PENJELASAN TENTANG W A H Y U Disusun oleh: Zafrullah Ahmad - TopicsExpress



          

PENJELASAN TENTANG W A H Y U Disusun oleh: Zafrullah Ahmad Pontoh Masalah wahyu menjadi salah satu topik pembicaraan akhir-akhir ini. Mencari kejelasan mengenai sesuatu hal yang disampaikan kepada kita merupakan langkah yang sangat penting dan bijaksana. Tulisan singkat ini semoga dapat memenuhi perintah Allah Yang Maha Mengetahui, sesuai dengan firmanNya didalam Al Qur’aan Suci, Surah Al Hujuraat ayat 7*) yang menyuruh kita untuk meneliti dengan seksama sesuatu yang diutarakan atau disampaikan kepada kita , supaya kita tidak menyerang tanpa ilmu, pendapat atau pribadi orang lain agar tidak menyesal dikemudian hari mengenai apa yang kita lakukan. Allah Yang Maha Berkata-kata (Al Mutakallim) berfirman sebagaimana yang tertera didalam Al Qur’aanul Kariim : Artinya: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.…” (Surah Al Maaidah : 4). Didalam masyarakat nampak adanya pemahaman yang berbeda mengenai ayat ini. Sebagian berpendapat bahwa ayat ini membuktikan bahwasanya setelah turunnya AlQur’aanul kariim maka Allah telah berhenti menurunkan wahyu. Dengan kata lain tidak diperlukan lagi wahyu baru sebagai sarana komunikasi antara Sang Khaaliq dan makhluq. ________________________________________________________ *) Penulisan nomor ayat Al Qur-an Suci dalam tulisan ini berdasarkan Hadits Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam , riwayat Sahabat-Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu yang menunjukkan bahwa setiap basmalah pada setiap awal Surah, adalah ayat pertama Surah tersebut. كان النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم لا يعرف فصل السّورة حتّى ينزل عليه بسم الله الرّحمن الرّحيم. ( ابو داؤد كتاب الصّلوة و الحاكم في المستدرك) Artinya: “Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui pemisahan/jarak suatu Surah sehingga/kecuali turun kepada beliau, BismillaahirRahmaanirRahiim.” (HR.Abu Daud, “Kitaabu(l)shalaah”, dan Al Haakim dalam AlMustadrak). Sebagian lainnya berpendapat bahwa ayat tersebut tidak berarti terhentinya wahyu, akan tetapi menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam yang dengan mengikutinya, seorang akan mencapai derajat kerohanian yang tinggi; sebab hanya ajaran yang sempurnalah yang dapat membawa pengikutnya mampu meraih kemajuan dan keberhasilan yang tertinggi, terutama dalam kerohanian sesuai ketentuan Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Keberhasilan seseorang untuk mendapatkan derajat tertinggi dalam kerohanian, bukan hanya menunjukkan kemampuan kerohanian orang tersebut tapi lebih dari pada itu menunjukkan kemampuan ajaran yang diikutinya itu membawa pengikutnya sampai kederajat yang tertinggi. Tanpa kekuatan dan kemampuan yang dikandung ajaran tersebut, tidak mungkin orang atau pengikutnya dapat mencapai derajat tersebut. Oleh karena itu, jika ada orang yang berkeberatan terhadap orang yang telah mencapai derajat tersebut sama halnya dia bekeberatan terhadap kemampuan dan kesempurnaan ajaran itu; maka sikap orang seperti itu menunjukkan bahwa dia tidak mampu atau tidak berhasrat mencapai derajat kerohanian yang bisa mencicipi kelezatan rohaniah seperti itu. Itulah sebabnya, wujud-wujud suci masa lampau yang hidup dimasa yang jauh setelah wafatnya Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga hidup jauh sebelum zaman kita, tidak pernah mengingkari dan tidak berkeberatan terhadap orang-orang yang bisa berkomunikasi dengan Allah Yang Maha Berkata-Kata (Al Mutakallim); dan dari penelaahan literatur yang ditulis oleh para ulama zaman awal Islam tersebut, Salafush Shaalihiin – yaitu para Ulama Besar dan Masyhur yang hidup dimasa silam , yang kesucian, kezuhudan, kemuliaan akhlak serta jasa mereka terhadap Islam tak diragukan lagi, dan sulit diperoleh tandingannya dimasa sekarang, dapat diketahui bahwa mereka sendiri mengalami hubungan yang erat dengan Allah Yang Maha Berkata-Kata; dan oleh karena itulah mereka menuliskan didalam karya tulis mereka tentang pengalaman- pengalaman rohani yang dialami serta pandangan–pandangan mereka tentang masih terbukanya pintu wahyu, yakni manusia masih dapat terus menerima wahyu dari Allah Yang Maha Berkata-Kata, sebagai bukti tak ada satupun Sifat Allah yang hilang atau yang tidak berlaku lagi; Justru Sifat Al Mutakallim dan semua Sifat-sifat-Nya tetap berlangsung dan abadi. Pernyataan dan pendirian mereka ini sungguh sangat sesuai dengan firman Allah Yang Maha Perkasa Dan Maha Berkata-kata, sebagaimana yang tertera didalam Al Qur-an Suci: • Artinya: “Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(Surah Asy Syuuraa : 52). (Terjemahan dikutip dengan perubahan ejaan, dari “Al Quraan Dan Terdjemahannja, Djuz 21-Djuz 30, Departeman Agama Republik Indonesia, 1970). Bahkan lebih daripada itu, mereka menuliskan bahwa derajat tertinggi dari tingkat-tingkat kerohanian sebagaimana yang disebutkan didalam Surah Annisaa ayat 70, dapat dicapai oleh mereka yang benar-benar ta’at kepada Allah dan Nabi Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, yakni dapat dicapai oleh orang-orang yang memperlihatkan dan menyebarkan keindahan akhlak sebagai ummat Nabi yang sangat santun, Rahmatullil’aalamiin dan hamba Allah Rabbul ‘aalamiin. Hal ini bukan berarti bahwa setiap orang yang demikian ini akan serta merta mencapai derajat tertinggi itu; sebab Allah Yang Maha Mengetahui berfirman bahwa Dia Maha Mengetahui dimana risalahNya ditempatkan.(Lihat Surah Al An’aam ayat 125 ). Dari Surah Asy Syuuraa ayat 52 diatas tadi jelaslah bahwa wahyu , yang merupakan salah satu cara Allah Yang Maha Berkata-kata dan Maha Kuasa berkomunikasi dengan manusia(basyar), masih terus berlangsung; menurut ayat ini, wahyu tidak hanya turun khusus kepada para nabi dimasa lampau akantetapi masih dapat turun kepada manusia, kapanpun dan siapapun yang Dia kehendaki. Kata basyar pada ayat ini menunjuk kepada manusia secara umum. Dan turunnya wahyu tidak dibatasi oleh waktu ; sebab Allah , Al Mutakallim/Yang Maha Berkata-Kata, berfirman bahwa malaikat turun kepada orang-orang yang berakhlak mulia, calon-calon orang Sorgawi dan yang istiqaamah (yang tentu harus menyerap Sifat-sifat Allah Yang Maha Mulia sehingga berakhlak mulia dan santun seperti Nabi Muhammad ShallaLlaahu ‘alaihi Wasallam), Sang Rahmatul lil’aalamiin; sebagaimana firman-Nya : • • • Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan(memperoleh) sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Surah Haa Miim Assajadah/Fushshilat :31). (Terjemahan dikutip dengan perubahan ejaan, dari Al Quraan Dan Terdjemahannja, Djuz 21-Djuz 30, Departemen Agama Republik Indonesia, 1970). Ayat ini menunjukkan bahwa selama ada orang yang beriman kepada Allah dalam artian yang sebenarnya dan istiqaamah didalam mempraktekkan “takhallaquu bi akhlaaqillah” yakni berakhlak sesuai dengan Sifat-Sifat Allah, maka selama itu mereka akan didatangi malaikat untuk mewahyukan kepada mereka hal –hal yang menggembirakan karena Allah redha kepada mereka. Pada ayat ini tidak dibatasi tempat dan waktunya. Tidak harus di Arab atau juga tak harus dimasa lampau. Jika ayat ini kita hubungkan dengan Surah Asy Syuuraa ayat 52, maka semakin jelaslah bahwa pintu wahyu masih tetap terbuka. Dan jika kita perhatikan Sabda Nabi Suci Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka yang dimaksud dengan wahyu disini adalah wahyu almubasysyiraat; bukan wahyu syari’at; dan turunnya kepada seseorang sesuai dengan tingkat kerohaniannya yaitu: 1). Wahyu langsung dari Allah Yang Maha Berkata-kata, 2). Dari belakang hijab/tabir, seperti kasyaaf, ru’ya shaalihah, 3). Dengan perantaraan rasul/malaikat. Banyak ayat-ayat Al Qur-aanul Kariim yang mendukung ayat-ayat tersebut diatas; diantaranya, Surah ِAl Qadr ayat 5. Allah berfirman: • Artinya: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (Terjemahan dikutip dengan perubahan ejaan dari, Al Quraan Dan Terjemahannja, Djuz 21 – Djuz 30, Departemen Agama Republik Indonesia, 1970). Menurut ayat ini, selama masih ada malam Lailatul Qadr, artinya sampai Hari Qiyamat bahwa selama masih ada masa yang disebut Lailatul Qadr, para malaikat dan Malaikat Jibril tetap turun kepada hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Berkata-kata(Al Mutakallim), guna menghibur mereka dengan nuansa-nuansa rohaniah, meneguhkan keimanan dan akhlaq mereka. Penggunaan istilah wahyu tidak hanya terbatas untuk menamai firman Allah kepada manusia. Istilah ini didalam Al Qur’an Suci digunakan juga untuk firman Allah Yang Maha Mulia yang diturunkan kepada hewan, yakni lebah. Sebagaimana firman Allah Yang Maha Pemurah untuk memberi petunjuk kepada lebah: Artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “Buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu dan dirumah-rumah yang didirikan manusia!” (Surah Annahl : 69). (Terjemahan dikutip dengan perubahan ejaan dari, Al QuraanDan Terdjemahannja, Djuz 11-Djuz 20, Departemen Agama Republik Indonesia, 1970). Ayat ini, selain membuktikan bahwa istilah wahyu digunakan juga untuk petunjuk dari Allah yang diturunkan kepada hewan, maka segaimana Surah Asy Syu’araa ayat 52, ayat inipun membuktikan bahwa istilah wahyu pun lebih pantas lagi jika digunakan sebagai sebutan bagi petunjuk dari Allah Yang Maha Berkata-kata yang diturunkan kepada manusia; dan juga menunjukkan bahwa wahyu tidak pernah terhenti diturunkan Allah Al Mutakallim bagi makhluk-Nya. Sebab selama masih ada lebah apa lagi manusia sebagai asyraful makhluuqaat (termulia dari semua makhluk), maka selama itu makhluk-Nya akan menerima wahyu. Lebih dari pada itu dan sangat utama ialah walaupun tidak ada lagi makhluk-Nya didunia ataupun dialam raya ini, Allah Yang Maha Berkata-kata tidak akan pernah kehilangan Sifat Al Mutakallim (Maha Berkata-kata). Bahkan tak satupun dari Sifat-Sifat-Nya yang akan hilang. Dibandingkan komunitas lebah, ummat manusia sebagai asyraful makhluuqaat (termulia dari semua makhluk), memiliki berbagai aspek multi dimensi yang tentu komunitasnya lebih membutuhkan petunjuk yang terus menerus dari waktu ke waktu langsung dari Allah Yang Maha Berkata-Kata dan Maha Mengetahui. Pemikiran dan kata hati yang dalam nan logis serta memuaskan jiwa kita diakhir zaman ini, yang berkelana mencari panutan kesalehan yang sejati untuk mereguk piala yang memuaskan jiwa dan rohani, mencari kedamaian jiwa sejati dengan mencari dan menemukan qurb (kedekatan) Ilahi, pencarian ini terjawab dengan menela’ah karya tulis wujud-wujud suci, para ulama shalafush shaalihiin, yang telah menuangkan pandangan dan pengalaman mereka yang dengan akhlaqul kariimah (akhlak yang mulia) dan sifat santun telah mengarungi lautan kecintaan, qurb (kedekatan) kepada Allah dan keridhaan Allah Rabbul ‘Aalamiin. Para Ulama Salafush Shaalihiin (Ulama masa lampau/masa awal yang saleh) yang memiliki kesucian dan akhlaq mulia yang tak diragukan lagi, yang bandingannya sulit ditemukan diakhir zaman ini, mereka memiliki pemahaman demikian karena kesalehan dan pemahaman yang mereka dalami dari Al Qur-aanul Kariim dan Sabda-sabda Hadhrat Nabi Agung Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam. Beberapa diantara mereka yang dapat dikutip dalam makalah singkat ini ialah: 1. Hadhrat Syekh Sayyid Abdul Qadir Al Jailaani rahmatullaah ‘alaih, menulis: "..... Artinya: “...Jika engkau tunduk ta’at kepada Allah maka engkau akan diberi nur, diberi rahasia-rahasia, dan ilmu-ilmu agama yang mengagumkan dan derajat engkau akanditinggikan dan engkau akan berkata-kata dengan Allah…” (Futuuhul Ghaib maqaalah 26). 2. Hadhrat Ummul Mu-miniin, ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, menjelaskan bahwa salah satu bentuk dari wahyu ialah ru-ya/mimpi yang benar. Beliau bersabda: اوّل ما بدئ به رسول الله صلّى الله عليه وسلّم من الوحي الرّؤيا الصّالحة في النّوم.....( بخاري, كتاب بدء الوحي). Artinya: “Wahyu Pertama yang diterima oleh Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wasallam dimulai dengan ru-ya shaalihah / mimpi yang benar didalam tidur…”(Bukhari,Bab Bad-ul wahyi). 3. Didalam Kitaab Tafsir Ruuhul Ma’aani Jilid VII, hal. 326, Allamah Allusi rahimahullaahu Ta’aalaa menulis mengenai penyebab orang tidak percaya akan adanya wahyu lagi. Beliau menulis: اعلم انّ بعض العلماء انكروا نزول الملا ئكة على قلب غير النّبي لعدم ذوقه له والحقّ انّه تنزّل ولكن بشريعة نبيّنا صلّى الله عليه وسلّم ( تفسير روح المعاني جلد7 صفحة 326) Artinya : “Ketahuilah bahwa sesungguhnya sebagian ulama mengingkari/tidak percaya turunnya malaikat pada hati orang selain Nabi, karena dia tidak mengalami kelezatannya. Tapi yang sebenarnya ialah sesungguhnya ia (malaikat) masih turun, namun dengan syari’at Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (Tafsiir Ruuhul Ma’aani Jilid VII, halaman 326). Dengan demikian kita dapat memahami mengapa para Ulama Suci zaman silam mengakui masih adanya wahyu dari Allah Yang Maha Berkata-kata, karena mereka mengalami dan merasakan kelezatan hubungan komunikasi rohaniah seperti itu dengan-Nya. Semestinya kita dizaman akhir ini, walaupun tidak mengalami hubungan rohani yang tertinggi dengan Allah Yang Maha Berkata-kata, kita tak harus menolak tentang masih berlangsungnya wahyu sebagai salah satu bentuk komunikasi antara Allah Yang Maha Berkata-kata dengan manusia bahkan dengan lebah sekalipun. Karena adanya kelangsungan wahyu adalah ajaran Al Qur-aanul Kariim dan sesuai sabda-sabda Yang Mulia Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, serta kesaksian pengalaman para sahabat radhiyallaahu Ta’aalaa ‘anhum dan juga para wujud suci sepanjang sejarah Islam,, maka penolakan demikian itu membuktikan kelemahan dan ketunaan ilmu. WAHYU WAHYU SESUDAH WAFATNYA RASULULLAH SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM Berikut ini contoh –contoh wahyu yang diterima oleh orang-orang bukan Nabi/bukan Rasul, yakni wahyu yang diterima oleh wujud-wujud suci dikalangan ummat Islam, yang diterima para Sahabat radhiyallaahu ‘anhum, juga yang diterima para Wali dan Ulama salafush shaalihiin yang hidup dimasa jauh setelah wafatnya Yang Mulia Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam; hal ini sebagai bukti kebenaran firman Allah Yang Al Mutakallim bahwa tiada Sifat-Nya yang hilang bahkan masih dan akan tetap berlangsung selama-lamanya termasuk apa yang difirmankan-Nya didalam Al Qur-aanul Kariim Surah Asy Syuuraa : 52; dan inipun bukti kesempurnaan ajaran Islam dan ketinggiannya sehingga dapat menjadikan pengikutnya yang ta’at dan setia dapat berkomunikasi dengan Sang Khaaliq (Maha Pencipta). Memperhatikan kandungan wahyu yang diterima oleh wujud-wujud Suci ini, nampak dengan jelas bahwa wahyu-wahyu tersebut ada yang persis seperti ayat Al Qur-aan Suci, ada yang bercampur dengan kata-kata yang bukan seperti ayat Al Qur-anul Kariim dan ada yang samasekali tidak seperti ayat Al Qur-aanul kariim. Contoh wahyu-wahyu tersebut adalah sebagai berikut: 1. Para Sahabat Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam menerima wahyu setelah wafatnya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tatakala Yang Mulia Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam wafat, para Sahabat radhiyallaahu ‘anhum berselisih apakah beliau dimandikan tanpa menanggalkan pakaian beliau ataukah dengan menanggalkannya. Perselisihan ini tak dapat diselesaikan oleh mereka sendiri dan baru dapat diselesaikan setelah turun wahyu dari Allah Yang Maha Berkata-Kata kepada para Sahabat pada waktu itu.Bunyi wahyu tersebut : اغسلوا رسول الله صلّى الله عليه وسلّم و عليه ثيابه. ( رواه البيهقي عن عائشة, تاريخ الكامل جلد 2 صفحة 16 و مشكوة باب الكرامات صفحة 545 ). Artinya: “Mandikanlah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan pakain beliau pada tubuh beliau.” (HR. Al Baihaqi, dari Sitti Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa, lihat pada Tariikhul Kaamil Jilid II halaman 16; dan juga lihat Kitab Hadits Misykat, Baabul Karaamaat, halaman 545). Ini adalah wahyu pertama dari Allah Yang Maha Mulia dan Maha Berkata-Kata yang turun kepada para Sahabat radhiyallaahu ‘anhum segera setelah wafatnya Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. 2. Yang Mulia Khalifah Umar Bin Khaththaab radhiyallaahu ‘anhu menerima wahyu. Salah satu wahyu yang beliau terima adalah sebagaimana dalam riwayat berikut : قال عمر رء يت ربّى فى المنام فقال يابن الخطّاب تمنّ عليّ فسكت, فقال فى الثّّانية يابن الخطّاب اعرض عليك ملكى و ملكوتي و اقول لك تمنّ عليّ و انت في ذالك تسكت. فقال يا ربّي شرفت الانبياء بكتب انزلتها عليهم فشرفني بكلام منك بلا واسطة فقال يابن الخطّاب من احسن الى من اساء اليه فقد اخلص لي شكرا ومن اساء الى من احسن اليه فقد بدل نعمتي كفرا ( نزهة المجالس جلد 1 صفحة 107 , باب الحلم و الصّفح ). Artinya: “ ‘Umar berkata, “Saya didalam keadaan tidur melihat Rabbku . Dia berfirman, “Wahai Ibnu Khaththaab! Mintalah padaKu.” Maka saya berdiam diri. Lalu Dia berfirman untuk kedua kalinya, “Wahai Ibnu Khaththaab! Aku membentangkan dihadapanmu kerajaan-kerajaanKu jasmani dan rohani; dam Aku berkata kepdamu, mintalah keapdaKu akan tetapi engkau diam saja.” Maka Hadhrat Umar berkata, “Aku mengatakan: “Wahai Rabbku, Engkau telah memuliakan para Nabi dengan Kitab-Kitab yang telah Engkau anugerahkan kepada mereka; maka muliakanlah aku dengan perkataan/wahyu dariMu tanpa perantara.” Maka Allah berfirman : “Wahai Ibnu Khaththaab, siapa yang berbuat baik kepada orang yang berlaku buruk kepadanya maka dia telah benar-benar bersyukur kepadaKu; namun siapa yang berbuat buruk kepada orang yang berbuat baik kepadanya, maka berarti dia telah menukar ni’mat-Ku dengan kekufuran.” ( Naz-hatul Majaalis Jld I, halaman 107, baabul hilmi washshfhi). 3. Hadhrat Imam Syaafi’i rahmatullahi ‘alaihi (Muhammad Idris) menerima wahyu sesbagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut: “Imam Syaafi’i rh. Melihat Allah dalam mimpinya, dan beliau berdiri dihadapan Allah. Allah berfirman, “Wahai Muhammad! Tetaplah teguh didalam agama Muhammad. Dan janganlah sekali-kali engkau tergelincir karena akan sesat dan menyesatkan. Bukankah engkau Imam ummat ini? Janganlah engakau takut kepadanya. Bacalah: Imam Syaafi’i berkata: “Maka tatkala saya terbangun, saya sedang mengucapkannya dengan berkat pendidikan melalui kekuasaan Allah.” ( المطالب الجماليّة, مطبوعة بمصر 1344 هجرية, صفحة 1344 ) Kata-kata didalam wahyu ini jelas sekali persis seperti ayat 9 Surah Yaasiin. 4. Hadhrat Imam Ahmad Bin Hanbal rahmatullaah ‘alaih menerima wahyu. Beliau bersabda: “Pada malam itu saya menyaksikan, ada suatu suara mengatakan, “Wahai Ahmad bersukacitalah engkau; Allah telah mengampunimu karena engkau telah menjalankan Sunnah Nabi dan telah Dia jadikan engkau Imam. Engkau akan diikuti.” Saya bertanya, “Siapakah engkau?” Jawabnya: “Jibril”. (Kitaabusy Syifaa Lil Qaadhi ‘Iyaadh, Juz 2, halaman 13). 5. Hadhrat Muhyiddiin Ibnu ‘Arabi menerima wahyu. Beliau bersabda : “Maka diturunkan wahyu kepada saya, قل امنّا بالله و ما انزل علينا و ما انزل على ابراهيم و اسماعيل و اسحاق و يعقوب و الاسباط وما اوتي موسى و عيسى و النّبيّون من رّبّهم لا نفرّق بين احد منهم ونحن له مسلمون. ( الفتوحات المكيّة جلد 3 صفحة 35 ) Artinya : “Katakanlah!, “Kami beriman kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, dan kepada yang diturunkan kepada Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan keturunan, danapa yang diberikan keada Musa, ‘Isa, dan para Nabi, dari Rabb mereka; kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami menyerah diri kepada-Nya.” ( Al Futuuhaatul Makkiyyah Jilid 3, halaman 35). Wahyu yang beliau terima ini sebagaimana yang tersebut diatas, persis seperti firman Allah Yang Maha Kuasa, yang terdapat didalam Al Qur-aan Suci, Surah Aali ‘Imraan/3: 85. 6. Hadhrat Khaajah Miir Dard rahmatullah ‘alaih, seorang suci dizamannya menulis didalam Kitab ‘Ilmul Kitaab, wahyu yang beliau terima, sebagai berikut: افحكم الجاهليّة يبغون في زمان يّحكم الله ايته ما يشاء. ( علم الكتاب, تحديث نعمت) Artinya: “Apakah kamu menginginkan peraturan jahiliyah dizaman dimana Allah menetapkan tanda-tanda-Nya yang dikehendaki-Nya?” Sebagian kata-kata dari wahyu ini, yaitu, افحكم الجاهليّة يبغون persis seperti bagian dari Surah Al Maaidah ayat 51. Beliau juga menerima wahyu berikut: ( علم الكتاب صفحة 64 ) Artinya : “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat/karib kerabat”. Wahyu yang beliau terima ini persis seperti firman Allah Yang Maha Berkata-Kata (Al Mutakallim) yang terdapat didalam Surah Asy Syu’araa ayat 215. Dua buah wahyu berikut inipun diterima oleh beliau: ( علم الكتاب صفحة 64 ) Artinya: “Dan janganlah engkau bersedih berkenaan dengan mereka, dan janganlah bersusah hati tentang apa yang mereka rencanakan.” ( علم الكتاب صفحة 64 ) Artinya: “Dan engkau tak dapat memberi petunjuk kepada orang yang buta(rohani) berkenaan dengan kesesatan mereka.” Kedua wahyu yang beliau terima ini persis seperti firman Allah Yang Maha Perkasa yang terdapat didalam Surah An Naml ayat 71 dan 82. Masih banyak lagi contoh-contoh wahyu seperti ini yang tak mungkin dikemukakan ke semuanya dalam makalah yang singkat ini. Setelah menela’ah dan memperhatikan ayat-ayat dan bukti-bukti diatas, dapatlah kita menyimpulkan bahwa turunnya wahyu yang ghair tasyri’i( bukan hukum syari’at) masih tetap berlangsung dan kapanpun Allah Ta’aalaa, Wujud Yang Maha Mengetahui dan Maha Pencipta alam semesta ini menghendakinya, Dia memiliki kehendak dan kekuasaan yang mutlak untuk menzhahirkan Sifat Al Mutakallim-Nya kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, sebagaimana firman-Nya yang terdapat didalam Surah Asy Syuraa ayat 52. Wahyu yang diturunkan-Nya itu sesuai kehendak-Nya, dapat berbentuk seperti ayat-ayat Al Qur-aanul Kariim, dapat juga didalam Bahasa Arab yang bukan persis ayat Al Qur-aanul Kariim, dapat juga didalam Bahasa selain Bahasa Arab, ataupun campuran dari kesemuanya. Sebab Allah adalah Pemilik dan Penguasa Mutlak alam semesta ini; tak ada apapun atau siapapun yang dapat membatasi kekuasaan dan kehendak-Nya; Dia bebas melakukan kehendak-Nya kecuali apa yang sudah ditetapkan-Nya bahwa hal itu tidak mungkin terjadi; karena Dia tidakpernah melanggar janji ataupun ketetapan-Nya. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha Mengetahui semua bahasa makhluk-Nya baik yang zhahir maupun yang tersembunyi. Jadi, jika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihis salaam, Pendiri Jemaat Ahmadiyah menerima wahyu yang ghair tasyri’i,yang sebagiannya persis seperti ayat-ayat Al Qur-aan Suci, sebagian lagi bukan seperti ayat Suci Al Qur-aan, sebagian lagi dalam bahasa Arab, sebagian lagi dalam bahasa lain, ataupun campuran dari semua itu, hal itu tidak bertentangan dengan Al Qur-aan Suci dan tidak boleh serta tidak patut dikatakan telah membajak Al Qur-aan Suci, sebab menerima wahyu adalah sesuai dengan firman Allah Al Mutakallim (Maha Berkata-kata) bahwa Sifat-Sifat-Nya tak akan pernah hilang, Dia berkuasa memberi karunia rohani(wahyu, kasyaf dll.) dan karunia duniawi kepada siapapun yang Dia kehendaki; dan hal adanya wahyu inipun telah dipersaksikan oleh Para Sahabat Radhiyallaahu Ta’aalaa ‘anhum, juga telah dipersaksikan oleh para Wujud Suci Salafush Shaalihiin(wujud-wujud saleh/suci masa lampau) bahwa mereka pun telah berkali-kali menerima wahyu dari Allah Yang Maha Berkata-kata dan hal inipun membuktikan keunggulan ajaran Islam dan ketinggian kedudukan Al Qur-aanul Kariim yang telah membawa pengikutnya mengarungi lautan karunia Ilahi dan terbang tinggi di Cakrawala kerohanian. Perlu juga diketahui dan difahami bahwa Al Qur-aan Suci, bukan barang dagangan yang dikhawatirkan pembajakannya. Tak seorangpun dapat membajak Al Qur-aan Suci sebab Allah SWT telah berjanji bahwa: • ِArtinya: “Kami lah yang telah menurunkan peringatan ini dan Kami lah yang memeliharanya”. (الحجر: 10) Dengan demikian Allah SWT tidak memerlukan bantuan siapapun untuk menjaga Firman-Nya ini (Al Qur-aan Suci) dari pembajakan. Semoga Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyantun, mengasihi kita semuanya dan memberikan taufiq kepada kita semua untuk dapat memahami kebenaran dan dapat menerima dan mengamalkannya. Aamiin Allaahumma aamiin
Posted on: Sat, 29 Jun 2013 02:09:53 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015