerumus dalam kesembronoan, kelicikan, kegoyahan dan penyelewengan. Sekalipun demikian, saya tetap sabar dalam waktu yang lama dengan cobaan yang keras, sampai, ketika ia (‘Umar) menemui ajalnya ia menaruh urusan(kekhalifahan) itu Pada satu kelompok dan menganggap saya sebagai salah seorang daripadanya. Tetapi, ya Allah! apa urusan saya dengan ‘musyawarah’ ini? Di manakah keraguan tentang saya dibanding dengan yang pertama dari antara mereka (Abu Bakar) sehingga sekarang saya harus dipandang sama dengan orang-orang ini? Namun saya terus merendah sementara mereka merendah, dan membubung tinggi ketika mereka terbang tinggi. Seorang dari mereka berpaling menentang saya karena hubungan kekeluargaannya, sedang yang lainnya cenderung memihak ke jalan lain karena hubungan iparnya, dan ini, dan itu, sampai yang ketiga dari orang-orang ini berdiri dengan dada membusung di antara kotoran dan makanannya. Bersama dia, anak-anak dari kakeknya (Banu Umayyah) pun bangkit menelan harta Allah, bagaikan unta melahap dedaunan musim semi, sampai talinya putus, tindak tanduk menyelesaikannya, dan keserakahannya menyebabkan ia terguling. [1] Khotbahasy-Syiqsyiqiyy ah, selain dihimpun oleh Syarif al-Radhi, juga banyak dilaporkanoleh penulis-penulis lain, seperti Ibn Abil-Hadid dalam Syarh Nahju’l Balaghah, Abu Ja’farAhmad bin Muhammad (meninggal 274 H/ 887 M) dalam Kitab al-Mahasin, Ibrahim binMuhammad ats-Tsaqafi (meninggal 283 H/896 M) dalam kitabnyaal-Gharat, Abi ‘AliMuhammad bin ‘Abdul Wahhab al-Juba’i (meninggal 303 H/915 M) dan ‘Abdul Qasim al-Balkhi (meninggal 502 H/108 M) dalam kitabnyaal- Inshah; Lihat Saduq (meninggal 381H/991 M) dalam Ilal asy-Syara’i, hlm. 68, Ma’ani, Al-Akhbar, hlm. 132, Mufid,Ir s yad, hlm.166 dan Thusi, Amali, hlm. 237. MeskipunNahju’l-Balaghah dihimpun Syarif ar-Radhi (meninggal 406 H/ 1115 M), tetapi,tulisan ini terdapat pada naskah-naskah yang lebih lama, seperti Nashr bin Muzahim al-Minqari dalam bukunya Waq’ah Shiffin, Ya’qubi dalamT arikh-nya, Jahizh, dalam Ansab al-Bayan wa at-Tabyin, Mubarrat dalam bukunya Kamil, Baladzuri dalam Ansab al-Asyrafdan buku-buku standar dari abad kedua, ketiga dan keempat. Tatkala Imam ‘Ali mendengar dibentuknya dewan oleh ‘Umar, dan syarat-syarat pemilihan serta penunjuk ‘Abdurrahman bin ‘Auf sebagai suara yang menentukan, ia berkata: ‘Demi Allah, kekhalifahan sekali lagi diambil dari kami, karena suara yang memutuskanterletak di tangan ‘Abdurrahman, seorang sahabat lama ipar ‘Utsman, sedang Sa’d binWaqqash adalah kemenakan ‘Abdurrahman dari Banu Zuhrah; tentu saja ketiganya salingmendukung, dan andai kata Zubair dan Thalhah memilih saya, tidak akan ada gunanya’.[2] ‘Ali mengatakan bahwa Abu Bakar dan ‘Umar ‘merampas’ haknya. Ia juga mengatakanbahwa Umar memerah susu untuk ‘Umar dan Abu Bakar berdua sekaligus’, yangdimaksudkannya bahwa ‘Umar memperjuangkan kekhalifahan Abu Bakar sambilmengharapkan bahwa Abu Bakar kelak akan menghibahkan kekhalifahan itu kepada ‘Umar.‘Ali juga menuduh bahwa tindakan ‘Umar mengangkat enam, orang Alul hall wal aqd yang kemudian terkenal sebagaiSyura, telah direncanakan untuk menyingkirkan ‘Ali danmemenangkan ‘Utsman. Imam ‘Ali berpendapat bahwa Abu Bakar dan ‘Umar mengetahui betul bahwa kekhalifahan adalah hak ‘Ali, seperti roda sebuah kincir, sebab Nabi ‘mewasiatkan ’Imamah itu kepada Imam ‘Ali, sebagaimana kesimpulan dari pidato ‘Ali tersebut. Mengapa maka ‘Ali mengatakan bahwa Imamah atau kepemimpinan umat adalah hak yang diwariskan kepadanya oleh Rasul dan di ketahui juga oleh ‘Umar dan Abu Bakar. Dengan kata lain Khilafah atau Imamah, menurut Imam ‘Ali, berdasarkan nas. Sebaliknya, menurut Abu Bakar dan ‘Umar, sebagaimana kita ikuti dari pertemuan di Saqifah, berpendapat bahwa khalifah berdasarkan pemilihan, musyawarah. Kalau pun ada nas, maka nas itu hanyalah sebuah hadis yang mengatakan bahwa Imam itu dari orang Quraisy. Malah menurut ‘Umar, kaum Quraisy yang menentukan terpilihnya seseorang menjadi khalifah. Semua anggota Ahlu-hall-w a-’aqd yang ditunjuk ‘Umar untuk memilih khalifah sepeninggalnya adalah orang Quraisy, dan tidak ada seorang pun dari kaum Anshar ——————————– Nahjul-Balaghah, Khotbah 3. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm.19; Thabari,Tarikh, edisi de Goeje etal, jilid 1, hlm. 2780; Ibnu ‘Abd Rabbih, ‘Iqd al-Farid, jilid 4, hlm. 276; Ibn Abil-adid, Syarh Nahju’l Balaghah, jilid 1, hlm. 191.
Posted on: Mon, 02 Dec 2013 03:11:23 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015